Sorakan penonton di gedung yang telah tergapai itu, seolah memanggil Cora untuk membuatnya segera terdaftar sebagai salah satu korban perjudian. Uang para pengusaha, pejabat, dan konglomerat itu sudah menggonggong tak sabar untuk keluar dari saku mereka dan berpindah ke majikan baru. Majikan yang akan mereka pilih sebagai jagoannya di perjudian ini.
Sikap Axel yang terlihat kebingungan di sana, memancing seorang pria berjas merah berjalan menghampirinya. Pria itu masih terlihat cukup muda. “Perkenalkan aku Max, aku bandar judi. Kau siapa? Sepertinya aku baru melihatmu," tanyanya.
“Aku Axel. Aku adalah pengganti Tn. Owen,” jawab Axel.
Max mengangguk sambil menuliskan nama Axel di sebuah tablet yang terhubung pada komputer admin. Dia beralih memperhatikan orang yang bersama Axel yang tak lain adalah Cora. “Apa pria ini korbannya?” tanyanya. Penyamaran Cora berhasil. Tak ada yang bisa mengira kalau sebenarnya dia adalah seorang wanita.
Axel mengangguk sambil tersenyum ramah.
“Berapa chips yang akan kau beli?” Max melanjutkan mendata pemain baru ini.
Axel memberikan semua uang dollar yang dibawanya. Uang itu bernilai 100 juta rupiah, dan kini bertukar menjadi 10 keping chips.
Setelah pendataan beres, Axel dituntun oleh panitia ke atas panggung. Panggung yang diisi penuh oleh meja panjang dengan 2 bangku. Meja itu masih kosong, tetapi salah satu bangku sudah diisi oleh seorang wanita paruh baya yang dilihat dari penampilannya pasti salah satu orang tajir melintir di sini. Jaket berbulu berwarna putih yang sepertinya berasal dari bulu beruang kutub, membalut tubuhnya. Berlian dan emas bergelayutan di tangan juga lehernya yang masih terlihat kencang walau dia sudah memasuki usia senja.
Sedangkan Cora, dia dituntun di sebuah ruangan, bukan ruangan karena itu lebih pantas disebut kandang. Jadi, orang-orang bisa menyaksikan langsung pemandangan penyiksaan yang akan dilakukan algojo pada korban. Di sana sudah ada 1 korban lainnya juga. Tentunya dia adalah korban dari lawan main Axel di sana.
Cora duduk di lantai yang terasa sangat dingin dan berhadapan dengan seorang pria kurus kering yang memeluk lututnya sambil menenggelamkan kepalanya di sana. Pria yang memakai kaos dengan lengan sesikutitu, menunjukkan memar-memar seolah menjawab pertanyaan Cora yang belum sempat ia keluarkan. Pertanyaan tentang sesakit apa pukulan yang akan diberikan nanti.
Meja judi mulai memanas. Axel berusaha tetap tenang di tempat duduknya walaupun sebenarnya dia sedang berusaha keras menutupi kegelisahannya. Bukan gelisah karena takut kalah, melainkan dia terlalu gengsi untuk memperlihatkan kebodohannya di perjudian kali ini. Saat dia mengedarkan pandangannya tadi, dia sempat melihat beberapa temannya yang pernah ia tipu di perjudian yang dia buat sebelumnya. Mereka sedari tadi menyorakinya, pasti mereka juga bertaruh atas nama dirinya.
00:00 Ting!
Semua lampu di ruangan ini langsung redup dan hanya menyisakan 2 lampu yang menyorot ke meja judi. Itu tandanya, waktu perjudian telah tiba. Max si bandar juga sudah memunculkan kehadirannya di antara kedua pemain. “Selamat datang Tn. Axel dan Ny. Yara di perjudian Zero O’Clock,” sambut Max.“Hari ini aku akan sedikit menjelaskan aturan perjudiannya karena kita kedatangan pemain baru!” Sorakan penonton langsung menggema ke seluruh ruangan ketika Max membahas Axel. Nama Axel ternyata cukup terkenal di kalangan penonton yang sekarang menjadi pendukungnya. Axel semakin gelisah dibuatnya, hingga tanpa sadar dia menampilkan senyuman yang terlihat sangat canggung.
