Bab 39
"Eh iya, aku belum izin. Satria pasti nyariin kenapa aku belum datang.""Sudah saya izinkan, Nona. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebaiknya Nona istirahat saja," ujar Kenzi."Baiklah kalau begitu.""Em ... pak Kenzi," ujar Lisa setelah hening beberapa saat."Iya, Nona? Ada yang perlu saya lakukan lagi?""Eh, tidak. Aku mau bilang terima kasih karena Pak Kenzi sudah beberapa kali menyelamatkan saya," ujar Lisa tulus."Anda sudah berkali-kali mengucapkan terima kasih, Nona," sahut Kenzi seraya mengulas sebuah senyuman."He .... mau bagaimana lagi. Pak Kenzi sudah banyak membantu saya beberapa hari ini," ujar Lisa."Itu sudah tugas saya, Nona. Kalau boleh saya mengajukan permintaan, ....""Katakan saja. Kalau aku bisa, pasti aku kabulkan," sahut Lisa dengan cepat."Kalau boleh, tolong jangan panggil saya pak. Saya belum setua itu. Anda boleh langsung memanggil nama saja," pinta Kenzi."Em ..Bab 40Setelah berbincang dengan suamiku di taman rumah sakit, aku meninggalkannya dan melangkah menuju ruangan mertuaku dirawat. Mama dan papa pasti juga masih menunggu di sana."Sudah berpamitan sama suamimu?" tanya papa saat aku datang menghampiri."Sudah, Pa, di taman tadi," sahutku."Sonya, kalau Farhan punya salah, tolong dimaafkan ya!" pinta mertuaku."Maksud Mama apa?" tanyaku pura-pura tidak paham."Namanya orang berumah tangga kan, tidak selalu mulus. Pasti ada aja cobaannya. Kalau Farhan berbuat kesalahan, tolong diluruskan dan dimaafkan," ujar mama mertua lagi."Tergantung kesalahannya sih, Ma. Kalau kesalahan kecil sih tidak masalah, tapi kalau sudah menyangkut perselingkuhan, aku tidak akan memaafkannya," sahutku dengan tegas. Aku ingin melihat apakah mertuaku sudah tahu mengenai keberadaan mantan istri mas Farhan atau belum."Ti—tidak. Mama yakin dia tidak mungkin mengkhianati kamu.""Oya? Bisa jadi kan
Bab 41Satria menatap wanita di hadapannya dengan tajam."Kalau kamu tidak tahu apa-apa, lebih baik diam. Jangan sampai ucapanmu menjadi bumerang untuk kamu sendiri," ujar Satria, lalu melangkah meninggalkan mantan adik ipar Lisa tersebut."Ish, dikasih tahu juga, malah ngeyel. Gimana ya, cara dapetin dia? Biar pun Pak Satria itu dingin, tapi kan tampan, tajir lagi," gumam Salma pada dirinya sendiri.Satria melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Lisa dirawat. Meskipun harus berdebat sengit dengan Kenzi, namun akhirnya dia berhasil mendapatkan nama rumah sakitnya.Satu jam kemudian, dia sudah tiba di lokasi. Dengan tergesa dia segera melangkah menuju ruangan Lisa."Gimana kondisi kamu?" tanya Satria. Diamatinya Lisa yang tengah terbaring dengan beberapa perban di beberapa tempat."Aku gak papa, cuma memang harus nunggu hasil pemeriksaan dokter aja, takutnya ada yang serius. Akhirnya harus rawat inap deh," sahut Lisa.
