Home / Fantasi / Lintas Takdir dan Kutukan / Batas antara cahaya dan kegelapan

Share

Batas antara cahaya dan kegelapan

Author: masfaqih625
last update Last Updated: 2024-11-16 11:20:41

Di tengah malam yang pekat di Hutan Kelam, Ananta berdiri di antara dua pilihan yang berbahaya. Di satu sisi, Randu, panglima yang telah lama ia anggap sebagai satu-satunya orang yang menghormatinya, berdiri memanggil namanya dengan cemas. Di sisi lain, pria berjubah hitam berdiri di belakangnya, mendesak Ananta untuk menunjukkan kekuatan gelap yang kini mengalir kuat dalam tubuhnya.

Suara Randu terdengar semakin dekat, “Ananta! Kau di sana?”

Ananta memejamkan mata, mengatur napasnya yang memburu. Dorongan untuk melepaskan kekuatannya terasa tak tertahankan, tetapi hatinya masih menahan rasa takut akan apa yang mungkin terjadi jika Randu melihatnya dalam wujud kegelapan ini. Bisikan dari pria berjubah hitam semakin menggema dalam pikirannya.

“Ananta, tunjukkan padanya siapa kau sebenarnya. Tunjukkan bahwa kau bukan anak lemah yang selalu mereka rendahkan,” kata pria itu dengan suara menghasut.

Namun, bagian lain dari diri Ananta menolak dorongan itu. Dalam hatinya, masih tersisa keraguan dan perasaan enggan untuk menyakiti Randu, seseorang yang pernah ia anggap sebagai teman. Bagaimanapun juga, Randu adalah sosok yang berani, ramah, dan tak pernah merendahkannya seperti yang lain.

Ketika Randu akhirnya muncul di hadapannya, Ananta berusaha keras menahan bayangan gelap yang berkecamuk dalam dirinya. Randu berhenti, mengamati Ananta dengan tatapan penuh kekhawatiran.

“Ananta, kau baik-baik saja?” tanya Randu dengan nada lembut, langkahnya mendekat.

Ananta hanya berdiri diam, tangan gemetar menahan kekuatan yang nyaris meledak keluar. Dalam hatinya, terjadi pertarungan antara sisi kegelapan dan harapannya untuk tetap berpegang pada cahaya. Napasnya berat, matanya merah menyala yang sebentar-sebentar meredup dan menyala kembali. Randu melihat perubahan itu, tetapi ia tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun.

Randu mendekat dan berkata dengan suara pelan, “Aku di sini, Ananta. Kau bisa memberitahuku apa saja.”

Kata-kata Randu menusuk hati Ananta. Di saat-saat genting ini, Randu justru menunjukkan kepedulian tanpa batas, tanpa rasa takut. Ananta merasa dadanya sesak; amarahnya memudar, digantikan oleh perasaan bersalah dan kebingungan.

Namun, pria berjubah hitam itu tidak tinggal diam. Ia berbisik di telinga Ananta, suaranya bagaikan racun yang merayap di dalam pikiran. “Jangan dengarkan dia. Semua yang ia katakan hanyalah kebohongan. Randu pun akan berpaling begitu ia tahu siapa dirimu sebenarnya. Jangan biarkan kelemahan menguasaimu, Ananta.”

Ananta menunduk, kedua tangan terkepal, gemetar. Ia merasakan tubuhnya semakin sulit dikendalikan. Dalam kepanikannya, ia mencoba memperingatkan Randu.

“Randu, pergi dari sini. Aku… aku tidak ingin melukaimu,” suaranya bergetar, penuh emosi.

Namun, Randu menggeleng pelan, tatapannya penuh kepercayaan. “Aku tidak akan pergi, Ananta. Jika ada sesuatu yang salah, aku akan bersamamu melewati semua ini.”

Mendengar kata-kata itu, air mata menetes dari mata Ananta, membasahi pipinya. Ia menundukkan kepalanya, merasa terkoyak di antara dua dunia. Kegelapan dalam dirinya semakin kuat, seolah-olah mendesaknya untuk melepaskan semua batasan dan memperlihatkan siapa dirinya sebenarnya.

