Pertama yang Audriana lihat adalah cahaya terang yang terasa menusuk matanya, hingga membuatnya kembali terpejam. "Audriana... ini aku. Ayo bukalah matamu, Baby." Suara berat yang disertai usapan lembut di kepalanya serta kecupan di keningnya itu, tak pelak membuat manik bening Audriana kembali terbuka. "Jaxton?" guman lirih gadis itu dengan tatapan sayu menatap seraut wajah tampan yang menatapnya dengan sorot cemas. "Ya, ini aku." Jaxton menggenggam jemari lentik yang dingin itu dengan perasaan lega yang luar biasa. "Syukurlah kamu sudah sadar, Baby." Audriana mengerjap pelan. "Haus," ucapnya dengan suara lemah. Jaxton cepat-cepat mengambilkan minum untuk kekasihnya. Dengan bantuan sedotan, Audriana memiringkan kepalanya untuk menyedot air di dalam gelas hingga tandas tak bersisa.Lalu Jaxton mengelap sisa air di bibir Audriana dengan ibu jarinya, dan menaruh gelas yang sudah kosong itu di atas nakas. Lelaki itu kembali duduk di kursi di samping brankar, lalu meraih jemari Aud
Sesaat setelah Windi keluar dari ruangan, Geovan pun menatap Jaxton penuh tanda tanya. Tak biasanya Tuannya itu memberikan maaf kepada seseorang yang sudah jelas mengakui pengkhianatan nya. "Jangan menatapku terlalu lama, Geo. Kau membuatku merinding." Jaxton membuka jas navy-nya dan menyampirkan benda itu di atas sandaran kursi, lalu membuka dasi serta dua kancing kemeja bagian atas. "Aku akan menemui Audriana, kau tahu artinya kan?" Kali ini Jaxton yang menatap tajam ajudannya. Geovan mengangguk. "Artinya Anda tidak ingin diganggu sampai waktu yang tidak dapat ditentukan," sahutnya tegas. Ia sangat hapal dengan kebiasaan baru Tuannya ini, yang sama sekali tidak mau diganggu jika sedang bersama Nona Audriana. Terakhir kalinya Geovan menghubunginya tentang masalah pekerjaan, Tuannya itu langsung mengamuk besar karena sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya. "Bagus. Tolong handle dulu semua masalah pekerjaan. Dan hold semua keputusan penting hingga besok pagi." Setelah mem
"Yakinkan aku dengan cumbuan paling panas dan menggoda darimu. Lalu setelahnya biar aku yang akan memutuskan untuk memaafkanmu atau tidak."Setelah berucap demikian, Jaxton pun sengaja mendekatkan bibirnya dengan bibir Audriana, meskipun pada akhirnya dirinyalah yang harus menahan sekuat tenaga agar tidak lebih dulu menerkam gadis itu. "Aku akan kasih semua yang kamu mau..." tanpa disangka Audriana malah berkata kalimat dengan nada yang seduktif, seraya menyentuhkan jemarinya untuk mengelus pipi dan bibir Jaxton. "Apa pun..." bisik gadis itu lagi di telinga Jaxton, dengan senyumnya yang terukir menawan dan serta-merta membuat otak Jaxton kacau balau. Tatapan dari netra hijau zamrudnya terus terarah penuh damba pada bibir Audriana yang merah merekah mengundang hasrat. Napasnya mulai memburu karena kalimat merayu dan bisikan itu membuat pasokan oksigen menuju ke jantungnya seakan terhambat oleh sesuatu terasa meletup-letup di dalam dirinya. Sesuatu... yang dinamakan gairah. Ah, se
"Audrianaa!""Kania?!!"Dua wanita itu saling menjerit histeris dan berpelukan erat sambil berjingkrak-jingkrak gembira seperti dua orang anak kecil.Jaxton yang tadinya sedang berdiskusi dengan Geovan pun tak pelak mengalihkan wajah demi menatap calon istrinya yang bersikap aneh kepada seorang wanita asing."Siapa dia?" Tanya Jaxton pada Geovan."Namanya Kania Alexandra, dia adalah Sekretaris Anda mulai saat ini, Mr. Quinn. Dan sepertinya, Nona Audriana juga mengenalnya," sahut Geovan yang juga ikut bingung melihat dua orang wanita heboh itu."Audriana," panggil Jaxton. "Kemarilah sebentar, Baby."Ketika melihat Audriana yang berlari kecil ke arah Jaxton Quinn, Kania pun sontak terperanjat. Gawat. Ternyata teman baiknya itu adalah kekasih bosnya! Dan apa pula yang barusan ia lakukan tadi?? Loncat-loncat dan teriak-teriak seperti anak kecil!!Aduh, padahal hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai Sekretaris CEO!Kania hanya menunduk sambil terus merutuki kebodohannya, hingga