Bab 42MUNGKINKAH?"Anda bisa bicara dengan Lisa jika dia mengizinkan," sahut Kenzi seraya melirik Lisa yang masih mendekap Davin. Spontan, Lisa menggelengkan kepalanya. Sementara itu, Satria masih menjadi penonton perdebatan mereka. "Lisa, kita harus bicara!" seru Farhan tidak terima dengan penolakan mantan istrinya tersebut. Lagi, Lisa hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa melepaskan dekapannya pada Davin.Farhan menatap mantan istrinya tersebut dengan tatapan nelangsa. Melihat ekspresi ketakutannya, perlahan Farhan berusaha meredam emosinya."Lisa, tolonglah, kita harus bicara. Aku ingin tahu status anak itu," pinta Farhan dengan memelas."Dia bukan anakmu. Pergilah!" sahut Lisa tanpa berani menatap Farhan."Lisa ....""Dia sudah memberikan jawabannya. Pergilah sebelum saya panggilkan satpam karena membuat keributan di ruangan pasien," ancam Kenzi.Keheningan menyelimuti ruangan. Farhan menatap mereka berd
Bab 43TAWARAN SATRIADi ruang tunggu bandara, Sonya duduk dengan tenang meski wajahnya tampak lelah. Papa Bagas menemaninya, tampak serius namun berusaha tenang.“Jaga dirimu baik-baik di sana, ya. Semuanya sudah diurus. Kau hanya perlu fokus sembuh,” kata Papa Bagas sambil menggenggam tangan Sonya.Sonya tersenyum lemah. “Aku akan baik-baik saja, Pa. Jangan khawatir.”Papa Bagas melirik Farhan yang berdiri di sudut. Ia kemudian berkata tegas, “Kami akan pergi. Tapi jangan pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan. Aku akan mengawasi setiap langkahmu. Jangan coba-coba macam-macam selama Sonya pergi.”Farhan hanya bisa mengangguk, “Saya mengerti, Pa.”Sesaat kemudian, Sonya dan Papa Bagas berangkat menuju pesawat. Farhan berdiri di tempatnya dengan perasaan berkecamuk. Pikirannya kembali pada Lisa dan Davin. Wajah Davin yang begitu mirip dengannya di masa kecil tidak bisa ia lupakan.---Di lain tempat, Lisa
Bab 44Lisa mendesah berat, merasa lelah dengan sikap Farhan yang terus-menerus mencoba mendekatinya. “Aku tidak punya waktu, Farhan. Apa pun yang ingin kau katakan, aku sudah mendengarnya sebelumnya.”Farhan tidak mundur. “Ini penting, Lisa. Aku hanya butuh beberapa menit saja.”Lisa menatapnya dengan dingin. “Aku tidak punya apa pun untuk dibicarakan denganmu, Farhan. Kita sudah selesai.”“Kau tidak mengerti, Lisa! Aku hanya ingin meminta penjelasan—”“Tidak ada yang perlu dijelaskan!” potong Lisa, nadanya mulai naik. “Aku sudah lelah, Farhan. Tolong, hentikan ini.”Satria, yang mendengarkan perdebatan itu, maju satu langkah untuk menengahi. “Farhan, Lisa sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin bicara. Hargai keputusannya.”Farhan melirik Satria dengan tidak senang. “Ini bukan urusanmu, Satria. Ini antara aku dan Lisa.”Satria tetap tenang, meskipun wajahnya tegas. “Lisa sekarang adalah bagian dari tanggung jaw
Bab 45KENANGAN DI AKHIR PEKAN Ibu Farhan mendekat dengan mata menyala penuh kemarahan. “Kau berani menuntut Salma? Kau pikir bisa sembarangan mempermalukan keluarga kami?! Kau memang perempuan yang tega menghancurkan rumah tangga anakku, dan sekarang kau ingin menghancurkan hidup anakku yang lainnya ?!”"Maaf, Nyonya, saya tidak mengerti maksud Anda," sahut Lisa berusaha tenang."Tidak mengerti? Jangan pura-pura bodoh. Salma di bawa ke kantor polisi karena dituduh melakukan tabrak lari. Kamu kan yang melakukannya?" sentak wanita paruh baya tersebut.Lisa pun mulai paham arah pembicaraan wanita di hadapannya tersebut. Semalam Kenzi sudah memberitahu dirinya mengenai masalah ini. Hanya saja, dia tidak menyangka jik pelakunya adalah. Salma, adik Farhan.Lisa berdiri dari kursinya, menatap ibu Farhan dengan tegas. “Nyonya Arum yang terhormat, ini masalah hukum. Apa yang Salma lakukan adalah sebuah pelanggaran, dan saya hanya ingin keadilan.”
