Share

Bab 4

Penulis: Dwi Mei Rahayu
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-15 04:37:01

Lingerie Untuk Siapa? 

Part 4

Wulan

Karena merasa risih dengan kehadiran Mas Heru, aku memilih diam di kamar. Apalagi kakak iparku itu tanpa segan tengah menonton televisi sambil merokok. Tentu saja aku tak suka, lagipula Mas Haris sejak bujangan tidak merokok. Jadi, rumah ini bebas asap rokok. Beberapa teman Mas Haris juga tahu itu. Saat mereka bertamu ke sini, mereka akan merokok di teras. 

Samar terdengar suara Mas Haris mengucapkan salam. Kemudian kudengar suamiku itu mengobrol dengan kakaknya. Teringat cucian, aku bergegas keluar. Ternyata mesin cuci sudah selesai berputar. Sebelum menjemur pakaian Mas Heru, aku berniat mengangkat jemuran terlebih dulu. 

"Lan, kata Mas Heru kamu tadi muntah-muntah karena diminta tolong memasukan baju kotornya ke mesin cuci?" 

Aku menoleh ke arah Mas Haris. "Kalo kamu keberatan, ngomong aja, Lan. Mas Heru tersinggung, loh."

"Jadi, aku yang salah?" 

Mas Haris diam sambil tetap menatapku. 

"Mas, salahkah aku, jika merasa jijik, saat tak sengaja menyentuh pakaian dalam pria lain?"

"Ya, tapi ngga usah sampe muntah gitu, juga, Lan. Lebay!" 

"Lebay? Mungkin, menurutmu aku berlebihan. Karena buatmu memegang pakaian dalam perempuan lain itu hal biasa. Oh, bukan hanya pakaian dalamnya saja, isinya pun sudah …."

"Wulan!" 

"Kenapa? Marah? Malu?" Jujur aku mulai tak bisa mengendalikan emosi. Terserah jika Mas Heru mendengar pertengkaran kami. 

"Bukan, begitu. Maksudku …."

"Apa?" 

Mas Haris diam, tak melanjutkan kalimatnya. Aku berjalan hendak masuk rumah. "Oh, iya. Tolong bantu jemur pakaian kakakmu. Aku istrimu, bukan babu!"

***

Daripada kesal tak jelas, aku berniat menyetrika pakaian yang tadi kuangkat. Kulihat Mas Heru sudah tidak ada di depan televisi. Jadi, aku leluasa untuk mengerjakan pekerjaan yang biasanya aku lakukan sambil menonton televisi. Aku menyimpan tumpukan pakaian di depan televisi. Biasanya juga begitu. Kemudian ke kamar untuk mengambil kain yang biasa dipakai untuk alas menyetrika. 

Alangkah terkejutnya aku saat kembali ke ruang televisi. Tampak Mas Heru sedang memegang pakaian dalamku yang belum sempat dirapikan. Entah kenapa aku merasa sangat takut melihatnya seperti itu. 

"Ma-Mas Heru, sedang apa?" Bahkan suaraku sampai bergetar. 

Mas Heru tampak terkejut, refleks ia menoleh, lalu tersenyum. Lebih tepatnya menyeringai, menakutkan. Pakaian dalamku ia lempar asal. "Oh, ini. Emm, aku mau nge-charge hape. Tapi, nyari colokan ngga ketemu. Kirain ada di bawah tivi."

Aku yang takut dan kesal menunjukkan letak colokan yang ia maksud. "Itu colokan," ketusku menunjuk dinding di dekat pintu kamar tamu. Anehnya, Mas Heru tampak biasa saja. Dia tidak merasa bersalah sama sekali, padahal sudah bertindak tidak sopan. Sembarangan menyentuh barang pribadi orang lain menurutku itu tidak sopan. 

"Ada apa?" tanya Mas Haris yang baru saja masuk. 

"Eng, ini, hapeku habis baterai. Mau nge-charge. Kata Dek Wulan, di depan aja. Soalnya dia mau nyetrika di sini." Tanpa meminta maaf, lelaki berkumis lebat itu berlalu meninggalkan aku dan Mas Haris. 

