Lingerie Untuk Siapa?
Part 1
"Dapet kado apa dari suamimu?" tanya Teh Yuyun, tetangga sebelah rumah, saat kami sama-sama pulang berbelanja sayuran.
Aku cuma tersenyum, tiga tahun menikah, belum pernah suamiku memberikan kado di hari ulang tahunku. Baik yang biasa atau pun spesial. Bahkan, sekadar ucapan juga kadang ia lupa tak memberikan. Boro-boro kejutan seperti yang di tivi-tivi. Lebay, unfaedah, katanya. Hal seperti itu, menurutnya tak perlu. Yang penting dia bertanggung jawab atas semua kebutuhanku. Sejak pertama mengenalnya, suamiku memang bukan tipe cowok yang romantis. Jadi, mau apalagi?
Akan tetapi, tak mungkin aku mengatakan hal ini pada orang lain. Bahkan, sahabat, saudara atau orang tua sekali pun. Biarlah kekurangan suamiku, menjadi rahasia rumah tangga kami.
"Hei, ditanya malah bengong!" Teh Yuyun menepuk bahuku.
"Eh, iya, Teh. Belum tau, mungkin kejutan Teh. Mas Harisnya juga, kan, baru mau pulang hari ini," jawabku sambil berusaha tersenyum.
Aku tidak bohong, Mas Haris suamiku, memang rencananya akan pulang hari ini. Tiga hari yang lalu, dia berangkat ke Jogja, urusan kantor katanya. Aku percaya saja, karena bukan sekali ini dia pergi ke luar kota. Awal-awal menikah, aku sering diajak. Akan tetapi, aku sering merasa bosan, jadi akhir-akhir ini, aku memilih tak ikut. Toh, hampir semua teman kerja Mas Haris aku kenal baik. Jadi, aku pun tak pernah berpikir macam-macam.
"Teteh, tau dari mana, kalo saya ulang tahun?" tanyaku penasaran, seingatku, aku tak pernah bercerita tentang tanggal lahirku.
"Haduh, Wulan! Kan, kemarin kita ngumpulin kartu keluarga bareng ke rumah pak rt. Teteh sempet baca kartu keluarga kamu, ingat?"
Aku tersenyum malu. Teh Yuyun benar, kemarin pak rt meminta warga mengumpulkan fotokopi kartu keluarga. Katanya, data yang lama terhapus, jadi, terpaksa mendata ulang.
"Udah, Teteh duluan ah. Mau masak. Kamu juga, gra masak, mandi, dandan cantik dan wangi. Kalo suami pulang itu, pake baju yang seksi. Jangan pake daster butut begitu!" omel Teh Yuyun dengan logat sunda yang kental.
Aku mengangguk sambil mengacungkan ibu jari. Kemudian masuk rumah. Betul kata Teh Yuyun, aku harus menyambut kepulangan Mas Haris.
***
"Mau dibelikan makanan apa?" Sebuah pesan dari kontak bernama My Hubby masuk.
Aku tersenyum, Mas Haris tak pernah berubah. Walaupun tidak romantis, tapi dia selalu menanyakan hal remeh seperti itu. Saat bepergian pun selalu mengirim kabar. Sudah mau masuk pesawat, turun dari pesawat, sudah sampai hotel, sedang makan, mau tidur dan lain-lain. Karena itulah, aku tak berani mengganggu saat ia tak mengirim kabar, karena itu artinya, dia sedang sibuk.
"Ngga usah, Mas. Aku masak makanan kesukaanmu. Hati-hati di jalan, ya." Aku mengirim balasan.
Tak lama kemudian, pesan balasan dari Mas Haris masuk, "Oh, oke."
Aku menyimpan ponsel di atas meja rias, kemudian bergegas mandi. Gerah rasanya sehabis bertempur di dapur. Menyiapkan makanan kesukaan Mas Haris. Aku harus cantik dan wangi saat suamiku datang.