“Baik Tn. Axel, akan kulanjutkan. Jadi, permainan hari ini bernama Double Cookies. Masing-masing pemain akan mendapatkan kotak berisi 16 kue kering. Di dalam kue kering itu terdapat kartu remi. Setiap pemain harus menebak dua kartu dengan lambang yang sama di setiap sesinya. Jika kedua pemain sama-sama berhasil menebak kartu yang benar maka jumlah kartu yang akan menentukan siapa pemenangnya. Kau bisa mencium aromanya, merasakan teksturnya, juga menjilatnya tapi tidak boleh mengunyah kue itu. Kau paham?”
Axel mengangguk ragu sambil menatap tajam pada orang-orang yang menyorakinya tadi. ‘Kenapa orang-orang bodoh itu ada di sini?’ batinnya. Kehadiran mereka bukan menambah semangatnya, justru mereka malah mengganggunya.
Tanpa Axel sadari, lawan mainnya sedari tadi tersenyum melihat ekspresi Axel yang menurutnya sangat menggemaskan. Ny. Yara mulai tertarik dengan pria berambut berantakan di sebrang mejanya.“Langsung kumulai perjudian malam hari ini ya.” Max mempersilahkan panitia untuk masuk dan memberikan sekotak kue kering untuk masing-masing pemain. Kue kering dengan bentuk yang mirip-mirip tapi dengan nama yang berbeda-beda. Axel semakin gelisah karena tidak tahu apa nama semua kue itu apalagi untuk menebak kartu yang ada di dalamnya. Walaupun diperhatikan sampai matanya hangus pun, dia tetap tidak bisa menebaknya.
Kebingungan yang Axel rasakan, juga tersalur pada Max. Jelas saja, Axel terus menatap kue-kue di depannya, dengan alis melengkung juga kerutan di dahinya. Itu membuat Max sengaja membiarkannya dulu dan beralih pada Ny. Yara yang terlihat lebih siap. “Ny. Yara, berapa chips yang akan kau pasang?” tanyanya.
Tanpa ragu, Ny. Yara langsung mendorong semua chipsnya yang berjumlah 10, ke tengah meja. Dia sengaja menyamakan taruhan yang Rexy beli tadi. Jika wanita itu sudah mulai merendah seperti ini, tandanya dia akan membeli seorang pria malam ini. Tentu targetnya adalah pria tampan dengan rambut berantakannya yang semakin membuatnya terlihat sexy.
“Tn. Axel, kau juga harus all in untuk bermain.”
“Baiklah,” jawab Axel sambil mendorong semua chips miliknya. Dia tahu, pasti perjudian itu hanya akan merampok semua uang yang dia bawa hari ini. Walaupun masih ada uang dari pendukungnya, pasti hanya habis untuk satu botol Whiskey.
“Silahkan pilih 2 kue kering yang berisi kartu dengan lambang yang sama. Waktu kalian 30 detik.” Max membalik jam pasir, membiarkan butiran pasir-pasir itu jatuh ke tabung yang berada di bawahnya. Keheningan langsung tercipta di ruangan yang berisi 300 orang itu, membiarkan dua pemain fokus untuk menentukan pilihannya.
Axel mengambil kue-kue itu lalu mencium aromanya. Menurutnya semua aroma kue itu sama di hidungnya. Perbedaan seharusnya terlihat ketika kue itu masuk ke tenggorokannya, tapi itu adalah larangan diperjudian ini, jadi dia hanya bisa menjilatnya.
Ny. Yara kembali tersenyum karena melihat cara menjilat Axel pada kue itu yang menurutnya sangat sensual. Dia sampai menelan ludahnya karena tergoda dengan itu. Belum saatnya untuk itu, dia harus menyelesaikan perjudian yang hampir dia lupakan karena tertutup oleh gairahnya untuk memiliki Axel. Tanpa mencium aromanya juga menjilat kue-kue di depannya, dia sudah tahu kue yang harus ia pilih. Dua kue kering pilihannya, sudah berpindah di piring lain yang berarti kue itulah yang akan diperiksa oleh panitia nanti.
“5, 4...” Max mulai menghitung mundur.
Axel yang baru menjilat kue keenam, langsung cepat-cepat meletakkan kue kering yang dia pilih dengan asal karena memang tak ada waktu lagi sekarang.
