Bab 33
"Saya Lisa Anindya Yudhistira dan saya sudah membuat janji.""Baik, silahkan tunggu sebentar, saya cek dulu.""Maaf, tapi kata asistennya, beliau tidak ada janji dengan orang yang bernama Lisa. Jadi silahkan pulang!" ujar sang resepsionis."Saya membuat janji pribadi. Bisa langsung hubungi beliaunya?" pinta Lisa."Eh, Nona, denger ya. Ini bukan kantor moyang kamu, ngapain nyuruh-nyuruh kami. Makanya, jadi orang gak usah belagu, pakai acara bohong sudah buat janji pribadi segala.""Tahu tuh. Lebih baik kamu pulang saja deh, dari pada nanti diusir sama petugas keamanan," sahut resepsionis yang lain."Saya memang sudah membuat janji pribadi," sahut Lisa kekeuh."Apa buktinya? Kalau memang kamu membuat janji pribadi, bisa dong, menghubungi beliau secara pribadi," sahut resepsi pertama.Lisa tertegun di tempatnya. Pasalnya, dia tidak memiliki nomor ponsel Satria. Mereka kemarin hanya berbincang ringan tanpa semBab 34JEMPUT PAKSA"Ta—tapi, Pak ....""Kenapa? Ada masalah?" tanya Satria dengan wajah dingin."Ti—tidak, Pak. Baik, akan saya serahkan pada Lisa," sahut Salma akhirnya. Dengan berat hati, wanita tersebut pun menyerahkan berkas agenda kegiatan atasannya pada Lisa. Setelah meninggalkan ruangan Satria, Salma beranjak menuju toilet. Dadanya bergemuruh sejak tadi menahan amarah. "S1@l! Bagaimana bisa wanita itu tiba-tiba datang dan merebut posisi yang seharusnya menjadi milikku?" ujarnya dengan geram."Dari mana wanita itu kenal dengan Pak Satria? Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus bisa merebut posisi itu kembali," lanjutnya pada dirinya sendiri.Saat tengah bermonolog, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia pun segera mengambil ponselnya dari saku, lalu menghubungi seseorang.Tuuut ... tuuut ... tuuut ....Panggilan pertama, diabaikan. Panggilan kedua, juga diabaikan. Setelah menunggu beb
Bab 35"Mas Farhan," ujar Lisa lirih."Aku antar pulang," ujar Farhan."Tidak perlu. Aku sudah pesan taksi.""Tolong. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu," pinta Farhan penuh harap."Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan," sahut Lisa dingin."Tidak, Lis. Kita harus bicara, aku mohon.""Cukup. Pergilah!" sentak Lisa dengan suara tertahan. Meskipun kesal, namun dia tidak ingin menjadi pusat perhatian di kantor barunya."Lisa, a—." Ucapan Farhan terhenti kala terdengar suara klakson panjang."Hei, cepat jalan. Mobilmu menghalangi," seru seorang pria dari balik kemudi."Maaf. Sebentar lagi!" seru Farhan."Ayo, aku tidak mau diamuk massa karena membuat kemacetan," ujar Farhan lagi pada Lisa."Bukan urusanku!""Lisa, aku tidak pergi kalau kamu tidak mau ikut denganku."Tin tin tiiin ....Terdengar bunyi klakson panjang membuat suasana semakin riuh dan memanas.Farhan melangkah ke bal
Bab 36 KEGUNDAHAN FARHAN "Jangan membentakku, Mas. Pelakor seperti dia memang pantas diberi pelajaran," sahut Sonya tidak terima."Jaga bicaramu!" "Apa aku salah? Dia berusaha menggoda suamiku, apa aku harus diam saja?" Farhan melirik sekelilingnya sejenak. Kini mereka menjadi pusat perhatian karena keributan yang ditimbulkan oleh istrinya tersebut. Bahkan ada beberapa orang yang dengan sengaja merekamnya."Ayo kita pulang!" ujar Farhan."Gak. Aku harus memberi pelajaran pada pelakor ini!" sahut Sonya."Siapa yang pelakor? Aku atau kamu?" tanya Lisa dengan tenang."Tentu saja kamu. Dasar wanita murahan!" umpat Sonya dengan geram.Lisa tersenyum miring mendengar ucapan wanita di hadapannya tersebut."Siapa yang murahan? Jangan lupa, kalian bertunangan saat statusku masih istri sah Mas Farhan. Jadi, siapa di sini yang sebenarnya pelakor?" ujar Lisa lagi."Kamu!" "Kenapa? Apa aku salah?" ta
