Share

Life Hates Me
Life Hates Me
Author: V I L

Bab 1

Author: V I L
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi ini langit berwarna biru cerah dan sedikit berawan. Tanaman hijau yang asri menghiasi sekitar jalan setapak yang dilalui banyak orang dengan seragam sama persis. Mereka adalah murid SMP Bibit Kasih, termasuk aku.

Tiba-tiba aku mendapatkan sebuah tepukan yang tidak begitu keras pada ransel yang menggantung pada punggungku. Aku pun membalikkan badanku ke belakang untuk melihat siapa yang menepuk ranselku.

"Freya! Selamat pagi!" sapa seorang gadis seumuranku yang tingginya 10 cm lebih pendek dariku. Dia memiliki rambut hitam bergelombang dan memiliki kulit yang jauh lebih putih daripada aku. Senyuman lebar terpasang pada bibir merah mudanya.

"Vania~ Tumben hari ini kamu datang cepat," sahutku sambil membalas tepukannya pada ransel merah mudanya. Vania adalah sahabatku. Sudah 2 tahun kami bersahabat, yaitu sejak kelas 7.

"Ya, hari ini aku bangun lebih awal karena salah satu anak perempuannya mamaku mengamuk gara-gara ada yang memakan kuenya. Menyebalkan banget deh tuh anak," kesalnya.

"Bisa-bisanya kamu mengatai kakakmu begitu, padahal dia lebih tua darimu," komentarku sambil tertawa kecil.

Vania mendengus kesal dan membalasku. "Percuma lebih tua dariku kalau sikapnya kekanakan."

Tawaku semakin tak tertahankan saat mendengar perkataannya. 'Dia tidak sadar kalau sikapnya tak jauh kekanakan dari kakaknya.'

Tiba-tiba Vania tersandung sesuatu dan terjatuh ke depan. Sebelum aku menangkapnya, seseorang yang berada di belakang menangkap dia terlebih dahulu sehingga dia tidak jadi terjerembab.

"Selamat pagi, Vania!" sapa orang yang menangkap Vania. Lelaki itu sedikit membungkukkan badannya untuk menyesuaikan tingginya dengan Vania yang pendek.

"Jonathan? Kamu gila, ya?! Siapa yang menyapa orang lain dengan cara seperti itu!" seru Vania setelah menstabilkan pijakannya.

"Selamat pagi juga untukmu, Freya~" Jonathan mengabaikan Vania dan menyapaku.

"Hai~" sahutku singkat. Jonathan juga adalah sahabatku. Vania yang mengenalkannya denganku dan kami bertiga pun bersahabat sampai sekarang. Terkadang energiku terkuras karena bersahabat dengan duo extrovert itu.

"Wow, Kamu mengabaikanku yang hampir mencium jalanan dan malah menyapa Freya?! Dasar pilih kasih! Dimana keadilan untukku?!" protes Vania yang mengundang tawaku dan Jonathan.

Jonathan mencolek-colek pipi tembamnya Vania. "Kenapa? Kamu mau aku bersikap lebih baik denganmu? Oke~ Hamba meminta pengampunan kepada yang mulia Ratu Cebol dan bersumpah akan bersikap lebih baik lagi~"

"Hentikan itu, dasar gila!" Vania menepis jari telunjuknya Jonathan.

Jonathan berhenti mengganggu Vania dan bertanya, "Ngomong-ngomong, kalian sudah mengerjakan PR Matematika?"

"Aku sudah kerjakan dari waktu pak Mulyadi kasih tuh PR." Aku menyombongkan diriku karena bisa menyelesaikan PR itu di hari yang sama pekerjaan rumah itu diberikan.

"Wow, seperti yang diharapkan dari Freya; selalu mengerjakan PR secepat mungkin tanpa menunda-nunda~" puji Jonathan.

"Kalau begitu, nanti ajari aku bagian yang tidak kumengerti. Sebagai gantinya, aku akan membelikan minuman untukmu. Bagaimana menurutmu?" lanjutnya bertanya kepadaku.

"Oke~ Aku akan memilih yang paling mahal, tidak apa-apa, kan?" balasku yang dibalas dengan isyarat tangan 'OK'.

"Apa kamu sudah mengerjakan PR mu, Vania?" tanyaku pada gadis yang berjalan di samping kiriku.

"Jelas sudah dong!" jawabnya dengan bersemangat dan mengangkat tinggi tangan kanannya. Aku sudah menduga jawaban darinya. Dia juga anak rajin sepertiku dan jauh lebih pintar daripada aku dan Jonathan.

Kami berjalan menuju kelas bersama-sama sambil bercanda gurau. Tidak biasanya kami berbarengan saat berjalan menuju kelas karena biasanya aku duluan datang, lalu disusul oleh Jonathan, dan kemudian Vania. Waktu terasa berlalu dengan cepat selagi melangkah sambil mengobrol dengan sahabat.

