Lingerie Untuk Siapa?
Part 5
Wulan
Terdengar suara ketukan dari pintu depan. Aku yang sudah selesai bersiap untuk pergi bersama Teh Yuyun segera keluar kamar. Terdengar seseorang memanggil namaku. Bergegas kubuka pintu diiringi tatapan penuh tanya dari Teh Yuyun. Tampak Mas Heru berdiri di depan pintu.
"Dek, bisa saya minta tolong?"
Aku mengerutkan dahi. "Minta tolong apa, Mas? Ayo, masuk dulu."
Mas Heru masuk, dan duduk di kursi ruang tamu. "Gini, Dek. Barang-barang untuk kios saya sudah datang, tapi saya masih ada keperluan lain. Bisa minta tolong bantu awasi orang yang bantuin beres-beres di sana? Dan, saya juga nggak begitu pintar menata barang, bisa tolong sekalian kamu yang atur, Dek?"
Mendengar permintaan Mas Heru, aku menatap Teh Yuyun, meminta pendapat. Teh Yuyun juga terlihat bingung.
"Atau kamu mau ada acara?" tanya Mas Heru.
"Eh, nggak kok, Mas. Tapi, aku boleh ajaj Teh Yuyun, ya."
"Nggak apa-apa. Ajak, saja. Kalo gitu, saya permisi dulu," pamit Mas Heru. Aku mengangguk. Kemudian Mas Heru meninggalkan rumah ini.
"Loh, terus periksa ke bidannya gimana, Lan?"
"Ntar sore aja, Teh. Minta anter Mas Haris. Lagian, sekarang udah mendingan, kok."
"Bener?"
Aku mengangguk. "Kalo Teh Yuyun nggak sibuk, dan nggak keberatan, temenin aku ke kios yang mau disewa Mas Heru, ya."
"Ya udah, ayo."
Setelah mengunci pintu, aku dan Teh Yuyun menuju kios yang akan disewa Mas Heru. Jaraknya tidak terlalu jauh, jadi kami berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, aku menceritakan tentang rencana Mas Heru soal kios itu. Menurut Teh Yuyun, tindakan Mas Heru untuk tidak tinggal bersama keluargaku, sudah tepat. Meskipun Mas Heru kakak dari suamiku, tetap saja dia bukan mahramku.
Aku menyimak baik-baik semua penjelasan Teh Yuyun. Hingga tanpa terasa kami tiba di kios Mas Heru. Tampak sebuah truk terparkir di depan kios. Dua orang lelaki terlihat menurunkan beberapa barang. Sebuah etalase, meja kayu dan kursi. Tampak kasur busa plus tempat tidur, lemari kayu dan beberapa barang lain.
Mas Heru juga tampak sibuk membantu menata barang. Kios ini lumayan besar. Ada sebuah kamar di dalamnya. Sementara kamar mandi di terletak di bagian belakang kamar tidur berhadapan dengan sebuah dapur mini.
"Dek Wulan, saya pergi sebentar cari makanan buat yang bantu-bantu. Tolong awasi mereka, ya Dek."
Aku mengangguk. Setelah Mas Heru berlalu, aku dan Teh Yuyun menata beberapa barang yang kecil-kecil. Satu jam kemudian, semuanya selesai. Mas Heru juga sudah kembali dan tengah berbicara serius dengan dua orang yang tadi membantu.
"Mas, aku ama Teh Yuyun pulang dulu, ya."
"Iya, Dek. Makasih banyak atas bantuannya. Teh, makasih juga, ya."
"Sama-sama, Mas," jawabku dan Teh Yuyun bersamaan. Kemudian aku dan Teh Yuyun pulang.
***
Semua kembali seperti biasa. Mas Haris berangkat dan pulang kerja seperti biasa. Mas Heru sesekali datang ke rumah saat Mas Haris ada di rumah. Usahanya lumayan ramai.
Tentang perselingkuhan Mas Haris, suamiku itu mengaku sudah mengakhirinya. Meskipun belum sepenuhnya percaya, tapi aku merasa senang, Mas Haris menepati janjinya.
Siang ini, aku berniat membantu Teh Yuyun memasang payet. Suami Teh Yuyun memiliki konveksi yang memproduksi kerudung. Sesekali aku membantu memasang payet.m atau aksesoris lainnya. Mas Haris tak keberatan dengan hal ini.