"Jangan terlalu banyak tersenyum!" Audriana mengernyit saat mendengar bisikan di telinganya. Sontak ia pun menatap wajah lelaki tampan bertuxedo hitam yang sejak tadi tak pernah sedetik pun melepaskan cengkeraman di pinggangnya. "Memangnya kenapa?" Tanya Audriana tidak mengerti. "Aku hanya senyum kepada wartawan, kok. Kan biar hasil foto kita jadi bagus," cengirnya. "Senyum kamu terlalu cantik, dan aku tidak rela jika banyak lelaki yang bisa menikmatinya!" Balas Jaxton gusar. "Mereka akan mulai membayangkanmu dalam imajinasi liar mereka, Baby. Aku tahu itu, karena aku juga laki-laki," tegasnya. "Lalu aku harus bagaimana? Cemberut?" Cetus Audriana yang mulai ikut-ikutan kesal. "Cukup berwajah datar saja sama sepertiku," sarannya sambil menatap bibir Audriana yang menggoda. Ah, seandainya mereka sedang tidak menjadi pusat perhatian, pasti saat ini Jaxton sudah menerjang bibir itu dan melahapnya dengan penuh nikmat. Audriana berdecih. "Jangan berlebihan, Jaxton. Itu cuma senyum! K
Acara sudah dimulai dengan penampilan salah satu penyanyi muda wanita yang diorbitkan oleh Quinn Entertainment, yang kebetulan juga faforit Audriana. Ketika penyanyi itu turun dari panggung sambil terus bernyanyi dan berjalan ke arah Jaxton dan Audriana, gadis itu pun sampai berdiri dan ikut bernyanyi bersama. Siapa yang sangka jika ternyata Audriana memiliki suara yang bagus? Jaxton serta semua orang yang ada di sana pun terkejut sekaligus kagum mendengarnya. "Kamu nggak pernah bilang kalau bisa menyanyi dengan baik," bisik Jaxton di telinga Audriana, ketika gadis itu telah kembali duduk di kursinya. "Suara kamu bagus sekali, Baby." Pujinya tulus sembari mengecup pipi Audriana gemas. "Jika saja kamu bukan calon istriku, sudah pasti akan kuorbitkan." Audriana lagi-lagi hanya bisa tersipu malu ketika Jaxton bersikap mesra di depan semua orang. "Jangan suka menciumku di depan umum, malu!" Bisiknya sambil cemberut. Acara selanjutnya adalah pidato pembuka yang akan dilakukan oleh CE
"Maaf Pak Geovan, saya tidak perlu diantar ke rumah sakit. Jika tidak merepotkan, saya ingin pulang saja." Lelaki yang sedang fokus menyetir itu melirik ke samping dimana seorang gadis yang sedari tadi duduk diam terus memegangi perutnya. "Tidak. Kita tetap ke rumah sakit," putusnya tanpa bisa ditawar lagi. Kania meringis. "Masalahnya semalam saya juga baru dari rumah sakit, Pak. Dan obat-obatannya masih ada di rumah," tukas Kania. "Apa benar begitu? Itu bukan alasan saja karena kamu yang tidak mau berobat, kan?" "Saya berkata jujur, Pak. Kalau tidak percaya, Pak Geovan bisa mengecek label rumah sakit yang menempel di obat-obatan saya di rumah." Geovan menghela napas pelan. "Baiklah. Masukkan GPS alamatmu," titah Geivan kepada Kania, yang langsung memasukkan alamat rumah kontrakannya ke dalam sistem navigasi mobil. Tak ada yang bicara lagi sesudahnya. Keheningan itu membuat Kania yang menahan nyeri di perutnya pun seketika mengantuk. Namun sebagai orang yang diberi tumpan
"Baby, kamu mau kemana?" "Jangan mengikutiku!" Teriak Audriana, yang sudah keluar dari dalam mobil dan diikuti oleh Jaxton. "Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya, Jaxton. Please. Biarkan aku sendiri!" "Baby, jangan berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian," mohon Jaxton dengan wajah yang sendu. Keterusterangannya tentang siapa dan bagaimana dirinya di masa lalu, telah membuat Audriana shock. Gadis itu sempat terdiam selama beberapa menit dengan wajah kosong, yang membuat Jaxton cemas. "Aku hanya butuh sendirian, Jaxton. Aku perlu... memikirkan semua ini." Audriana menatap lelaki tampan bertuxedo di hadapannya dengan tatapan nanar. "Aku perlu berpikir ulang tentang... kita," lirihnya. "Tidak! Tidak, Baby! JANGAN PERNAH berpikir ulang tentang kita!" Sentak Jaxton dengan napas memburu. Ketakutan akan kehilangan Audriana membuat tubuhnya tiba-tiba gemetar tak terkendali. "FINE!! Kamu bilang butuh waktu sendiri, bukan?? Akan kuberikan apa pun yang