Namun tiba-tiba, dengan segenap kekuatan yang tersisa, Ananta berteriak, menolak bisikan pria berjubah hitam. Ia merasakan tubuhnya gemetar hebat, dan dengan usaha keras, ia berhasil mengendalikan kekuatan itu, meski hanya untuk sesaat.

Pria berjubah hitam menatap Ananta dengan ekspresi kecewa dan penuh amarah. “Kau memilih jalan yang lemah, Ananta. Kau menolak kekuatanmu sendiri. Kau akan menyesali ini!”

Dengan kata-kata itu, pria berjubah hitam menghilang, meninggalkan bayangan kelam yang perlahan memudar di sekitar Ananta.

---

Percakapan yang Mengubah Segalanya

Saat pria berjubah hitam pergi, Ananta jatuh terduduk di tanah, napasnya tersengal. Ia merasa lelah, seolah seluruh kekuatan telah terkuras. Randu mendekat, lalu berlutut di sampingnya, menepuk bahunya dengan penuh empati.

“Kau tidak perlu menjelaskan apa pun padaku, Ananta. Aku ada di sini untuk mendengarkan, jika kau siap bercerita,” kata Randu lembut.

Ananta terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara lemah, “Aku… aku merasa seperti terjebak dalam kutukan yang mengerikan. Ada kekuatan di dalam diriku yang… yang selalu ingin menguasai. Aku takut, Randu. Aku takut akan diriku sendiri.”

Randu menatap Ananta dengan penuh pengertian. “Takdir mungkin memberimu kekuatan yang besar, tetapi hanya kau yang bisa memutuskan bagaimana kekuatan itu akan kau gunakan. Kau bukan sekadar bayangan kelam, Ananta. Kau bisa memilih menjadi apa pun yang kau inginkan.”

Kata-kata Randu memberikan secercah harapan dalam hati Ananta. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada jalan lain yang bisa ia pilih, selain menjadi budak kekuatan gelap. Ia menyadari bahwa dirinya masih memiliki kendali, walau sedikit, untuk menentukan takdirnya sendiri.

“Terima kasih, Randu,” kata Ananta, suaranya bergetar, tetapi ada ketenangan di dalamnya. “Aku… aku akan mencoba melawan.”

Randu tersenyum tipis, menepuk bahu Ananta. “Itulah yang kutunggu. Kau memiliki kekuatan yang luar biasa, dan aku percaya kau bisa menggunakannya untuk hal-hal besar. Tetapi ingat, kau tidak perlu melakukannya sendiri. Aku akan selalu ada di sampingmu.”

Ananta merasakan perasaan hangat dalam hatinya. Ia tahu bahwa perjalanan ke depan akan penuh dengan rintangan, tetapi setidaknya, ia tidak lagi merasa sendirian.

---

Bayang-Bayang yang Belum Pudar

Malam itu, Ananta kembali ke istana dengan Randu di sisinya. Namun, jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa pria berjubah hitam dan kekuatan gelap itu belum benar-benar hilang. Ada sesuatu dalam dirinya yang masih tersisa, sesuatu yang tetap membisikkan janji-janji kekuasaan dan kekuatan.

Ketika Ananta berbaring di tempat tidurnya, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba merenungkan apa yang telah terjadi. Di satu sisi, ia merasa bersyukur atas kehadiran Randu yang memberi dukungan tanpa syarat. Tetapi di sisi lain, ia masih merasakan bisikan gelap itu, meskipun kini lebih lemah.

Ananta tahu bahwa perjuangannya melawan kekuatan gelap belum selesai. Mungkin ini baru awal dari segalanya. Dalam hatinya, ia berjanji akan mencari cara untuk memahami kekuatan yang ada di dalam dirinya tanpa membiarkan kegelapan menguasai.

Namun, tepat ketika ia mulai terlelap, suara pria berjubah hitam kembali terdengar dalam mimpinya.

“Ananta, kau bisa mencoba melawan, tetapi ingat… aku selalu ada di sini. Kau dan aku adalah satu, dan kau tidak bisa melarikan diri dariku selamanya.”

