"Honey, bagaimana kalau kita menikah?" tanya Leo saat keduanya sedang menikmati udara pagi hari di villa milik Leo.
"Kamu bercanda?" tanya Andien tertawa. Sejujurnya, ia belum memikirkan untuk ke arah san. Andien hanya ingin menjalani hubungan dengan seseorang yang membuatnya nyaman. Dulu Fabio yang selalu membuatnya nyaman. Namun, sejak kejadian itu. Andien mulai tidak yakin dengan semua hubungan baru, termasuk hubungannya dengan Leo.
"Aku tidak bercanda, Honey. aku ingin secepatnya menjadikan kamu ratu di hati dan di istanaku." Leo meraih tangan Andien dan mengecupnya. Andien terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa? Saat ini hatinya masih saja bimbang dan ragu dengan semuanyang ia lakukan. Ia masih mengharap keajaiban terjadi dan membuatnya bisa kembali pada Fabio.
"Aku tau, kau sepenuhnya belum bisa melupakan pria yang kau cintai. Tapi, aku yakin dengan semua yang kulakukan untukmu aku akan membuatmu berpaling dariku dan perlahan mulai menerimaku," ungkap L
"Kapan kalian kembali?" sambut Andien saat tahu, Samuel dan Fabio telah kembali."Kemarin malam," sahut Samuel."Apa ada oleh-oleh untukku?" pinta Andien."Dariku? Tidak ada!" seru Samuel.Andien menekuk wajah kesalnya."Tapi, Fabio ada sesuatu untukmu," lanjut Samuel."Benarkah?" Andien menoleh ke arah Fabio.Tidak lama kemudian, Fabio mengeluarkan seekor anak anjing dari belakang tubuhnya."Lucu sekali!" seru Andien yang langsung menghampiri Fabio."Kamu suka?" tanya Fabio.Andien hanya menganggukkan kepalanya."Namanya Leo," sela Samuel.Andien menautkan kedua alisnya. "Apa maksudmu?""Bukan aku yang memberikannya nama. Tapi, nama itu diberikannya padanya oleh pemilik toko tempat kami membeli," jelas Samuel."Tidak! Aku akan mengubah namanya!" seru Andien tidak terima, jika anak anjing ini diberi nama Leo."Lalu kau akan memberinya nama apa?" tanya Samuel."Aku akan mem
"Kau kemana saja, Honey? Beberapa hari ini aku mencarimu," tanya Leo lembut."Maafkan aku, aku dan kelima saudaraku pergi berlibur dan aku lupa memberitahumu," ucap Andien."Kau tidak mengajakku? Kau jahat sekali," rajuk Leo."Maafkan aku, aku hanya tidak mengira jika mereka merencanakan ini semua. Semuanya seba tiba-tiba," pujuk Andien."Baiklah, aku memafkanmu," ucap Leo tersenyum."Kau bilang tadi saat di telepon, ada kejutan untukku," cetus Andien."Ah ya, aku hampir lupa!" sahut Leo. Leo pun memberi kode pada anak buahnya untuk membawa kejutan itu keluar."Suprise!" seru Leo.Andien terkejut saat melihat kejutan yang dikatakan Leo."Mama!" gumam Andien pelan."Ya, Sayang! Ini, Mama." Dience mendekati putrinya. Putri yang pernah ditinggalkannya bersama mantan suaminya demi mengejar karir dan ambisinya.Andien masih terpaku, saat Dience memeluknya. Ada rasa asing saat Andien dalam pelukannya. Tidak a
Andien kurang menikmati makan bersama Mama dan Leo. Keduanya terlihat asyik membicarakan sesuatu hal yang sama sekali Andien tidak pahami. Setelah selesai, Leo meminta anak buahnya untuk mengantarkan Dience kembali ke apartemennya. Kemudian, Leo sendiri membawa Andien kembali ke kediamannya."Aku akan menjemputmu untuk makan malam!" seru Leo."Maaf ... malam ini aku tidak bisa ikut denganmu," ucap Andien."Mengapa?" tanya Leo heran."Tadi pagi, aku telah berjanji dengan kelima saudaraku, kalau malam ini kami akan makan malam bersama," ungkap Andien."Apa? Tapi, kan kau bisa membatalkannya dan makan bersamaku dan mamamu!" hardik Leo."Maaf! Kalau untuk membatalkanya, aku tidak bisa!" tolak Andien."Tapi, momen langkah kamu dan mama kamu, Honey," ucap Leo setengah memaksa."Aku tau. Tapi, aku tidak bisa membatalkan janji bersama mereka," putus Andien."Kalian bisa setiap saat makan bersama, sebab kalian setiap hari bertemu,"