"Oh, kirain ada apa." Mas Haris berlalu ke kamar kami. Sementara aku yang sudah kehilangan mood untuk menyetrika, membawa tumpukan baju ke dalam kamar. 

"Ngga jadi nyetrikanya?" 

Aku tak menjawab pertanyaan Mas Haris dan lebih memilih duduk di karpet, melipati pakaian yang kusimpan asal di depan Mas Haris.

"Lan, soal lingerie itu, aku minta maaf."

Seperti ada yang menusuk dada, perih. "Sudah berapa lama, Mas?"

"Aku, khilaf."

"Seberapa jauh?" 

Mas Haris turun dari tempat tidur. Ia mendekat dan berusaha memelukku. Aku berontak, tapi pelukan itu semakin kencang. Jujur aku merasa nyaman dalam pelukan Mas Haris, tapi, membayangkan dia juga memeluk perempuan lain, membuatku muak. 

"Lepas Mas!" 

"Ngga!"

Akhirnya aku menangis di dalam pelukan Mas Haris. Ya, selemah inilah aku. Marah, tapi tak berdaya. Benci, tapi takut untuk pergi. 

"Menangislah, jika itu membuatmu lebih baik. Aku yang salah, tak bisa menahan diri." 

"Kenapa, Mas? Kenapa?"

Mas Haris tetap diam memelukku. Sesekali ia mengecup puncak kepalaku. 

"Aku akan mengakhirinya, Lan."

"Kapan?"

"Secepatnya. Aku janji. Kalo aku ingkar, terserah kamu mau apakan aku. Dan, satu lagi, kamu boleh marah sama aku, tapi, tolong, bersikap baiklah pada Mas Heru. Dia satu-satunya keluarga yang kupunya."

Aku mengusap air mata, "termasuk kalo dia bersikap tidak sopan padaku?"

"Mas Heru tidak pernah berbuat tidak sopan pada orang lain. Soal mencuci pakaian Mas Heru, kamu bisa suruh orang lain mengerjakannya."

"Tapi …."

"Akan aku usahakan secepatnya untuk mencari kontrakan untuk Mas Heru." 

Aku diam saja mendengarkan janji Mas Haris. Aku memang mudah sekali luluh oleh sikap manisnya. 

"Jujur, aku takut kehilangan kamu, Mas," bisikku sambil mengeratkan pelukan. 

"Iya, aku ngerti. Maaf untuk kekhilafanku, ya. Aku janji ini yang pertama dan terakhir kalinya."

Aku mengangguk. Dalam hati berdoa semoga Mas Haris menepati semua janjinya. 

***

Pagi harinya, kami bertiga duduk mengelilingi meja makan untuk sarapan. Mas Haris sudah bersiap untuk bekerja seperti biasa. Perasaanku juga sudah lebih baik. 

"Ris, kemarin pas aku ke warung beli rokok, lihat kios di samping warung itu kosong, ya?"

"Warung yang di ujung gang? Dekat tukang ojek?" Mas Haris balik bertanya. Sementara aku, menyimak sambil menikmati sarapan. 

"Iya. Dibantu yang punya warung, aku udah hubungi pemiliknya. Katanya mau disewakan. Aku lihat di sekitar sini, belum ada warnet dan counter pulsa ya?"

"Maksudnya, Mas?"

"Gini, daripada aku nganggur, uang pesangon juga takut cepat habis, bagaimana kalo aku menyewa kios itu untuk warnet dan counter?"

"Terserah Mas aja. Kalo menurut Mas itu bagus prospeknya,  Haris setuju."

"Iya, rencananya aku mau tinggal di sana juga. Ada kamar sama kamar mandinya juga kok. Aku ngga enak lama-lama di sini." Sambil berkata begitu, Mas Heru melihat ke arahku yang kebetulan duduk di depannya. 

"Iya, Mas. Terserah, gimana baiknya saja."

Aku jadi merasa tidak enak, karena sempat bersikap tidak baik pada Mas Heru. 

