Home / Fiksi Remaja / Let Us Love in Distance / Aku Dan Penyakitku Yang Tidak Bernama

Share

Aku Dan Penyakitku Yang Tidak Bernama

Author: Naomifa
last update Last Updated: 2021-05-11 13:33:14

"Kau mau kemana?" tanya teman satu kamarnya, ketika melihat Eritha tidak segera mengenakan seragam untuk masuk sekolah. 

Selagi memamerkan pakaian bebasnya, Eritha menunjukkan hari liburnya lantaran sudah mengantongi ijin dari kedua orang tuanya. "Pagi ini orang tuaku meminta ijin pada guru untuk memperbolehkan aku meninggalkan kelas dan asrama. Katanya mereka ingin mengatakan hal yang penting padaku."

"Benarkah?" sahut temannya yang tampak sangat iri. "Andai orang tuaku juga memiliki hal yang ingin dibicarakan denganku."

Mereka pun terkekeh bersama. 

"Omong-omong, apa yang ingin orang tuaku bicarakan ya?" tanyanya penasaran lantaran tidak biasa orang tuanya akan memanggilnya seperti itu untuk hanya mengobrol hal yang biasa. 

Pembicaraan kali ini pasti sangat penting sehingga mereka mengijinkannya tidak hadir dalam kelas.

"Kuharap itu bukan kabar buruk," ujar temannya yang seolah sedang menyuarakan harapannya.

"Benar." gumamnya sambil membayangkan kabar apa yang akan dia dengar. "Kalau begitu aku pergi dulu, aku akan segera kembali."

Eritha meninggalkan asramanya dengan perasaan bebas, bak seekor burung yang terlepas dari kandang. Setelah berminggu-minggu terkurung dalam asrama sekolah wanita itu, akhirnya ia dapat menghirup dunia luar dan mengunjungi rumah tempatnya dilahirkan dan dibesarkan. 

Sesampai di depan rumahnya, Eritha terdiam sejenak selagi sedikit bernostalgia. Rasa rindu, bahagia dan haru, langsung melebur menjadi satu hingga ia terdiam sesaat, sambil menatap rumahnya dari luar. 

"Kau sudah datang?" Suara ayahnya terdengar dari belakang punggungnya. 

Sontak, Eritha menoleh ke belakang dan senyum lebar langsyng memenuhi wajahnya.

"Ayah," sapanya sambil memeluk ayahnya yang tampak lebih kurus dibandingkan sebelumnya. "Kenapa ayah jadi lebih kurus? Apakah pekerjaan ayah sangat berat?"

"Ah, itu karena ayah harus pulang pergi ke luar kota untuk mengurus kepindahan."

Kepindahan?

Merasa ia mungkin salah dengar, Eritha melepaskan pelukannya dan menatap ayahnya lekat-lekat untuk mendapatkan penjelasan lebih. "Apa?"

Namun seolah sedang menunda rasa penasarannya, ayah Eritha tidak lekas menjawab pertanyaan dan justru menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah lebih dulu. "Ayo kita masuk dan bicara di dalam."

Melihat ayahnya enggan berbicara di luar, membuat Eritha menjadi sedikit gelisah. Kira-kira kabar serius apa yang akan disampaikan orang tuanya padanya.

Selagi masuk ke dalam rumah, ia harap itu bukan berita perceraian yang selama ini ia dengar dari tayangan televisi dan cerita teman-temannya. Meskipun terdengar sangat mustahil, tapi ia dengar perpisahan rumah tangga sedang sangat marak saat-saat ini. Ia harap keluarganya bukan salah satunya.

Dengan berhati-hati, Eritha menapakkan kakinya masuk ke dalam rumah yang lebih terlihat seperti mengendap-endap. 

Namun suara menggelegar ayahnya, membuat ibu Eritha segera menyadari keberadaan putrinya yang sudah tiba di rumah. 

"Sayang, putri kita sudah sampai," seru antusias ayahnya yang diikuti dengan derap langkah ibu Eritha, yang terdengar sangat terburu-buru.

