"Pramudya?!" Geovan berdiri di depan Jaxton yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Ajudan terpercaya Jaxton Quinn itu menganggukkan kepala. "Benar. Pramudya Hasan. Dialah yang telah memerintahkan dua orang preman untuk mencelakai Nona Audriana. Satu orang bertugas untuk pengalihan, sedangkan satu lagi bagian eksekutornya," ungkap Geovan. "Lalu siapa sebenarnya Pramudya Hasan? Dan kenapa dia ingin menyakiti Audriana?" "Kami masih menggali informasi itu lebih dalam lagi, Mr. Quinn." Jaxton menghembuskan napas keras, menyuarakan ketidakpuasannya akan jawaban ajudannya itu. "Tolong jangan membuatku kesal, Geo! Aku ingin Pramudya Hasan keparat itu segera ditemukan dan bawa dia hidup-hidup ke hadapanku!" "Baik, Mr. Quinn ," sahut Geovan dengan sedikit membungkukkan badannya dengan gestur memberi hormat, sebelum akhirnya pergi dari hadapan Jaxton. Langkah tegasnya menyusuri lorong rumah sakit, namun pikirannya melayang-layang entah kemana. "Pramudya Hasan, siapa kau sebenarnya?" G
"Baby, wake up..." Audriana melenguh pelan ketika merasakan beberapa kecupan yang mendarat di leher dan pipinya. "Jaxton, aku masih mengantuk," protesnya saat Jaxton dengan sengaja terus mengecupnya dengan bertubi-tubi untuk membangunkan wanita itu. "Waktunya minum susu soremu, Baby. Kamu harus menjaga asupan gizimu dan juga anak kita." Kini kecupan Jaxton pun beralih ke perut Audriana yang masih datar. Setelah mengetahui kekasihnya mengandung anak mereka, Jaxton-lah yang selalu menyiapkan segelas susu kehamilan untuk Audriana dua kali dalam sehari. Audriana pun hanya bisa menghembuskan napas kesal, namun ia luluh juga melihat bagaimana Jaxton mengecup perutnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Audriana menjulurkan tangannya, untuk menyentuh dan membelai rambut coklat gelap Jaxton yang tebal namun terasa lembut di jemarinya. "Hmm... nanti kalau Jaxton Junior sudah lahir, aku akan berebut perhatianmu dengan anakku sendiri!" Cetus lelaki itu sambil cemberut. "Well, seper
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
"Baby, wake up..." Audriana melenguh pelan ketika merasakan beberapa kecupan yang mendarat di leher dan pipinya. "Jaxton, aku masih mengantuk," protesnya saat Jaxton dengan sengaja terus mengecupnya dengan bertubi-tubi untuk membangunkan wanita itu. "Waktunya minum susu soremu, Baby. Kamu harus menjaga asupan gizimu dan juga anak kita." Kini kecupan Jaxton pun beralih ke perut Audriana yang masih datar. Setelah mengetahui kekasihnya mengandung anak mereka, Jaxton-lah yang selalu menyiapkan segelas susu kehamilan untuk Audriana dua kali dalam sehari. Audriana pun hanya bisa menghembuskan napas kesal, namun ia luluh juga melihat bagaimana Jaxton mengecup perutnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Audriana menjulurkan tangannya, untuk menyentuh dan membelai rambut coklat gelap Jaxton yang tebal namun terasa lembut di jemarinya. "Hmm... nanti kalau Jaxton Junior sudah lahir, aku akan berebut perhatianmu dengan anakku sendiri!" Cetus lelaki itu sambil cemberut. "Well, seper