Suara pesan masuk ke ponselku saat hendak mengunci pintu.
'Wulan, bisa kita ketemu?' Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, masuk.
'Maaf, ini siapa?' balasku, centang dua, biru. Detik berikutnya, nomor tersebut melakukan panggilan masuk.
***
Sekarang, di sinilah aku. Duduk manis di sebuah kafe dengan seorang perempuan yang menurutku tak tahu malu. Namanya Sarah. Dia mengaku sebagai selingkuhan Mas Haris. Tepatnya mantan selingkuhan. Karena hubungan mereka sudah berakhir. Dia memaksaku untuk bertemu, katanya ada hal penting yang akan disampaikan. Entah dari mana dia mendapatkan nomor teleponku.
"Haris memutuskan hubungan denganku. Dia juga memblokir nomorku. Aku tak bisa menghubunginya. Saat aku datang ke kantornya, ia juga meminta satpam untuk mengusirku."
Aku tersenyum tipis mendengar penuturan perempuan yang rambutnya dicat warna pirang itu. Wajahnya dipoles make up tebal. Penampilannya berbeda jauh denganku yang tidak bisa berdandan. Ia mengenakan dres ketat warna merah menyala, tanpa lengan dan panjangnya hanya sampai atas lutut. Sehingga kulit putihnya bebas terekspos sebagian.
"Aku dapet nomer kamu dari media sosialmu," terangnya sambil mengaduk kopi yang aku tak tahu namanya.
Aku memang sesekali membantu Teh Yuyun mempromosikan produknya menggunakan media sosial. Nomor teleponku terpampang di sana. Jadi, mudah saja mendapat nomor teleponku. Cih! Sebegitu ingin tahunya dia tentangku, sampai mencariku ke media sosial.
"Terus, buat apa Mbak Sarah mengajakku bertemu?" Aku sengaja memanggilnya Mbak. Meskipun wajahnya dipoles make up, tetap saja ia terlihat lebih dewasa dariku.
Sarah mendengus kasar. "Kamu tau, kan. Kalo aku aku ama Haris punya hubungan spesial?"
"Tapi itu sudah berakhir!" Potongku cepat. Aku mulai berpikir bahwa perempuan ini ingin menyakitiku dengan menceritakan hubungannya dengan Mas Haris. Dasar racun!
"Apa kamu tau, berapa lama kami berhubungan dan sudah sejauh mana?"
"Itu bukan urusan saya! Yang penting sekarang, suami saya sudah sadar, dan kembali pada saya, istrinya!"
Sarah tersenyum sinis. "Apa kamu, juga akan tetap menerima Haris kembali, kalo tau, ada benih Haris sedang tumbuh di rahimku?"
Rasanya bagai disambar petir mendengar pengakuan Sarah. Aku memejamkan mata, mencoba menghimpun kekuatan agar tidak ambruk di sini. Jantung seperti jatuh ke perut, perih, sesak dan entah apalagi. Bahkan jemariku bergetar menahan amarah. Aku membuka mata, menarik napas dan membuangnya perlahan.
"Bisa aja itu bukan anak Mas Haris, siapa yang tahu." Aku mencoba tak terpengaruh dengan pengakuan Sarah.
"Jaga ucapanmu!" Sepertinya Sarah tak bisa menahan emosinya.
Aku tersenyum sinis, "Kamu bisa dengan mudah memberikan tubuh pada suamiku, jadi ngga menutup kemungkinan kamu juga melakukannya dengan pria lain!"
Sarah berdiri, ia mengangkat cangkir, sepertinya akan menyiramkan sisa kopinya padaku. Akan tetapi, dia kalah cepat, aku sudah terlebih dahulu berdiri dan mencekal tangannya.
"Jaga sikapmu! Atau kamu akan malu sendiri! Maaf, aku ngga percaya dengan ucapanmu! Jika memang benar itu anak Haris, silakan temui dia, dan sampaikan hal ini! Permisi!"
Aku melenggang pergi setelah menghempaskan tangan Sarah dengan kasar. Beberapa pasang mata menatap penuh tanya ke arahku. Aku tak peduli, dan terus melangkah ke luar.
Jujur, aku merasakan sakit hati yang luar biasa. Walaupun berkata tidak percaya pada ucapan Sarah, tapi dalam hati, aku tetap bertanya, bagaimana jika itu benar? Bagaimana jika anak yang dikandung Sarah itu, benih dari suamiku?