Bab 46Sepulang kantor, Lisa disambut oleh Davin yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan wajah cemberut. Melihat ibunya datang, anak itu segera berlari dan merenggek, "Mama, ayo jalan-jalan. Davin bosan di rumah terus.”Lisa tersenyum lelah. Hari di kantor sungguh melelahkan dengan berbagai keributan dan bisik-bisik karyawan tentang dirinya dan Satria. Namun, melihat wajah cerah Davin, Lisa tak sanggup menolak permintaan putranya.“Mama capek, Nak. Tapi bagaimana kalau besok saja kita jalan-jalan, ya? Mama janji,” ucap Lisa sambil mengelus kepala Davin.Davin menggembungkan pipinya, tanda protes. “Tapi besoknya janji ya, Ma? Davin pengen main sama Mama.”Lisa tertawa kecil. “Iya, Davin. Besok, ya.”Keesokan harinya, Lisa memenuhi janjinya. Ia mengajak Davin ke Timezone, tempat favorit anak-anak untuk bermain. Dengan dikawal langsung oleh Kenzi, mereka menghabiskan waktu bersama.Ketika mereka sampai di Timezone, Davi
Bab 47FAKTA YANG TERUNGKAP Kenzi menatap Lisa sejenak sebelum melanjutkan, “Anda tahu, Nona ... apa pun yang terjadi, saya akan selalu ada untuk kalian. Tuan Muda adalah anak yang luar biasa. Dia pantas mendapatkan kebahagiaan dan perlindungan.”Lisa terdiam mendengar kata-kata itu. Ia tahu Kenzi berkata dengan tulus."Aku tahu, kamu memang selalu bisa diandalkan," sahut Lisa. Jauh di dalam hatinya, Lisa tidak bisa mengabaikan betapa besar peran Kenzi dalam hidupnya dan Davin akhir-akhir ini. Dia selalu ada saat dibutuhkan. Meskipun kehadirannya karena tuntutan pekerjaan, namun hal itu sangat berarti untuk Davin.Namun, di balik keceriaan Davin dan perhatian Kenzi, ada sesuatu yang jauh lebih besar yang sedang bergulir—sebuah ancaman yang tidak mereka sadari.Sementara itu, Kenzi mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Lisa semakin berkembang. Setiap kali dia melihat senyum lembut Lisa atau mendengar suaranya yang lembut saa
Bab 83“Hai, mau gue antar pulang?” tawar Jonathan yang tiba-tiba muncul di hadapan Najwa. Saat ini, Najwa tengah menunggu taksi online yang dipesannya melalui aplikasi.“Gak, makasih!” sahut Najwa cuek.“Ayolah, kita kan tetangga!” bujuk Jonathan.“Udah dibilang gak usah, ya gak usah. Kenapa ngeyel sih?” protes Najwa. “Gue kan cuma pengen nganterin situ pulang,” bujuk Jonathan.“Gak perlu!” sahut Najwa ketus. Mendapat jawaban ketus Najwa, bukannya marah, Jonathan justru terkekeh geli.“Ternyata lo galak juga ya!” ujar Jonathan dengan senyum dikulum.“Baru tahu?”“Sayangnya iya dan itu bikin gue makin penasaran,” ujar Jonathan seraya berbisik.“Jangan dekat-dekat,” sentak Najwa.“Jangan galak-galak dong. Asal kamu tahu, di kampus ini gue ini jadi pria paling didambakan jadi pacar,” sahut Jonathan dengan penuh percaya diri.“Itu mereka, bukan aku,” sahut Najwa. Selang tak berapa lama kemudian, taksi y
Bab 82Jonathan tersenyum kecut mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Nyatanya, yang dia ucapkan memang benar adanya. Entah sudah berapa banyak barang branded yang dia beli untuk menyenangkan kekasihnya tersebut, belum lagi uang yang dia gelontorkan untuk perawatan kecantikan dan jajan wanita itu. “Jo, daripada sama Hera, mending lo deketin cewek model begitu. Dijamin pasti masih ori!” ujar Tio seraya menunjuk salah satu arah dengan dagunya. “Yang mana?” tanya Gerry penasaran. “Yang pakai baju hijau itu,” sahut Tio. Spontan, mereka menoleh dan menatap arah yang ditunjuk pria tersebut. Jonathan tersenyum tipis saat menyadari siapa yang ditunjuk sahabatnya tersebut.“Manis,” ujar Gerry. “Ya udah, lo gebet sana!” sahut Jonathan.“Mana boleh? Silvy mau gue kemanakan?” protes Gerry.“Kali aja lo khilaf,” sahut Tio seraya terkekeh.“Gak akan. Si Jonathan tuh, mumpung jomblo,” sahut Gerry.“Bukan tipe gue!”
