Share

Jejak Masa Lalu

Penulis: masfaqih625
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 23:04:20

Bab 7: Jejak Masa Lalu

Matahari terbit dengan sinar lembut di ufuk timur, namun istana tetap diselimuti ketegangan. Malam sebelumnya telah meninggalkan banyak pertanyaan di benak Ananta. Suara-suara misterius dari sosok berjubah hitam terus menghantuinya, menggoda pikirannya untuk menyerah dan membiarkan kekuatan itu menguasainya. Meski Randu dan Raja memberikan dorongan semangat, Ananta merasakan ada yang hilang—sebuah kepastian tentang siapa dirinya sebenarnya dan apa arti kekuatan yang membebaninya.

Pagi itu, Ananta memutuskan untuk mencari jawaban. Ia pergi ke perpustakaan istana, tempat di mana sejarah kerajaan dan legenda kuno disimpan dalam gulungan dan buku-buku yang berdebu. Ia berharap dapat menemukan petunjuk mengenai kekuatan yang dimilikinya. Randu, yang setia menemaninya, dengan diam-diam mengikuti langkahnya.

"Ananta, apa kau yakin akan menemukan jawabannya di sini?" tanya Randu sambil melihat rak-rak tinggi yang dipenuhi naskah kuno.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Petunjuk Dari Masa Silam

    Bab 8: Petunjuk dari Masa SilamMalam mulai menyelimuti istana, membawa angin dingin yang berembus lembut di luar jendela kamar Ananta. Sejak percakapan terakhirnya dengan sang Raja, Ananta semakin terdorong untuk menggali lebih dalam tentang kekuatan yang dimilikinya. Ia tidak ingin berdiam diri menunggu kegelapan itu merasuk lebih dalam; ia harus mencari tahu segala hal yang mungkin bisa membantunya memahami kutukan yang menghantuinya.Pagi itu, Ananta kembali ke perpustakaan istana, membawa tekad baru. Kali ini, ia memfokuskan pencariannya pada naskah-naskah yang mungkin mencatat sejarah atau legenda keluarga kerajaan yang terkait dengan kekuatan misterius. Randu, yang sejak awal setia menemani, kembali berada di sampingnya, membantunya menyusun lembar demi lembar naskah tua.“Aku harus menemukan sesuatu yang lebih spesifik. Cerita atau legenda yang menggambarkan leluhur kita dan kutukan ini,” ujar Ananta, setengah berbicara kepada dirinya sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pertemuan Tak Terduga

    Bab 9: Pertemuan Tak TerdugaSetelah perjalanan panjang dari kuil, Ananta dan Randu tiba kembali di istana dengan tubuh yang kelelahan, namun pikiran Ananta penuh dengan berbagai rencana. Temuannya di kuil tentang Cermin Bayangan telah membuka tabir misteri yang selama ini menggelayut dalam keluarganya. Ia tahu bahwa untuk memutus kutukan itu, ia harus menemukan cara untuk menguasai kegelapan di dalam dirinya—sebuah tugas yang mengerikan, tetapi perlu dilakukan.Namun, belum sempat Ananta beristirahat, kabar yang mengejutkan datang di pagi harinya. Randu datang terburu-buru ke kamarnya, dengan wajah serius yang menandakan sesuatu yang mendesak.“Tuan Ananta, Anda harus segera ke gerbang istana. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda,” kata Randu, napasnya terengah-engah.“Siapa?” tanya Ananta dengan rasa penasaran yang bercampur cemas.“Dia tidak mau menyebutkan namanya, tapi dia membawa simbol yang aneh… sebuah tanda di dadany

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Menguak Jejak Masa Lalu

    Bab 10: Menguak Jejak Masa Lalu Malam menyelimuti istana dengan keheningan yang mencekam. Namun bagi Ananta, keheningan itu bukanlah pertanda ketenangan. Justru sebaliknya, setiap detik yang berlalu terasa semakin berat, seolah bayangan kegelapan semakin mendekat. Sejak kemunculan Laksana dan pesan misterius yang ditinggalkan di bawah pintu kamarnya, Ananta tidak bisa lagi merasa tenang. Siapa pun yang mengawasinya tahu lebih banyak tentang kutukan ini dibanding dirinya sendiri. Dan sekarang, setelah pria tua di pasar desa memberi tahu bahwa Laksana bukan hanya seorang pria biasa, melainkan bagian dari kutukan itu sendiri, Ananta mulai merasa seolah-olah ia tidak hanya melawan nasib, tapi juga seluruh sejarah keluarganya. Malam itu, ia memutuskan untuk mencari informasi lebih jauh tentang kutukan yang menjeratnya. Ia teringat pada sebuah ruangan di sayap istana yang jarang dikunjungi, sebuah ruang arsip tua yang berisi catatan-