Di kelas, Vania dan Jonathan menarik kursinya ke mejaku. Aku mengajari bagian yang tidak dipahami oleh Jonathan. Terkadang Vania membantuku menjelaskan materinya kalau Jonathan masih tidak mengerti dengan penjelasanku.

"Apa kamu mengerti?" tanyaku pada Jonathan.

"Uh ... begini, kan?" jawabnya kurang yakin.

Aku mengoreksi jawabannya. "Ya, betul."

"Hore! Akhirnya selesai!" seru Jonathan sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang lucu.

Jonathan menurunkan kedua tangannya dan meletakkan lengannya di meja. "Penjelasanmu lebih mudah dipahami daripada waktu pak Mulyadi menjelaskan. Sepertinya aku harus sering-sering bertanya kepadamu kalau ada yang tidak kumengerti~"

"Boleh, tetapi ingat, seleraku mahal lho," balasku sambil tertawa kecil.

"Kamu ... kamu orangnya suka mengatakan hal mengerikan sambil tersenyum, ya?" tanya Jonathan sambil memeluk dirinya sendiri.

Vania berdeham sehingga perhatianku dan Jonathan tertuju ke arahnya. "Kalian tidak lupa kalau aku masih ada di sini, kan?

"Selain itu, aku juga membantu Freya mengajarimu! Kenapa kamu tidak memujiku juga?!" protes Vania sambil menunjuk-nunjuk Jonathan.

Jonathan tertawa dan mengacak-acak rambut Vania. "Maaf~ Kamu terlalu pendek, makanya aku sampai tidak sadar kalau kamu masih ada di sini."

"Apa hubungannya tinggi badanku dengan keberadaanku?!" protes Vania lagi sambil menepis tangan Jonathan yang mengacak rambutnya.

Aku melerai mereka. "Sudahlah, jangan mengerjai Vania terus~"

"Dengar tuh apa kata Freya!" ucap Vania.

Tanpa aba-aba, Vania memelukku dengan erat. Aku tersentak kaget lalu tertawa kecil dan merapikan rambut Vania yang berantakan. Kulihat Jonathan yang duduk di samping kananku tersenyum miring dan menghembuskan napas kesal.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan persiapan untuk kontes fashion show mu nanti, Freya?" tanya Vania yang kini sudah melepaskan pelukannya dariku.

Aku mengangkat bahuku dan menjawab, "Entahlah, kamu 'kan sudah tahu kalau selera fashion ku itu buruk. Kenapa pula waktu itu kamu menunjukku untuk mewakili kelas kita?"

"Habisnya kamu yang punya bentuk tubuh paling ideal di kelas; tinggi, tidak terlalu kurus dan tidak gemuk juga," jawab Vania. Mata hitamnya bergantian menatapku dan badannya sendiri.

"Plus wajahnya Freya cantik," tambah Jonathan.

"Ya, wajahnya Freya cantik, tetapi wajahku juga tidak kalah cantik!" ujar Vania tidak mau kalah.

"Kata cantik tidak cocok untukmu. Kamu lebih cocok disebut imut," sanggah Jonathan sambil mencengkeram kedua pipi Vania dengan telapak tangannya yang besar.

"Weh, lepashin tanganmuh!" perintah Vania dengan suara yang kurang jelas.

Jonathan melepaskan cengkeramannya dari pipi Vania sambil tertawa lepas. Vania memegangi pipinya sendiri dan menatap tajam lelaki yang duduk di samping kananku. Aku dapat melihat percikan listrik dari mata mereka yang saling bertatapan.

Vania mengalihkan pandangannya ke arahku. "Freya, sore ini kamu tidak sibuk, kan? Ayo ke mall! Kita beli baju buat lomba fashion show mu!"

"Oke~" Aku menganggukkan kepalaku menerima ajakannya.

"Aku ikut!" seru Jonathan sambil mengangkat tinggi tangan kanannya.

"Cowok tidak usah ikut! Tahu apa kamu tentang fashion cewek?" balas Vania sambil menyilangkan tangannya di dada.

Mereka berdua pun adu mulut dengan sengit. Mereka baru berhenti ketika guru SBK memasuki ruangan kelas ini. Akhirnya keadaan kembali tenang dan aku bisa terbebas dari kedua extrovert itu.