"Eritha, kau sudah pulang?" gerutu ibunya dengan wajah yang sangat bahagia. "Seharusnya kau lekas memanggil ibu, begitu kau masuk ke dalam rumah."

"Dia baru saja datang." Ayah Eritha mencoba untuk menghentikan keluhan ibunya. Lalu dia mengeluarkan bungkusan bumbu dari saku jaketnya sambil berjalan menuju dapur. "Aku sudah membeli bumbu lada. Di mana aku harus meletakkannya?"

Kini dari dirinya, ibunya beralih perhatian pada ayahnya dan mengekori pria itu yang lebih dahulu masuk ke dalam dapur. "Letakkan saja di sana."

"Eritha, cepat cuci tanganmu dan duduklah menunggu di ruang tengah. Jangan khawatir, makanannya akan segera selesai," ujar cepat ibunya selagi berjalan cepat ke arah dapur.

"Ya," sahutnya yang pasti tidak akan terdengar oleh dua orang yang sedang sibuk di dapur tersebut. 

Seperti instruksi ibunya, Eritha membasuk tangan dan kakinya. Lalu seusai memastikan dirinya sudah bersih, ia duduk di sofa ruang tengah sambil menikmati pemandangan keluarga bahagia yang tergambar dari kerja sama kedua orang tuanya. 

Benar. Orang tuanya tidak tampak sedang bertengkar ataupun bermusuhan. Jadi pasti kabar yang ia dengar bukan mengenai perceraian. 

Dalam kepolosannya, Eritha menghela napas lega dan kembali tersenyum lebar. 

Namun tetap saja, di sudut hatinya yang paling dalam, ia sedikit terganggu dengan kabar yang siap menantinya di meja makan. Kira-kira apa yang akan dibicarakan orang tuanya? Selain itu, apa maksud ayahnya di depan rumah tadi?

Baru ia hendak menganalisa dan memperkirakannya, orang tuanya sudah memanggilnya untuk segera ke ruang makan dan ia langsung dijamu oleh penampakan jamuan pagi yang terlalu besar untuk keluarga yang hanya berisikan tiga orang. 

"Apa ini? Apakah ada acara besar?" tanya Eritha sambil mengingat-ingat hari ulang tahun orang tuanya yang seharusnya masih jauh dari hari ini. 

Namun orang tuanya meng-iyakan pertanyaannya, yang ia tahu jelas bahwa tidak ada acara besar di hari itu. "Iya, ada acara besar."

"Acara besar apa?" tanyanya penasaran yang lagi-lagi ditunda oleh ayahnya.

"Kita bicarakan nanti, setelah makan," ujar ayahnya yang membuat Eritha makin terbakar oleh rasa ingin tahu. 

"Kenapa?" ucapnya kecewa. 

Ketika ia mencoba untuk mendapat pembelaan dari ibunya, ibu Eritha —seperti biasa— selalu mendukung ayahnya.

"Benar. Kita akan makan dulu. Aku yakin kau belum sarapan di asrama karena terburu-buru kemari."

Akhirnya Eritha mengangguk setuju dan menekan rasa penasarannya agar perutnya yang keroncongan dapat terisi lebih dulu. "Baiklah."

"Kalau begitu, ayo kita makan."

Meskipun orang tuanya berkata 'setelah makan', tapi pada kenyataannya ketika mereka baru tengah menghabiskan makanan ibunya, perbincangan serius itu pun dimulai. Namun dibuka dengan sebuah pertanyaan yang alami. 

"Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya ayahnya ketika ia sedang menikmati makanannya.

"Baik," jawabnya singkat karena tidak tahu harus menjawab ayahnya dengan kalimat apa yang lebih mendekati kondisinya, selain kata sederhana 'baik' tersebut. 

"Bagaimana jika kita mencari sekolah lain yang lebih baik daripada sekolahmu yang sekarang?" tawar ayahnya yang tidak terdengar menarik di telinganya.

"Untuk apa? Lagipula sekolahku tidak seburuk itu, jadi aku tidak mau membuang uang untuk hal yang kurang perlu," tolaknya yang membuat kedua orang tuanya tampak sedikit cemas. 

