Hari ke empat puluh delapan, Reyner dan Zinnia kembali pada tubuh mereka masing-masing. Reyner masih kesal dengan ucapan sang adik. Pria itu membiarkan sang istri yang sedang mengemasi pakaian ganti untuk mereka. Memasukkan ke dalam satu tas jinjing. Reyner memberitahukan gadis itu untuk membawa beberapa potong pakaian saja.
Pagi itu mereka berkemas untuk pergi ke rumah Pak Haris. Seperti yang telah mereka rencanakan, resepsi pernikahan Zinnia dan Reyner akan dilaksanakan di rumah pemilik SJ Grup dua hari lagi.
"Sip. Sekarang giliran bawa kandang, pasir, sama makanannya Kuro," ujar gadis itu saat sudah selesai memasukkan pakaian.
"Jangan kau bawa makhluk berbulu itu!" seru Reyner saat melihat sang istri membawa kandang keluar rumah.
"Tapi kan ...."
"Tidak ada tapi-tapian! Lagi pula kenapa kau membawa dia di pesta pernikahan kita?" tanya Reyner sembari menunjuk si kucing hitam.
"Yah, Mas. Kasihan kalau Kuro ditinggal di rumah sendirian," reng
Sore harinya, keluarga Zinnia sudah tiba di rumah itu. Malamnya, Pak Haris mengajak besannya untuk memilih pakaian di butik langganan mereka. Kedua orangtua Zinnia pun mengikuti ajakan itu dengan senang hati. Baru kedua orangtua Zinnia saja yang tiba. Kerabat yang lainnya akan hadir pada saat acara resepsi nanti."Kalian di rumah saja! Jagain Kuro biar gak kemana-mana!" perintah Nurmala pada anak dan menantunya."Ya, Mah," balas Reyner yang memang malas untuk ikut. Berbeda dengan Zinnia yang selalu antusias."Ya sudah. Kami berangkat dulu. Yuk Chandra!" ajak Nurmala pada anak bungsunya."Baik, Mah.""Assalamu'alaikum," ucap wanita itu berpamitan."Wa'alaikumussalam," jawab Zinnia dan Reyner bersamaan.Suasana rumah kembali sepi. Petugas yang menata tempat sudah pulang. Kini di rumah itu hanya ada Reyner, Zinnia, Kuro, dan dua asisten rumah tangga yang sudah kembali ke kamar mereka. Kucing hitam itu sudah tidur melingkar di sofa ruang
Zinnia membuka kedua matanya saat pendengarannya menangkap suara alarm yang berdering. Gadis itu melihat dirinya sendiri yang masih tertidur di sampingnya hanya berbungkus selimut saja. Rasa kesal kembali muncul saat ia mengingat kejadian pada malam sebelumnya. Zinnia tanpa diberi peringatan dipaksa untuk melayani pria sombong itu. Tangan kekarnya mematikan suara alarm pada ponsel itu. Reyner pun ikut terbangun karena terganggu. Kini mereka kambali bertukar jiwa. Reyner merasakan nyeri saat ia menggerakkan kakinya."Ish. Kenapa sakit sekali?" gumam pria itu mencoba duduk."Sukurin kena karma," celetuk Zinnia kesal.Reyner menatap sayu wajahnya sendiri. Pria itu kini merasakan tubuhnya yang seperti remuk redam. Ternyata apa yang ia lakukan pada malam itu malah seperti bumerang. Ia menyesal karena salah menyalurkan amarahnya. Sekarang ia merasakan rasa sakit yang harusnya dialami sang istri."Lagian kenapa Mas ngelakuin itu sih? Mas sengaja ya mau nyiksa ak
Tepat pada hari ke lima puluh semenjak pertukaran jiwa itu dimulai, Reyner dan Zinnia melangsungkan pesta pernikahan mereka. Zinnia masih berdebar-debar ketika ia didandani oleh penata rias yang sama saat acara ijab qobul. Tak bisa dipungkiri, Zinnia masih belum bisa melupakan kejadian malam pertamanya dengan sang suami. Ada sedikit rasa bahagia, tetapi juga bersamaan dengan rasa sedih.Zinnia terus melamun saat kuas make up menyapu lembut wajahnya. 'Apakah Mas Rey beneran nggak bisa membuka hatinya untukku? Apa Mas Rey cuma mau anak dari rahimku saja?' cicit Zinnia dalam hati."Sudah, Mbak. Cantik banget deh Mbak Zinnia ini," puji si penata rias."Makasih, Bu." Gadis itu membalasnya dengan sebuah senyuman.Tangan ramping Zinnia mengelus perutnya yang masih rata. Kembali mengingat kejadian yang membuatnya merona. Meski hatinya gelisah. Namun, ia juga tak bisa membohongi perasaannya saat dirinya bersatu dengan Reyner. Ia juga berharap dap
