Tiba-tiba suara denting ponsel mengagetkan mereka berdua, dan tak pelak juga membuat akal pikiran Geovan kembali kepada kenyataan. Sambil mengumpat keras, serta merta ia menarik cepat jemarinya dari tubuh Kania, dan beringsut berdiri dari atas ranjang untuk meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Pak... Geovan?" Kania menatap sayu penuh tanda tanya pada Geovan yang tiba-tiba berlalu begitu saja tanpa kata. Tanpa ia tahu jika sesungguhnya Geovan berusaha keras mengabaikan suara serak Kania yang menggoda. Geovan mencoba fokus meluruskan pikirannya. Setelah menarik napas yang teramat panjang, lelaki itu pun membuka sebuah pesan dari Mr. Quinn yang masuk ke dalam ponselnya. [Audriana hamil, Geo!!! Is that amazing?? Aku akan menjadi seorang Daddy!!] Kalimat Jaxton membuat lelaki berparas blasteran Indonesia-Korea itu pun sontak tercenung. Aura kebahagiaan yang terpancar jelas dari dalam pesan bosnya itu tak pelak menohok dirinya, yang hampir saja membuat kesalahan di
"Jaxton, aku bisa naik tangga sendiri. Tolong jangan berlebihan!" Audriana hanya bisa menghela napas lelah melihat calon ayah dari anaknya, yang memaksa menggendongnya menaiki tangga menuju pesawat. "Dokter sudah bilang kalau semester awal kehamilan ini kamu tidak boleh terlalu lelah, Baby. Dan menurutku, menaiki tangga seperti ini sangat berpotensi membuatmu kelelahan," tukas Jaxton santai. "Itu cuma TANGGA. Dan tidak terlalu tinggi pula! Justru yang berpotensi membuatku kelelahan itu ya serangan dari kamu setiap malam," balas Audriana lagi. Jaxton mengerang kesal. "Please jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu, Audriana." Lelaki itu terlihat merana karena Dokter Kandungan telah mengingatkannya untuk menunda berhubungan intim dulu selama trisemester pertama, karena kondisi kehamilan di tiga bulan awal yang masih rentan. "Karena Dokter melarang kita bercinta, maka mulai detik ini aku akan melakukan apa pun untuk mengobati rasa rinduku. Seperti mencium bibirmu kapan dan dimana
"Belinda??" Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya?? Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??" Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya. Karena bagaimana pun, wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan. "Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?" tanya balik Geovan. Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan hea
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
"Belinda??" Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya?? Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??" Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya. Karena bagaimana pun, wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan. "Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?" tanya balik Geovan. Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan hea
"Jaxton, aku bisa naik tangga sendiri. Tolong jangan berlebihan!" Audriana hanya bisa menghela napas lelah melihat calon ayah dari anaknya, yang memaksa menggendongnya menaiki tangga menuju pesawat. "Dokter sudah bilang kalau semester awal kehamilan ini kamu tidak boleh terlalu lelah, Baby. Dan menurutku, menaiki tangga seperti ini sangat berpotensi membuatmu kelelahan," tukas Jaxton santai. "Itu cuma TANGGA. Dan tidak terlalu tinggi pula! Justru yang berpotensi membuatku kelelahan itu ya serangan dari kamu setiap malam," balas Audriana lagi. Jaxton mengerang kesal. "Please jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu, Audriana." Lelaki itu terlihat merana karena Dokter Kandungan telah mengingatkannya untuk menunda berhubungan intim dulu selama trisemester pertama, karena kondisi kehamilan di tiga bulan awal yang masih rentan. "Karena Dokter melarang kita bercinta, maka mulai detik ini aku akan melakukan apa pun untuk mengobati rasa rinduku. Seperti mencium bibirmu kapan dan dimana