“3, 2, 1. Stop!” Max menghentikan waktu tepat setelah butir pasir terakhir jatuh.
2 orang panitia datang dan langsung mengeluarkan kartu, dengan meremas kue yang masih terdengar renyah. Kartu yang terlipat sangat kecil, terlihat di antara remahan-remahan itu. Ternyata Ny. Yara berhasil mendapat 5 keriting dan 7 keriting sedangkan Axel mendapat 3 wajik dan 7 hati.
“Pemenang sesi pertama adalah Ny. Yara!” Max mengumumkan hasil perjudiannya. Chips milik Axel tadi, kembali ditukar menjadi lembaran dollar dan menjadi milik Ny. Yara. Chips itu langsung ditukar karena Ny. Yara memilih untuk tidak melanjukan perjudian di sesi kedua.
Pria yang tadi bersama Cora, langsung di seret keluar dan meninggalkan gadis yang sudah gemetar ketakutan saat mengetahui dirinya akan dihabisi sekarang. Dia mempersiapkan dirinya dengan memeluk lututnya untuk menutupi wajahnya agar tidak terkena pukulan. 2 algojo berbadan besar masuk dan langsung menghajar Cora tanpa ampun. Mereka menendang, menjotos, dan juga menempeleng habis-habisan tubuh mungil Cora sampai 60 detik.
Waktu 60 detik itu terasa lama sekarang. Axel memang sering menyiksanya, tapi tidak pernah separah ini. Pukulan itu seperti menggabungkan satu bulan pukulan dari Axel. Ya, sekeras dan sesakit itu. Cora bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya sedikitpun setelah pukulan itu berakhir. Panitia sampai harus membantu Cora agar dia keluar dari kandang itu. Kandang itu tentu akan dipergunakan untuk korban yang lainnya.
“Tn. Axel, ini ada uang taruhan dari penonton untukmu,” kata seorang wanita yang merupakan panitia judi, pada Axel yang sedang berdiri di dekat pintu keluar.Axel dibuat kaget melihat banyaknya uang yang di dalam kresek bening yang wanita itu serahkan. Bahkan uang itu lebih banyak dari yang ia bawa tadi. Sekarang dia baru tahu, orang-orang yang biasanya berjudi dengannya ternyata sekaya ini. “Sebanyak ini?”
“Iya. Banyak yang menyukaimu,” kata panitia itu sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda Axel seraya melangkah pergi.
“Astaga… Aku tidak menyadari ketampanan wajahku,” gumam Axel sambil terkekeh. Malam ini dia tidak pulang dengan tangan kosong rupanya. Ini sangat menguntungkannya. Selain mendapat banyak uang, dia juga bisa puas membuat Cora kesakitan.
"Kau puas dengan kekalahanmu?" sindir seseorang di belakang Axel. Suaranya yang lembut, menandakan pemiliknya adalah seorang perempuan. Kekesalan Axel yang sudah mereda karena menerima uang dari penonton, kembali merasukinya. Sindiran pedas itu tak bisa dia terima begitu saja. Terang saja, sifat gengsi yang membuatnya tak mau mengakui kekalahannya adalah penyebabnya. Dia bahkan sudah mengumpulkan tenaganya agar bisa langsung memberikan tonjokan pada wanita sombong itu setelah dia menoleh. Tangannya sudah menggenggam keras, dan siap untuk aksinya. Axel membalikkan tubuhnya dan langsung mengetahui pemilik suara itu. Dia adalah Ny. Yara, lawan mainnya tadi. Axel menahan dulu emosinya karena ternyata Ny. Yara tidak datang sendirian. Ada beberapa bodyguard yang berjaga tepat di pintu keluar dan mengawasinya. Itu membuatnya terpaksa harus menyembunyikan tangan kirinya yang masih terkepal di belakang punggungnya. "Menurutmu aku puas?" Ny. Yara ters
