Quinn sudah tertidur sejak sampai di rumah, orangtuanyapun mengatakan tidak perlu menunggu pukul dua belas malam untuk menyaksikan Flowernya mekar, karena dengan istirahat yang cukup, maka bunganya akan tumbuh dengan baik. Quinn mengikuti perkataan orang tuanya. Lagipula, menurut buku yang ia baca saat Flower mekar rasanya cukup menyakitkan, dengan tidur, ia bisa mengabaikan rasa sakit itu. Di tengah malam, Quinn terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara dari lantai bawah rumahnya. Gadis itu bangkit untuk melihat jam. Pukul sebelas lewat tiga belas menit. Lebih dari setengah jam sebelum tengah malam. Ia menunggu untuk beberapa saat, jika sesuatu terjadi, alarm akan berbunyi, ayah dan ibunya akan terbangun. Anehnya tidak ada satupun yang terjadi, suasana malam itu terlalu sunyi, terlalu hening padahal suara yang membangunkannya begiu keras. Gadis remaja itu turun dari kasurnya, dengan langkah yang sangat pelat dan berhati-hati. Rumah mereka tidak memiliki pelayan ataupun robot
"Ayah!!""Yo! mati satu!" sorak pria yang berkepala plontos. Ia tertawa seraya menendang tubuh Edmund yang sudah tidak bergerak."Kita bisa membunuhnya sejak awal jika kau tidak bermain-main." ujar rekannya, menghisap rokok yang mengepulkan asap. Malam itu, terlalu sunyi dan gelap sedangkan seluruh matanya hanya tertuju pada tubuh sang ayah yang sudah tergeletak tidak bernyawa.Helen menahan lengan putrinya yang hendak menghampiri jasad sang suami. Hatinya terluka, melihat suaminya yang sudah tidak bernyawa, tetapi ia tidak ingin putrinya bernasip sama."Quinn, kita harus pergi dari sini." Quinn menolak, mencoba melepaskan tangan sang ibu. Ia sudah berteriak sekuat tenaga dengan isak tangis yang memekakkan.Pria tinggi yang memegang puntung rokok melepaskan tembakan tepat ke arah kaki Quinn. "Kalian berdua, kalian bergerak dari sini, aku akan mengirim kalian ke neraka." ujarnya.Helen jatuh berlutut dan memehon, "aku mohon jangan lakukan apapun pada putriku. Kau boleh menyiksaku tetap
Quinn berada dalam posisi yang sama hingga pagi datang. Tubuhnya dingin, tangannya tidak berhenti menggenggam tangan kedua orang tuanya. Matanya yang cerah nampak kosong, memandang pada cahaya mentari yang terbit di kejauhan. Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah pagi yang sama, hari yang sama, seperti yang sebelumnya, namun bagi gadis enam belas tahun itu, itu adalah pagi dimana ia menjadi pribadi yang berbeda. Pagi yang menjadi awalan dari mimpi buruknya yang tidak akan bisa ia lupakan hingga kapanpun. Jika bukan karena kedatangan Harries Dariel yang sedang mengunjungi kakak perempuannya dan ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk ponakannya, mungkin mereka akan menemukan enam mayat tidak bernyawa di kediaman keluarga Knox. Sebab keadaan Quinn sudah sangat kritis. .... "Aku menghabiskan waktu berbulan-bulan di rumah sakit jiwa. Mereka mengurungku di dalam ruangan serba putih selama bertahun-tahun. Di tahun pertama, aku seperti kehilangan diriku, larut dalam mimpi yang sama,
Xavier menangkup wajah Quinn pada telapak tangannya yang besar. Menahan wajahnya untuk memperdalam ciuman yang mereka bagi. Quinn mengalungkan lengannya di leher sang pria, dengan sangat kikuk mengikuti setiap ciuman yang suaminya berikan. Hari ini ia dengan percaya diri memanggil Xavier sebagai suaminya. Itu adalah ciuman yang lembut nan pelan serta hangat. Bersatu untuk mengutaran perasaan masing-masing, membuat Quinn merasakan perasaan menggelitik di perutnya, ia mengeratkan rengkuhan di leher sang jendral. Wajah mereka terpisah, dua mata dengan warna yang berbeda hanyut dalam keindahan masing-masing, dari dekat, Quinn meneliti setiap lekuk wajah Xavier. Ada banyak perasaan yang tidak dapat diucapkan oleh kata-kata, apalagi ketika Xavier menemukan jika dirinya sudah menumbuhkan rasa yang sangat besar untuk Quinn, kepada wanita yang selalu memasang dinding tinggi diantaranya, hingga tidak ada yang bisa mendekatinya. Seorang wanita yang sangat kuat, setelah mengalami banyak hal y