"Pramudya?!" Geovan berdiri di depan Jaxton yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Ajudan terpercaya Jaxton Quinn itu menganggukkan kepala. "Benar. Pramudya Hasan. Dialah yang telah memerintahkan dua orang preman untuk mencelakai Nona Audriana. Satu orang bertugas untuk pengalihan, sedangkan satu lagi bagian eksekutornya," ungkap Geovan. "Lalu siapa sebenarnya Pramudya Hasan? Dan kenapa dia ingin menyakiti Audriana?" "Kami masih menggali informasi itu lebih dalam lagi, Mr. Quinn." Jaxton menghembuskan napas keras, menyuarakan ketidakpuasannya akan jawaban ajudannya itu. "Tolong jangan membuatku kesal, Geo! Aku ingin Pramudya Hasan keparat itu segera ditemukan dan bawa dia hidup-hidup ke hadapanku!" "Baik, Mr. Quinn ," sahut Geovan dengan sedikit membungkukkan badannya dengan gestur memberi hormat, sebelum akhirnya pergi dari hadapan Jaxton. Langkah tegasnya menyusuri lorong rumah sakit, namun pikirannya melayang-layang entah kemana. "Pramudya Hasan, siapa kau sebenarnya?" G
"Pak? Ada apa?" Kania bertanya heran melihat wajah Geovan yang mendadak berubah setelah membaca pesan di ponselnya. "Ada orang yang mencelakai Mr. Quinn," sahut Geovan dengan ketenangan yang patut diacungi jempol, meskipun sesungguhnya ia merasakan kekhawatiran yang sangat besar. "Beliau ditusuk." Kania membelalakkan mata terkejut mendengar penuturan Geovan."Apa?? Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Dan Audriana?? Apa dia baik-baik saja??" Tanya panik gadis itu yang bertubi-tubi, karena yang ia tahu sahabatnya itu sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya itu. "Nona Audriana sepertinya baik-baik saja,tapi aku harus ke rumah sakit sekarang," sahut Geovan sembari menyimpan ponselnya di dalam saku. Satu tangannya terulur untuk menepuk lembut puncak kepala Kania. "Kembalilah ke kamarmu dan jangan pernah keluar dari lingkungan hotel, mengerti?" "Tapi... bagaimana dengan rapat hari ini, Pak?" "Aku akan mengirimkan pesan ke semua peserta, kalau rapat sementara ditunda hingga beso
Suara tawa bahagia berkumandang di udara bebas, disertai suara deburan ombak yang memecah pantai.Audriana sedang asik bermain air bersama Jaxton, yang malah menggunakan kesempatan itu untuk deep skinship dengan wanitanya. "Jaxton!" Audriana mendelik kesal ketika Jaxton tiba-tiba mengecup dua gundukan dadanya dari balik baju renang. "Malu!" Jaxton menatap malas ke arah para bodyguard, yang tak ada satu pun yang berani menatap bos serta kekasihnya itu. "Tak ada yang melihat, Baby. Ayo, cium aku dulu biar aku tidak terlalu merindukannmu," pintanya dengan wajah memelas. "Ck. Kita cuma berpisah satu jam selama kamu rapat koordinasi, Jaxton! Jangan berlebihan," decak wanita itu sembari mengikat rambutnya yang panjang menjadi kuncir kuda di atas kepala. "Kamu seksi sekali kalau sedang menguncir rambut seperti itu," puji Jaxton dengan tatapan hijau zamrudnya yang memuja. Tiba-tiba ia menarik karet rambut Audriana hingga terlepas dari rambutnya. "Jaxton!" Pekik Audriana yang kesal karen
"Belinda??" Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya?? Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??" Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya. Karena bagaimana pun, wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan. "Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?" tanya balik Geovan. Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan hea