Bab 81 Najwa baru saja merebahkan tubuhnya setelah seharian di kampus ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Dengan malas, Najwa pun melangkah dan membukakan pintu. Najwa menelan ludah kasar saat menyadari siapa yang datang. Arum. Ibu Farhan itu menatapnya tajam, seolah Najwa adalah noda yang mencemari hidup putranya. “Kamu masih di sini?” suara Arum terdengar tajam. Najwa tidak langsung menjawab. Ia mencoba menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdegup kencang. “Saya… baru pulang dari kampus,” jawabnya pelan. Arum melipat tangan di dadanya, tatapannya penuh penghinaan. "Jangan pura-pura polos, Najwa. Kamu tahu betul kenapa aku ada di sini. Aku ingin kamu keluar dari kehidupan Farhan.” Najwa mengepalkan tangannya. Ia sudah menduga bahwa Arum tidak menyukainya, tetapi mendengar kata-kata itu langsung dari mulut wanita itu tetap menyakitkan.
Bab 80Dengan penuh semangat, Najwa mengayunkan langkahnya menuju stand yang berjejer rapi. Dia membeli dan mencicipi jajanan tersebut hingga kedua tangannya penuh dengan makanan. Setelah mendapatkan aneka macam camilan dan minuman, dia mengajak Farhan kembali ke mobil dan menikmati jajanan tersebut disana.“Beli jajan segini banyak, apa bisa habis?” tanya Farhan heran.“Kan dimakan berdua,” sahut Najwa.“Gak deh, makasih, kamu saja yang makan,” sahut Farhan seraya melirik jajanan tersebut.“Kenapa? Ini enak lho!” sahut Najwa santai. “Itu makanan tidak sehat.”“Siapa bilang? Tidak semua makan kaki lima tidak sehat. Banyak kok pedagang kaki lima yang higienis,” sahut Najwa.“Tapi tetap saja bahan yang mereka pakai murahan.”“Om pikir bahan murahan tidak sehat? Buktinya aku sampai sekarang masih hidup sehat wal afiat.”“Tapi kurus kering,” ejek Farhan.“Yang penting kan sehat. Ini enak lho!” ujar Najwa seraya mencicipi s
Bab 79Wahana pertama yang mereka kunjungi adalah ombak banyu. Di wahana ini, kita bisa merasakan sensasi terombang-ambing seperti berada di lautan. Setelah puas bermain disana, Najwa mengajak Farhan naik ke wahana kora-kora atau galeon. Wahana yang mirip seperti ayunan raksasa ini cukup memacu adrenalin penumpangnya. Jika kamu pergi ke pasar malam dan mendengar teriakan, bisa dipastikan itu bersumber dari wahana ini.Setelah selesai, Najwa mengajak Farhan ke rumah hantu. Meskipun ketakutan,namun dia terus melangkah dan menyelesaikan tantangan melewati wahana tersebut.“Kalau takut, ngapain masuk?” protes Farhan.“Kan pengen, aku selalu penasaran setiap teman-teman bercerita mengenai wahana-wahana seperti ini,” sahut Najwa. Farhan tak berani protes lagi. Dia paham betul jika gadis di sebelahnya tersebut jarang sekali pergi ke tempat hiburan. Jadi, daripada protes, dia lebih memilih menuruti gadis itu. Dia terus mengikuti langkah gad
Bab 78“Baru pulang?” tanya pria tersebut.“Iya, Om. Om sendiri juga baru pulang?” Najwa balik bertanya.“Iya, tadi jalanan lumayan macet. Gimana acara nontonnya? Seru?” tanya Farhan. Mereka melangkah beriringan menuju unit yang mereka tempati.“Seru banget. Ini pengalaman pertama buat aku!” sahut Najwa.“Kamu belum pernah nonton bioskop?” tanya Farhan heran. Najwa menggelengkan kepala dengan polosnya.“Kan Om tahu sendiri bagaimana kehidupanku. Jangankan buat nonton, bisa makan setiap hari aja sudah syukur!” sahut Najwa. Farhan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Maaf ya, selama disini, saya belum bisa mengajak kamu kemana-mana,” ujar Farhan.“Tidak apa, Om, aku paham kok. Aku tahu Om sibuk,” sahut Najwa.“Bagaimana kalau nanti malam kita jalan-jalan? Gak usah jauh-jauh, kita keliling kota saja!” usul Farhan.“Memangnya Om gak sibuk? Biasanya kan weekend gini Om jalan sama Davin!” ujar Najwa.“Davin sedang ke