Gurame dan tempe goreng, tumis kangkung, sambal, lalap, dan sayur asem. Semua itu sudah terhidang cantik di meja makan. Aku tersenyum membayangkan Mas Haris makan dengan lahap hingga berkeringat.
Suara salam terdengar dari pintu depan. Bergegas aku membuka pintu. Tampak Mas Haris dengan wajah lelahnya tersenyum di depanku. Segera kuraih tangan kanannya lalu menciumnya seperti biasa.
"Mau langsung makan, atau mau mandi dulu, Mas?"
"Mandi dulu, gerah."
Mas Haris segera masuk kamar, lalu terdengar suara air. Sementara aku segera menyimpan tas Mas Haris ke ruang kerjanya. Belum sempat aku menyusul, terdengar suara ketukan dari pintu depan. Segera aku membukanya. Tampak seorang pria berdiri di depan pintu.
"Maaf, Bu. Saya sopir taksi yang tadi antar suami ibu. Ini, ada yang ketinggalan. Permisi." Pria yang mengaku sopir taksi itu berlalu, setelah aku mengucapkan terima kasih.
Sebuah paper bag warna coklat bermotif batik, dengan nama butik tertera cantik di bagian luarnya. Karena penasaran, aku melihat isinya. Dua buah lingerie. Satu berwarna hitam, satunya lagi berwarna merah marun.
Aku tersenyum, mungkin ini oleh-oleh atau kado untukku. Aku mengambil salah satu lingerie yang berwarna merah marun. Lalu menempelkan di tubuhku. Manis.
"Wulan, baju itu … ." Mas Haris keluar dari kamar mandi, dan tampak terkejut melihat aku sedang memegang lingerie darinya.
"Makasih, ya, Mas. Aku suka. Tadi, sopir taksi yang nganter, katanya ketinggalan di taksi, untung Pak Sopirnya jujur. Jarang orang seperti itu, Mas," terangku.
"Oh, iya. Ka … kamu suka?"
Aku mengangguk, "kirain, kamu lupa kalo hari ini aku ulang tahun. Makasih, ya, Mas." Aku mengecup pipi Mas Haris. Wangi sabun dan sampo menyapa lembut indra penciumanku. Lalu, entah siapa yang memulai. Tahu-tahu kami berdua sudah terbaring kelelahan di tempat tidur. Rasa kangen karena tiga hari tak bertemu, membuatku tak kuasa menolak saat Mas Haris meminta haknya. Toh, aku juga menginginkannya.
***
Mas Haris menyantap semua masakanku dengan lahap. Titik keringat bermunculan di dahinya. Aku tersenyum, melihat suamiku menyukai hasil masakanku. Bahkan, sampai dua kali nambah.
Setelah kami selesai makan, aku membereskan bekas makan kami. Mencuci piring dan mengelap meja makan. Aku memang termasuk perempuan yang merasa risih jika melihat tumpukan cucian piring kotor. Juga tak betah saat lantai dan perabot terlihat kotor.
Sedangkan Mas Haris masuk ke ruang kerjanya. Mungkin ada yang harus ia kerjakan.
Setelah semuanya selesai, aku mengupas dan memotong buah mangga. Buah kesukaan Mas Haris. Dibanding teh, kopi dan kue, Mas Haris lebih suka ngemil buah. Saat aku mengantarkan buah yang sudah dikupas, ia terlihat serius dengan laptop di depannya. Dia Hanya mengangguk saat aku meletakan piring di mejanya.
Tak mau mengganggu, aku memilih duduk di ruang keluarga. Menonton televisi. Sedang asyik menonton talk show, tampak ponsel Mas Haris menyala. Mungkin Mas Haris lupa membawanya ke ruang kerja.
"Mas, hapenya bunyi!"teriakku tanpa melihat siapa yang menelepon. Belum sempat aku mengambilnya, panggilan terhenti.
Mas Haris tergopoh-gopoh menghampiriku. Namun, aku salah, bukan aku yang dituju. Ia mengambil ponselnya dan mengabaikanku. Kemudian kembali ke ruang kerjanya, meninggalkanku sendiri.