"Mm, Mas Heru, aku minta maaf jika selama Mas Heru tinggal di sini, aku bersikap kurang sopan." 

Mas Heru tersenyum. "Iya, Mas ngerti Dek. Haris pernah cerita, kalo kamu memang tidak mudah dekat dengan orang lain, terutama lawan jenis. Maaf jika kehadiran Mas, membuatmu tak nyaman."

"I-iya Mas, sama-sama. Terimakasih kalo Mas Heru, mengerti keadaan saya. Sekali lagi, maaf."

Mas Heru kembali tersenyum. Aku mengakhiri sarapan pagi dengan perasaan lega. 

***

Mas Haris pergi bekerja, Mas Heru ikut serta. Mau menyelesaikan urusan sewa kios katanya. Sementara aku, seperti biasa, aku melakukan pekerjaan rumah. Akan tetapi, tak seperti biasanya. Hari ini, aku merasa cepat lelah. Mungkin karena dua hari ini terlalu banyak pikiran. 

Tak mau terlalu memaksakan diri, aku duduk istirahat di teras. Teh Yuyun yang baru selesai menyapu halaman, datang menghampiri. 

"Wulan, kamu kenapa?"

"Ngga apa-apa, Teh."

"Tapi, wajah kamu pucat. Sakit?" 

" Cuma Pusing, Teh."

"Mau dikerokin?" 

"Teh Yuyun ngga repot, gitu?" Perempuan berkulit putih itu menggeleng. "Maaf, ya, Teh. Aku sering ngerepotin Teh Yuyun."

"Ngomong apa kamu ini? Orang cuma ngerokin kok repot. Ayo!" 

Kami beriringan masuk rumah. Setelah mengunci pintu depan, aku menyusul Teh Yuyun ke ruang keluarga. 

"Sebentar aku ambil minyak angin dulu, Teh," pamitku. Tak lama kemudian aku kembali dan memulai ritual kerokan. 

"Lan, ngga begitu merah. Badan kamu juga ngga panas."

"Terus, pusing ama mual ini dari mana?"

"Mmm, kamu hamil kali." 

Aku tertegun mendengar jawaban Teh Yuyun. Benarkah aku hamil? 

"Mau aku anter periksa? Mumpung masih pagi." 

"Tapi, Teh …."

"Udah! Sana bersiap! Aku tunggu di sini!"

Aku melangkah dengan gontai ke kamar. Dengan malas aku berganti baju, dan bersiap seperti perintah Teh Yuyun. Bukannya tak mau memeriksakan diri. Sudah berulang kali aku terlambat datang bulan dan merasakan pusing serta mual. Akan tetapi, saat diperiksa, hasilnya negatif. Itulah yang membuatku enggan memeriksakan diri. Takut kecewa. 

Bab terkait

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 5

    Lingerie Untuk Siapa?Part 5WulanTerdengar suara ketukan dari pintu depan. Aku yang sudah selesai bersiap untuk pergi bersama Teh Yuyun segera keluar kamar. Terdengar seseorang memanggil namaku. Bergegas kubuka pintu diiringi tatapan penuh tanya dari Teh Yuyun. Tampak Mas Heru berdiri di depan pintu. "Dek, bisa saya minta tolong?" Aku mengerutkan dahi. "Minta tolong apa, Mas? Ayo, masuk dulu."Mas Heru masuk, dan duduk di kursi ruang tamu. "Gini, Dek. Barang-barang untuk kios saya sudah datang, tapi saya masih ada keperluan lain. Bisa minta tolong bantu awasi orang yang bantuin beres-beres di sana? Dan, saya juga nggak begitu pintar menata barang, bisa tolong sekalian kamu yang atur, Dek?"Mendengar permintaan Mas Heru, aku menatap Teh Yuyun, meminta pendapat. Teh Yuyun juga terlihat bingung. "Atau kamu mau ada acara?" tanya Mas Heru. "Eh, nggak kok, Mas. Tapi, aku boleh ajaj Teh Yuyun, ya.""Nggak apa-apa. Ajak, saja. Kalo gitu, saya permisi dulu," pamit Mas Heru. Aku menganggu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 6