Tiba-tiba, aku merasa sakit kepala dan mual. Lutut terasa lemas. Aku berhenti melangkah, lalu bersandar pada tembok pembatas di pinggir jalan. Tertatih aku melanjutkan langkah menuju halte yang tinggal beberapa meter di depanku.
"Mbak, Mbak ngga apa-apa?" tanya seorang seorang perempuan muda yang berjalan d belakangku. Mungkin ia iba melihat keadaanku.
"Nggak apa-apa. Cuma tiba-tiba pusing."
"Oh, mari saya bantu, Mbak. Mau saya pesankan taksi?"
"Terima kasih banyak. Tapi, saya nggak apa-apa."
Perempuan itu menuntunku hingga halte. Dia terlihat khawatir, dan memaksa mengantarkanku pulang dengan taksi. Aku terpaksa menerima tawarannya. Sepertinya dia orang baik.
Lingerie Untuk SiapaPart 6WulanWaktu terasa berjalan sangat lambat. Dengan perasaan tidak menentu, aku menunggu Mas Haris pulang. Aku ingin menanyakan kebenaran soal janin yang dikandung Sarah. Meskipun ragu, tapi aku juga takut, seandainya apa yang dikatakan perempuan itu benar. Entah apa yang akan terjadi dengan rumah tanggaku nanti. Suara mobil Mas Haris memasuki halaman rumah. Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Tubuh ini juga seolah kehilangan daya, bahkan sekedar untuk berdiri menyambut kedatangan suamiku. Mas Haris memasuki rumah, wajahnya terlihat lelah. Melihatnya seperti itu, aku tak tega jika harus menceritakan soal pertemuanku dengan Sarah. Almarhum ibuku pernah mengajari, sebesar apapun masalah yang terjadi, jangan pernah membahasnya saat suami baru pulang dari bekerja atau sedang capek. Hasilnya tidak akan baik. Teringat almarhumah ibu, air mataku merebak. Dada rasanya semakin sesak. Aku menarik napas, berharap sesak ini sedikit berkurang. "Kamu, sakit, Lan?" ta
Lingerie Untuk SiapaPart 7Wulan Dengan perasaan tak karuan, aku menatap dua garis merah pada alat tes kehamilan di tanganku. Apa yang kunanti selama ini, akhirnya datang. Ada yang bersemayam di rahimku. Menurut dokter yang memeriksa tadi, umur janinku baru sepuluh minggu. Harusnya ini menjadi kabar bahagia.Ya, aku bahagia. Entah dengan Mas Haris. Aku takut seandainya apa yang dikatakan Sarah kemarin itu benar. Kemudian Mas Haris memilih untuk menerima Sarah masuk dalam kehidupan kami. Baru membayangkan saja, hatiku sudah berdenyut nyeri. Ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidur bergetar. Ada pesan masuk dari Mas Haris. Dia bilang akan pulang cepat. Sengaja aku belum memberitahukan tentang kehamilan ini. Aku merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menyampaikan kabar gembira ini. Nanti saja, kalau Mas Haris sudah selesai urusannya dengan Sarah.Kulihat jam dinding yang menempel di tembok kamar. Ternyata aku tidur cukup lama. Sepulang dari dokter tadi, Teh Yuyun memaksaku
Lingerie Untuk Siapa? Part 8Wulan Beberapa titik air mulai turun dari langit yang tampak gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Sudah hampir setengah jam berlalu, dan aku masih berjalan kaki sambil menyeret koper. Jujur, aku masih sangat berharap Mas Haris mengejar dan mengajakku pulang.Hujan akhirnya turun, dan aku memutuskan untuk berteduh di depan sebuah kios yang tutup. Sepertinya kios ini sudah lama tak dipakai. Terlihat dari bangunannya yang kotor tak terawat. Untung ada sebuah bangku kosong, hingga aku bisa duduk untuk beristirahat. Aku sebenarnya tidak tahu akan ke mana. Kedua orang tuaku tumbuh besar di panti asuhan. Ayah meninggal saat aku masih SMP, dan ibu menyusul saat aku selesai kuliah. Hingga keduanya meninggal, aku tidak tahu siapa keluarganya. Sahabat? Sejak kecil, aku punya satu teman akrab. Namanya Hani. Dia tetanggaku saat di kampung dulu. Akan tetapi, setelah menikah dengan orang kaya, Hani memboyong keluarganya ke luar kota. Sudah lama kami tidak s