Chandra kemudian memeluk kedua mempelai itu dengan hangat. "Pokoknya baik-baik di sini ya, Kak, Zin. Aku juga mau pamitan mau kembali ke Amerika. Kakak harus bisa bahagia. Zin juga. Doa terbaikku buat kalian," tutur Chandra tulus dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Bagaimana pun juga ia tetap sayang pada sang kakak yang selalu bersikap dingin dan cuek padanya."Iya, Mas Chandra. Amiin. Makasih doanya." Zinnia membalas pelukan dari adik iparnya.Tanpa diduga, Reyner juga ikut membalas pelukan dari adiknya. Meski sikapnya dingin dan tampak tak peduli. Namun, Reyner sebenarnya juga sayang pada adiknya. Hanya saja, ia enggan memperlihatkan perhatiannya."Lihat tuh, Mah! Pemandangan langka Reyner bisa berpelukan dengan Chandra," ucap Pak Haris pada istrinya."Iya, Pah. Mamah ikut senang lihatnya," balas Nurmala ikut tersenyum."Foto ah," ujar wanita itu sembari mengeluarkan ponselnya. Mengambil gambar kedua putranya dan menantunya yang saling ber
Pagi hari selanjutnya, Reyner mengajak sang istri untuk kembali pulang ke rumahnya. Mereka berdua berpamitan dengan Pak Haris dan Nurmala. Zinnia masih sakit hati pada ucapan suaminya. Ternyata tujuannya menikah bukan hanya untuk menjaga nama baiknya, tetapi agar pria itu mendapatkan perusahaan sang ayah.Jiwa Zinnia yang berada di tubuh suaminya kini sedang mengemasi barang-barang mereka. Kemudian menghampiri Kuro yang sedang memakan sarapannya. Gadis itu langsung menggendong kucing hitam itu."Rey," panggil Nurmala. Zinnia yang ingat sedang bertukar langsung menoleh menatap ibu mertuanya."Ada apa, Mah?" tanya Zinnia."Kuro tinggal di sini saja, ya?" pinta Nurmala tanpa diduga."Eh?""Mamah sudah sayang sama Kuro. Lagian kalau Kuro di sini, kalian tinggal fokus saja buatin cucu buat Mamah," ujar Nurmala mendekati putranya. Berbisik pada laki-laki itu.Zinnia hanya memasang senyuman. Bingung mau merespon apa. Ia juga tidak ingin berp
Di hari berikutnya, tepatnya hari Minggu, kedua orang itu kembali ke tubuh masing-masing. Zinnia masih galau karena kepergian Kuro. Membuat gadis itu tak bersemangat untuk beraktivitas. Sedangkan sang suami malah tampak senang. Pria itu dengan santainya menikmati siang hari dengan berenang pada kolam renang yang berada di dalam ruangan.Zinnia menatap sinis suaminya yang sedang asyik berenang. Ingin rasanya kembali memasukkan cucian beserta busa sabun di kolam renang itu. Namun, hal itu ia urungkan karena ia tak ingin diceburkan kembali ke tengah kolam. Gadis itu memilih menonton suaminya dari sudut ruangan. Duduk di kursi santai sembari membaca novel.Sesekali kedua mata Zinnia mencuri-curi pandang ke arah suminya yang timbul tenggelam di permukaan kolam. Pandangannya terhenti dan kini tertuju pada tubuh kekar Reyner saat suaminya beristirahat duduk di tepi kolam. Pria itu hanya mengenakan celana pendek. Kedua pipi Zinnia mulai memanas saat ia melihat roti sobek pada
Pagi itu Zinnia memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas dengan malas. Ia benar-benar tak mengerti mengapa sang ibu mertua menyuruhnya untuk bersiap-siap. Sekitar pukul delapan pagi, Pak Likin pun datang dengan mobil hitam milik Pak Haris. Mobil Reyner yang rusak akibat kecelakaan masih berada di bengkel."Sudah siap, Pak?" tanya Pak Likin saat Zinnia menemuinya di pintu gerbang. Dengan tubuh Reyner tentunya."Saya Zin, Pak," jelas Zinnia."Oh. Maaf, Mbak.""Nggak papa. Memangnya kami mau diajak ke mana sih, Pak?" tanya Zinnia penasaran dengan suara baritonenya."Nanti saja, Mbak. Sambil jalan," jawab Pak Likin.Reyner pun mengekor di belakang sang istri. Ia ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku penumpang bersama dengan Zinnia."Pak, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Zinnia masih penasaran."Mau ke ... bandara," jawab Pak Likin."Bandara? Lah. Memangnya mau apa ke sana?" Zinnia masih bingung den
"Ehem. Itu sih sebagai hukuman untukmu," balas Reyner santai tanpa menatap sang istri."Hah? Hukuman? Aku salah apa coba, Mas? Aneh deh." Zinnia tak terima dengan ucapan suaminya.Reyner berpikir sejenak. "Salah apa? Kau tak ingat dengan kesalahanmu padaku? Sehingga kau membuatku harus terjebak pada pertukaran jiwa ini?" tanya Reyner membuat alasan. Mencoba memojokkan sang istri."Y-ya ... itu sih ... aku nggak sengaja. Nggak tahu juga kalau ada orang yang mau lewat," gumam Zinnia sembari duduk di atas ranjang, memunggungi dirinya sendiri. Reyner menaikkan sebelah alisnya. Ternyata alasannya dengan mudah dipercaya oleh sang istri."Nah. Sadar," cibir pria itu."Tapi ... nggak harus gitu juga kan ngehukumnya?" cicit Zinnia sembari mengerucutkan bibirnya. Reyner dibuat sebal karena melihat dirinya sendiri yang sedang cemberut."Terima saja!" balas Reyner ikut merebahkan diri."Ish," desis Zinnia melirik tajam dirinya sendiri.Beb