Lalu dengan hati-hati, ayahnya menyampaikan kabar yang —beberapa menit lalu— membuat ia penasaran setengah mati. "Masalahnya, ayah akan segera dipindahkan ke kota lain."

Nyaris saja sendoknya terlepas dari tangannya karena mendengar kabar mendadak tersebut. Entah itu kabar baik atau buruk, Eritha hanya dapat menanggapi kabar besar itu dengan melenggong menatap kedua orang tuanya. 

"Ayahmu dipromosikan menjadi kepala kantor cabang di luar kota," imbuh ibunya dengan perasaan bahagia, tapi juga sedih. "Jadi kita harus pindah dari tempat ini."

Baiklah. Ini adalah kabar yang membahagiakan. Jadi Eritha harus memberikan ayahnya ucapan selamat yang pantas diterima oleh ayahnya. "Selamat ayah."

"Ya, terimakasih. Namun seperti yang kau tahu, kita tidak hanya akan pindah rumah, tapi juga pindah sekolah. Jadi ayah sudah mencari daftar sekolah yang bisa kau masuki." Dari meja terdekatnya, ayah Eritha meraih sebuah kertas yang sudah ia sediakan di sana dan menyerahkan kertas berisikan nama sekolah tersebut.

Eritha menerima kertas itu dan melihatnya sambil lalu, sebelum ia menyerahkannya kembali kepada ayahnya, "Mana pun itu, tidak masalah. Bagiku, yang terpenting adalah sekolah wanita."

Dengan jawaban sesederhana itu, orang tuanya langsung memucat yang membuatnya mendapatkan firasat aneh. 

Lucunya, firasat aneh Eritha selalu menjadi kenyataan. 

"Masalahnya tidak ada sekolah wanita di sana." 

Eritha langsung mendelik mendengar berita itu, lebih dari berita ketika ayahnya menyatakan kalau dirinya mendapatkan promosi di luar kota.

"Apa?! Kalau begitu, aku tidak mau pindah. Aku akan sekolah di sini saja, lagipula sekolahku adalah sekolah asrama. Jadi tidak akan terlalu masalah," putusnya yang rupanya mengecewakan kedua orang tuanya.

Ayahnya memegang tangannya dan mencoba merayunya agar ikut pindah bersama mereka. "Meskipun kau tinggal di asrama, tapi kami tidak bisa tinggal jauh darimu."

Ini sungguh membuatnya frustasi, sehingga ia harus mengingatkan orang tuanya betapa sangat tidak normal-nya kondisi mentalnya saat ini. "Ayah, ibu. Bagaimana kalian bisa menyuruhku masuk ke dalam sekolah campuran. Seperti yang kalian tahu, aku trauma pada laki-laki tampan. Jika itu laki-laki, maka aku didiagnosis dengan penyakit caligynephobia. Aku ini tidak normal."

Setelah ayahnya, kini ibu Eritha yang bergiliran meyakinkannya. "Eritha, apakah kau akan menghindari trauma-mu selamanya? Kau ingat apa kata dokter terakhir kali? Dokter menyarankanmu untuk menghadapi rasa takutmu."

Eritha menggeleng, ia tak menyangka bahwa kabar promosi ayahnya akan menjadi kabar buruk untuknya. Kabar buruk yang setara dengan kabar perceraian orang tuanya.

'Aku, seorang wanita yang mengidap trauma tanpa nama, kini harus terbangun dari rasa nyamannya dan menghadapi kenyataan hidupnya.'

...****************...

Related chapters

  • Let Us Love in Distance   Tamparan Balas Dendam Sebagai Ungkapan Perpisahan

    Pemandangan macam apa ini?Di pagi hari yang masih tergolong cerah, seorang wanita duduk di pinggir lapangan sambil menatap kosong ke arah depan. Wanita itu tidak lain adalah Eritha Yessie yang baru-baru ini membuatnya merasa geram."Hei, Eritha." Dengan berlaku seolah ramah, Nora menyisir lembut rambut Eritha dengan jemarinya dan menjambaknya rambut wanita itu untuk sedikit mengintimidasi dirinya. "Apa yang kau lakukan di sini?"Anehnya, wanita itu sama sekali tidak bergerak ataupun melawan, hingga ia sedikit menggerakkan tangannya yang mencengkram erat rambut panjang Eritha. "Jawab aku."Namun Eritha bersikap terlalu tenang, bahkan tidak menunjukkan perlawanan seperti yang bisa dia lakukan."Tinggalkan aku kali ini. Kumohon," jawabnya dengan masih sibuk melamun dalam pikirannya.Tidak suka diacuhkan begitu saja, Nora membuat masalah lain dengan melemparkan uang ke tanah. "Belikan aku roti."Namun Eritha bukan siswi biasa, dia tidak