Lingerie Untuk Siapa? Part 9HarisNanar, kutatap kemeja yang robek pada bagian pundak, dua kancing depannya juga lepas seperti ditarik paksa. Mataku terpejam, menyesali apa yang kulakukan. Seharusnya aku mendengarkan dulu penjelasan Wulan, istriku. Akan tetapi, lelaki mana yang tidak marah dan gelap mata, saat melihat istrinya dijamah oleh lelaki lain. Apalagi lelaki itu kakak kandungku sendiri. Amarah tidak bisa lagi ditahan saat aku melihat Wulan diam dengan mata terpejam, seolah menikmati sentuhan Heru, kakakku. Tanpa pikir panjang, aku menghajar Heru dan mengusir mereka berdua. Tak kuperhatikan bekas tamparan di pipi Wulan. Juga raut ketakutan di wajahnya. Air mata yang membasahi wajah ayunya juga tak membuatku iba. Seharusnya baju yang robek dan bekas tamparan di wajah istriku, cukup membuktikan kalau Wulan dipaksa. Mungkin dia juga sudah melakukan perlawanan. Argh! Aku tak menghiraukan saat Wulan benar-benar pergi. Sengaja aku tak mengejar dan menahannya. Akan ke mana dia
Lingerie Untuk Siapa? Part 10Haris"Astagfirullah, Haris! Kenapa bisa ceroboh gitu? Harusnya kamu dengerin dulu penjelasan Wulan. Ya Allah, Wulan, ke mana dia sekarang? Mana dia nggak punya siapa-siapa. Haduh!" omel Teh Yuyun. Wanita yang akrab dengan Wulan itu, menanyakan Wulan. Teh Yuyun khawatir tentang keadaan Wulan dan mengomel saat aku menceritakan semuanya. "Ris, nih, Wulan itu bahkan minta ditemani aku waktu kakak kurang ajarmu itu meminta bantuan buat ngawasin pekerja di kiosnya. Dia emang nggak pernah menceritakan kejelekan Heru, tapi, aku tahu, Wulan nggak nyaman sama kakakmu, itu."Aku menunduk menatap lantai. Semua ucapan Teh Yuyun benar. "Apa, Wulan nggak menghubungi Teh Yuyun?"Teh Yuyun menggeleng."Atau barangkali cerita sesuatu?"Teh Yuyun menggeleng lagi, "Ya sudah, aku pulang dulu. Mudah-mudahan Wulan baik-baik aja. Nanti kalo Wulan menghubungi aku, pasti aku kasih tau kamu.""Terima kasih, Teh.""Sama-sama. Kamu jaga kesehatan, biar kuat cari Wulan. Insyaalla
Lingerie Untuk Siapa? Part 11WulanSatu bulan sudah aku tinggal di panti asuhan milik Bu Zubaedah. Tak ada yang mencari, atau mungkin Mas Haris senang aku pergi. Dia bisa leluasa berhubungan dengan Sarah, dan bertanggung jawab atas kehamilan perempuan itu. Sementara tentang kehamilanku, entah Mas Haris tahu atau tidak. Aku juga masih enggan menghubungi Mas Haris. Jujur, aku masih sakit hati karena dituduh merayu kakaknya. Aku tak menyangka, serendah itu aku di mata suamiku. Sakit sekali rasanya, tak dipercayai oleh orang yang seharusnya paling mengerti kita. Aku sempat mengirim pesan pada Teh Yuyun melalui messenger dengan meminjam ponsel Bu Zubaedah. Aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Aku tak ingin Teh Yuyun khawatir. Sengaja aku tak menanyakan kabar Mas Haris. Untunglah trimester pertama kehamilanku tidak begitu rewel. Hanya sesekali pusing dan mual saat mencium aroma tertentu. Mungkin calon anakku tahu, ia jauh dari ayahnya, sehingga tidak mau merepotkanku. Tak terasa ai