***
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lebih. Berarti aku cukup lama ketiduran di depan televisi. Aku duduk sebentar agar rasa pegal akibat posisi tidur yang salah, sedikit berkurang. Aku memutuskan untuk pindah ke kamar. Dalam hati aku menggerutu, kenapa Mas Haris tidak membangunkanku.
Saat akan menuju kamar, kulihat lampu ruang kerja Mas Haris masih menyala. Dari pintu yang sedikit terbuka, kulihat Mas Haris tertidur dengan posisi duduk. Kedua tangannya menjadi tumpuan.
Kasihan, pasti dia banyak sekali pekerjaan. Hingga tertidur saat mengecek pekerjaan. Pelan, nyaris tanpa suara, aku memasuki ruang kerja Mas Haris. Ponsel tergeletak begitu saja di dekat laptop. Saat aku akan membangunkan Mas Haris, tampak ponsel itu berkedip. Rupanya Mas Haris memakai mode senyap. Sebuah pesan masuk, dari nomor tak dikenal.
Karena penasaran, aku mengusap layar yang ternyata tak dikunci itu. Jantungku hampir lepas dari tempatnya, saat membaca pesan yang baru masuk. Juga pesan-pesan sebelumnya.
"Maaf, lingerie yang aku beli untukmu, dipakai oleh istriku. Dia menyangka, itu kado untuknya. Karena hari ini dia berulang tahun."
"Ih, kok bisa? Mas teledor deh. Gimana kalo ketahuan?"
"Ngga dong. Wulan itu ngga pernah mikir macem-macem. Aku bilang aja, itu emang buat dia. Beres."
"Oh, ya udah. Nggak apa-apa, Mas. Tapi, besok janji, beliin aku yang lebih bagus lagi."
"Siap, Sayang. Apa, sih yang enggak buatmu. Jangankan cuma lingerie, yang lain juga aku kasih, kan?"
Aku menelan ludah, untuk membasahi kerongkongan yang tiba-tiba terasa kering. Masih ada beberapa pesan yang membuatku ingin muntah. Sakit, perih, sesak, dan entah apalagi. Tak percaya rasanya, kalau suamiku tega bermain belakang dengan perempuan lain. Dari pesan yang kubaca, sepertinya mereka sudah lama menjalin kedekatan.
"Loh, kamu, belum tidur?" Mas Haris terbangun, dan tampak terkejut melihatku di sini. Apalagi dia melihat aku tengah memegang ponselnya.
"Mas, jujur, lingerie tadi, untuk siapa?"
Mas Haris tampak terkejut, "i … itu."
"Jahat kamu, Mas!"
Aku melemparkan ponsel milik Mas Haris ke atas meja. Kemudian berlari, meninggalkan pria yang tak kusangka telah tega menghadiahiku dengan sebuah kebohongan.