    Lingerie Untuk SiapaPart 6WulanWaktu terasa berjalan sangat lambat. Dengan perasaan tidak menentu, aku menunggu Mas Haris pulang. Aku ingin menanyakan kebenaran soal janin yang dikandung Sarah. Meskipun ragu, tapi aku juga takut, seandainya apa yang dikatakan perempuan itu benar. Entah apa yang akan terjadi dengan rumah tanggaku nanti. Suara mobil Mas Haris memasuki halaman rumah. Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Tubuh ini juga seolah kehilangan daya, bahkan sekedar untuk berdiri menyambut kedatangan suamiku. Mas Haris memasuki rumah, wajahnya terlihat lelah. Melihatnya seperti itu, aku tak tega jika harus menceritakan soal pertemuanku dengan Sarah. Almarhum ibuku pernah mengajari, sebesar apapun masalah yang terjadi, jangan pernah membahasnya saat suami baru pulang dari bekerja atau sedang capek. Hasilnya tidak akan baik. Teringat almarhumah ibu, air mataku merebak. Dada rasanya semakin sesak. Aku menarik napas, berharap sesak ini sedikit berkurang. "Kamu, sakit, Lan?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 7

    Lingerie Untuk SiapaPart 7Wulan Dengan perasaan tak karuan, aku menatap dua garis merah pada alat tes kehamilan di tanganku. Apa yang kunanti selama ini, akhirnya datang. Ada yang bersemayam di rahimku. Menurut dokter yang memeriksa tadi, umur janinku baru sepuluh minggu. Harusnya ini menjadi kabar bahagia.Ya, aku bahagia. Entah dengan Mas Haris. Aku takut seandainya apa yang dikatakan Sarah kemarin itu benar. Kemudian Mas Haris memilih untuk menerima Sarah masuk dalam kehidupan kami. Baru membayangkan saja, hatiku sudah berdenyut nyeri. Ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidur bergetar. Ada pesan masuk dari Mas Haris. Dia bilang akan pulang cepat. Sengaja aku belum memberitahukan tentang kehamilan ini. Aku merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menyampaikan kabar gembira ini. Nanti saja, kalau Mas Haris sudah selesai urusannya dengan Sarah.Kulihat jam dinding yang menempel di tembok kamar. Ternyata aku tidur cukup lama. Sepulang dari dokter tadi, Teh Yuyun memaksaku

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 8

    Lingerie Untuk Siapa? Part 8Wulan Beberapa titik air mulai turun dari langit yang tampak gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Sudah hampir setengah jam berlalu, dan aku masih berjalan kaki sambil menyeret koper. Jujur, aku masih sangat berharap Mas Haris mengejar dan mengajakku pulang.Hujan akhirnya turun, dan aku memutuskan untuk berteduh di depan sebuah kios yang tutup. Sepertinya kios ini sudah lama tak dipakai. Terlihat dari bangunannya yang kotor tak terawat. Untung ada sebuah bangku kosong, hingga aku bisa duduk untuk beristirahat. Aku sebenarnya tidak tahu akan ke mana. Kedua orang tuaku tumbuh besar di panti asuhan. Ayah meninggal saat aku masih SMP, dan ibu menyusul saat aku selesai kuliah. Hingga keduanya meninggal, aku tidak tahu siapa keluarganya. Sahabat? Sejak kecil, aku punya satu teman akrab. Namanya Hani. Dia tetanggaku saat di kampung dulu. Akan tetapi, setelah menikah dengan orang kaya, Hani memboyong keluarganya ke luar kota. Sudah lama kami tidak s