Lingerie Untuk Siapa? Part 12WulanKue ulang tahun yang diinginkan Kean sudah siap. Dibantu Salsa dan Tia, dua asistenku di toko, aku membawa kue itu ke luar. Kean yang setia menunggu bersama sang ayah, menyambut gembira kue impiannya. "Terimakasih Tante," ucap Kean sambil memelukku. "Perut Tante besar, kayak badut."Aku tertawa, sementara Mas Abi tampak terkejut dan terlihat tidak senang dengan ucapan anaknya. "Iya, Sayang. Di dalam perut tante ada adik bayi," terangku sambil mengangguk ke arah Mas Abi agar pria itu tidak memarahi Kean. "Wow! Nanti kalo adik bayinya udah keluar, aku boleh pinjam, nggak?"Aku, Salsa, Tia dan Mas Abi tertawa mendengar pernyataan Kean yang lucu. "Maafin Kean, ya Mbak Wulan.""Nggak apa-apa, Mas. Namanya juga anak-anak.""Jadi, berapa harganya kue Kean?"Aku menggeleng sambil tersenyum, "nggak usah, Mas. Anggap aja itu kado dari saya." "Terima kasih, Mbak. Aduh, jadi nggak enak. Baru kenal malah dikasih gratis.""Sama-sama. Kalo Mas nggak keberata
Lingerie Untuk Siapa?Part 13HarisBukan hanya rumah yang sepi dan tak terurus sejak Wulan pergi, aku pun kesepian dan tak terurus, terutama masalah makanan. Kuakui walaupun hanya makanan rumahan, masakan Wulan itu enak. Dia juga cekatan melakukan pekerjaan rumah. Memang, selama Wulan tak ada, aku membayar orang untuk membersihkan rumah dan mencuci serta menyetrika. Akan tetapi, tetap saja, rasanya berbeda. Hatiku terasa hampa setiap kali pulang ke rumah. Makanya aku sering menghabiskan waktu di kantor hingga malam. Beberapa rekan kerja juga mulai menanyakan kenapa akhir-akhir ini aku lebih betah di kantor. Datang paling awal, pulang paling akhir. Selain itu, menurut mereka, wajahku juga sering terlihat murung. Bagaimana aku bahagia, bila aku terus dikejar rasa bersalah terhadap Wulan. Hingga hari ini, aku tak mengetahui keberadaan Wulan. Setiap kali bertemu Teh Yuyun dan Kang Dadan, mereka menatapku iba. Pernah satu kali Teh Yuyun memberi tahu bahwa Wulan meninggalkan pesan di so
Lingerie Untuk Siapa? Bab 27Wulan Berjam-jam menunggu dengan gelisah, akhirnya selepas Isya' kami mendapatkan kabar baik. Mas Haris mengirim pesan berisi foto anakku. Mereka menemukannya dan sedang dalam perjalanan pulang. Walaupun Mas Haris tidak mengatakan siapa yang menculik bayi kami, tapi tak apa. Yang penting mereka berhasil membawa pulang anakku dalam keadaan baik-baik saja. Tak henti-hentinya kami mengucap syukur. Sambil berderai air mata, Teh Yuyun memelukku. Wanita yang sudah kuanggap seperti kakak sendiri itu, sejak tadi terus meminta maaf. Dia merasa bersalah karena telah lalai menjaga kami. Padahal sudah berkali-kali juga aku mengatakan ini bukan salahnya. Akan tetapi, Teh Yuyun mengatakan tak tenang kalau Abian belum ditemukan. Sementara Bu Zubaedah yang masih di sini terlihat mengusap air matanya. Wanita yang sudah kuanggap seperti ibuku itu bersikeras tak mau pulang sebelum melihat Abian kembali ke pelukanku. ***Hampir jam sepuluh malam, saat Kang Dadan diikuti
Lingerie Untuk Siapa? Bab 26WulanSeorang bayi laki-laki lahir dengan selamat melalui proses caesar. Aku dan Mas Haris memberikan nama Abian Bayanaka pada bayi tampan kami. Nama yang memiliki arti kegembiraan yang luar biasa. Ya, Abian adalah kegembiraan luar biasa untukku dan Mas Haris. Suamiku itu bahkan terlihat sampai menitikkan air mata saat mengumandangkan adzan di telinga jagoannya. Semuanya berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti, sehingga hari ini juga, aku sudah boleh langsung dipindahkan ke ruang rawat inap. Mas Haris meminta kamar VIP untukku dan Abian. Alasannya, biar aku merasa nyaman. Ternyata Bu Zubaedah, Teh Yuyun dan Kang Dadan ada di sini, ikut menungguiku. Sungguh aku merasa terharu dengan perhatian mereka. ***Pagi ini, Mas Haris pamit untuk pulang bersama Kang Dadan. Mau mandi dan berganti pakaian serta mengambil beberapa keperluanku dan Abian. Bi Zubaedah juga berpamitan untuk kembali ke panti, karena terlanjur ada janji dengan salah satu donatur tetap