TBC
Lingerie Untuk Siapa? Part 2 WulanEntah jam berapa mataku terpejam. Akibatnya, pagi ini aku bangun agak kesiangan dengan kondisi tubuh tidak segar. Kepala terasa sedikit berat. Aku berniat untuk menunaikan shalat Subuh, mumpung masih setengah enam pagi. Pelan kubuka pintu yang dikunci dari dalam. Tampak Mas Haris tidur di sofa depan TV. Padahal kamar tamu juga kosong. Ah, apa peduliku. Cepat-cepat aku menuju kamar mandi yang menyatu dengan dapur. Setelah membersihkan diri, aku menunaikan kewajiban sebagai seorang muslimah. Dalam doa, aku meminta petunjuk pada Yang Maha Kuasa, agar diberikan jalan keluar dari masalah yang tengah menghampiri. Saat aku tengah melipat mukena, terdengar langkah mendekat. "Lan, aku bisa jelasin semuanya." Ada yang terasa mengiris hati mendengar kalimat Mas Haris. Air mata yang sudah kutahan akhirnya jatuh lagi. Perlahan kuambil dua buah lingerie yang urung kupakai semalam.Kulempar kedua benda itu pada Mas Haris, "kembalikan itu pada pemiliknya. Aku
Lingerie Untuk SiapaPart 3WulanAku mengernyit, mencoba mengenali sosok di samping Mas Haris. Seorang pria dengan wajah mirip Mas Haris, tapi tubuhnya lebih berisi. Kulitnya juga lebih gelap. Sebuah ransel besar tergeletak di dekat kakinya. "Lan, kenalin, ini Mas Heru, kakakku yang tinggal di Kalimantan. Mas, ini Wulan, istriku."Pria bernama Heru itu mengajakku bersalaman, dan aku menyambutnya. Mas Haris memang pernah bercerita tentang satu-satu kakak laki-lakinya ini. Akan tetapi, kami belum pernah bertemu langsung. Sewaktu aku dan Mas Haris menikah, Mas Heru tidak bisa datang. Anak pertamanya sakit, jadi Mas Heru tak tega untuk tetap pergi. "Saya Wulan, Mas. Ayo, silakan masuk," ajakku. "Terima kasih, Dek Wulan. Maaf, aku baru sempat datang menemui kalian.""Ngga apa-apa, Mas. Kami ngerti, kok. Ayo, mari, silakan masuk."Mas Haris dan Mas Heru memasuki ruang tamu. Sementara aku berlalu menuju dapur untuk membuatkan minuman. Setelah selesai, aku mengantarkan dua cangkir teh han
Lingerie Untuk Siapa? Part 4WulanKarena merasa risih dengan kehadiran Mas Heru, aku memilih diam di kamar. Apalagi kakak iparku itu tanpa segan tengah menonton televisi sambil merokok. Tentu saja aku tak suka, lagipula Mas Haris sejak bujangan tidak merokok. Jadi, rumah ini bebas asap rokok. Beberapa teman Mas Haris juga tahu itu. Saat mereka bertamu ke sini, mereka akan merokok di teras. Samar terdengar suara Mas Haris mengucapkan salam. Kemudian kudengar suamiku itu mengobrol dengan kakaknya. Teringat cucian, aku bergegas keluar. Ternyata mesin cuci sudah selesai berputar. Sebelum menjemur pakaian Mas Heru, aku berniat mengangkat jemuran terlebih dulu. "Lan, kata Mas Heru kamu tadi muntah-muntah karena diminta tolong memasukan baju kotornya ke mesin cuci?" Aku menoleh ke arah Mas Haris. "Kalo kamu keberatan, ngomong aja, Lan. Mas Heru tersinggung, loh.""Jadi, aku yang salah?" Mas Haris diam sambil tetap menatapku. "Mas, salahkah aku, jika merasa jijik, saat tak sengaja meny