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 9

    Lingerie Untuk Siapa? Part 9HarisNanar, kutatap kemeja yang robek pada bagian pundak, dua kancing depannya juga lepas seperti ditarik paksa. Mataku terpejam, menyesali apa yang kulakukan. Seharusnya aku mendengarkan dulu penjelasan Wulan, istriku. Akan tetapi, lelaki mana yang tidak marah dan gelap mata, saat melihat istrinya dijamah oleh lelaki lain. Apalagi lelaki itu kakak kandungku sendiri. Amarah tidak bisa lagi ditahan saat aku melihat Wulan diam dengan mata terpejam, seolah menikmati sentuhan Heru, kakakku. Tanpa pikir panjang, aku menghajar Heru dan mengusir mereka berdua. Tak kuperhatikan bekas tamparan di pipi Wulan. Juga raut ketakutan di wajahnya. Air mata yang membasahi wajah ayunya juga tak membuatku iba. Seharusnya baju yang robek dan bekas tamparan di wajah istriku, cukup membuktikan kalau Wulan dipaksa. Mungkin dia juga sudah melakukan perlawanan. Argh! Aku tak menghiraukan saat Wulan benar-benar pergi. Sengaja aku tak mengejar dan menahannya. Akan ke mana dia

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 10

    Lingerie Untuk Siapa? Part 10Haris"Astagfirullah, Haris! Kenapa bisa ceroboh gitu? Harusnya kamu dengerin dulu penjelasan Wulan. Ya Allah, Wulan, ke mana dia sekarang? Mana dia nggak punya siapa-siapa. Haduh!" omel Teh Yuyun. Wanita yang akrab dengan Wulan itu, menanyakan Wulan. Teh Yuyun khawatir tentang keadaan Wulan dan mengomel saat aku menceritakan semuanya. "Ris, nih, Wulan itu bahkan minta ditemani aku waktu kakak kurang ajarmu itu meminta bantuan buat ngawasin pekerja di kiosnya. Dia emang nggak pernah menceritakan kejelekan Heru, tapi, aku tahu, Wulan nggak nyaman sama kakakmu, itu."Aku menunduk menatap lantai. Semua ucapan Teh Yuyun benar. "Apa, Wulan nggak menghubungi Teh Yuyun?"Teh Yuyun menggeleng."Atau barangkali cerita sesuatu?"Teh Yuyun menggeleng lagi, "Ya sudah, aku pulang dulu. Mudah-mudahan Wulan baik-baik aja. Nanti kalo Wulan menghubungi aku, pasti aku kasih tau kamu.""Terima kasih, Teh.""Sama-sama. Kamu jaga kesehatan, biar kuat cari Wulan. Insyaalla

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 11

    Lingerie Untuk Siapa? Part 11WulanSatu bulan sudah aku tinggal di panti asuhan milik Bu Zubaedah. Tak ada yang mencari, atau mungkin Mas Haris senang aku pergi. Dia bisa leluasa berhubungan dengan Sarah, dan bertanggung jawab atas kehamilan perempuan itu. Sementara tentang kehamilanku, entah Mas Haris tahu atau tidak. Aku juga masih enggan menghubungi Mas Haris. Jujur, aku masih sakit hati karena dituduh merayu kakaknya. Aku tak menyangka, serendah itu aku di mata suamiku. Sakit sekali rasanya, tak dipercayai oleh orang yang seharusnya paling mengerti kita. Aku sempat mengirim pesan pada Teh Yuyun melalui messenger dengan meminjam ponsel Bu Zubaedah. Aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Aku tak ingin Teh Yuyun khawatir. Sengaja aku tak menanyakan kabar Mas Haris. Untunglah trimester pertama kehamilanku tidak begitu rewel. Hanya sesekali pusing dan mual saat mencium aroma tertentu. Mungkin calon anakku tahu, ia jauh dari ayahnya, sehingga tidak mau merepotkanku. Tak terasa ai

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-24
  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 12