Lingerie Untuk Siapa? Bab 25Wulan Tanggal persalinan semakin dekat, membuatku semakin gelisah. Tak sabar rasanya menanti kehadiran buah hati tercinta. Menurut hasil USG yang kulakukan, calon anakku diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja kabar ini sangat membahagiakan Mas Haris yang menginginkan anak laki-laki. Walaupun sebenarnya buat kami, laki-laki atau perempuan, sama saja. Akan tetapi, kata Mas Haris, dia ingin anak pertama laki-laki, agar bisa melindungiku dan adik-adiknya kelak. Sejak Mas Haris menjemputku di panti beberapa waktu lalu, hubungan kami semakin membaik. Dulu, aku masih sering bolak-balik ke panti untuk mengecek toko kue. Akan tetapi, semakin mendekati tanggal persalinan, Mas Haris, melarangku melakukannya. Lagi pula Tia dan Salwa sudah cukup bisa diandalkan untuk menghandle semuanya. Karena itulah aku sering merasa bosan saat di rumah sendirian seperti saat ini. Teh Yuyun sedang pergi bersama suaminya. Padahal aku ingin mengajaknya ke pasar, hanya s
Lingerie Untuk Siapa?Bab 24Haris"Gue nggak ada urusan ama itu anak. Dasar anak nggak tau diri! Udah dikawinin ama laki kaya, banyak duit, malah kabur!" omel Bu Romlah, ibunya Sarah. Wanita keturunan Betawi asli itu terlihat marah.Sementara Ayahnya cuma diam sambil memijat pelipisnya. Wajah orang tua Sarah terlihat gusar. Kami mendatangi kediaman orang tua Sarah, berharap mendapatkan sedikit informasi tentang keberadaan perempuan itu."Saya juga sudah menyerah dengan kelakuan anak saya. Kalo ketemu, terserah saja mau diapakan. Saya tak peduli lagi sekalipun dia dipenjarakan." Suara ayahnya Sarah terdengar parau. "Maaf, kalo gitu, kami permisi, Pak, Bu," pamit Pak Ahmad mewakiliku yang sudah sangat bingung harus mencari ke mana lagi. Sementara hari sudah mulai sore. Bagaimana kalau anakku menangis kehausan? Ya Allah, tak henti-hentinya aku berdoa untuk keselamatan anakku. Tadi, Teh Yuyun mengabarkan kalau Wulan masih histeris bahkan sampai diberi obat penenang. Walaupun di sana ba
Lingerie Untuk Siapa?Part 23HarisAku dan Kang Dadan menatap tajam rekaman CCTV pada layar komputer di depan kami. Tampak seseorang bermasker dan memakai topi mondar-mandir di depan ruang rawat inap yang ditempati Wulan. Sepertinya memastikan keadaan aman, lalu ia terlihat mengintip ke dalam. Kemudian dengan hati-hati, perempuan itu masuk, tak lama kemudian keluar sambil menggendong Abian. Orang itu dengan santai berjalan menuju pintu keluar, dan pada rekaman selanjutnya, dia pergi menggunakan mobil yang diperkirakan adalah taksi online. "Pak Haris, apa Bapak kenal sama orang itu?" tanya kepala keamanan rumah sakit. Selain kepala keamanan, hadir juga pemilik rumah sakit ini. Syukurlah, mereka tidak mempersulit keadaan. Meskipun wajahnya tertutup masker dan memakai topi, dari bentuk dan gerak tubuhnya, aku sangat mengenal dia. "Saya rasa saya kenal, Pak. Sepertinya dia teman saya.""Pak Haris, tau di mana tempat tinggalnya?" Aku mengangguk. Tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pes