    Last Updated : 2021-05-11
  • Let Us Love in Distance   Menetapkan Target Orang Yang Tak Ingin Kulihat

    Kepindahan orang tua Erita adalah sebuah peristia yang tidak terelakkan. Erita tahu betapa ia seharusnya bersyukur dan mendukung ayahnya dalam promosi yang didapatkannya. Atas dasar pemikiran tersebut, Eritha memilih untuk menjadi pihak yang mengerti orang tuanya, setelah selama ini orang tuanya yang terus-menerus mencoba mengerti dan juga selalu memahami dirinya.Dengan berbicara empat mata, ia menyatakan kesediaannya untuk pindah dan sebelum ia merubah pikirannya, ayahnya segera memproses kepindahannya. Sehingga hanya berselang beberapa hari setelah pengambilan keputusannya yang sangat besar tersebut, ia beserta keluarganya sudah siap untuk pindah ke tempat baru yang tentu sudah dipersiapkan dengan sangat baik oleh ayahnya.Pindahan yang ada di bayangannya Eritha, ternyata sangat berbeda dalam kenyataannya. Ia kira, ia akan mengemasi beberapa hal dan orang tuanya harus menyewa angkutan untuk membawa sejumlah perabotan. Namun kenyataannya sangat bertolak b

    Last Updated : 2021-05-12
  • Let Us Love in Distance   Wanita Yang Gagal Sempurna

    Hari pertama sekolah Eritha akhirnya tiba. Mungkin terlalu berlebihan mengatakan bahwa 'ini hari pertamanya sekolah', mengingat sekarang bukan bulan Juli dan dia sudah dibangku kelas tiga. Namun melihat Eritha berangkat ke sekolah setiap hari, setelah selama ini ia selalu mengirimkan putrinya ke sekolah asrama, membuatnya merasa sangat senang.Hingga ia tak bisa menahan rasa antusiasnya dan bangun sangat awal untuk membuatkan bekal bagi putri semata wayangnya."Apa yang ibu lakukan? Sekarang masih terlalu pagi." Eritha mendekatinya sambil menggosok matanya yang masih enggan terbuka."Astaga, maafkan Ibu. Ibu pasti memasak dengan sangat berisik," ujar ibu Eritha dengan wajah yang merasa bersalah.Namun putrinya menggelengkan kepala dan menampik suara berisik yang timbul ketika pisau dapurnya berantukan dengan talenan kayu yang mengalasi sayurannya."Kenapa sudah bangun? Pergilah ke kamarmu dan lanjutkan tidurmu sebentar lagi," peri

    Last Updated : 2021-05-12
  • Let Us Love in Distance   Jawaban Takdir Atas Olokannya

    Kenapa ia membawanya?Aliando menatap ponsel yang kemarin dijatuhkan seorang wanita yang tidak sengaja ia temui di depan sekolah. Entah apa yang membuat wanita itu berlari pergi begitu saja, hingga dia tidak mengambil ponselnya yang terjatuh.Wanita yang aneh. Tidak biasanya orang membuang ponselnya dan pergi begitu saja.Namun dibandingkan wanita itu, Aliando merasa dirinya yang lebih aneh.Kenapa dia harus membawa ponselnya di saat ia sendiri tidak kenal siapa pemiliknya. Kemarin gadis itu bahkan tidak memakai seragam sekolahnya, yang berarti kemungkinan untuk bertemu di sekolah sangat kecil. Terlebih, sekalipun dia murid sekolahnya, Arlando belum tentu dapat bertemu dengannya mengingat murid di sekolah tersebut sangat banyak.Jadi selagi memasukkan telepon genggam tersebut ke dalam saku, ia bergumam atas kemustahilan pertemuan mereka kembali."Tidak mungkin. Aku pasti tidak akan bertemu wanita itu lagi. Jika bertemu, mak