    Lingerie Untuk Siapa? Part 12WulanKue ulang tahun yang diinginkan Kean sudah siap. Dibantu Salsa dan Tia, dua asistenku di toko, aku membawa kue itu ke luar. Kean yang setia menunggu bersama sang ayah, menyambut gembira kue impiannya. "Terimakasih Tante," ucap Kean sambil memelukku. "Perut Tante besar, kayak badut."Aku tertawa, sementara Mas Abi tampak terkejut dan terlihat tidak senang dengan ucapan anaknya. "Iya, Sayang. Di dalam perut tante ada adik bayi," terangku sambil mengangguk ke arah Mas Abi agar pria itu tidak memarahi Kean. "Wow! Nanti kalo adik bayinya udah keluar, aku boleh pinjam, nggak?"Aku, Salsa, Tia dan Mas Abi tertawa mendengar pernyataan Kean yang lucu. "Maafin Kean, ya Mbak Wulan.""Nggak apa-apa, Mas. Namanya juga anak-anak.""Jadi, berapa harganya kue Kean?"Aku menggeleng sambil tersenyum, "nggak usah, Mas. Anggap aja itu kado dari saya." "Terima kasih, Mbak. Aduh, jadi nggak enak. Baru kenal malah dikasih gratis.""Sama-sama. Kalo Mas nggak keberata

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23

Bab terbaru

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 27

    Lingerie Untuk Siapa? Bab 27Wulan Berjam-jam menunggu dengan gelisah, akhirnya selepas Isya' kami mendapatkan kabar baik. Mas Haris mengirim pesan berisi foto anakku. Mereka menemukannya dan sedang dalam perjalanan pulang. Walaupun Mas Haris tidak mengatakan siapa yang menculik bayi kami, tapi tak apa. Yang penting mereka berhasil membawa pulang anakku dalam keadaan baik-baik saja. Tak henti-hentinya kami mengucap syukur. Sambil berderai air mata, Teh Yuyun memelukku. Wanita yang sudah kuanggap seperti kakak sendiri itu, sejak tadi terus meminta maaf. Dia merasa bersalah karena telah lalai menjaga kami. Padahal sudah berkali-kali juga aku mengatakan ini bukan salahnya. Akan tetapi, Teh Yuyun mengatakan tak tenang kalau Abian belum ditemukan. Sementara Bu Zubaedah yang masih di sini terlihat mengusap air matanya. Wanita yang sudah kuanggap seperti ibuku itu bersikeras tak mau pulang sebelum melihat Abian kembali ke pelukanku. ***Hampir jam sepuluh malam, saat Kang Dadan diikuti

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 26

    Lingerie Untuk Siapa? Bab 26WulanSeorang bayi laki-laki lahir dengan selamat melalui proses caesar. Aku dan Mas Haris memberikan nama Abian Bayanaka pada bayi tampan kami. Nama yang memiliki arti kegembiraan yang luar biasa. Ya, Abian adalah kegembiraan luar biasa untukku dan Mas Haris. Suamiku itu bahkan terlihat sampai menitikkan air mata saat mengumandangkan adzan di telinga jagoannya. Semuanya berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti, sehingga hari ini juga, aku sudah boleh langsung dipindahkan ke ruang rawat inap. Mas Haris meminta kamar VIP untukku dan Abian. Alasannya, biar aku merasa nyaman. Ternyata Bu Zubaedah, Teh Yuyun dan Kang Dadan ada di sini, ikut menungguiku. Sungguh aku merasa terharu dengan perhatian mereka. ***Pagi ini, Mas Haris pamit untuk pulang bersama Kang Dadan. Mau mandi dan berganti pakaian serta mengambil beberapa keperluanku dan Abian. Bi Zubaedah juga berpamitan untuk kembali ke panti, karena terlanjur ada janji dengan salah satu donatur tetap

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 25

    Lingerie Untuk Siapa? Bab 25Wulan Tanggal persalinan semakin dekat, membuatku semakin gelisah. Tak sabar rasanya menanti kehadiran buah hati tercinta. Menurut hasil USG yang kulakukan, calon anakku diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja kabar ini sangat membahagiakan Mas Haris yang menginginkan anak laki-laki. Walaupun sebenarnya buat kami, laki-laki atau perempuan, sama saja. Akan tetapi, kata Mas Haris, dia ingin anak pertama laki-laki, agar bisa melindungiku dan adik-adiknya kelak. Sejak Mas Haris menjemputku di panti beberapa waktu lalu, hubungan kami semakin membaik. Dulu, aku masih sering bolak-balik ke panti untuk mengecek toko kue. Akan tetapi, semakin mendekati tanggal persalinan, Mas Haris, melarangku melakukannya. Lagi pula Tia dan Salwa sudah cukup bisa diandalkan untuk menghandle semuanya. Karena itulah aku sering merasa bosan saat di rumah sendirian seperti saat ini. Teh Yuyun sedang pergi bersama suaminya. Padahal aku ingin mengajaknya ke pasar, hanya s