Ananta terbangun dengan keringat dingin, jantungnya berdebar keras. Mimpi itu terasa begitu nyata, seolah-olah pria berjubah hitam itu masih berada di dekatnya, mengintainya dalam kegelapan.

---

Related chapters

  • Lintas Takdir dan Kutukan   ujian kendali

    Bab 5: Ujian KendaliPagi itu, Ananta bangun dengan kepala yang berat. Mimpi buruk yang diisi suara pria berjubah hitam tadi malam masih membekas, membuat tubuhnya terasa lelah dan pikirannya kusut. Namun, ia ingat janji yang ia buat untuk dirinya sendiri—ia akan berusaha mengendalikan kekuatannya, meski terasa hampir mustahil. Di dalam hatinya, ada secercah tekad untuk menantang kutukan yang seolah menguasainya.Saat Ananta bersiap di ruang latihan istana, Randu datang menyapanya dengan senyum penuh semangat. “Sudah siap, Pangeran? Hari ini kita akan memulai latihan untuk membantu Anda mengendalikan kekuatan itu.”Ananta tersenyum tipis. Meskipun ia ragu bisa menguasai kekuatan gelapnya, kehadiran Randu membuatnya merasa lebih berani untuk mencoba.Randu menjelaskan, “Hari ini, kita akan fokus pada pengendalian amarah. Aku akan mengajarkan teknik-teknik dasar untuk menjaga pikiran tetap tenang. Jika amarahmu bisa kau kendalikan, kekuatan itu mung

    Last Updated : 2024-11-17
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Dalam Byang-Bayang Kegelapan

    Bab 6: Dalam Bayang-Bayang KegelapanLangit malam yang kelam seolah turut menyaksikan pertempuran di depan istana. Ananta berdiri dengan napas tersengal, menggenggam erat pedangnya, sementara Randu berdiri di sisinya, siap melindunginya kapan saja. Di hadapan mereka, beberapa makhluk bayangan dengan mata merah menyala mengeluarkan desisan aneh, seperti binatang buas yang kelaparan.Randu melirik Ananta dengan pandangan penuh percaya diri. “Ingat apa yang kau pelajari hari ini, Ananta. Kendalikan energimu. Jangan biarkan kegelapan itu menguasaimu.”Ananta mengangguk pelan. Meski tubuhnya masih kelelahan akibat latihan, ia tahu bahwa inilah saatnya membuktikan bahwa ia bisa mengendalikan kekuatannya.Makhluk-makhluk bayangan itu maju perlahan, dan seiring langkah mereka, udara di sekitar terasa semakin dingin dan menyesakkan. Ananta menajamkan fokusnya, mengingat kembali teknik pernapasan yang diajarkan Randu. Perlahan, ia merasa tenang, dan energi

    Last Updated : 2024-11-17
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Jejak Masa Lalu

    Bab 7: Jejak Masa LaluMatahari terbit dengan sinar lembut di ufuk timur, namun istana tetap diselimuti ketegangan. Malam sebelumnya telah meninggalkan banyak pertanyaan di benak Ananta. Suara-suara misterius dari sosok berjubah hitam terus menghantuinya, menggoda pikirannya untuk menyerah dan membiarkan kekuatan itu menguasainya. Meski Randu dan Raja memberikan dorongan semangat, Ananta merasakan ada yang hilang—sebuah kepastian tentang siapa dirinya sebenarnya dan apa arti kekuatan yang membebaninya.Pagi itu, Ananta memutuskan untuk mencari jawaban. Ia pergi ke perpustakaan istana, tempat di mana sejarah kerajaan dan legenda kuno disimpan dalam gulungan dan buku-buku yang berdebu. Ia berharap dapat menemukan petunjuk mengenai kekuatan yang dimilikinya. Randu, yang setia menemaninya, dengan diam-diam mengikuti langkahnya."Ananta, apa kau yakin akan menemukan jawabannya di sini?" tanya Randu sambil melihat rak-rak tinggi yang dipenuhi naskah kuno.