Hari baru telah dimulai. Harapan Cora untuk hari ini, semoga lebih baik dari kemarin. Lebam-lebam kemarin, warnanya sudah berubah lebih pekat dibanding kemarin. Rasa sakitnya sedikit berkurang berkat petugas UKS, walaupun hanya berkurang 10% . Tidurnya juga lebih nyenyak dari satu jam dari kemarin. Memang tubuhnya masih terasa nyeri, tapi Cora tetap harus menyiapkan sarapan untuk seisi rumah. Dia membuat makanan simpel seperti beberapa roti bakar dengan gurihnya margarin dan juga semangkok bubur untuk ayahnya. Semua itu sudah tercepak rapi di atas meja makan. Langkah selanjutnya, dia membuatkan 3 gelas susu untuk masing-masing anggota keluarganya. Tn. Owen juga sudah menghampiri meja makan dengan kursi rodanya. “Kau pucat, apa kau sakit?” tanyanya yang menyadari kondisi Cora yang tampak kurang fit. “Aku hanya kelelahan sedikit,” bohong Cora sambil tersenyum tipis. Tn. Owen tetap memberikan tatapan curiga. Dia mendekatkan bubur buatannya ke a
Setelah menyapa keluarganya sesaat, dan juga mengembalikan uang dari ayahnya kemarin, kini Axel menidurkan tubuhnya yang sudah terasa lemas di ranjangnya. Berhubungan 3 ronde dengan wanita ganas itu bukan pilihan yang bagus. Ny. Yara yang memiliki julukan Woman on Top, sudah menjawab bagaimana panasnya permainan semalam. Permainan yang juga merenggut perjakanya. Energi Axel yang sangat kuat apalagi soal pukul memukul, saat ini benar-benar habis. Melayani nafsu Ny. Yara yang sangat buas, membuatnya menjadi lemah tak berdaya. “Wanita itu luar biasa…” gumam Axel sambil terkekeh. Foto di mana Ny. Yara duduk di kursi Zero O'clock, sedari tadi menyita perhatiannya. Semua yang dia lakukan, hingga tak ragu menjadikan dirinya barang paling hina, tentunya tidak gratis. Dia meminta sebuah bocoran tentang perjudian itu agar dia juga bisa tersenyum lebar karena kemenangannya, seperti Ny. Yara di foto itu. Sore nanti, bocoran dari Ny. Yara akan segera dia dapat
"Kau mau? Ini enak Finn..." tawar Hazel sambil menyodorkan ice cream rasa coklat yang tengah dinikmatinya. Wanita bernama Hazel itu adalah kekasih Finn yang juga mahasiswa baru sama seperti Cora. Dia sangat cantik juga imut dengan rambut panjang yang juga berponi. Senyumnya yang tercetak di bibir tipisnya, pasti membuat semua pria ingin mendapatkan gadis secantik itu juga. Sebenarnya Finn yang waktu itu berada di barisan mahasiswa baru, hanya ingin mengobatinya rasa rindunya pada Hazel yang baru saja pulang dari London setelah lulus dari bangku SMA-nya. "Ini masih pagi, sayang. Jangan makan itu dulu, nanti kau bisa flu," omel Finn sambil berusaha mengambil ice cream itu dari tangan Hazel. "Tiiidaak! Ini enak…" Hazel berlari kecil agar Finn tidak bisa merampas ice creamnya. Saking takutnya makanan favoritnya diambil, ia sampai tidak melihat jalan menurun di depannya yang membuatnya terjatuh. Brak!Pantat Hazel terduduk keras di lantai. Ice cream
Ny. Beatrice berusaha mengatur napasnya juga mengontrol detak jantungnya yang semakin kencang saat melihat pistol yang terpasang di celananya. “Apa yang kau bicarakan? Kau tidak lihat, aku seharian di toko kue. Seharusnya kalau menuduh, harus ada bukti.” Dia juga tetap menjaga nada tenangnya agar bisa mengelabui suaminya. Suaminya yang merupakan seorang komandan polisi, sangat sering bertugas pada malam hari, hingga membuatnya tak pernah tahu apa yang istrinya lakukan saat jam 12 malam. “Lalu kartu-kartu itu? Kenapa ada di sini?” Tn. Edgar masih tidak percaya dengan penjelasan Ny. Beatrice. “Ya, aku hanya ingin melepas penat. Aku bermain dengan karyawanku di sini. Ya… dengan taruhan kecil tapi itu tidak membebankan mereka." Ny. Beatrice terus mencari-cari alasan yang aman. Mata Tn. Edgar masih menajam seperti tatapan awal saat dia membuka pintu ruangan itu. “Kau masih tidak mau mengakuinya?” Walau takut, Ny. Beatrice tetap bersikap angkuh karena