Lingerie Untuk Siapa?Part 5WulanTerdengar suara ketukan dari pintu depan. Aku yang sudah selesai bersiap untuk pergi bersama Teh Yuyun segera keluar kamar. Terdengar seseorang memanggil namaku. Bergegas kubuka pintu diiringi tatapan penuh tanya dari Teh Yuyun. Tampak Mas Heru berdiri di depan pintu. "Dek, bisa saya minta tolong?" Aku mengerutkan dahi. "Minta tolong apa, Mas? Ayo, masuk dulu."Mas Heru masuk, dan duduk di kursi ruang tamu. "Gini, Dek. Barang-barang untuk kios saya sudah datang, tapi saya masih ada keperluan lain. Bisa minta tolong bantu awasi orang yang bantuin beres-beres di sana? Dan, saya juga nggak begitu pintar menata barang, bisa tolong sekalian kamu yang atur, Dek?"Mendengar permintaan Mas Heru, aku menatap Teh Yuyun, meminta pendapat. Teh Yuyun juga terlihat bingung. "Atau kamu mau ada acara?" tanya Mas Heru. "Eh, nggak kok, Mas. Tapi, aku boleh ajaj Teh Yuyun, ya.""Nggak apa-apa. Ajak, saja. Kalo gitu, saya permisi dulu," pamit Mas Heru. Aku menganggu
Lingerie Untuk SiapaPart 6WulanWaktu terasa berjalan sangat lambat. Dengan perasaan tidak menentu, aku menunggu Mas Haris pulang. Aku ingin menanyakan kebenaran soal janin yang dikandung Sarah. Meskipun ragu, tapi aku juga takut, seandainya apa yang dikatakan perempuan itu benar. Entah apa yang akan terjadi dengan rumah tanggaku nanti. Suara mobil Mas Haris memasuki halaman rumah. Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Tubuh ini juga seolah kehilangan daya, bahkan sekedar untuk berdiri menyambut kedatangan suamiku. Mas Haris memasuki rumah, wajahnya terlihat lelah. Melihatnya seperti itu, aku tak tega jika harus menceritakan soal pertemuanku dengan Sarah. Almarhum ibuku pernah mengajari, sebesar apapun masalah yang terjadi, jangan pernah membahasnya saat suami baru pulang dari bekerja atau sedang capek. Hasilnya tidak akan baik. Teringat almarhumah ibu, air mataku merebak. Dada rasanya semakin sesak. Aku menarik napas, berharap sesak ini sedikit berkurang. "Kamu, sakit, Lan?" ta
Lingerie Untuk SiapaPart 7Wulan Dengan perasaan tak karuan, aku menatap dua garis merah pada alat tes kehamilan di tanganku. Apa yang kunanti selama ini, akhirnya datang. Ada yang bersemayam di rahimku. Menurut dokter yang memeriksa tadi, umur janinku baru sepuluh minggu. Harusnya ini menjadi kabar bahagia.Ya, aku bahagia. Entah dengan Mas Haris. Aku takut seandainya apa yang dikatakan Sarah kemarin itu benar. Kemudian Mas Haris memilih untuk menerima Sarah masuk dalam kehidupan kami. Baru membayangkan saja, hatiku sudah berdenyut nyeri. Ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidur bergetar. Ada pesan masuk dari Mas Haris. Dia bilang akan pulang cepat. Sengaja aku belum memberitahukan tentang kehamilan ini. Aku merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menyampaikan kabar gembira ini. Nanti saja, kalau Mas Haris sudah selesai urusannya dengan Sarah.Kulihat jam dinding yang menempel di tembok kamar. Ternyata aku tidur cukup lama. Sepulang dari dokter tadi, Teh Yuyun memaksaku
Lingerie Untuk Siapa? Part 8Wulan Beberapa titik air mulai turun dari langit yang tampak gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Sudah hampir setengah jam berlalu, dan aku masih berjalan kaki sambil menyeret koper. Jujur, aku masih sangat berharap Mas Haris mengejar dan mengajakku pulang.Hujan akhirnya turun, dan aku memutuskan untuk berteduh di depan sebuah kios yang tutup. Sepertinya kios ini sudah lama tak dipakai. Terlihat dari bangunannya yang kotor tak terawat. Untung ada sebuah bangku kosong, hingga aku bisa duduk untuk beristirahat. Aku sebenarnya tidak tahu akan ke mana. Kedua orang tuaku tumbuh besar di panti asuhan. Ayah meninggal saat aku masih SMP, dan ibu menyusul saat aku selesai kuliah. Hingga keduanya meninggal, aku tidak tahu siapa keluarganya. Sahabat? Sejak kecil, aku punya satu teman akrab. Namanya Hani. Dia tetanggaku saat di kampung dulu. Akan tetapi, setelah menikah dengan orang kaya, Hani memboyong keluarganya ke luar kota. Sudah lama kami tidak s