    Last Updated : 2024-11-19
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Petunjuk Dari Masa Silam

    Bab 8: Petunjuk dari Masa SilamMalam mulai menyelimuti istana, membawa angin dingin yang berembus lembut di luar jendela kamar Ananta. Sejak percakapan terakhirnya dengan sang Raja, Ananta semakin terdorong untuk menggali lebih dalam tentang kekuatan yang dimilikinya. Ia tidak ingin berdiam diri menunggu kegelapan itu merasuk lebih dalam; ia harus mencari tahu segala hal yang mungkin bisa membantunya memahami kutukan yang menghantuinya.Pagi itu, Ananta kembali ke perpustakaan istana, membawa tekad baru. Kali ini, ia memfokuskan pencariannya pada naskah-naskah yang mungkin mencatat sejarah atau legenda keluarga kerajaan yang terkait dengan kekuatan misterius. Randu, yang sejak awal setia menemani, kembali berada di sampingnya, membantunya menyusun lembar demi lembar naskah tua.“Aku harus menemukan sesuatu yang lebih spesifik. Cerita atau legenda yang menggambarkan leluhur kita dan kutukan ini,” ujar Ananta, setengah berbicara kepada dirinya sendiri.

    Last Updated : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pertemuan Tak Terduga

    Bab 9: Pertemuan Tak TerdugaSetelah perjalanan panjang dari kuil, Ananta dan Randu tiba kembali di istana dengan tubuh yang kelelahan, namun pikiran Ananta penuh dengan berbagai rencana. Temuannya di kuil tentang Cermin Bayangan telah membuka tabir misteri yang selama ini menggelayut dalam keluarganya. Ia tahu bahwa untuk memutus kutukan itu, ia harus menemukan cara untuk menguasai kegelapan di dalam dirinya—sebuah tugas yang mengerikan, tetapi perlu dilakukan.Namun, belum sempat Ananta beristirahat, kabar yang mengejutkan datang di pagi harinya. Randu datang terburu-buru ke kamarnya, dengan wajah serius yang menandakan sesuatu yang mendesak.“Tuan Ananta, Anda harus segera ke gerbang istana. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda,” kata Randu, napasnya terengah-engah.“Siapa?” tanya Ananta dengan rasa penasaran yang bercampur cemas.“Dia tidak mau menyebutkan namanya, tapi dia membawa simbol yang aneh… sebuah tanda di dadany

    Last Updated : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Menguak Jejak Masa Lalu

    Bab 10: Menguak Jejak Masa Lalu Malam menyelimuti istana dengan keheningan yang mencekam. Namun bagi Ananta, keheningan itu bukanlah pertanda ketenangan. Justru sebaliknya, setiap detik yang berlalu terasa semakin berat, seolah bayangan kegelapan semakin mendekat. Sejak kemunculan Laksana dan pesan misterius yang ditinggalkan di bawah pintu kamarnya, Ananta tidak bisa lagi merasa tenang. Siapa pun yang mengawasinya tahu lebih banyak tentang kutukan ini dibanding dirinya sendiri. Dan sekarang, setelah pria tua di pasar desa memberi tahu bahwa Laksana bukan hanya seorang pria biasa, melainkan bagian dari kutukan itu sendiri, Ananta mulai merasa seolah-olah ia tidak hanya melawan nasib, tapi juga seluruh sejarah keluarganya. Malam itu, ia memutuskan untuk mencari informasi lebih jauh tentang kutukan yang menjeratnya. Ia teringat pada sebuah ruangan di sayap istana yang jarang dikunjungi, sebuah ruang arsip tua yang berisi catatan-

    Last Updated : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Titik Awal Perjalanan