“Kenapa kau terus mengungkit itu?” tanya Tn. Edgar tak suka. Pembicaraan mengenai KDRT yang pernah ibunya alami dulu, selalu membuat Finn geram. Perlakuan kasar itu, tak pernah sedikitpun memunculkan perasaan bersalah pada diri Ayahnya. Sangat malas rasanya bila harus melawan orang berhati batu seperti dia. “Lagipula itu memang kesalahan ibumu sendiri, kan?” Tn. Edgar kembali memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri. Finn tersenyum kecut. Bosan mendengar semua kalimat pembelaan yang selalu menyudutkan itu. “Kalau begitu, kenapa kau memaksa untuk tetap menikahi seorang pejudi, lalu melarangnya berjudi? Kau bisa menikahi wanita lain, ayah.” Skakmat dari Finn itu, membuat Tn. Edgar kembali mengingat awal mula pernikahannya dengan Ny. Beatrice. Jika kalian berharap pernikahan mereka diawali oleh kisah yang romantis, kalian salah besar. Tn. Edgar bukan tipe pria yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandang pertama. Hal yang memotivasi untuk rencananya a
“Kau pasti sangat kelelahan ya? Tinggallah di sini dulu…” manja Ny. Yara sambil mengelus dada sixpack Axel. Elusan itu langsung ditepis kasar oleh Axel. Tubuhnya yang sudah sangat lelah akibat Ny. Yara yang meminta ronde tambahan sebanyak 5 kali, membuatnya kesal. Padahal perjanjian untuk check bernominal 100 juta tadi, hanya untuk satu permainan. Jika dia berlama-lama di sini, ronde ketujuh pasti akan terjadi juga. “Aku harus pulang, sayang. Ada sesuatu yang harus aku urus.” Berulang kali Ny. Yara menarik baju yang akan Axel kenakan, tak mau melepas peliharaannya. “Aku akan menambah uangnya, sayang…” “Besok lagi ya.” Sekali lagi memberikan penolaknnya dan mempercepat gerakan tangannya agar baju itu segera menutupi tubuh sexy-nya yang menggoda. Kepala Ny. Yara yang sudah kliyengan karena efek alkohol, membuatnya tak bisa menguasai dirinya dan kehilangan kesadarannya. Dia memang memiliki kebiasaan meminum alkohol saat sedang berhubungan.
“Aku antar ya.” Setelah anggukan Cora, Finn langsung menggandeng Cora, ke mobilnya. Dia juga membukakan pintu untuk gadis malang itu, lalu turut masuk ke mobil. Goresan pada pipi itu, menuntutnya untuk mengambil plester, perban dan obat merah untuk Cora, sebelum melajukan mobilnya. “Kau bisa sendiri?” Cora mengangguk, mengambil tiga benda itu. Karena kesedihannya tadi, dia sampai melupakan luka di pipinya juga rasa perih yang seharusnya ia rasakan. Dan karena telah sadar, rasa perih yang terlupakan itu mulai terasa. Sambil meringis menahannya, perlahan ia mengoleskan obat merah ke pipinya untuk membuat lukanya kering. Step selanjutnya, dia memotong perban sepanjang goresan dari pisau tadi, yang panjangnya dari bawah mata hingga mendekati mulutnya. Memang goresannya tidak terlalu dalam, tetapi tetap ada reaksi sakit yang dihasilkan. Step terakhir, dia memasang plester untuk merekatkan perban itu. Finn sengaja mendiamkan Cora. Sengaja memberikan waktu untuk menen