Lingerie Untuk Siapa? Part 9HarisNanar, kutatap kemeja yang robek pada bagian pundak, dua kancing depannya juga lepas seperti ditarik paksa. Mataku terpejam, menyesali apa yang kulakukan. Seharusnya aku mendengarkan dulu penjelasan Wulan, istriku. Akan tetapi, lelaki mana yang tidak marah dan gelap mata, saat melihat istrinya dijamah oleh lelaki lain. Apalagi lelaki itu kakak kandungku sendiri. Amarah tidak bisa lagi ditahan saat aku melihat Wulan diam dengan mata terpejam, seolah menikmati sentuhan Heru, kakakku. Tanpa pikir panjang, aku menghajar Heru dan mengusir mereka berdua. Tak kuperhatikan bekas tamparan di pipi Wulan. Juga raut ketakutan di wajahnya. Air mata yang membasahi wajah ayunya juga tak membuatku iba. Seharusnya baju yang robek dan bekas tamparan di wajah istriku, cukup membuktikan kalau Wulan dipaksa. Mungkin dia juga sudah melakukan perlawanan. Argh! Aku tak menghiraukan saat Wulan benar-benar pergi. Sengaja aku tak mengejar dan menahannya. Akan ke mana dia
Lingerie Untuk Siapa? Bab 27Wulan Berjam-jam menunggu dengan gelisah, akhirnya selepas Isya' kami mendapatkan kabar baik. Mas Haris mengirim pesan berisi foto anakku. Mereka menemukannya dan sedang dalam perjalanan pulang. Walaupun Mas Haris tidak mengatakan siapa yang menculik bayi kami, tapi tak apa. Yang penting mereka berhasil membawa pulang anakku dalam keadaan baik-baik saja. Tak henti-hentinya kami mengucap syukur. Sambil berderai air mata, Teh Yuyun memelukku. Wanita yang sudah kuanggap seperti kakak sendiri itu, sejak tadi terus meminta maaf. Dia merasa bersalah karena telah lalai menjaga kami. Padahal sudah berkali-kali juga aku mengatakan ini bukan salahnya. Akan tetapi, Teh Yuyun mengatakan tak tenang kalau Abian belum ditemukan. Sementara Bu Zubaedah yang masih di sini terlihat mengusap air matanya. Wanita yang sudah kuanggap seperti ibuku itu bersikeras tak mau pulang sebelum melihat Abian kembali ke pelukanku. ***Hampir jam sepuluh malam, saat Kang Dadan diikuti
Lingerie Untuk Siapa? Bab 26WulanSeorang bayi laki-laki lahir dengan selamat melalui proses caesar. Aku dan Mas Haris memberikan nama Abian Bayanaka pada bayi tampan kami. Nama yang memiliki arti kegembiraan yang luar biasa. Ya, Abian adalah kegembiraan luar biasa untukku dan Mas Haris. Suamiku itu bahkan terlihat sampai menitikkan air mata saat mengumandangkan adzan di telinga jagoannya. Semuanya berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti, sehingga hari ini juga, aku sudah boleh langsung dipindahkan ke ruang rawat inap. Mas Haris meminta kamar VIP untukku dan Abian. Alasannya, biar aku merasa nyaman. Ternyata Bu Zubaedah, Teh Yuyun dan Kang Dadan ada di sini, ikut menungguiku. Sungguh aku merasa terharu dengan perhatian mereka. ***Pagi ini, Mas Haris pamit untuk pulang bersama Kang Dadan. Mau mandi dan berganti pakaian serta mengambil beberapa keperluanku dan Abian. Bi Zubaedah juga berpamitan untuk kembali ke panti, karena terlanjur ada janji dengan salah satu donatur tetap