    Last Updated : 2021-05-13
  • Let Us Love in Distance   Hari Pertama Hukumannya

    Selama di kelas Eritha merasa sangat gugup. Awalnya ketika memasuki kelas, ia tidak merasa bahwa ada orang yang dapat memancing traumanya kambuh. Namun baru saja ia merasa sedikit tenang, seorang pria yang entah siapa namanya, dia muncul dan membuat semua harapannya runtuh.Kenapa harus ada pria tampan di kelasnya? Kenapa ia merasa tidak aman bahkan ketika ia berada di kelas?Bukan maksudnya untuk mengatakan kalau murid laki-laki di kelasnya —selain pria itu— memiliki paras yang tidak tampan. Mereka semua memiliki wajah yang lumayan, tapi mereka tidak sesuai dengan pria idealnya. Sedangkan pria itu ..., astaga, Eritha bahkan sampai tak mampu berkata-kata karena penampilannya yang begitu menarik untuknya."Huh." Tanpa sengaja ia menghela napas terlalu keras yang akhirnya didengarkan oleh ketua kelasnya."Ada apa? Apakah ada masalah?" tanya Juanita yang sedari tadi terus memberinya perhatian penuh lantaran tanggung jawabnya sebagai ketua k

    Last Updated : 2021-05-13
  • Let Us Love in Distance   Cukup Satu Kali Lagi Agar Kita Berjodoh

    Di jam istirahat, Juanita langsung menculik Eritha begitu saja. Arlando menebak, wanita itu pasti sedang mengajaknya berkeliling sambil membuatnya lelah seharian ini dengan tur keliling sekolahnya. Astaga, memiliki ketu kelas yang terlalu bersemangat juga adalah bencana tersendiri.Arlando yang terpaksa harus menunda keinginannya untuk berbicara dengan siswa baru itu pun, memilih untuk bermain basket untuk menghabiskan waktu luangnya. Apalagi sekarang di depannya sudah berdiri Eric Philip yang sangat gila basket, hingga membuat siapapun kelelahan dengan semangatnya yang berapi-api. Pria ini sangat mirip dengan Juanita, hanya mereka menggunakan metode yang berbeda untuk melelahkan sekitarnya."Aku akan beristirahat," ujarnya sambil melemparkan bola yang ada di tangannya ke arah pria tersebut dan pergi meninggalkannya bermain seorang diri."Baiklah."Lantaran kekurangan cairan tubuh, Arlando berjalan menuju kantin. Namun tak ia sangka, ia

    Last Updated : 2021-05-13
  • Let Us Love in Distance   Peminta Kebahagiaan

    Kriiinngg ...Suara telepon yang berdering di ruang kerjanya berbunyi sangat keras, hingga tanpa istrinya perlu berteriak memberitahunya, Ayah Eritha sudah mengangkat telepon itu dan menempelkan gagang teleponnya di telinga."Halo.""Halo."Terdengar suara atasannya dari ujung telepon tersebut. "Bagaimana kabarmu? Kau sudah melihat bagaimana kantormu di sana?"Meskipun itu bukan panggilan video, Ayah Eritha mengangguk dan menjawabnya dengan suara yang terdengar sangat bersyukur. "Ya. Aku sudah melihat kantornya. Terimakasih sudah mengirimkanku kemari, pak.""Apa maksudmu? Aku sangat menyesal mengirim seorang yang kompeten sepertimu ke sana." terdengar suara atasannya yang tampak tidak senang dengan ucapan terimakasih darinya, "Kenapa kau harus pergi ke sana? Padahal aku sudah menyediakan jabatan yang sangat tinggi untukmu? Kau tahu, jabatan pimpinan cabang tidak akan ada apa-apanya dibanding menjabat sebagai direktur di kantor pusat."