Related chapters

  • Life Hates Me   Bab 2

    Bel pulangan berdering, menggema ke seisi ruangan kelas. Semua murid berdiri dari kursinya dan mengucapkan terima kasih kepada guru yang baru saja mengajari mereka. Kelas yang tadinya hanya diisi dengan suara guru, kini kelas bising dengan suara siswa dan siswi yang kelelahan."Sumpah, tadi pak Mulyadi seram banget pas nunjuk aku buat kerjakan pertanyaannya di papan tulis," gerutu seseorang yang suaranya terdengar sangat dekat denganku.Sontak aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Jonathan berdiri di belakangku. Dia memegangi punggung kursiku dan membungkukkan badannya sehingga wajah kami berdekatan. Aku jadi salah tingkah dan menarik badanku menjauh darinya.Sekilas kulihat dia tersenyum kepadaku sebelum menjauhkan wajahnya dariku dan melanjutkan keluh kesahnya. "Padahal aku duduk hampir di paling belakang, bisa-bisanya dia melihatku dan menunjukku!"Vania menertawai Jonathan dan mengejeknya. "Kamu lagi apes kali. Aku sama Freya aja tidak ditunj

  • Life Hates Me   Bab 3

    Kulangkahkan kakiku melalui lorong yang menghubungkan banyak kelas. Kulihat dekorasi warna-warni yang menghiasi semua kelas dengan tema yang berbeda-beda. Murid-murid mengenakan pakaian bebas, berlalu-lalang mengunjungi stand bazaar kelas lain.Kudengar seseorang memanggil namaku dengan suara nyaring. Kulihat sebuah tangan melambai-lambai di depan sana. Aku tidak dapat melihat wajahnya karena dia tenggelam di antara siswa-siswi yang lebih tinggi daripada dia. Namun, aku tahu siapa yang memanggilku dari suaranya.Kuhampiri dia dan menyapanya. "Vania~ Selamat pagi~""Selamat pagi, Freya!" sahutnya sambil tersenyum lebar."Tumben kamu datang lebih cepat dariku," ujarku sambil melihat jam pada layar telepon pintarku yang menunjukkan pukul 07.11."Tentu saja aku harus datang cepat! Aku 'kan harus mendandani kamu untuk lomba fashion show mu!" balasnya sambil menyibakkan rambutnya yang bertengger pada bahunya ke belakang.Tanpa aba-aba, dia menarik

  • Life Hates Me   Bab 4

    Semua orang berebutan ingin melihat jari kakiku yang 'unik'. Sesudah melihatnya, mereka langsung menatapku dengan jijik atau takut lalu saling berbisik kepada satu dengan yang lainnya.Aku berusaha menggerakkan tubuhku yang mematung saking syoknya. Aku ingin kabur dari sini. Masa bodoh dengan lomba fashion show, lebih baik aku segera menghilang dari hadapan mereka. Kubalikkan badanku dan melangkah menuju balik panggung dengan cepat.Akan tetapi, aku tersandung di permukaan yang datar ini karena sangat panik. Aku ambruk di atas panggung yang dilapisi oleh karpet berwarna biru tua. Suara bisikan orang-orang yang menontonku semakin terdengar jelas di telingaku."Ternyata si Freya cacat, ya.""Ini pertama kalinya aku melihat orang berjari 11."Aku mengepalkan tanganku dengan erat. Aku ingin keluar dari sini secepatnya. Namun, kedua kaki dan tanganku mengkhianatiku. Mereka sama sekali tidak dapat kugerakkan. Rasanya ada lem yang membuat lengan dan lutut

  • Life Hates Me   Bab 5

    Rambutku semakin ditarik oleh Celestine. Rasanya rambutku akan tercabut sampai ke akar-akarnya. Aku tak kalah menarik rambut Celestine hingga membuatnya menjerit kesakitan. "Dasar cewek gila!" umpatnya kepadaku. "Guys, jangan nonton saja! Tolong aku melepaskan cewek gila ini!" Dia berteriak meminta tolong kepada anggota gengnya. Empat siswi yang tadi hanya menonton dan merekam aksi jambak-jambakkan kami mulai membantu Celestine. Mereka memisahkan aku dari pemimpin geng mereka. Aku didorong hingga terjungkal ke belakang. Punggungku menabrak kaki meja yang keras di belakangku. Aku merintih dan memegangi punggungku yang sakit. Kulihat di lantai ada bayangan besar bergerak mendekatiku. Aku mengangkat wajahku dan mendapati Celestine beserta kawan-kawannya berdiri di depanku bagaikan tembok yang sulit ditembus. Celestine berjongkok di depanku dan menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang dengan jarinya. Celestine mengangkat tangan kanannya dan