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Titik Awal Perjalanan

    Bab 11: Titik Awal PerjalananPagi itu, Ananta berdiri di gerbang istana dengan pandangan penuh tekad. Mimpinya tentang bayangan kegelapan dan ancaman yang terus menghantui membuatnya yakin akan satu hal: perjalanan mencari Pedang Cahaya harus segera dimulai. Meski ancaman dari kutukan dan Laksana masih mengintai, ia tahu tak ada jalan lain.Randu berdiri di sampingnya, membawa beberapa bekal dan peralatan yang diperlukan untuk perjalanan panjang. Sahabat setianya itu tampak tegas dan siap mendampingi Ananta, meski mereka belum tahu seberapa jauh perjalanan ini akan membawa mereka.“Apa yang akan kita lakukan sekarang, Ananta? Di mana kita bisa memulai pencarian Pedang Cahaya itu?” tanya Randu dengan nada was-was.Ananta menatap sahabatnya, lalu menghela napas panjang. “Menurut catatan dalam buku itu, pedang itu pernah dibuat oleh leluhur kita yang bernama Jaya, dan konon, pedang itu disembunyikan di suatu tempat yang terlindung oleh sihir.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Ujian Kejujuran hati

    Bab 12: Ujian Kejujuran HatiKilatan cahaya dari batu permata di altar itu memancarkan cahaya putih ke dalam pikiran Ananta, menghilangkan sejenak dunia di sekitarnya. Ia kini merasa berdiri di ruang tanpa batas, dikelilingi oleh bayangan-bayangan samar yang membisikkan suara-suara yang tidak dikenalnya.Suara-suara itu tidak sepenuhnya asing, namun terasa seperti gema dari masa lalu yang samar. Tiba-tiba, ia melihat bayangan seseorang yang sangat dikenalnya—ayahnya. Sosok sang raja berdiri tegap, tatapan tegas namun penuh kekecewaan mengarah padanya.“Ananta, mengapa kau begitu lemah?” suara ayahnya menggema. “Kutukan ini adalah akibat dari darah kita sendiri, namun kau memilih lari dari kenyataan.”Ananta terdiam. Kutukan yang ia alami adalah beban yang sudah lama ia pikul, tetapi kata-kata ayahnya kini mengusik hatinya. Apakah selama ini ia hanya mencoba melarikan diri dari takdirnya, alih-alih menghadapi kenyataan yang sebenarnya?Bay

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Ujian Terakhir di Lembah Bayangan

    Bab 13: Ujian Terakhir di Lembah BayanganAnanta dan Randu berjalan di belakang Sekar, menyusuri jalan berliku yang membawa mereka semakin dalam ke jantung lembah. Setelah melewati berbagai ujian yang mengguncang keyakinan dan keberanian mereka, ujian terakhir ini terasa lebih menegangkan. Meski kelelahan mulai terasa, tekad mereka semakin kuat untuk menghadapi apa pun yang akan datang.Sekar akhirnya berhenti di depan pintu batu besar yang berdiri di antara dinding jurang, di ujung jalan setapak yang sempit. Pintu itu dihiasi dengan simbol-simbol kuno yang tidak dapat mereka pahami, dan cahaya aneh memancar dari celah-celahnya.“Ini adalah pintu menuju ujian terakhir,” kata Sekar, suaranya tenang tetapi penuh dengan peringatan. “Di balik pintu ini, kau akan menghadapi ketakutan terdalam dalam jiwamu. Ini adalah ujian yang sangat pribadi, Ananta. Kau akan menghadapinya sendiri, tanpa bantuan.”Ananta menatap pintu batu itu dengan perasaan bercampu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Jejak bayangan dibalik kebenaran