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 24

    Lingerie Untuk Siapa?Bab 24Haris"Gue nggak ada urusan ama itu anak. Dasar anak nggak tau diri! Udah dikawinin ama laki kaya, banyak duit, malah kabur!" omel Bu Romlah, ibunya Sarah. Wanita keturunan Betawi asli itu terlihat marah.Sementara Ayahnya cuma diam sambil memijat pelipisnya. Wajah orang tua Sarah terlihat gusar. Kami mendatangi kediaman orang tua Sarah, berharap mendapatkan sedikit informasi tentang keberadaan perempuan itu."Saya juga sudah menyerah dengan kelakuan anak saya. Kalo ketemu, terserah saja mau diapakan. Saya tak peduli lagi sekalipun dia dipenjarakan." Suara ayahnya Sarah terdengar parau. "Maaf, kalo gitu, kami permisi, Pak, Bu," pamit Pak Ahmad mewakiliku yang sudah sangat bingung harus mencari ke mana lagi. Sementara hari sudah mulai sore. Bagaimana kalau anakku menangis kehausan? Ya Allah, tak henti-hentinya aku berdoa untuk keselamatan anakku. Tadi, Teh Yuyun mengabarkan kalau Wulan masih histeris bahkan sampai diberi obat penenang. Walaupun di sana ba

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 23

    Lingerie Untuk Siapa?Part 23HarisAku dan Kang Dadan menatap tajam rekaman CCTV pada layar komputer di depan kami. Tampak seseorang bermasker dan memakai topi mondar-mandir di depan ruang rawat inap yang ditempati Wulan. Sepertinya memastikan keadaan aman, lalu ia terlihat mengintip ke dalam. Kemudian dengan hati-hati, perempuan itu masuk, tak lama kemudian keluar sambil menggendong Abian. Orang itu dengan santai berjalan menuju pintu keluar, dan pada rekaman selanjutnya, dia pergi menggunakan mobil yang diperkirakan adalah taksi online. "Pak Haris, apa Bapak kenal sama orang itu?" tanya kepala keamanan rumah sakit. Selain kepala keamanan, hadir juga pemilik rumah sakit ini. Syukurlah, mereka tidak mempersulit keadaan. Meskipun wajahnya tertutup masker dan memakai topi, dari bentuk dan gerak tubuhnya, aku sangat mengenal dia. "Saya rasa saya kenal, Pak. Sepertinya dia teman saya.""Pak Haris, tau di mana tempat tinggalnya?" Aku mengangguk. Tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pes

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 22

    Lingerie Untuk Siapa? Bab 22HarisSetelah satu jam berkendara, akhirnya aku tiba di rumah sakit dan bergegas ke ruangan informasi. Jantung berdetak kencang, keringat membasahi wajah, tangan pun rasanya gemetar. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan Wulan dan calon anak kami. "Permisi Mbak, mau tanya pasien bernama Wulandari di rawat di ruangan mana, ya?" tanyaku pada perawat yang sedang bertugas di meja informasi."Wulan, pasien kecelakaan yang lagi hamil, bukan?""Iya, betul, Mbak. Saya suaminya.""Oh, Bapak silakan temui Dokter Himawan. Sebentar, Suster Ani!" teriak suster dengan name tag bertuliskan Nur itu. Suster yang dipanggil mendekati kami. "Ini suami dari pasien bernama Wulandari, tolong antarkan ketemu Dokter Himawan."Suster bernama Ani itu tersenyum sambil mengangguk sopan padaku, lalu memintaku mengikutinya. "Sebenarnya apa yang terjadi sama istri saya, Sus?" tanyaku penasaran."Biar dokter saja yang menjelaskan, ya, Pak."Kami tiba di depan ruangan yang pintunya tert