“Siapa yang menolongmu?” tanya Ny. Beatrice pada Axel. Dia datang karena Rexy yang meneleponnya. Kalau tidak ada Ny. Beatrcie mungkin sampai pagi Cora masih memberontak sambil menangis kencang. Hanya ibunya yang bisa menenangkan Cora.“Tn. Edgar,” jawab Axel.“Edgar?” kaget Ny. Beatrice mendengar nama mantan suaminya itu. “Apa tujuannya?”“Entahlah. Saat setengah tubuhku sudah terkena api karena di bakar oleh Shea, tiba-tiba ada yang masuk sambil menyemprotkan alat pemadam kebakaran. Ternyata dia adalah Tn. Edgar. Setelah aku diobati dan tubuhku membaik, dia menyelamatkanku karena dia menganggapku sebagai anaknya. Itu agak aneh tapi, memang begitu,” jelas Axel, sesuai kejadian sesungguhnya.Ny. Beatrice sangat malas mendengar nama Tn. Edgar yang ternyata masih ada di sekeliling mereka. Dia sudah tidak bisa lagi mempercayai mantan suami
“Sakha ditemukan tertembak di cafe-nya. Siapa yang menembak masih dalam penyelidikan karena tidak ada rekaman CCTV. Kenapa?” tanya komandan polisi bername tag ‘Edgar’.“Sakha itu anak buah Tn. Warren. Aku sangat yakin kematiannnya juga sangat berhubungan dengan dia,” duga Axel. Dia sengaja datang ke kantor polisi yang sedang menyelidiki kasus kematian Sakha. Kebetulan yang mengomandani kasus itu adalah Tn. Edgar. Kini mereka sedang berdebat di ruangan komandan Edgar.“Apa yang kau bicarakan? Permainan itu sudah selesai dan sudah diambil alih oleh Cora. Sebaiknya kau membantuku menemukan di mana tempat baru perjudian itu,” kata Tn. Edgar membantah dugaan Axel.“Tn. Warren tidak akan semudah itu melepas bisnis besarnya. Pasti dia sedang merencanakan sesuatu,” kata Axel menekankan dugaan yang pasti terjadi itu.“Bisa kau jelaskan ap
Ny. Beatrice kembali dengan membawa makanan sehat. Dia memilih menu ayam dengan sandwich. Ibu hamil memang harus menjaga makannya untuk kesehatan bayinya. “Sayang, ayo turun, makanannya sudah datang!” panggil Ny. Beatrice dari bawah.“Ibu! Tolong aku!” sahut Cora dari atas.Ny. Beatrice sangat khawatir dan langsung berlari ke atas. “Astaga… Kalian sudah baikan rupanya,” kaget Ny. Beatrice ketika melihat anak dan menantunya sedang berpelukan. Tidak, yang benar Rexy sedang memeluk Cora seerat-eratnya.“Ibu, dia membuatku sesak napas,” keluh Cora.Ny. Beatrice terkekeh. “Nanti lagi bermesraannya. Sekarang makan dulu.”“Ayo makan, sayang.” Rexy langsung menggendong Cora membawanya turun ke meja makan.“Aku bisa jalan sendiri, Rexy!” Cora masih terus mengomel.&
Cora baru membuka matanya saat hari sudah memasuki siang hari. Saat dia hendak mengucek matanya yang tertutup bunga tidur, namun tangannya tertahan kain yang terikat di ujung sandaran kasur. Jangankan mau memukul perutnya lagi, mengangkat tangannya saja sangat susah. “Astaga…” keluhnya. Cora kemudian menyisir pandangan dan menemukan Rexy yang sedang tidur di sofa tak jauh dari ranjang. “Rexy!” panggilnya.Rexy masih tidur. Suara Cora tadi ternyata tidak berhasil masuk ke telinga Rexy.“Rexy!” Kali ini Cora menambah volume teriakannya.Akhirnya Rexy mendengar panggilan itu dan membuatnya terbangun . Dia menegakkan duduknya dan langsung melihat Cora. “K-kenapa?” tanyanya canggung.“Lepaskan tanganku,” pinta Cora.“Kau tidak boleh memukul perutmu lagi,” larang Rexy.