Lingerie Untuk Siapa? Bab 25Wulan Tanggal persalinan semakin dekat, membuatku semakin gelisah. Tak sabar rasanya menanti kehadiran buah hati tercinta. Menurut hasil USG yang kulakukan, calon anakku diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja kabar ini sangat membahagiakan Mas Haris yang menginginkan anak laki-laki. Walaupun sebenarnya buat kami, laki-laki atau perempuan, sama saja. Akan tetapi, kata Mas Haris, dia ingin anak pertama laki-laki, agar bisa melindungiku dan adik-adiknya kelak. Sejak Mas Haris menjemputku di panti beberapa waktu lalu, hubungan kami semakin membaik. Dulu, aku masih sering bolak-balik ke panti untuk mengecek toko kue. Akan tetapi, semakin mendekati tanggal persalinan, Mas Haris, melarangku melakukannya. Lagi pula Tia dan Salwa sudah cukup bisa diandalkan untuk menghandle semuanya. Karena itulah aku sering merasa bosan saat di rumah sendirian seperti saat ini. Teh Yuyun sedang pergi bersama suaminya. Padahal aku ingin mengajaknya ke pasar, hanya s
Lingerie Untuk Siapa?Bab 24Haris"Gue nggak ada urusan ama itu anak. Dasar anak nggak tau diri! Udah dikawinin ama laki kaya, banyak duit, malah kabur!" omel Bu Romlah, ibunya Sarah. Wanita keturunan Betawi asli itu terlihat marah.Sementara Ayahnya cuma diam sambil memijat pelipisnya. Wajah orang tua Sarah terlihat gusar. Kami mendatangi kediaman orang tua Sarah, berharap mendapatkan sedikit informasi tentang keberadaan perempuan itu."Saya juga sudah menyerah dengan kelakuan anak saya. Kalo ketemu, terserah saja mau diapakan. Saya tak peduli lagi sekalipun dia dipenjarakan." Suara ayahnya Sarah terdengar parau. "Maaf, kalo gitu, kami permisi, Pak, Bu," pamit Pak Ahmad mewakiliku yang sudah sangat bingung harus mencari ke mana lagi. Sementara hari sudah mulai sore. Bagaimana kalau anakku menangis kehausan? Ya Allah, tak henti-hentinya aku berdoa untuk keselamatan anakku. Tadi, Teh Yuyun mengabarkan kalau Wulan masih histeris bahkan sampai diberi obat penenang. Walaupun di sana ba
Lingerie Untuk Siapa?Part 23HarisAku dan Kang Dadan menatap tajam rekaman CCTV pada layar komputer di depan kami. Tampak seseorang bermasker dan memakai topi mondar-mandir di depan ruang rawat inap yang ditempati Wulan. Sepertinya memastikan keadaan aman, lalu ia terlihat mengintip ke dalam. Kemudian dengan hati-hati, perempuan itu masuk, tak lama kemudian keluar sambil menggendong Abian. Orang itu dengan santai berjalan menuju pintu keluar, dan pada rekaman selanjutnya, dia pergi menggunakan mobil yang diperkirakan adalah taksi online. "Pak Haris, apa Bapak kenal sama orang itu?" tanya kepala keamanan rumah sakit. Selain kepala keamanan, hadir juga pemilik rumah sakit ini. Syukurlah, mereka tidak mempersulit keadaan. Meskipun wajahnya tertutup masker dan memakai topi, dari bentuk dan gerak tubuhnya, aku sangat mengenal dia. "Saya rasa saya kenal, Pak. Sepertinya dia teman saya.""Pak Haris, tau di mana tempat tinggalnya?" Aku mengangguk. Tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pes
Lingerie Untuk Siapa? Bab 22HarisSetelah satu jam berkendara, akhirnya aku tiba di rumah sakit dan bergegas ke ruangan informasi. Jantung berdetak kencang, keringat membasahi wajah, tangan pun rasanya gemetar. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan Wulan dan calon anak kami. "Permisi Mbak, mau tanya pasien bernama Wulandari di rawat di ruangan mana, ya?" tanyaku pada perawat yang sedang bertugas di meja informasi."Wulan, pasien kecelakaan yang lagi hamil, bukan?""Iya, betul, Mbak. Saya suaminya.""Oh, Bapak silakan temui Dokter Himawan. Sebentar, Suster Ani!" teriak suster dengan name tag bertuliskan Nur itu. Suster yang dipanggil mendekati kami. "Ini suami dari pasien bernama Wulandari, tolong antarkan ketemu Dokter Himawan."Suster bernama Ani itu tersenyum sambil mengangguk sopan padaku, lalu memintaku mengikutinya. "Sebenarnya apa yang terjadi sama istri saya, Sus?" tanyaku penasaran."Biar dokter saja yang menjelaskan, ya, Pak."Kami tiba di depan ruangan yang pintunya tert