Tidak seperti perjalanan ketika menuju Beast Planet bersama kapal luar angkasa dan anggota Sky Eagle Legion yang tenang, perjalanan kembali ke Soul Planet yang hanya bersama dengan jenderal Xavier Knox adalah perjalanan terburu-buru yang jauh dari kesan santai. Xavier tidak ragu membawa kapal itu melewati jump berkali-kali, melaju dengan cepat di antara angkasa yang gelap. Entah beberapa lama perjalanan yang mereka lakukan dari panet KL-O1, akhirnya, Quinn dan Xavier sampai di planet mereka tanpa gangguan. Xavier mencoba menghubungi pusat militer, "Markas, apa kalian mendengarku?" sang jenderal sudah memastikan jika alat komunikasi pesawat itu masih bisa untuk digunakan, hanya saja masih memerlukan berkali-kali panggilan agar bisa terhubung. "Jenderal?" tanya suara dibalik panggilan. "Ya, ini aku." Suara penuh semangat terdengar dari sisi lain paggilan, "jenderal! Kau kembali. Tunggu, aku harus memastikan anda bisa mendarat dengan selamat." Suara di balik panggilan tidak familiar u
"Pastikan seluruh tamu yang hadir malam ini selamat." Darian bersama dengan Andrian beserta beberapa prajurit dengan cepat mengevakuasi para tamu yang menghadiri pesta penutupan pemilihan jenderal Xavier Knox yang terkenal. "Kenapa markas tidak memberikan peringatan terlebih dahulu? Apa kita kecolongan?" ujar Darian pada dirinya sendiri, begegas untuk menyuruh semua prajurit yang sedang siaga untuk datang ke kediaman keluarga Knox. ia juga harus memastikan mecha milik Andrian dan Xavier siap untuk digunakan sekarang juga. Di tengah hiruk pikuk dan keramaian Lizard dimana-mana, pria yang merupakan asisten pribadi jenderal Xaveir itu juga membunuh beberapa Lizard yang terlalu dekat dengan para tamu. Rumah kelaurga Knox sangat aman, selama para tamu mengikuti instruksi dengan baik, maka tidak akan ada korban jiwa. Hologramnya berbunyi, wajah salah satu prajurit yang bertugas di markas langsung muncul dari hologram itu. "Kirim pasukan ke sini, dan siapkan mecha milik jenderal, jenderal
Quinn Flos— yang sekarang telah menjadi bagian dari keluarga Knox turun dari spacecar di depan gerbang istana Crescere yang megah. Bersama jenderal Xavier Knox, sang pelindung Soul Planet, ia berdiri di tempat yang belum eprnah ia kunjungi seumur hidupnya. Semenjak pemerintahan Ratu Luxiana, istana tertutup untuk khalayak. Selain keluarga kerajaan, dan mereka yang mendapatkan ijin, tidak ada yang diperbolehkan untuk masuk ke dalam istana.Dua orang penjaga di depan gerbang menghentikan langkah mereka untuk masuk, Xavier memutar bola matanya dan Quinn sekarang tahu, bahkan untuk seorang jenderalpun tidak bisa masuk ke dalam istana menemui sang raja sesuakanya."Aku ingin bertemu dengan Raja Daniel III. Katakan, jenderal Xavier ingin bertemu dengannya." dua orang penjaga itu tidak memiliki perubahan wajah yang berarti, keduanya seperti robot ketika menyampaikan permintaannya melalui hologram."Biarkan dia masuk." suara itu bukan milik sang raja, melainkan sebuah suara seorang pria yang
Mata yang terkejut menjadi mata yang suram dan gelap. Tanpa peduli dengan luka dan rasa sakit yang ia rasakan, Xavier yakin bahwa pria tua yang selalu bersama Daniel III bukanlah orang biasa— atau bukan makhluk biasa."Tetapi mengapa...?" di belakang, Quinn bertanya, tubuhnya bergetar sedangkan tangannya terkepal dengan erat di sisi tubuhnya."Apa yang bisa aku lakukan? Tempat ini sejak awal memang bukan milikku, maka aku akan melakukan apapun untuk mempertahankannya. Sejak awal Liliy of the Valley hanyalah sebagai penjaga Sacret Tree, tidak ada peraturan yang mengatakan kalian adalah orang yang menduduki tahta raja. Itu yang ibuku katakan, dan melenyapkan semua keturunan Lily of the Valley yang tersisa. Termasuk ibumu, termasuk dirimu.""Sebagai tambahan, kami memanggil mereka yang memiliki tanda penjaga Sacret Tree sebagai Lily of the Valley." Dengan pelayan setianya yang berdiri di hadapannya sebagai pelindung, Daniel III tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Berkata tanpa jika sa