    Last Updated : 2021-05-14
  • Let Us Love in Distance   Jangan Berlagak, Karena Kau Adalah Sumber Masalahnya!

    Eritha berangkat ke sekolah dengan seluruh energi yang meluruh dari dirinya. Semalam ia tak bisa tidur. Ia tak bisa berhenti memikirkan bagaimana kejadian besok. Meskipun hari kemarin ia bisa menghindari pria yang bernama Arlando itu, tapi ia sadar bahwa ia tak bisa melakukan itu selamanya. Terlebih mereka teman sekelas, pasti ada banyak hal yang harus dilakukan teman sekelas, walaupun tidak dekat satu sama lain.Itu belum lagi dengan adanya kemungkinan pria lain. Bagaimanapun laki-laki tampan tak hanya ada satu di sekolah sebesar itu. Pasti ada beberapa.Bagaimana jika ia bertemu dengan beberapa sekaligus dan menunjukkan tanda-tanda trauma?Padahal ia ingin merahasiakan hal itu di sekolahnya yang baru.Pikiran demi pikiran membuat terlalu kalut pada masalahnya. Hingga ketika ia tersadar, ia melihat bahwa gerbang sekolah yang sangat ingin dihindari olehnya ternyata sudah ada di depan mata.Di dalam hati ia mulai memikir-mikirkan h

    Last Updated : 2021-05-15

Latest chapter

  • Let Us Love in Distance   Mereka Yang Bahagia Untuk Penderitaanku

    Seperti orang bodoh, Eritha berlari begitu melihat senyuman Arlando. Hingga ketika ia sudah berada di jarak yang cukup jauh dari pria itu, ia memegang dadanya yang berdebar tidak karuan. "Ada apa denganmu?" Tangan Eritha menyentuh dadanya dan ia bergumam sendiri bak orang tidak waras. "Kenapa aku merasa seperti ini padahal sudah menjaga jarak dua meter. Astaga, sampai gila rasanya." "Eritha." Terdengar kembali suara Arlando yang membuatnya harus segera meneruskan pelariannya dan bergegas menuju tempat teraman bagi dirinya. Glek. "Eritha, kaukah itu? Kenapa pulang terlambat?" Senyum ibunya mendadak berubah menjadi kekhawatiran ketika dia melihat putrinya banjir keringat. "Ada apa denganmu? Kenapa kau berkeringat sebanyak ini?" "Tidak apa-apa," ujar Eritha sambil menggelengkan kepalanya. Lalu mencoba menenangkan ibunya dengan senyuman lebar yang menampakkan kalau dirinya baik-baik saja. "Aku hanya ingin berolah raga saj

  • Let Us Love in Distance   Ini Masalah Jarak Dan Penyangkalan

    Tak pernah ia duga, mendapatkan nilai yang bagus akan jadi semenarik ini. Pagi tadi, ketika ia kira akan mendapatkan teguran dari gurunya, Arlando justru diberi sebuah hadiah oleh Bu Via. Dengan dirinya yang mendapat peringkat terburuk dan 'kekasih'nya yang mempunyai nilai tertinggi, guru wali kelasnya berharap Eritha dapat menaikkan sedikit nilai Arlando. Tentu sebagai 'kekasih'nya, Eritha tidak bisa menolak permintaan gurunya dan kini dengan berdiri dua meter dihadapannya, wanita itu mengajaknya untuk memulai pembelajaran bersama. "Ayo kita ke perpustakaan," ujarnya dengan senyum yang dipaksakan, lantaran semua temannya sedang melihat mereka. Nyaris Arlando menjatuhkan buku yang hendak ia masukkan ke dalam tas, karena tak percaya dengan yang ia dengar. Ia kira, Eritha hanya meng-iyakannya di depan guru dan tidak menepati janjinya. Namun dia ternyata bukan wanita yang sangat konsisten dengan ucapannya, Arlando menyukai sikapnya.