Bab 37"Dok, bagaimana kondisi mama saya?" tanya Farhan. Setelah mamanya pingsan tadi, Farhan segera melarikan mamanya ke rumah sakit. Bayangan kehilangan satu-satunya orang tua yang tersisa membayang di pelupuk matanya."Kondisi Ibu Arum sudah stabil. Tolong jauhkan dari kabar yang mengejutkan yang sekiranya membahayakan jantungnya," sahut sang dokter memberikan nasehatnya."Baik, Dok. Terima kasih," sahut Farhan lirih. Setelah kepergian dokter dan perawat, Farhan melangkah menghampiri mamanya. Ditatapnya wanita paruh baya yang tengah terbaring lemah tersebut."Ma, tolong jangan seperti ini. Apakah aku harus terjebak selamanya dalam ikatan yang menyakitkan ini? Asal mama tahu, di sini bukan hanya aku yang tersiksa, tapi Sonya juga," ujar Farhan lirih. Pagi harinya, Sonya terbangun disambut dengan suasana yang sepi. Dia menatap tempat tidur di sebelahnya. Kosong. Bahkan spreinya tampak masih rapi pertanda belum ditempati sang empuny
Bab 38TABRAK LARI"Aku hanya takut, Ma," sahut Sonya."Takut apa?""Takut ... kalau seandainya aku pergi, Mas Farhan akan berpaling sama wanita lain.""Ya sudah, biarin aja. Kamu bisa cari yang baru," sahut mama Sonya santai."Mama ...," rengek Sonya tidak terima dengan jawaban ibu kandungnya tersebut."Habisnya kamu jadi orang bodoh banget. Sudah tahu si Farhan gak pernah cinta sama kamu, masih saja dipertahankan. Cinta boleh, tapi bodoh jangan," omel mamanya."Lagian apa yang kamu pertahankan dari dia? Sudah gak bisa menghargai perasaan kamu, keluarganya benalu lagi.""Tapi kan dia baik, Ma, perhatian juga, gak pernah kasar sama aku," sahut Sonya."Makan tuh perhatian," sentak mamanya dengan kesal. Papa Sonya yang duduk di bangku depan bersama sang sopir, hanya bisa geleng-geleng kepala. Bukan sekali dua kali anak istrinya berdebat untuk hal yang sama. Sayangnya, putrinya yang terlanjur cinta mat
Bab 39"Eh iya, aku belum izin. Satria pasti nyariin kenapa aku belum datang.""Sudah saya izinkan, Nona. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebaiknya Nona istirahat saja," ujar Kenzi."Baiklah kalau begitu." "Em ... pak Kenzi," ujar Lisa setelah hening beberapa saat."Iya, Nona? Ada yang perlu saya lakukan lagi?""Eh, tidak. Aku mau bilang terima kasih karena Pak Kenzi sudah beberapa kali menyelamatkan saya," ujar Lisa tulus."Anda sudah berkali-kali mengucapkan terima kasih, Nona," sahut Kenzi seraya mengulas sebuah senyuman."He .... mau bagaimana lagi. Pak Kenzi sudah banyak membantu saya beberapa hari ini," ujar Lisa."Itu sudah tugas saya, Nona. Kalau boleh saya mengajukan permintaan, ....""Katakan saja. Kalau aku bisa, pasti aku kabulkan," sahut Lisa dengan cepat."Kalau boleh, tolong jangan panggil saya pak. Saya belum setua itu. Anda boleh langsung memanggil nama saja," pinta Kenzi."Em ..