  • Life Hates Me   Bab 6

    Vania dan Jonathan masih tidak meresponsku. Mereka hanya menatapku dengan tatapan yang tidak mengenakan. Tak lama kemudian, Vania membalikkan badannya dan melangkah keluar dari ruangan ini. Melihatnya yang akan pergi meninggalkanku tanpa menolongku membuatku secara tanpa sadar berlari menghampirinya. Kedua kakiku bergerak dengan sendirinya menuju kemana Vania melangkah. Orang-orang yang menghalangi jalan langsung membukakan jalan untukku. "Tunggu, Vania ...!" panggilku dengan putus asa. Begitu aku berhasil mengejarnya, aku meraih tangan kirinya dan menggenggamnya dengan erat. Namun, dia menyibakkan tangannya dengan kasar sehingga genggamanku terlepas darinya. Harapan yang bersinar di depanku langsung lenyap saat dia melepaskan tanganku. Aku berdiri mematung di sampingnya. Tanganku yang disibakkan olehnya membeku di udara. Saat aku melihat tatapan matanya yang menatapku, jantungku terasa seperti berhenti berdetak selama sesaat. "Vania ... aku m

  • Life Hates Me   Bab 7

    Aku duduk di bangku halte dan berpura-pura tidak mendengar suara bisikan dari orang-orang yang berjalan di trotoar. Mereka pikir aku tidak mendengar apa yang mereka bisikkan, padahal sebenarnya aku bisa mendengar suara mereka dengan jelas.Aku memandang dua siswi yang asik saling berbisik satu sama lain, mengomongi jari kakiku. Setelah mereka jauh sehingga aku tidak bisa mendengar suara mereka lagi, aku menurunkan pandanganku ke kedua kakiku.Aku mengepalkan tanganku dan menggigit bibir bawahku. 'Memangnya kenapa kalau aku punya 11 jari kaki? Apa itu sangat aneh sampai-sampai semua orang sibuk membahas jari kakiku?'Terdengar bunyi klakson sehingga aku tersadar dari lamunanku. Kuangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber bunyi. Kudapati sebuah motor berhenti tepat di depanku. Aku langsung tahu siapa orang yang mengendarai motor itu; papa.Aku pun bangkit dari bangku yang kududuki lalu menghampiri papa. Dia memberikan aku sebuah helm berwarna putih dengan c

  • Life Hates Me   Bab 8

    Sinar matahari pagi menyeruak masuk menembus gorden pink. Sontak aku mengernyitkan mataku secara spontan. Silau sekali. Rasa kantukku langsung menghilang berkat sambutan yang menyilaukan dari Sang Surya.Aku merenggangkan badanku yang kaku dan lesu setelah bangun dari tidur. Terdengar bunyi 'kretek' dari tulang punggungku saat aku melakukan perenggangan badan. Rasa nyaman langsung menyebar ke sekujur tubuhku, punggungku tidak pegal lagi.Kuambil telepon pintarku yang tergeletak di atas nakas dan menyalakannya. Aku mengecek jam yang tampil pada layar benda pipih itu, jam menunjukkan pukul 06.09. Masih ada 1 jam 21 menit sebelum gerbang sekolah ditutup.Kumatikan teleponku dan bergumam, "Aku tidak mau ke sekolah ...."Aku meletakkan telepon pintarku di tempatnya semula; di atas nakas. Kutarik selimutku dan memejamkan kedua mataku, mencoba tidur lagi walaupun kedua mataku sudah sangat segar sekarang."Aku tidak mau ke sekolah ... aku takut dibuli oleh

  • Life Hates Me   Bab 9

    Aku berpamitan dengan papa sebelum turun dari mobil. Dengan terpaksa aku melangkahkan kakiku memasuki gerbang sekolah. Pada akhirnya aku datang ke tempat yang tak kuinginkan untuk didatangi.Kakak laki-lakiku berjalan mendahuluiku dengan langkah cepat. Sosoknya semakin menjauh hingga menghilang di balik gedung SMA yang berhadapan dengan gedung SMP. Padahal biasanya kami berjalan berdampingan, tetapi kali ini dia meninggalkanku sehingga aku berjalan seorang diri.Saat aku menginjakkan kakiku di gedung SMP, kudapati siswa-siswi yang berlalu-lalang saling berbisik sambil melirikku dengan sinis. Aku tidak dapat mendengar apa yang mereka bisikkan karena suaranya kecil. Namun, kurang lebih aku tahu apa yang mereka omongkan; pasti tentang jari kakiku.Aku melangkah menuju tangga sambil menurunkan pandanganku. Aku tidak sanggup melihat tatapan sinis dari orang lain. Tatapan mereka yang menatapku dengan merendahkan dan jijik membuat kepercayaan diriku menyusut hingga tak

Latest chapter

  • Life Hates Me   Bab 119

    'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM

  • Life Hates Me   Bab 118

    “Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti

  • Life Hates Me   Bab 117

    "Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer

  • Life Hates Me   Bab 116

    Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di

  • Life Hates Me   Bab 115

    Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba

  • Life Hates Me   Bab 114

    Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.

  • Life Hates Me   Bab 113

    Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis

  • Life Hates Me   Bab 112

    Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k

  • Life Hates Me   Bab 111

    Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang

DMCA.com Protection Status