  • Let Us Love in Distance   Pancaran Harapan Dari Matamu Yang Membunuhku

    "Kau baik-baik saja?" tanya Juanita sambil menatapnya lekat-lekat."Tenang, aku baik-baik saja. Namun hanya saja jantungku kini yang sedang tidak baik-baik saja," keluhnya atas perbuatan Juanita yang benar-benar tak terduga. "Aku benar-benar sangat terkejut saat mendengar kalau guru disiplin akan datang. Hingga aku berlari gugup karena kukira aku akan mendapat masalah besar jika sampai tertangkap. Namun siapa sangka itu adalah ulahmu. Bagaimana kau bisa menjadikan sesuatu yang mengerikan itu sebagai bahan candaan? Bahkan aku tidak bisa tertawa meskipun sudah mendengarnya darimu."Eric dan Juanita pun tersenyum dalam rasa bersalah."Maafkan aku. Kupikir dengan membubarkan semua orang, aku bisa membantumu," Jelas Juanita yang tidak dapat sepenuhnya ia pahami. "Lagipula kukira dengan membuat sedikit keributan, aku bisa menciptakan sedikit adegan romantis dan kalian bisa berlari sambil bergandengan tangan bersama."Selagi mengernyit, Eritha menatap dua temannya d

  • Let Us Love in Distance   Siapa Yang Pernah Menyangka

    'Siapa yang pernah menyangka?' itulah kata yang tepat untuk semua situasi yang dihadapi Sheryn pagi ini. Di saat ia ingin menyudutkan Eritha dan menekannya, wanita yang belum genap pindah seminggu itu justru yang jadi menyudutkannya dan menghancurkan pertahanan teman-temannya. Lalu dalam kondisi yang memalukan tersebut, Arlando datang! Pria itu tampak ingin menyelamatkan Eritha, tapi —seperti yang dia lihat— Eritha cukup baik-baik saja untuk ditolong. Sedangkan Sheryn, ia sudah terlalu lemah untuk dilawan Arlando. Namun kebingungan yang dirasakan pria itu hanya bertahan sesaat, lantaran kondisi mendesak lainnya datang. Guru disiplin yang sesekali berkeliling untuk memastikan kondisi sekolah tertib, hari itu mendapati pertengkaran yang Sheryn mulai. Sehingga dalam hitungan detik, semua penonton bubar. Lalu dengan tidak disangka olehnya, Eritha mendorong Sheryn ke pelukan Arlando dan berlari seorang diri. Hingga, setelah

  • Let Us Love in Distance   Yang 'Seharusnya'

    Seperti hari-hari biasanya, Arlando datang ke sekolah dan masuk ke kelasnya yang super ramai. Pagi masih terlalu awal dan jauh dari jam masuk. Jadi seberisik apapun mereka, tidak akan ada guru yang memarahi ataupun memukul meja lantaran suara mereka yang tak hanya terdengar dari dalam ruangan, tapi juga luar ruangan. "Kau sudah datang," ujar beberapa temannya yang sedikit basa-basi, meskipun sudah jelas dengan mata mereka bahwa Arlando sudah tiba di ruang kelas dan duduk di ruangannya. Eric yang duduk di belakang bangku Juanita, kini berjalan mendekatinya dan seperti biasa, dia mengajak Arlando untuk banjir keringat di lapangan basket. "Ayo kita main basket." Namun dengan ketakutan baru Arlando mengenai bau keringatnya, ia pun menolak ajakan Eric yang biasanya selalu ia terima dengan senang hati. "Jangan sekarang. Nanti saat pulang saja," ujarnya yang langsung dijawab dengan wajah cemberut Eric. "Kenapa? I

  • Let Us Love in Distance   Posisi Yang Direbut

    Sheryn duduk terdiam di tempatnya dengan wajah terganggu. Sudah sejak kemarin sore, ia melamun sepanjang waktu. Semua itu karena percakapan Eritha dan Arlando yang tak sengaja ia dengar. Sore itu, dari kejauhan, Sheryn melihat Eritha dan Arlando yang saling berhadapan dengan jarak yang cukup jauh. Namun keduanya saling berkomunikasi lewat ponsel. Ia kira, itu adalah cara berpacaran abad kini dan ia dibuat kesal lantaran pemandangan yang tak ingin ia lihat itu. Hingga saat ia hendak berbalik dan mencari jalan lain untuk pulang ke rumahnya, ia tak sengaja mendengar ucapan Eritha yang posisinya lebih dekat dengannya. Dengan suaranya yang agak keras itu, Eritha mengatakan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. "Tentang tadi pagi, aku tidak sungguh-sungguh menyukaimu. Aku hanya mengatakannya karena terlalu malu untuk mengatakan pada teman-teman kalau aku muntah di pakaianmu." Mata Sheryn pun terbelalak dan ia memandang ke arah sepasang k