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 21

    Lingerie Untuk Siapa? Bab 21Haris"Apa benar ini rumah Pak Haris?" tanya polisi yang terlihat sudah berumur itu. "Iya, betul, silakan duduk, Pak," jawabku sambil merasa was-was. "Terima kasih, Pak Haris." Polisi itu duduk di kursi kayu yang tersedia di teras."Maaf, ada apa, ya, Pak?" tanyaku tak sabar, sampai lupa menawarkan minuman. Polisi dengan name tag Ahmad itu menarik napas, lalu membuangnya perlahan. "Gini, Pak Haris. Perkenalkan nama saya Ahmad. Sebenarnya, maksud kedatangan saya ke sini, untuk mencari Pak Heru. Karena beliau memberikan alamat rumah ini pada saya."Mas Heru? Kenapa lagi dia. "Saya memang adiknya Mas Heru, tapi, Mas Heru tidak tinggal di sini," terangku. Pak Ahmad tersenyum. "Apa Pak Heru sudah pergi? Soalnya sebelum keluar dari tahanan, dia cerita mau balik ke Kalimantan.""Iya, Pak. Sudah.""Sayang sekali, padahal saya ingin bertemu dengannya sekali lagi."Aku semakin bingung. "Sebenarnya ada apa, Pak?"Lagi-lagi Pak Ahmad tersenyum. Tak ada kesan sang

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 20

    Lingerie Untuk Siapa? Part 20Haris"Mas Heru?" aku bertanya pada diri sendiri saat melihat kakakku tengah duduk di teras rumahku, sendirian. Di sampingnya tampak sebuah tas ransel tergeletak begitu saja. Penampilan Mas Heru juga terlihat sedikit rapi. Rambut gondrong, kumis dan jenggotnya dicukur rapi. Sejak menemuinya di kantor polisi beberapa waktu lalu, aku memang belum pernah bertemu lagi dengannya. "Baru pulang kerja, Ris?" sapa Mas Heru saat aku berjalan mendekatinya. "Iya, Mas. Mas, kapan keluar dari penjara?" Mas Heru tertawa. "Apa kamu ini! Aku cuma seminggu di sana. Tidak ada bukti kuat kalo aku ini melakukan apa yang dituduhkan. Pelaku sebenarnya udah tertangkap, jadi aku bebas," terangnya. "Maksudnya?""Jadi, waktu itu, aku memang ada di tempat kejadian, kebetulan janjian sama teman sewaktu kerja dulu. Aku juga nggak tau, kalo di sana merupakan markas judi online. Nah, pas ada penggrebekan itu, tiba-tiba seseorang melempar ponsel ke pangkuanku. Aku dan temanku yang b

  • Lingerie Untuk Siapa?   Bab 19

    Lingerie Untuk Siapa? Part 19HarisRasa lelah yang mendera tubuh membuatku ingin segera pulang saat jam kerja usai. Setumpuk pekerjaan seolah tak ada habisnya. Rudi tiba-tiba izin karena istrinya sakit. Sedangkan laporan yang ia buat belum selesai, mau tidak mau kami membantu menyelesaikannya. Karena laporan itu harus sudah ada di meja atasan kami sore ini. Setibanya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Saat aku berniat memesan makanan lewat aplikasi, terlihat banyak pesan masuk yang belum sempat dibaca. Termasuk dari Wulan. Setelah mengunjunginya beberapa hari lalu, hubungan kami semakin membaik. Wulan berjanji akan ikut pulang akhir minggu ini. Karena, masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Ia juga merasa tak enak jika meninggalkan begitu saja, seorang anak bernama Kean. Sebenarnya aku agak keberatan Wulan dekat dengan anak itu. Karena mengetahui ayahnya Kean adalah seorang duda. Aku takut, lama-lama Wulan dan pria b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status