Bab 40Setelah berbincang dengan suamiku di taman rumah sakit, aku meninggalkannya dan melangkah menuju ruangan mertuaku dirawat. Mama dan papa pasti juga masih menunggu di sana."Sudah berpamitan sama suamimu?" tanya papa saat aku datang menghampiri."Sudah, Pa, di taman tadi," sahutku."Sonya, kalau Farhan punya salah, tolong dimaafkan ya!" pinta mertuaku."Maksud Mama apa?" tanyaku pura-pura tidak paham."Namanya orang berumah tangga kan, tidak selalu mulus. Pasti ada aja cobaannya. Kalau Farhan berbuat kesalahan, tolong diluruskan dan dimaafkan," ujar mama mertua lagi."Tergantung kesalahannya sih, Ma. Kalau kesalahan kecil sih tidak masalah, tapi kalau sudah menyangkut perselingkuhan, aku tidak akan memaafkannya," sahutku dengan tegas. Aku ingin melihat apakah mertuaku sudah tahu mengenai keberadaan mantan istri mas Farhan atau belum."Ti—tidak. Mama yakin dia tidak mungkin mengkhianati kamu.""Oya? Bisa jadi kan
Bab 41Satria menatap wanita di hadapannya dengan tajam."Kalau kamu tidak tahu apa-apa, lebih baik diam. Jangan sampai ucapanmu menjadi bumerang untuk kamu sendiri," ujar Satria, lalu melangkah meninggalkan mantan adik ipar Lisa tersebut."Ish, dikasih tahu juga, malah ngeyel. Gimana ya, cara dapetin dia? Biar pun Pak Satria itu dingin, tapi kan tampan, tajir lagi," gumam Salma pada dirinya sendiri.Satria melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Lisa dirawat. Meskipun harus berdebat sengit dengan Kenzi, namun akhirnya dia berhasil mendapatkan nama rumah sakitnya.Satu jam kemudian, dia sudah tiba di lokasi. Dengan tergesa dia segera melangkah menuju ruangan Lisa."Gimana kondisi kamu?" tanya Satria. Diamatinya Lisa yang tengah terbaring dengan beberapa perban di beberapa tempat."Aku gak papa, cuma memang harus nunggu hasil pemeriksaan dokter aja, takutnya ada yang serius. Akhirnya harus rawat inap deh," sahut Lisa.
Bab 82Jonathan tersenyum kecut mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Nyatanya, yang dia ucapkan memang benar adanya. Entah sudah berapa banyak barang branded yang dia beli untuk menyenangkan kekasihnya tersebut, belum lagi uang yang dia gelontorkan untuk perawatan kecantikan dan jajan wanita itu. “Jo, daripada sama Hera, mending lo deketin cewek model begitu. Dijamin pasti masih ori!” ujar Tio seraya menunjuk salah satu arah dengan dagunya. “Yang mana?” tanya Gerry penasaran. “Yang pakai baju hijau itu,” sahut Tio. Spontan, mereka menoleh dan menatap arah yang ditunjuk pria tersebut. Jonathan tersenyum tipis saat menyadari siapa yang ditunjuk sahabatnya tersebut.“Manis,” ujar Gerry. “Ya udah, lo gebet sana!” sahut Jonathan.“Mana boleh? Silvy mau gue kemanakan?” protes Gerry.“Kali aja lo khilaf,” sahut Tio seraya terkekeh.“Gak akan. Si Jonathan tuh, mumpung jomblo,” sahut Gerry.“Bukan tipe gue!”
Bab 81 Najwa baru saja merebahkan tubuhnya setelah seharian di kampus ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Dengan malas, Najwa pun melangkah dan membukakan pintu. Najwa menelan ludah kasar saat menyadari siapa yang datang. Arum. Ibu Farhan itu menatapnya tajam, seolah Najwa adalah noda yang mencemari hidup putranya. “Kamu masih di sini?” suara Arum terdengar tajam. Najwa tidak langsung menjawab. Ia mencoba menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdegup kencang. “Saya… baru pulang dari kampus,” jawabnya pelan. Arum melipat tangan di dadanya, tatapannya penuh penghinaan. "Jangan pura-pura polos, Najwa. Kamu tahu betul kenapa aku ada di sini. Aku ingin kamu keluar dari kehidupan Farhan.” Najwa mengepalkan tangannya. Ia sudah menduga bahwa Arum tidak menyukainya, tetapi mendengar kata-kata itu langsung dari mulut wanita itu tetap menyakitkan.