    Bab 14: Jejak Bayangan di Balik KebenaranDengan Pedang Cahaya di genggaman, Ananta merasakan perubahan dalam dirinya. Ada kekuatan yang lembut namun tegas, membakar dalam dirinya dan memberikan ketenangan sekaligus keberanian. Pedang ini bukan hanya senjata; ia adalah simbol dari segala yang telah ia tempuh, ujian yang telah ia lewati, dan keputusan untuk menanggung tanggung jawab yang besar. Ananta menyadari bahwa Pedang Cahaya ini adalah kunci untuk melawan kutukan keluarganya, tetapi ia juga tahu bahwa musuh-musuh lamanya tidak akan tinggal diam.Randu, yang berdiri di sampingnya dengan wajah penuh kebanggaan, menepuk pundaknya. “Kau sudah mendapatkan apa yang selama ini menjadi tujuanmu, Tuan Ananta. Namun perjalanan kita masih panjang, dan bahaya besar mungkin masih menanti.”Sekar, yang selama ini membimbing mereka, memberikan anggukan serius. “Pedang ini adalah kekuatan besar, tetapi dengan kekuatan itu datang tanggung jawab yang besar pula. Musuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Lintas Takdir dan Kutukan   Diambang kegelapan

    Bab 15: Di Ambang KegelapanUdara terasa berat ketika Ananta, Randu, dan Sekar berdiri di perbatasan tanah terlarang, sebuah tempat yang penuh dengan legenda kelam dan bisikan kutukan. Langit di atas mereka tampak gelap meskipun hari baru saja berlalu siang, seolah-olah matahari sendiri enggan bersinar di atas wilayah yang dipenuhi bayangan ini. Ananta menggenggam Pedang Cahaya dengan erat, sinarnya yang lembut namun kuat memberinya ketenangan. Ini adalah langkah besar; perjalanan yang akan menentukan nasibnya dan nasib kerajaan.Randu menatap ke arah bayangan yang menutupi tanah terlarang, sedikit khawatir namun tetap berdiri teguh di sisi Ananta. “Tanah ini... terasa hidup, Tuan Ananta. Seperti ada sesuatu yang memperhatikan kita.”Sekar mengangguk, tatapan tajamnya mengamati sekitar. “Tempat ini bukan seperti dunia yang kita kenal. Energi di sini dipenuhi oleh arwah-arwah leluhur dan penjaga yang tak bisa kita lihat dengan mata. Setiap langkah akan diuj

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22

Bab terbaru

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pertarungan Melawan Malakar

    Bab 49 : Pertarungan Melawan MalakarLorong besar itu kini dipenuhi oleh aura kegelapan yang menyesakkan. Ananta dan Kirana berdiri di tengah lingkaran api, menghadapi Malakar, sang tangan kanan Raja Kegelapan. Pedang hitam yang tampak seperti kumpulan bayangan menggeliat di tangan Malakar, sementara senyumnya yang dingin memperlihatkan kesombongannya."Ananta, Kirana," katanya dengan suara yang menggema. "Kalian telah menunjukkan keberanian luar biasa sejauh ini. Tetapi di sini, perjalanan kalian akan berakhir. Pedangku telah menelan jiwa-jiwa jauh lebih kuat dari kalian berdua."Ananta mengarahkan pedangnya ke arah Malakar, matanya penuh dengan tekad. "Kami tidak akan berhenti di sini. Jika kau berpikir kami akan menyerah, kau salah besar!"Kirana, di sisi lain, memegang tongkat sihirnya dengan kedua tangan. Wajahnya serius, dan aliran energi dingin mulai mengelilinginya. "Ananta, kita harus berhati-hati. Aku bisa merasakan kekuatannya. Dia ja

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Lorong Api dan Bayangan

    Bab 48 : Lorong Api dan BayanganLangkah kaki Ananta dan Kirana bergema di sepanjang lorong berliku yang mereka masuki setelah melewati gerbang kedua. Udara di sekeliling mereka terasa berat, dipenuhi bau belerang dan panas menyengat yang membuat setiap tarikan napas terasa menyakitkan. Di kanan dan kiri lorong itu, dinding-dinding berbatu memancarkan cahaya merah samar, seperti ada api yang mengintai di dalamnya."Ini bukan hanya sekadar lorong biasa," kata Kirana sambil memandangi sekeliling dengan curiga. "Aku merasakan aura yang sangat kuat di sini. Ada sesuatu yang mengawasi kita."Ananta menggenggam pedangnya lebih erat. "Kita harus tetap waspada. Tidak ada jalan kembali."Bayangan yang HidupSaat mereka melangkah lebih dalam, suara aneh mulai terdengar, seperti bisikan ribuan jiwa yang menyatu menjadi satu. Cahaya merah dari dinding-dinding lorong semakin terang, dan bayangan mereka sendiri mulai tampak bergerak dengan sendirinya, se