Lingerie Untuk Siapa? Bab 22HarisSetelah satu jam berkendara, akhirnya aku tiba di rumah sakit dan bergegas ke ruangan informasi. Jantung berdetak kencang, keringat membasahi wajah, tangan pun rasanya gemetar. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan Wulan dan calon anak kami. "Permisi Mbak, mau tanya pasien bernama Wulandari di rawat di ruangan mana, ya?" tanyaku pada perawat yang sedang bertugas di meja informasi."Wulan, pasien kecelakaan yang lagi hamil, bukan?""Iya, betul, Mbak. Saya suaminya.""Oh, Bapak silakan temui Dokter Himawan. Sebentar, Suster Ani!" teriak suster dengan name tag bertuliskan Nur itu. Suster yang dipanggil mendekati kami. "Ini suami dari pasien bernama Wulandari, tolong antarkan ketemu Dokter Himawan."Suster bernama Ani itu tersenyum sambil mengangguk sopan padaku, lalu memintaku mengikutinya. "Sebenarnya apa yang terjadi sama istri saya, Sus?" tanyaku penasaran."Biar dokter saja yang menjelaskan, ya, Pak."Kami tiba di depan ruangan yang pintunya tert
Lingerie Untuk Siapa? Bab 21Haris"Apa benar ini rumah Pak Haris?" tanya polisi yang terlihat sudah berumur itu. "Iya, betul, silakan duduk, Pak," jawabku sambil merasa was-was. "Terima kasih, Pak Haris." Polisi itu duduk di kursi kayu yang tersedia di teras."Maaf, ada apa, ya, Pak?" tanyaku tak sabar, sampai lupa menawarkan minuman. Polisi dengan name tag Ahmad itu menarik napas, lalu membuangnya perlahan. "Gini, Pak Haris. Perkenalkan nama saya Ahmad. Sebenarnya, maksud kedatangan saya ke sini, untuk mencari Pak Heru. Karena beliau memberikan alamat rumah ini pada saya."Mas Heru? Kenapa lagi dia. "Saya memang adiknya Mas Heru, tapi, Mas Heru tidak tinggal di sini," terangku. Pak Ahmad tersenyum. "Apa Pak Heru sudah pergi? Soalnya sebelum keluar dari tahanan, dia cerita mau balik ke Kalimantan.""Iya, Pak. Sudah.""Sayang sekali, padahal saya ingin bertemu dengannya sekali lagi."Aku semakin bingung. "Sebenarnya ada apa, Pak?"Lagi-lagi Pak Ahmad tersenyum. Tak ada kesan sang
Lingerie Untuk Siapa? Part 20Haris"Mas Heru?" aku bertanya pada diri sendiri saat melihat kakakku tengah duduk di teras rumahku, sendirian. Di sampingnya tampak sebuah tas ransel tergeletak begitu saja. Penampilan Mas Heru juga terlihat sedikit rapi. Rambut gondrong, kumis dan jenggotnya dicukur rapi. Sejak menemuinya di kantor polisi beberapa waktu lalu, aku memang belum pernah bertemu lagi dengannya. "Baru pulang kerja, Ris?" sapa Mas Heru saat aku berjalan mendekatinya. "Iya, Mas. Mas, kapan keluar dari penjara?" Mas Heru tertawa. "Apa kamu ini! Aku cuma seminggu di sana. Tidak ada bukti kuat kalo aku ini melakukan apa yang dituduhkan. Pelaku sebenarnya udah tertangkap, jadi aku bebas," terangnya. "Maksudnya?""Jadi, waktu itu, aku memang ada di tempat kejadian, kebetulan janjian sama teman sewaktu kerja dulu. Aku juga nggak tau, kalo di sana merupakan markas judi online. Nah, pas ada penggrebekan itu, tiba-tiba seseorang melempar ponsel ke pangkuanku. Aku dan temanku yang b
Lingerie Untuk Siapa? Part 19HarisRasa lelah yang mendera tubuh membuatku ingin segera pulang saat jam kerja usai. Setumpuk pekerjaan seolah tak ada habisnya. Rudi tiba-tiba izin karena istrinya sakit. Sedangkan laporan yang ia buat belum selesai, mau tidak mau kami membantu menyelesaikannya. Karena laporan itu harus sudah ada di meja atasan kami sore ini. Setibanya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Saat aku berniat memesan makanan lewat aplikasi, terlihat banyak pesan masuk yang belum sempat dibaca. Termasuk dari Wulan. Setelah mengunjunginya beberapa hari lalu, hubungan kami semakin membaik. Wulan berjanji akan ikut pulang akhir minggu ini. Karena, masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Ia juga merasa tak enak jika meninggalkan begitu saja, seorang anak bernama Kean. Sebenarnya aku agak keberatan Wulan dekat dengan anak itu. Karena mengetahui ayahnya Kean adalah seorang duda. Aku takut, lama-lama Wulan dan pria b