Bab 77“Om itu orangnya sibuk kerja,” sahut Najwa.“Hari libur? Weekend?” tanya Maya lagi.“Kadang ngajak aku keluar sih, cuma dia lebih sering menghabiskan waktu dengan anaknya.”“Ow … tinggal sama istri dan anaknya juga?”“Bukan, gak gitu. Jadi, omku dan istrinya itu sudah bercerai dan anaknya ikut istrinya. Gitu,” sahut Najwa memberikan penjelasan. Kedua temannya pun menganggukkan kepala tanda mengerti.“Berarti kamu memang jarang ke luar dong ya. Kasihan banget sih kamu,” ujar Maya.“Gini aja, kalau kamu lagi kesepian, kamu bisa main ke rumahku, nanti aku kasih alamatnya deh. Atau kalau gak, kita yang main ke tempat kamu, gimana?” tanya Maya.“Terima kasih ya. Aku senang sekali karena disini aku bertemu dengan teman-teman yang baik seperti kalian,” ujar Najwa tulus.“Santai saja, aku juga senang kok bisa kenal kamu sama yang lain juga. Entah kenapa, sejak awal bertemu, aku merasa nyaman aja gitu!” sahut Maya.“Idem
Bab 76Sudah tiga bulan Najwa dan Farhan menikah. Hubungan mereka masih sama seperti sebelumnya, namun mereka sudah saling terbiasa dengan hubungan yang terjalin. Tasya pun masih sering berkunjung dan selalu menampakkan wajah penuh permusuhan pada Najwa. Farhan sudah berusaha mengingatkan akan sikap wanita itu, namun tetap saja wanita tersebut tak mau tahu. Dia tetap berusaha membuat Najwa merasa tidak nyaman, syukur-syukur dia mau meninggalkan apartemen sang kekasih.***Sudah satu minggu Najwa masuk kuliah di kampus barunya. Beruntung dia memiliki teman-teman yang baik dan asyik di ajak berteman. Saat ini, dia dan teman-temannya tengah asyik bercengkerama di kantin usai menyelesaikan jam kuliah yang pertama. “Habis ini kalian mau kemana?” tanya Nindy.“Mau langsung balik aja deh, memangnya mau kemana lagi?” sahut Maya.“Nonton yuk! Ada film baru di bioskop!” sahut Nindy.“Aku sih oke aja. Yang lain gimana?” tanya Maya.“Aku iku
BAB 75TETANGGA RESE“Wow ... kita ketemu lagi. Lo tinggal disini juga?” tanya Jonathan dengan wajah tengilnya. Najwa mendengkus dengan kesal, lalu memalingkan wajahnya. Dia tidak menanggapi ucapan pria tersebut. “Atau jangan-jangan lo nguntit gue ya?” “Idih, najis!” sahut Najwa spontan. Mendengar jawaban spontan Najwa, Jonathan terbahak seketika.“Siapa tahu kan lo terpesona sama ketampanan gue!” ujar Jonathan seraya menaikturunkan alisnya. Najwa kembali memalingkan wajahnya. Terjebak dalam lift berdua bersama pria yang dibencinya sungguh memuakkan. Dia ingin segera tiba di apartemennya agar tidak perlu lagi melihat wajah pria di sebelahnya tersebut.Selang tak berapa lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Dengan gegas, Najwa pun melangkah keluar.“Wow ... kita tinggal satu lantai, menarik!” ujar pria tersebut. Najwa menghentikan langkahnya seketika.“Jangan-jangan kamu yang sengaja ngikutin aku ya?” ujar Najwa balik berta