Lingerie Untuk Siapa? Bab 21Haris"Apa benar ini rumah Pak Haris?" tanya polisi yang terlihat sudah berumur itu. "Iya, betul, silakan duduk, Pak," jawabku sambil merasa was-was. "Terima kasih, Pak Haris." Polisi itu duduk di kursi kayu yang tersedia di teras."Maaf, ada apa, ya, Pak?" tanyaku tak sabar, sampai lupa menawarkan minuman. Polisi dengan name tag Ahmad itu menarik napas, lalu membuangnya perlahan. "Gini, Pak Haris. Perkenalkan nama saya Ahmad. Sebenarnya, maksud kedatangan saya ke sini, untuk mencari Pak Heru. Karena beliau memberikan alamat rumah ini pada saya."Mas Heru? Kenapa lagi dia. "Saya memang adiknya Mas Heru, tapi, Mas Heru tidak tinggal di sini," terangku. Pak Ahmad tersenyum. "Apa Pak Heru sudah pergi? Soalnya sebelum keluar dari tahanan, dia cerita mau balik ke Kalimantan.""Iya, Pak. Sudah.""Sayang sekali, padahal saya ingin bertemu dengannya sekali lagi."Aku semakin bingung. "Sebenarnya ada apa, Pak?"Lagi-lagi Pak Ahmad tersenyum. Tak ada kesan sang
Lingerie Untuk Siapa? Part 20Haris"Mas Heru?" aku bertanya pada diri sendiri saat melihat kakakku tengah duduk di teras rumahku, sendirian. Di sampingnya tampak sebuah tas ransel tergeletak begitu saja. Penampilan Mas Heru juga terlihat sedikit rapi. Rambut gondrong, kumis dan jenggotnya dicukur rapi. Sejak menemuinya di kantor polisi beberapa waktu lalu, aku memang belum pernah bertemu lagi dengannya. "Baru pulang kerja, Ris?" sapa Mas Heru saat aku berjalan mendekatinya. "Iya, Mas. Mas, kapan keluar dari penjara?" Mas Heru tertawa. "Apa kamu ini! Aku cuma seminggu di sana. Tidak ada bukti kuat kalo aku ini melakukan apa yang dituduhkan. Pelaku sebenarnya udah tertangkap, jadi aku bebas," terangnya. "Maksudnya?""Jadi, waktu itu, aku memang ada di tempat kejadian, kebetulan janjian sama teman sewaktu kerja dulu. Aku juga nggak tau, kalo di sana merupakan markas judi online. Nah, pas ada penggrebekan itu, tiba-tiba seseorang melempar ponsel ke pangkuanku. Aku dan temanku yang b
Lingerie Untuk Siapa? Part 19HarisRasa lelah yang mendera tubuh membuatku ingin segera pulang saat jam kerja usai. Setumpuk pekerjaan seolah tak ada habisnya. Rudi tiba-tiba izin karena istrinya sakit. Sedangkan laporan yang ia buat belum selesai, mau tidak mau kami membantu menyelesaikannya. Karena laporan itu harus sudah ada di meja atasan kami sore ini. Setibanya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Saat aku berniat memesan makanan lewat aplikasi, terlihat banyak pesan masuk yang belum sempat dibaca. Termasuk dari Wulan. Setelah mengunjunginya beberapa hari lalu, hubungan kami semakin membaik. Wulan berjanji akan ikut pulang akhir minggu ini. Karena, masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Ia juga merasa tak enak jika meninggalkan begitu saja, seorang anak bernama Kean. Sebenarnya aku agak keberatan Wulan dekat dengan anak itu. Karena mengetahui ayahnya Kean adalah seorang duda. Aku takut, lama-lama Wulan dan pria b