    Bab 11: Titik Awal PerjalananPagi itu, Ananta berdiri di gerbang istana dengan pandangan penuh tekad. Mimpinya tentang bayangan kegelapan dan ancaman yang terus menghantui membuatnya yakin akan satu hal: perjalanan mencari Pedang Cahaya harus segera dimulai. Meski ancaman dari kutukan dan Laksana masih mengintai, ia tahu tak ada jalan lain.Randu berdiri di sampingnya, membawa beberapa bekal dan peralatan yang diperlukan untuk perjalanan panjang. Sahabat setianya itu tampak tegas dan siap mendampingi Ananta, meski mereka belum tahu seberapa jauh perjalanan ini akan membawa mereka.“Apa yang akan kita lakukan sekarang, Ananta? Di mana kita bisa memulai pencarian Pedang Cahaya itu?” tanya Randu dengan nada was-was.Ananta menatap sahabatnya, lalu menghela napas panjang. “Menurut catatan dalam buku itu, pedang itu pernah dibuat oleh leluhur kita yang bernama Jaya, dan konon, pedang itu disembunyikan di suatu tempat yang terlindung oleh sihir.”

    Last Updated : 2024-11-21
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Ujian Kejujuran hati

    Bab 12: Ujian Kejujuran HatiKilatan cahaya dari batu permata di altar itu memancarkan cahaya putih ke dalam pikiran Ananta, menghilangkan sejenak dunia di sekitarnya. Ia kini merasa berdiri di ruang tanpa batas, dikelilingi oleh bayangan-bayangan samar yang membisikkan suara-suara yang tidak dikenalnya.Suara-suara itu tidak sepenuhnya asing, namun terasa seperti gema dari masa lalu yang samar. Tiba-tiba, ia melihat bayangan seseorang yang sangat dikenalnya—ayahnya. Sosok sang raja berdiri tegap, tatapan tegas namun penuh kekecewaan mengarah padanya.“Ananta, mengapa kau begitu lemah?” suara ayahnya menggema. “Kutukan ini adalah akibat dari darah kita sendiri, namun kau memilih lari dari kenyataan.”Ananta terdiam. Kutukan yang ia alami adalah beban yang sudah lama ia pikul, tetapi kata-kata ayahnya kini mengusik hatinya. Apakah selama ini ia hanya mencoba melarikan diri dari takdirnya, alih-alih menghadapi kenyataan yang sebenarnya?Bay

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 71 : Raksasa Hitam

    Bab 71 : Raksasa HitamMakhluk besar itu berdiri tegak, menghalangi jalan Ananta dan Arya. Bayangan tubuhnya yang masif menelan cahaya yang sedikit tersisa di hutan. Tubuhnya menutupi pelat-pelat hitam mengilap, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar. Dari mulut yang dipenuhi taring tajam, terdengar geraman rendah yang menggema di sekitar.“Ini lebih besar dari yang lain,” bisik Arya, matanya terus memperhatikan gerakan makhluk itu.Ananta mengangguk, mengangkat pedangnya. "Pelat hitam itu sepertinya perlindungan. Kita harus mencari celah di antara pelat-pelat itu."Makhluk itu melangkah maju, setiap langkahnya membuat dedaunan jatuh dari pepohonan. Dengan gerakan yang tak terduga, ia melingkarkan cakarnya yang besar ke arah mereka. Arya melompat ke samping, sementara Ananta melebar ke arah yang berlawanan, nyaris menghindari serangan itu.Pertempuran yang Melelahkan"Serang dari sisi tempatnya!" seru Ananta sam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 70 : Jejak Bayangan

    Langit di atas lembah perlahan kembali cerah, namun atmosfernya tetap menyimpan ketegangan yang tak terucapkan. Sisa-sisa energi gelap masih terasa di udara, membuat setiap tarikan napas terasa berat. Ananta memandang ke arah Arya yang sedang memeriksa keadaan pedangnya. Cahaya di pedang mereka kini memudar, meninggalkan perasaan kelelahan yang ada di tubuh mereka.“Dia kabur lagi,” ujar Arya dengan nada kecewa, suaranya pecah oleh rasa lelah."Ya," jawab Ananta singkat, matanya masih menutupi celah tempat pria tertutup hitam itu menghilang. "Tapi dia tidak bisa terus bersembunyi. Luka yang kita berikan cukup dalam. Itu akan memperlambatnya."Arya menghela nafas berat dan mengusap keringat di keningnya. "Kita harus mencari tahu ke mana dia pergi. Jika dia berhasil memulihkan dirinya, kita mungkin tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi."Tanda dari LangitSaat mereka berdua berdiri di tengah celah yang hening, sebu