Bab 80Dengan penuh semangat, Najwa mengayunkan langkahnya menuju stand yang berjejer rapi. Dia membeli dan mencicipi jajanan tersebut hingga kedua tangannya penuh dengan makanan. Setelah mendapatkan aneka macam camilan dan minuman, dia mengajak Farhan kembali ke mobil dan menikmati jajanan tersebut disana.“Beli jajan segini banyak, apa bisa habis?” tanya Farhan heran.“Kan dimakan berdua,” sahut Najwa.“Gak deh, makasih, kamu saja yang makan,” sahut Farhan seraya melirik jajanan tersebut.“Kenapa? Ini enak lho!” sahut Najwa santai. “Itu makanan tidak sehat.”“Siapa bilang? Tidak semua makan kaki lima tidak sehat. Banyak kok pedagang kaki lima yang higienis,” sahut Najwa.“Tapi tetap saja bahan yang mereka pakai murahan.”“Om pikir bahan murahan tidak sehat? Buktinya aku sampai sekarang masih hidup sehat wal afiat.”“Tapi kurus kering,” ejek Farhan.“Yang penting kan sehat. Ini enak lho!” ujar Najwa seraya mencicipi s
Bab 79Wahana pertama yang mereka kunjungi adalah ombak banyu. Di wahana ini, kita bisa merasakan sensasi terombang-ambing seperti berada di lautan. Setelah puas bermain disana, Najwa mengajak Farhan naik ke wahana kora-kora atau galeon. Wahana yang mirip seperti ayunan raksasa ini cukup memacu adrenalin penumpangnya. Jika kamu pergi ke pasar malam dan mendengar teriakan, bisa dipastikan itu bersumber dari wahana ini.Setelah selesai, Najwa mengajak Farhan ke rumah hantu. Meskipun ketakutan,namun dia terus melangkah dan menyelesaikan tantangan melewati wahana tersebut.“Kalau takut, ngapain masuk?” protes Farhan.“Kan pengen, aku selalu penasaran setiap teman-teman bercerita mengenai wahana-wahana seperti ini,” sahut Najwa. Farhan tak berani protes lagi. Dia paham betul jika gadis di sebelahnya tersebut jarang sekali pergi ke tempat hiburan. Jadi, daripada protes, dia lebih memilih menuruti gadis itu. Dia terus mengikuti langkah gad
Bab 78“Baru pulang?” tanya pria tersebut.“Iya, Om. Om sendiri juga baru pulang?” Najwa balik bertanya.“Iya, tadi jalanan lumayan macet. Gimana acara nontonnya? Seru?” tanya Farhan. Mereka melangkah beriringan menuju unit yang mereka tempati.“Seru banget. Ini pengalaman pertama buat aku!” sahut Najwa.“Kamu belum pernah nonton bioskop?” tanya Farhan heran. Najwa menggelengkan kepala dengan polosnya.“Kan Om tahu sendiri bagaimana kehidupanku. Jangankan buat nonton, bisa makan setiap hari aja sudah syukur!” sahut Najwa. Farhan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Maaf ya, selama disini, saya belum bisa mengajak kamu kemana-mana,” ujar Farhan.“Tidak apa, Om, aku paham kok. Aku tahu Om sibuk,” sahut Najwa.“Bagaimana kalau nanti malam kita jalan-jalan? Gak usah jauh-jauh, kita keliling kota saja!” usul Farhan.“Memangnya Om gak sibuk? Biasanya kan weekend gini Om jalan sama Davin!” ujar Najwa.“Davin sedang ke
Bab 77“Om itu orangnya sibuk kerja,” sahut Najwa.“Hari libur? Weekend?” tanya Maya lagi.“Kadang ngajak aku keluar sih, cuma dia lebih sering menghabiskan waktu dengan anaknya.”“Ow … tinggal sama istri dan anaknya juga?”“Bukan, gak gitu. Jadi, omku dan istrinya itu sudah bercerai dan anaknya ikut istrinya. Gitu,” sahut Najwa memberikan penjelasan. Kedua temannya pun menganggukkan kepala tanda mengerti.“Berarti kamu memang jarang ke luar dong ya. Kasihan banget sih kamu,” ujar Maya.“Gini aja, kalau kamu lagi kesepian, kamu bisa main ke rumahku, nanti aku kasih alamatnya deh. Atau kalau gak, kita yang main ke tempat kamu, gimana?” tanya Maya.“Terima kasih ya. Aku senang sekali karena disini aku bertemu dengan teman-teman yang baik seperti kalian,” ujar Najwa tulus.“Santai saja, aku juga senang kok bisa kenal kamu sama yang lain juga. Entah kenapa, sejak awal bertemu, aku merasa nyaman aja gitu!” sahut Maya.“Idem