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Jalan Menuju Kehancuran

    Bab 47 : Jalan Menuju KehancuranLangit di atas mereka semakin gelap seiring langkah kaki Ananta dan Kirana mendekati menara Raja Kegelapan. Awan hitam berputar seperti pusaran maut, seolah-olah alam semesta sedang mengawasi perjalanan mereka. Jalan setapak berbatu yang mereka lalui terasa seperti melangkah di atas tulang belulang, dengan setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada kegelapan yang tak terbayangkan."Aku bisa merasakan kehadiran mereka," kata Kirana dengan nada waspada. "Pasukan Raja Kegelapan sedang menunggu kita."Ananta menggenggam erat pedangnya yang memancarkan cahaya lembut. "Mereka bisa menunggu selama yang mereka mau. Tapi aku tidak akan berhenti sampai kegelapan ini dihancurkan."Bayangan yang MengintaiSaat mereka melangkah lebih jauh, suasana semakin mencekam. Angin dingin berembus, membawa bisikan-bisikan menyeramkan yang memenuhi udara. Tiba-tiba, dari bayang-bayang pepohonan mati di sekitar mereka, sosok-so

  • Lintas Takdir dan Kutukan    Langkah Menuju Kematian

    Bab 46: Langkah Menuju KematianLangit di atas mereka dilapisi awan gelap yang berputar perlahan, seperti pusaran yang menelan setiap cahaya yang berusaha menerobos. Menara Raja Kegelapan menjulang di kejauhan, siluetnya begitu besar hingga tampak seperti dinding yang memisahkan dunia.Ananta dan Kirana berdiri di sebuah bukit kecil yang memberikan pemandangan langsung ke medan perang di depan mereka. Di bawah, tanah terlihat mati—kering, retak, dan tak ada tanda-tanda kehidupan. Udara dingin yang menyesakkan membuat mereka merasa seolah-olah memasuki dunia yang sepenuhnya berbeda.“Kita semakin dekat,” kata Kirana sambil memandangi menara itu dengan wajah tegang.“Tapi ini baru permulaan,” balas Ananta, matanya tajam memindai lingkungan. “Pasukan mereka tidak akan membiarkan kita masuk begitu saja.”Jalur BerbahayaMereka mulai melangkah menuruni bukit menuju jalan berbatu yang tampak se

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Kegelapan yang Membelenggu

    Bab 45: Kegelapan yang Membelenggu Suara angin menderu memenuhi udara ketika Ananta jatuh ke dalam jurang bersama Sagara. Dunia di sekitarnya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Batu-batu tajam berlalu cepat di sekitarnya, dan di bawah, sungai berwarna gelap tampak seperti lubang tanpa dasar. Dalam beberapa detik yang terasa seperti keabadian, Ananta memusatkan pikirannya, mencoba menemukan jalan keluar dari kejatuhan maut ini. Namun, Sagara, dengan kekuatan barunya, tidak tinggal diam. Ia mencengkeram Ananta dengan kekuatan yang menghancurkan, membuat mereka terus terjatuh dalam putaran yang mematikan. “Aku akan menyeretmu ke neraka bersamaku, Ananta!” Sagara berteriak, suaranya penuh kebencian. Ananta, dengan refleks yang terasah, meraih pedangnya yang hampir terlepas dari genggaman. Dengan satu ayunan cepat, ia menebas lengan Sagara, memaksanya melepaskan cengkeraman itu. Tapi sebelum Ananta sempat bereaksi lebih jauh, tubuhnya menghantam