5 menit, tentubukan waktu yang lama untuk di tunggu.Mereka sudah mendapat hasildari test pack itu. 2 garis biru terlihat jelas pada alat itu.Ny. Beatrice tidak tahu harus menempatkan dirinya bagaimana. Haruskah senang atau malah sedih?“Apa? Aku tidak hamil, kan?” tanya Cora berharap rahimnya masih kosong.“Kau, hamil sayang,”jawab Ny. Beatrice.Rexy tersenyum lebar mendengarnya. Dia akhirnya berhasil mengikat Cora sepenuhnya.Berbeda dengan Cora yang langsung mematung mendengar perkataan itu. Bukan mimpi, janin bayi memang mengisi rahimnya sekarang. Ia tidak mau harapan untuk bisa bersanding dengan pria lain hilang karena hal ini. Kembali lagi, dia tidak mau seumur hidup bersama Rexy seperti ketakutannya selama sebulan pernikahannya ini. Hal lain yang membuatnya tak bisa menerima kehamilannya adalah nama Max yang masih terukir di
Satu bulan kemudian“Kapal pesiarnya sudah jadi bu. Kau mau melihatnya?” tawar Finn.“Tentu saja.”Finn dan Ny. Beatrice langsung berangkat ke pulau yang waktu itu Cora dan Rexy datangi, menggunakan mobilnya. Seusai 5 jam perjalanan darat dan 30 menit perjalanan laut, mereka telah sampai. Di sekitar pulau itu sudah ada kapal pesiar yang sangat mewah terparkir. Tak hanya itu ada beberapa kapal kecil dan jet ski yang nantinya akan digunakan juga untuk penyerangan.“Kau mau mulai dari mana?” tanya Finn yang sudah naik ke kapal pesiarnya.“Ruang senjata dulu,” pinta Ny. Beatrice.“Ayo, itu ada di lantai bawah.” Finn menuntun ke sebuah pintu yang bisa mengakses ke lantai paling bawah. Biasanya ruangan itu digunakan untuk menyimpan sekoci darurat, tapi kali ini ruangan itu digunakan untuk menyimpan banyak
*Flashback“Jangan ikut campur. Mulai sekarang kau harus tetap di rumah. Bagaimanapun caranya kau harus lulus karena aku sudah memilihkan kampus terbaik di Australia untuk S2-mu.”“Apa maksudmu? Kau memintaku melepas Cora begitu saja setelah merenggut semua keluarganya?”“Shea…”“Kau lupa? Kita sudah membunuh kakaknya!”“Ini demi kebaikanmu.” Kemudian 2 orang bodyguard datang lalu berdiri di samping kanan dan kiri Shea.“Apalagi ini?”“Mereka akan mengikutimu setiap kau keluar rumah untuk ke kampus. Kau tidak boleh kemana-mana selain ke kampus. Mana ponselmu?”“Kau juga mau men
Cora, Rexy, dan Finn tak menghabiskan banyak waktu, hanya mengobrol sebentar sekedar menjelaskan sedikit cara yang akan dilakukan nanti. Setelah 2 jam, Cora dan Rexy pamit pulang sedangkan Finn masih ingin di markas snipernya. Perjalanan dengan perahu selama 30 menit juga 5 jam perjalanan dengan mobil membuat mereka baru sampai saat malam hari sekitar jam sepuluhan.Sebelum ke apartemennya, Rexy memang sudah berencana untuk mampir ke cafe judi. Tetapi melihat Cora masih tertidur pulas, membuatnya tak tega membangunkannya. Akhirnya dia menggantikan Cora untuk mengatur kaset-kasetnya.“Kau, bukannya pemain ya?” bingung Yoland melihat ada pengunjung yang sudah datang padahal masih belum waktunya.“Aku sekarang sudah menikah dengan Cora. Dan Cora sedang tidur jadi aku yang akan mengatur kasetnya,” jawab Rexy.“Oh Cora sudah menikah. Kalau begitu silahkan masuk.” Yoland
Masalah yang satu persatu mencuat, semakin membuat Finn pusing. Di sangat menyesal menghilang sesaat untuk memberikan pelajaran pada Cora. Perbuatan cerobohnya membuat sang adik kembali merasa menderita. “Cora ternyata sudah menikah. Tapi Cora sepertinya tak menginginkan pernikahan itu terjadi,” ungkap Finn menceritakan kondisi Cora sekarang kepada ibunya. Mereka sedang berada di tepi kolam renang di rumah Ny. Beatrice. “Kenapa menikah kalau Cora tidak mau?” heran Ny. Beatrice.“Alasan dari keduanya sangat membingungkan. Rexy bilang diancam Axel dan Cora bilang dia menikah untuk mendapat perlindungan. Tapi Cora terlihat sangat sedih. Aku sempat melihat matanya sangat lebam,” jelas Finn sambil mengingat wajah Cora setelah dia bilang sudah memiliki suami.“Aku jadi penasaran dengan Rexy, itu.”“Kau mau bertemu?”