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 69: Pertarungan di Ambang Kegelapan

    Bab 69: Pertarungan di Ambang KegelapanMalam dingin semakin menusuk ketika energi kegelapan di celah besar itu mulai mengacaukan udara. Awan hitam pekat berputar-putar di atas kepala mereka, membentuk lingkaran yang menakutkan. Pria membentang hitam itu berdiri di atas batu besar di tengah celah, seolah menguasai semua yang ada di sekitarnya. Di tangannya, ia memegang tongkat dengan kristal gelap yang bersinar memancarkan aura kejahatan."Kalian datang ke sini untukAnanta maju mengayunkan, tangannya menggenggam pedang bercahaya yang dia peroleh setelah pertarungan melawan Raja Kegelapan. Cahaya dari pedangnya terasa seperti satu-satunya harapan di tengah aura gelap itu. "Kami datang untuk mengakhPria itu tertawa, suara tawanya seperti campuran kebencian dan kegilaan. "Kegelapan tidak bisa dihentikan. Bahkan ketika kalian memotong salah satu cabangnya, akarnya tetap adaGelombang Pertama: Makhluk KegelapanDengan sebuah gerakan

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk Timur

    Bab 68 : Bayangan Baru di Ufuk TimurMatahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan langit yang diliputi warna oranye dan merah muda. Ananta dan Arya, yang kini menjadi simbol harapan di dunia yang telah pulih dari kegelapan, berdiri di sebuah bukit kecil yang menghadap ke hamparan desa yang perlahan pulih. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basahPertemuan RahasiaOleh karena itu, mereka kembali ke rumah tua di pinggiran desa, tempat mereka sering berkumpul untuk merencanakan langkah berikutnya. Utusan dari kerajaan, seorang pria paruh baya bernama Eldros, telah menunggu mereka dengan wajah yang tampak tegang. Sebuah peta besar tergelar di meja kayu yang sudah mulai lapuk."Kita menghadapi ancaman baru," kata Eldros tanpa basa-basi. Tangannya menunjuk sebuah wilayah di peta, jauh di timur, di mana tanda-tanda merah menghiasi area tertentu. “Ini adalah sisa-sisa kekuatanArya membukakan mata, mencoba memahami detail pada peta tersebut. "Ingat kita sudah menghancurkan gerbang

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 67: Dunia Tanpa Kegelapan

    Kekacauan telah berlalu, namun dunia masih terasa hening, seolah menahan napas untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Langit, yang selama ini diliput kegelapan pekat, perlahan berubah menjadi biru cerah. Sinar matahari yang lama tertutup akhirnya menyentuh tanah, menghangatkan dunia yang telah terlalu lama membekukan dalam bayang-bayang ketakutan.Ananta dan Arya berdiri di tengah medan pertempuran. Tubuh mereka lemah, nyaris tidak mampu bergerak. Debut beterbangan di sekeliling mereka, bercampur dengan sisa-sisa energi yang masih menguap dari ledakan gerbang kegelapan. Namun, mata mereka memandang ke pemandangan dengan rasa lega yang tak terkatakan. Mereka telah melakukannya. Kegelapan telah dikalahkan.Jejak Pengorbanan"Semua ini... akhirnya selesai," gumam Arya dengan suara serak. Ia memandang ke arah pedang yang tertancap di tanah, pedang yang kini bersinar redup, seolah-olah ikut kelelahan setelah pertempuran panjang.Ananta meng

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 66 : Harapan dalam Kegelapan

    Ananta terbaring di tanah, tubuhnya nyaris tak bergerak. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga membuatnya hampir tak bisa bernapas. mengalir dari luka-luka yang menggores tubuhnya, membasahi tanah di sekitarnya. Di perhubungan, Arya juga terkapar, tubuhnya terguncang keras setelah dihantam gelombang energi hitam yang begitu kuat.Namun, meskipun menyakitkan merobek tubuh mereka, ada satu hal yang masih membara di dalam diri mereka: harapan. Harapan yang pernah ditanamkan oleh Kirana, harapan yang tidak bisa begitu saja padam, meski dunia seakan runtuh di hadapan mereka.“Arya…” suara Ananta terdengar lemah, hampir tak terdengar di tengah kegelapan yang melanda mereka. “Kita… tidak bisa menyerah.”Arya terengah-engah, wajahnya penuh dengan darah dan debu. "Bagaimana kita bisa menang melawan semua ini?" desahnya, suaranya penuh dengan keputusasaan. "Kegelapan ini... sepertinya tak ada habisnya."A