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Dalam Kepungan Kegelapan

    Bab 44: Dalam Kepungan KegelapanMatahari mulai terbenam di cakrawala, meninggalkan langit yang dilapisi warna oranye dan ungu gelap. Ananta dan Kirana tiba di sebuah dataran tinggi berbatu yang tampak tak tersentuh oleh peradaban. Angin dingin menyapu wajah mereka, membawa bau samar tanah basah. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, mereka memutuskan untuk berhenti dan beristirahat.Ananta menatap cakrawala, pikiran-pikirannya bercampur aduk. Ghara telah mengorbankan dirinya, tetapi Ananta tidak yakin apakah pengorbanan itu cukup untuk mengubah jalannya takdir.“Kita harus bergerak cepat,” ujar Ananta akhirnya, memecah keheningan.“Tapi kau belum pulih sepenuhnya,” balas Kirana, nada suaranya menunjukkan keprihatinan yang mendalam.“Aku tidak punya pilihan. Jika Raja Kegelapan memutuskan untuk menyerang sekarang, kita akan kalah tanpa perlawanan.”Kirana menghela napas. Ia tahu Ana

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Bayangan Pengkhianatan

    Bab 43: Bayangan PengkhianatanSetelah kemenangan mereka di puncak gunung, Ananta dan Kirana melanjutkan perjalanan mereka menuruni lembah yang sunyi. Sinar matahari pagi menyelinap di antara celah pepohonan, membawa sedikit kehangatan setelah malam yang penuh perjuangan. Namun, suasana di antara mereka terasa tegang. Luka Ananta akibat serangan terakhir Sagara belum sepenuhnya pulih meskipun Kirana telah menggunakan sihir penyembuhannya.“Kau seharusnya lebih berhati-hati,” ujar Kirana dengan nada khawatir. Ia terus memandang Ananta yang berjalan dengan terpincang-pincang.“Tidak ada waktu untuk hati-hati saat nyawamu terancam,” jawab Ananta sambil tersenyum tipis. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu, Kirana.”Namun, Kirana tetap diam. Perasaan bersalah menghantui dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini semakin berbahaya, dan kini ancaman baru bisa datang dari mana saja—bahkan dari mereka yang

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Puncak Takdir dan Bayangan Kegelapan

    Bab 42: Puncak Takdir dan Bayangan KegelapanLangkah Ananta dan Kirana semakin mantap mendekati puncak gunung. Cahaya keemasan yang menyelubungi puncak semakin terang, tetapi dengan setiap langkah yang mereka ambil, tekanan di udara semakin berat. Ada sesuatu yang menunggu mereka di atas—sesuatu yang besar, kuat, dan penuh misteri.“Semakin mendekat, aku merasa semakin sulit bernapas,” ucap Kirana sambil menyeka keringat di dahinya.“Ini bukan hanya udara tipis,” kata Ananta, matanya menyipit. “Ini adalah energi. Sesuatu di atas mencoba menghentikan kita.”Namun, tekad mereka tak tergoyahkan. Mereka melanjutkan langkah, melewati jalur-jalur sempit yang berbatu. Ketika akhirnya mencapai puncak, pemandangan di depan mereka membuat mereka terdiam.Puncak yang Hilang WaktuPuncak gunung ternyata bukan hanya sebuah dataran kosong. Di tengah-tengahnya berdiri sebuah kuil kuno yang terlihat sepe

  • Lintas Takdir dan Kutukan   Pendakian ke Puncak Takdir

    Bab 41: Pendakian ke Puncak TakdirLangkah kaki Ananta dan Kirana semakin berat saat mereka menapaki jalur menanjak menuju puncak gunung. Udara semakin tipis, suhu turun drastis, dan angin dingin menyerang tubuh mereka tanpa ampun. Meski begitu, tekad mereka tak goyah. Di kejauhan, puncak gunung tampak bersinar redup, seperti dipeluk kabut emas.“Menurutmu, apa yang akan kita temukan di sana?” tanya Kirana, suaranya sedikit terengah karena pendakian.“Entahlah,” jawab Ananta sambil menggenggam erat gagang pedangnya. “Tapi apa pun itu, kita harus siap.”Jalur yang mereka lewati semakin sulit. Batu-batu licin dan jurang menganga di sisi kanan membuat setiap langkah penuh risiko. Namun, tidak hanya medan yang menjadi tantangan mereka. Di sepanjang perjalanan, mereka mulai merasakan sesuatu—sebuah kehadiran yang tidak terlihat tetapi jelas terasa.“Kau merasakannya?” tanya Ananta sambi

DMCA.com Protection Status