Tiba-tiba suara denting ponsel mengagetkan mereka berdua, dan tak pelak juga membuat akal pikiran Geovan kembali kepada kenyataan. Sambil mengumpat keras, serta merta ia menarik cepat jemarinya dari tubuh Kania, dan beringsut berdiri dari atas ranjang untuk meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Pak... Geovan?" Kania menatap sayu penuh tanda tanya pada Geovan yang tiba-tiba berlalu begitu saja tanpa kata. Tanpa ia tahu jika sesungguhnya Geovan berusaha keras mengabaikan suara serak Kania yang menggoda. Geovan mencoba fokus meluruskan pikirannya. Setelah menarik napas yang teramat panjang, lelaki itu pun membuka sebuah pesan dari Mr. Quinn yang masuk ke dalam ponselnya. [Audriana hamil, Geo!!! Is that amazing?? Aku akan menjadi seorang Daddy!!] Kalimat Jaxton membuat lelaki berparas blasteran Indonesia-Korea itu pun sontak tercenung. Aura kebahagiaan yang terpancar jelas dari dalam pesan bosnya itu tak pelak menohok dirinya, yang hampir saja membuat kesalahan di
Kania membalikkan tubuh Geovan yang menegang kaku hingga mereka pun kini saling berhadapan, lalu tersenyum dengan sangat manis saat mereka saling beradu beradu tatap. "Mmm... Pak Geovan?" Panggil Kania manja. Geovan menelan ludah, setengah mati menahan dirinya untuk tidak menyerang Kania yang sekarang menjadi sangat seksi. "Y-yaaa??" Jawab Geovan yang kini telah mengalihkan pandangannya dari siluet sensual yang membuatnya gerah. "Saya mau mengakui sesuatu," tutur Kania dengan wajah polos namun terlihat menggemaskan. "Sebenarnya, saya sudah menyukai Pak Geovan waktu pertama kali kita bertemu. Itu loh, waktu kita berada di ruangan Mr. Quinn. Menurut saya, Pak Geovan itu bukan cuma amat sangat tampan, tapi juga cool dan sangat fokus saat sedang bekerja." Kania berhenti sebentar untuk terkikik genit. Efek obat perangsang yang ia telan secara tidak sengaja di dalam cheese cake itu bukan saja membuat gairahnya naik, tapi juga kepercayaan dirinya yang meningkat tajam. Kania mod
Pernahkah kau merasakan kebahagiaan yang begitu besarnya, hingga rasanya kedua kakimu seakan melayang tak berpijak di atas tanah? Mungkin itulah yang dirasakan oleh Jaxton saat ini. Ucapan lembut Audriana yang mengatakan kalau saat ini gadisnya itu sedang mengandung anak mereka, Jaxton pun merasa bahwa Tuhan beserta Malaikat-Nya pasti sedang tersenyum untuknya hari ini. Seorang anak!! Seorang makhluk kecil yang akan berlarian ke sana ke mari dengan riang dan memaggilnya 'Daddy'. Yang akan bergelayut manja pada lengannya dan akan mendapatkan ciuman sayang darinya setiap waktu. Yang akan meneruskan kehidupan ini dengan menyandang nama 'Quinn' di belakang namanya. Jaxton mengangkat tubuh Audriana hingga wajah mereka kini sejajar, sebelum memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir ranum calon istrinya. Setelah puas memagut, Jaxton pun menurunkan kembali kekasihnya. Tawa bahagia menguar dari bibir lelaki itu, dengan netra zamrud berkilau menatap Audriana penuh memuja. "Aku s