"Jaxton, aku bisa naik tangga sendiri. Tolong jangan berlebihan!" Audriana hanya bisa menghela napas lelah melihat calon ayah dari anaknya, yang memaksa menggendongnya menaiki tangga menuju pesawat. "Dokter sudah bilang kalau semester awal kehamilan ini kamu tidak boleh terlalu lelah, Baby. Dan menurutku, menaiki tangga seperti ini sangat berpotensi membuatmu kelelahan," tukas Jaxton santai. "Itu cuma TANGGA. Dan tidak terlalu tinggi pula! Justru yang berpotensi membuatku kelelahan itu ya serangan dari kamu setiap malam," balas Audriana lagi. Jaxton mengerang kesal. "Please jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu, Audriana." Lelaki itu terlihat merana karena Dokter Kandungan telah mengingatkannya untuk menunda berhubungan intim dulu selama trisemester pertama, karena kondisi kehamilan di tiga bulan awal yang masih rentan. "Karena Dokter melarang kita bercinta, maka mulai detik ini aku akan melakukan apa pun untuk mengobati rasa rinduku. Seperti mencium bibirmu kapan dan dimana
Tiba-tiba suara denting ponsel mengagetkan mereka berdua, dan tak pelak juga membuat akal pikiran Geovan kembali kepada kenyataan. Sambil mengumpat keras, serta merta ia menarik cepat jemarinya dari tubuh Kania, dan beringsut berdiri dari atas ranjang untuk meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Pak... Geovan?" Kania menatap sayu penuh tanda tanya pada Geovan yang tiba-tiba berlalu begitu saja tanpa kata. Tanpa ia tahu jika sesungguhnya Geovan berusaha keras mengabaikan suara serak Kania yang menggoda. Geovan mencoba fokus meluruskan pikirannya. Setelah menarik napas yang teramat panjang, lelaki itu pun membuka sebuah pesan dari Mr. Quinn yang masuk ke dalam ponselnya. [Audriana hamil, Geo!!! Is that amazing?? Aku akan menjadi seorang Daddy!!] Kalimat Jaxton membuat lelaki berparas blasteran Indonesia-Korea itu pun sontak tercenung. Aura kebahagiaan yang terpancar jelas dari dalam pesan bosnya itu tak pelak menohok dirinya, yang hampir saja membuat kesalahan di
Kania membalikkan tubuh Geovan yang menegang kaku hingga mereka pun kini saling berhadapan, lalu tersenyum dengan sangat manis saat mereka saling beradu beradu tatap. "Mmm... Pak Geovan?" Panggil Kania manja. Geovan menelan ludah, setengah mati menahan dirinya untuk tidak menyerang Kania yang sekarang menjadi sangat seksi. "Y-yaaa??" Jawab Geovan yang kini telah mengalihkan pandangannya dari siluet sensual yang membuatnya gerah. "Saya mau mengakui sesuatu," tutur Kania dengan wajah polos namun terlihat menggemaskan. "Sebenarnya, saya sudah menyukai Pak Geovan waktu pertama kali kita bertemu. Itu loh, waktu kita berada di ruangan Mr. Quinn. Menurut saya, Pak Geovan itu bukan cuma amat sangat tampan, tapi juga cool dan sangat fokus saat sedang bekerja." Kania berhenti sebentar untuk terkikik genit. Efek obat perangsang yang ia telan secara tidak sengaja di dalam cheese cake itu bukan saja membuat gairahnya naik, tapi juga kepercayaan dirinya yang meningkat tajam. Kania mod
Pernahkah kau merasakan kebahagiaan yang begitu besarnya, hingga rasanya kedua kakimu seakan melayang tak berpijak di atas tanah? Mungkin itulah yang dirasakan oleh Jaxton saat ini. Ucapan lembut Audriana yang mengatakan kalau saat ini gadisnya itu sedang mengandung anak mereka, Jaxton pun merasa bahwa Tuhan beserta Malaikat-Nya pasti sedang tersenyum untuknya hari ini. Seorang anak!! Seorang makhluk kecil yang akan berlarian ke sana ke mari dengan riang dan memaggilnya 'Daddy'. Yang akan bergelayut manja pada lengannya dan akan mendapatkan ciuman sayang darinya setiap waktu. Yang akan meneruskan kehidupan ini dengan menyandang nama 'Quinn' di belakang namanya. Jaxton mengangkat tubuh Audriana hingga wajah mereka kini sejajar, sebelum memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir ranum calon istrinya. Setelah puas memagut, Jaxton pun menurunkan kembali kekasihnya. Tawa bahagia menguar dari bibir lelaki itu, dengan netra zamrud berkilau menatap Audriana penuh memuja. "Aku s