"Tidak, Ma! Aku tidak mau menikah!" seru Andien, menolak usulan Mamanya untuk menikah dengan Leo."Mengapa, Ndien? Bukankah, kalian sudah menjalin hubungan yang serius?" ucap Dience."Ma, aku dan Leo memang mejalin hubungan. Tapi, bukan bearti aku akan menikah dengannya, Ma!" hardik Andien."Lalu apa masalahnya, Andien?" ucap Dience."Ma, aku belum siap untuk berumah tangga," tegas Andien.Dience terkejut mendengar keputusan Andien. Ia pun mulai melemah dan berusaha membujuknya, agar Andien mau mengatakan alasan penolakannya."Pokoknya, aku belum siap untuk menikah, titik." tegas Andien dan meninggalkan Dience di kamarnya.Dience terkejut melihat sikap tegas Andien. Ia tidak menyangka, jika sikap tegas Antonio menurun pada putrinya.****Mark, mulai panik. Ia sangat ketakutan, jika ia menjadi salah satu yang di curigai. Diam-diam, Mark menemui Leo di tempat biasa mereka bertemu."Ada hal apa, Mark? Mengapa kau ingin
Fabio tersadar, saat mendengar tawa bayi yang tidak jauh darinya. Perlahan tapi pasti, Fabio membuka matanya. Sebuah senyum menyejukkan mata. Fabio membalas senyum Charlote."Kau sudah bangun?" tanya Siera membawa nampan berisi sarapan dan meletakkannya di dekat Fabio."Pukul berapa sekarang?" tanya Fabio."Pukul tujuh pagi," sahut Siera."Apa?" Fabio bergegas memakai jas dan merapikan penampilannya."Kau mau ke mana?" tanya Siera saat melihat Fabio beranjak dan bergegas akan pergi."Aku akan pulang!" seru Fabio."Tapi, mengapa?" protes Siera."Tapi, mengapa apa maksudmu?" Fabio menatap Siera heran."Mengapa kau harus pulang? Bukankah, ini juga rumahmu, sedangkan aku dan Charlote adalah keluargamu?" ucap Siera."Tidak! Ini bukan rumahku dan kau, juga bukan keluargaku," tegas Fabio."Kenapa, Fab. Kenapa?" pekik Siera. Ia telah tidak tahan dengan keadaan ini. Siera benar-benar lelah dan ingin menyerah dengan ke
"Sampai kapan, kau akan menggantungku seperti ini, Honey?" tanya Leo lembut sembari menyibakkan rambut ke telinga Andien."Menggantung bagaimana maksudmu?" sahut Andien."Honey, aku sungguh mencintaimu dan aku ingin segera menjadikanmu istriku. Tapi, kamu selalu menolakku," kata Leo sendu.Andien tersenyum dan menangkup wajah tampan Leo. "Aku juga mencintaimu. Tapi, aku juga belum siap untuk itu,""Sampai kapan kamu siapnya, Honey?" tanya Leo lagi."Aku belum tau. Hanya saja saat ini aku masih....""Kamu masih belum bisa lepas dari masa lalumu, kan?" tebak Leo.Andien terdiam, mungkin apa yang Leo katakan ada benarnya? Sampai saat ini, ia masih mencintai Fabio. Entah mengapa, ia masih saja berharap suatu saat mereka bisa kembali bersama."Bukan begitu, aku hanya belum siap untuk terikat saat ini," kilah Andien."Benar dugaanku, kamu memang tidak pernah mencintaiku," keluh Leo kesal."Itu tidak benar, Leo. Ak
Beberapa waktu pun berlalu, Leo mulai resah. Sebab, Andien belum mengiriminya kabar. Padahal, gadis itu berjanji akan memberinya jawaban tentang perasaannya."Hubungi, Mark. Tanya padanya, mengapa gadis bodoh itu tidak menelponku?" Leo berkata dengan tegas.Asistennya hanya mengangguk pelan."Tuan, Mark mengatakan. Jika, nona Andien sedang ujian akhir dan dia sengaja mematikan ponselnya. Agar bisa fokus pada ujiannya," ucap sang asisten menjelaskan."Oh, jadi begitu. Baiklah, kali ini aku memaklumi," sahut Leo tenang. Entah mengapa ada rasa lega di hatinya? Saat mendengar jika Andien baik-baik saja. Sebelumnya, ia merasa sangat khawatir. Leo sendiri, tidak mengerti dengan perasaannya."Siapkan mobil, aku ingin menemui Andien di kampusnya." ucap Leo meninggalkan ruangannya.Mobil Leo berhenti tepat di depan gerbang kampus."Sudah lama aku tidak datang ke tempat ini." Leo turun dan berjalan masuk ke dalam area kampus. Leo melangkah dengan mata
Sepanjang perjalanan, Andien diam dan memalingkan wajahnya keluar jendela. Hingga tiba di rumah, ia meminta pelayan membawa barang belanjaannya dan langsung masuk ke kamarnya."Ada apa, Fab?" tanya Lucas, saat melihat Andien yang pulang dengan wajah memerah karena marah."Entahlah," jawab Fabio bingung."Bukannya, waktu kalian berangkat tadi masih baik-baik saja?" lanjut Lucas."Itu yang menjadi pertanyaanku," Fabio menatap kamar Andien."Biarkan saja dulu, nanti aku akan bicara padanya," Lucas mencoba menghibur saudaranya.Fabio mengangguk pelan, ia pun kembali ke kamarnya.Di kamarnya, Andien kembali melihat video kiriman seseorang yang tidak ia kenal. Desahan terdengar keluar dari mulut sang wanita. Sedangkan si pria, tidak terdengar suaranya."Siapa yang meringimkan ini padaku?" gumam Andien.Ia memainkan ponselnya, sembari berpikir. "Apa yang harus aku lakukan?" Andien duduk di lantai, di samping ranjangny