Audriana membuka kamar kosnya menggunakan kunci cadangan yang ia minta dari Ibu pemilik kos. Ia pun tercengang ketika mendapati kondisi kamarnya yang tidak seperti telah ditinggalkan selama berbulan-bulan lamanya. Bahkan tadinya ia sempat merasa skeptis ketika menyusuri jalanan menuju rumah kos, mengira bahwa ia mungkin sudah didepak dari rumah itu karena tidak membayar selama berbulan-bulan. Namun semua praduga itu pun seketika hilang, ketika Audriana masih disambut baik oleh ibu kosnya yang mengatakan kalau uang sewa kamarnya telah dilunasi hingga setahun ke depan. Tentu saja awalnya Audriana bingung, karena ia merasa tidak pernah membayar uang sewanya sepeser pun sejak bersama Jaxton.Namun ketika sang pemilik itu menjelaskan bahwa ada seorang lelaki tampan dengan ciri-ciri mirip idol Korea yang datang menemuinya untuk membayarkan sewa kamar Audriana secara cash, gadis itu pun seketika mengerti. Pasti Geovan yang melakukannya, atas perintah dari Jaxton. Audriana lalu menatap
"Baby, kamu mau kemana?" "Jangan mengikutiku!" Teriak Audriana, yang sudah keluar dari dalam mobil dan diikuti oleh Jaxton. "Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya, Jaxton. Please. Biarkan aku sendiri!" "Baby, jangan berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian," mohon Jaxton dengan wajah yang sendu. Keterusterangannya tentang siapa dan bagaimana dirinya di masa lalu, telah membuat Audriana shock. Gadis itu sempat terdiam selama beberapa menit dengan wajah kosong, yang membuat Jaxton cemas. "Aku hanya butuh sendirian, Jaxton. Aku perlu... memikirkan semua ini." Audriana menatap lelaki tampan bertuxedo di hadapannya dengan tatapan nanar. "Aku perlu berpikir ulang tentang... kita," lirihnya. "Tidak! Tidak, Baby! JANGAN PERNAH berpikir ulang tentang kita!" Sentak Jaxton dengan napas memburu. Ketakutan akan kehilangan Audriana membuat tubuhnya tiba-tiba gemetar tak terkendali. "FINE!! Kamu bilang butuh waktu sendiri, bukan?? Akan kuberikan apa pun yang
"Maaf Pak Geovan, saya tidak perlu diantar ke rumah sakit. Jika tidak merepotkan, saya ingin pulang saja." Lelaki yang sedang fokus menyetir itu melirik ke samping dimana seorang gadis yang sedari tadi duduk diam terus memegangi perutnya. "Tidak. Kita tetap ke rumah sakit," putusnya tanpa bisa ditawar lagi. Kania meringis. "Masalahnya semalam saya juga baru dari rumah sakit, Pak. Dan obat-obatannya masih ada di rumah," tukas Kania. "Apa benar begitu? Itu bukan alasan saja karena kamu yang tidak mau berobat, kan?" "Saya berkata jujur, Pak. Kalau tidak percaya, Pak Geovan bisa mengecek label rumah sakit yang menempel di obat-obatan saya di rumah." Geovan menghela napas pelan. "Baiklah. Masukkan GPS alamatmu," titah Geivan kepada Kania, yang langsung memasukkan alamat rumah kontrakannya ke dalam sistem navigasi mobil. Tak ada yang bicara lagi sesudahnya. Keheningan itu membuat Kania yang menahan nyeri di perutnya pun seketika mengantuk. Namun sebagai orang yang diberi tumpan
Acara sudah dimulai dengan penampilan salah satu penyanyi muda wanita yang diorbitkan oleh Quinn Entertainment, yang kebetulan juga faforit Audriana. Ketika penyanyi itu turun dari panggung sambil terus bernyanyi dan berjalan ke arah Jaxton dan Audriana, gadis itu pun sampai berdiri dan ikut bernyanyi bersama. Siapa yang sangka jika ternyata Audriana memiliki suara yang bagus? Jaxton serta semua orang yang ada di sana pun terkejut sekaligus kagum mendengarnya. "Kamu nggak pernah bilang kalau bisa menyanyi dengan baik," bisik Jaxton di telinga Audriana, ketika gadis itu telah kembali duduk di kursinya. "Suara kamu bagus sekali, Baby." Pujinya tulus sembari mengecup pipi Audriana gemas. "Jika saja kamu bukan calon istriku, sudah pasti akan kuorbitkan." Audriana lagi-lagi hanya bisa tersipu malu ketika Jaxton bersikap mesra di depan semua orang. "Jangan suka menciumku di depan umum, malu!" Bisiknya sambil cemberut. Acara selanjutnya adalah pidato pembuka yang akan dilakukan oleh CE