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 65 : Pengorbanan yang Terlupakan

    Kegelapan yang tersisa di sekitar mereka semakin menebal. Sisa-sisa energi yang dipancarkan oleh Raja Kegelapan bergulung, membentuk pusaran hitam yang mengancam untuk menghancurkan seluruh dunia mereka. Namun, setelah cahaya yang menghilang begitu cepat, sebuah rasa hampa yang mendalam mengisi setiap sudut. Kirana—sahabat mereka yang berani—hilang begitu saja. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, kecuali berdiri di bawah, menatap pedang Kirana yang tertancap di tanah, tempat dia berdiri saat pengorbanan itu terjadi.Ananta berdiri dengan tangan gemetar, memegang pedang Kirana dengan erat. Air mata mengalir di wajahnya, meskipun dia berusaha keras untuk menahan semuanya. “Kirana...” desahnya pelan, suaranya hampir tak terdengar. “Kenapa kamu melakukan ini?”Arya berdiri di tempatnya, tidak jauh lebih baik. “Kirana... kamu mengorbankan semuanya untuk kita. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa yang bisa kita lakukan untuk menebus pengorbanan itu?”Ananta mengulurkan pedang itu lebih

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 64 : Titik Balik dalam Kegelapan

    Bab 64 : Titik Balik dalam KegelapanKabut pekat yang menyelimuti mereka bagaikan tembok tak kasat mata yang memisahkan dunia nyata dari kehampaan. Ananta, Kirana, dan Arya berusaha menahan rasa takut yang menjalar dalam hati mereka, namun kehadiran Raja Kegelapan membuat udara terasa semakin berat. Waktu seolah-olah berhenti, memberi mereka kesempatan untuk menghadapi apa yang akan datang.“Jangan biarkan dirimu lengah,” bisik Ananta dengan suara lemah namun penuh tekad. Dia menggenggam pedangnya lebih erat, meskipun luka-luka di tubuhnya terus memancarkan rasa sakit. “Kita hanya punya satu kesempatan.”Arya mengangguk. “Tapi apa yang bisa kita lakukan? Bahkan semua serangan kita sebelumnya tidak cukup untuk menghancurkannya.”Kirana menatap kegelapan yang menyelimuti mereka, pikirannya berlomba mencari solusi. “Mungkin kita tidak perlu menghancurkannya,” katanya perlahan, matanya menyala dengan i

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bab 63: Kekuatan Kegelapan yang Bangkit

    Bab 63: Kekuatan Kegelapan yang BangkitSinar terang yang sebelumnya menyelubungi Raja Kegelapan meredup, digantikan oleh bayang-bayang pekat yang menggelap di sekelilingnya. Retakan yang telah mereka serang dengan segala kekuatan mereka mulai menutup kembali dengan cepat, menambah kekuatan yang lebih besar pada tubuhnya. Aura kegelapan semakin kuat, semakin menekan, seolah-olah seluruh alam semesta bergetar oleh kekuatan yang dia pancarkan. Platform batu yang mereka berdiri di atasnya bergetar hebat, hampir ambruk.Kirana merasakan beban yang semakin berat di tubuhnya. “Tidak... ini tidak mungkin,” desisnya. Tubuhnya sudah hampir habis energi, dan perisai yang dia ciptakan mulai retak. “Apa yang sedang terjadi?”Ananta menatap Raja Kegelapan dengan penuh kekhawatiran. “Kita sudah menyerangnya dengan segala yang kita punya, tapi kenapa dia malah semakin kuat?”Raja Kegelapan tertawa keras, suaranya menggetarka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status