  • Let Us Love in Distance   Pria Tampan Memang Selalu Begitu

    Seperti yang ia minta, Eritha berjalan menuju depan sekolah dengan langkah kaki yang berat. Meskipun ia yang pertama mengajak bertemu, tetap saja ia merasa takut untuk berhadapan dengan Arlando lantaran traumanya. Dapatkah ia berbicara dengannya? Bagaimana jika pria itu lagi-lagi berulah dan mendekatinya secara tiba-tiba seperti kemarin? Membayangkannya saja membuat Eritha menjadi gelisah. Namun demi meluruskan kejadian heboh pagi ini, ia merasa perlu untuk melawan rasa takutnya. Jadi meskipun merasa takut, Eritha tetap mengarahkan jalannya menuju luar sekolah tempatnya dan pria itu akan bertemu. Dari depan gerbang, Eritha bisa melihat sosok Arlando yang menunggunya sambil bersandar di tembok sekolah. Lalu dengan suara langkahnya yang mendekat, anehnya pria itu bisa langsung menyadarinya dan berdiri tegap di depannya. "Semua orang akan melihat kita, bagaimana jika kita ke tempat yang sedikit sepi," u

  • Let Us Love in Distance   Siapa Yang Harus Kusalahkan?!

    Kejadian pagi tadi sungguh tidak terduga. Arlando bahkan tidak pernah merancangkan dirinya untuk menjadi pria romantis satu sekolah, yang menyatakan perasaannya di tengah orang banyak. Namun setelah mencobanya, Arlando merasakan keseruan dalam hubungan palsu tersebut. Arlando mengakui bahwa dirinyalah yang mencari masalah pertama. Ia tahu, ketika Juanita terus menginterogasi masalah di antara mereka, Eritha sangat ingin menutup pembicaraan mereka lantaran dia merasa malu dengan muntahnya kemarin. Oleh sebab itu, beberapa kali Eritha terus menampik dan memberi alasan masuk akal untuk menghentikan Juanita. Namun seperti yang ia tahu, Juanita adalah tipe ketua kelas yang cukup merepotkan. Rasa tanggung jawabnya itu yang menjadi masalahnya dan dia menjadi sangat menyebalkan. Hingga hanya Juanita seorang di antara para ketua kelas lain, yang memasuki urusan orang lain semacam ini dengan memposisikan dirinya sebagai 'hakim' lantaran jabatannya sebagai ketua kel

  • Let Us Love in Distance   Maaf Atas Kebrutalan Pendukung Cintaku

    Setelah paginya yang sangat romantis, Eritha harus menerima tatapan pahit dari banyak wanita.Baiklah, ia memang pernah mendengar dari beberapa orang yang mengatakan bahwa Arlando adalah seorang idola sekolah. Meskipun menurut sumber informasinya, Arlando hanya memiliki wajah sebagai modalnya. Namun parasnya yang rupawan itu mampu menyihir para wanita sehingga tergila-gila padanya. Begitu pula dengan Eritha yang selalu dibuat mual dan pusing setiap kali dia mendekat.Hanya tetap saja, perang mental ini terlalu berlebihan untuknya. Bagaimana ia harus bertahan ketika dalam hitungan detik ia dibenci tidak hanya segelintir siswa, tapi banyak siswa sekaligus?Terlebih dari semua hal kenapa ia hanya dapat memberikan alasan tak masuk akal tersebut? Alih-alih menulis konflik yang lebih masuk akal?Kini dengan kata-katanya, ia terjerat oleh para penggemarnya dan juga Arlando yang menetapkan kalau hari ini adalah hari pertama mereka.Mengap

DMCA.com Protection Status