Bab 76Sudah tiga bulan Najwa dan Farhan menikah. Hubungan mereka masih sama seperti sebelumnya, namun mereka sudah saling terbiasa dengan hubungan yang terjalin. Tasya pun masih sering berkunjung dan selalu menampakkan wajah penuh permusuhan pada Najwa. Farhan sudah berusaha mengingatkan akan sikap wanita itu, namun tetap saja wanita tersebut tak mau tahu. Dia tetap berusaha membuat Najwa merasa tidak nyaman, syukur-syukur dia mau meninggalkan apartemen sang kekasih.***Sudah satu minggu Najwa masuk kuliah di kampus barunya. Beruntung dia memiliki teman-teman yang baik dan asyik di ajak berteman. Saat ini, dia dan teman-temannya tengah asyik bercengkerama di kantin usai menyelesaikan jam kuliah yang pertama. “Habis ini kalian mau kemana?” tanya Nindy.“Mau langsung balik aja deh, memangnya mau kemana lagi?” sahut Maya.“Nonton yuk! Ada film baru di bioskop!” sahut Nindy.“Aku sih oke aja. Yang lain gimana?” tanya Maya.“Aku iku
BAB 75TETANGGA RESE“Wow ... kita ketemu lagi. Lo tinggal disini juga?” tanya Jonathan dengan wajah tengilnya. Najwa mendengkus dengan kesal, lalu memalingkan wajahnya. Dia tidak menanggapi ucapan pria tersebut. “Atau jangan-jangan lo nguntit gue ya?” “Idih, najis!” sahut Najwa spontan. Mendengar jawaban spontan Najwa, Jonathan terbahak seketika.“Siapa tahu kan lo terpesona sama ketampanan gue!” ujar Jonathan seraya menaikturunkan alisnya. Najwa kembali memalingkan wajahnya. Terjebak dalam lift berdua bersama pria yang dibencinya sungguh memuakkan. Dia ingin segera tiba di apartemennya agar tidak perlu lagi melihat wajah pria di sebelahnya tersebut.Selang tak berapa lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Dengan gegas, Najwa pun melangkah keluar.“Wow ... kita tinggal satu lantai, menarik!” ujar pria tersebut. Najwa menghentikan langkahnya seketika.“Jangan-jangan kamu yang sengaja ngikutin aku ya?” ujar Najwa balik berta
Bab 74"Sayang, tunggu!" seru Tasya tidak terima ditinggalkan."Sayang!" seru Tasya lagi. Sayangnya, Farhan tidak mengindahkan seruan tersebut. Dia justru mengunci diri di dalam kamarnya."Ish, nyebelin!" gerutu Tasya. Dengan kesal, dia menghentakkan kakinya seraya melangkah menuju dapur.“Hei, kamu!” seru Tasya pada Najwa. Merasa mendengar suara, Najwa pun berbalik dan melihat keberadaan kekasih sang suami yang tengah berdiri tidak jauh dari posisinya.“Saya?” tanya Najwa memastikan.“Tentu saja. Memangnya disini ada orang lain selain kamu,” ujar Tasya dengan kesal.“Ada apa?” tanya Najwa. Dia malas meladeni sikap kasar dan tidak bersahabat wanita di hadapannya tersebut."Jangan coba-coba menggoda Mas Farhan karena kami akan segera bertunangan. Meskipun kamu keponakannya, aku gak bisa percaya sama kamu begitu saja," ujar Tasya dengan ketus."Terserah!" sahut Najwa dengan jengah, lalu melangkah meninggalkan wanita tersebu