"Baby, wake up..." Audriana melenguh pelan ketika merasakan beberapa kecupan yang mendarat di leher dan pipinya. "Jaxton, aku masih mengantuk," protesnya saat Jaxton dengan sengaja terus mengecupnya dengan bertubi-tubi untuk membangunkan wanita itu. "Waktunya minum susu soremu, Baby. Kamu harus menjaga asupan gizimu dan juga anak kita." Kini kecupan Jaxton pun beralih ke perut Audriana yang masih datar. Setelah mengetahui kekasihnya mengandung anak mereka, Jaxton-lah yang selalu menyiapkan segelas susu kehamilan untuk Audriana dua kali dalam sehari. Audriana pun hanya bisa menghembuskan napas kesal, namun ia luluh juga melihat bagaimana Jaxton mengecup perutnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Audriana menjulurkan tangannya, untuk menyentuh dan membelai rambut coklat gelap Jaxton yang tebal namun terasa lembut di jemarinya. "Hmm... nanti kalau Jaxton Junior sudah lahir, aku akan berebut perhatianmu dengan anakku sendiri!" Cetus lelaki itu sambil cemberut. "Well, seper
"Pramudya?!" Geovan berdiri di depan Jaxton yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Ajudan terpercaya Jaxton Quinn itu menganggukkan kepala. "Benar. Pramudya Hasan. Dialah yang telah memerintahkan dua orang preman untuk mencelakai Nona Audriana. Satu orang bertugas untuk pengalihan, sedangkan satu lagi bagian eksekutornya," ungkap Geovan. "Lalu siapa sebenarnya Pramudya Hasan? Dan kenapa dia ingin menyakiti Audriana?" "Kami masih menggali informasi itu lebih dalam lagi, Mr. Quinn." Jaxton menghembuskan napas keras, menyuarakan ketidakpuasannya akan jawaban ajudannya itu. "Tolong jangan membuatku kesal, Geo! Aku ingin Pramudya Hasan keparat itu segera ditemukan dan bawa dia hidup-hidup ke hadapanku!" "Baik, Mr. Quinn ," sahut Geovan dengan sedikit membungkukkan badannya dengan gestur memberi hormat, sebelum akhirnya pergi dari hadapan Jaxton. Langkah tegasnya menyusuri lorong rumah sakit, namun pikirannya melayang-layang entah kemana. "Pramudya Hasan, siapa kau sebenarnya?" G
"Pak? Ada apa?" Kania bertanya heran melihat wajah Geovan yang mendadak berubah setelah membaca pesan di ponselnya. "Ada orang yang mencelakai Mr. Quinn," sahut Geovan dengan ketenangan yang patut diacungi jempol, meskipun sesungguhnya ia merasakan kekhawatiran yang sangat besar. "Beliau ditusuk." Kania membelalakkan mata terkejut mendengar penuturan Geovan."Apa?? Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Dan Audriana?? Apa dia baik-baik saja??" Tanya panik gadis itu yang bertubi-tubi, karena yang ia tahu sahabatnya itu sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya itu. "Nona Audriana sepertinya baik-baik saja,tapi aku harus ke rumah sakit sekarang," sahut Geovan sembari menyimpan ponselnya di dalam saku. Satu tangannya terulur untuk menepuk lembut puncak kepala Kania. "Kembalilah ke kamarmu dan jangan pernah keluar dari lingkungan hotel, mengerti?" "Tapi... bagaimana dengan rapat hari ini, Pak?" "Aku akan mengirimkan pesan ke semua peserta, kalau rapat sementara ditunda hingga beso
Suara tawa bahagia berkumandang di udara bebas, disertai suara deburan ombak yang memecah pantai.Audriana sedang asik bermain air bersama Jaxton, yang malah menggunakan kesempatan itu untuk deep skinship dengan wanitanya. "Jaxton!" Audriana mendelik kesal ketika Jaxton tiba-tiba mengecup dua gundukan dadanya dari balik baju renang. "Malu!" Jaxton menatap malas ke arah para bodyguard, yang tak ada satu pun yang berani menatap bos serta kekasihnya itu. "Tak ada yang melihat, Baby. Ayo, cium aku dulu biar aku tidak terlalu merindukannmu," pintanya dengan wajah memelas. "Ck. Kita cuma berpisah satu jam selama kamu rapat koordinasi, Jaxton! Jangan berlebihan," decak wanita itu sembari mengikat rambutnya yang panjang menjadi kuncir kuda di atas kepala. "Kamu seksi sekali kalau sedang menguncir rambut seperti itu," puji Jaxton dengan tatapan hijau zamrudnya yang memuja. Tiba-tiba ia menarik karet rambut Audriana hingga terlepas dari rambutnya. "Jaxton!" Pekik Audriana yang kesal karen
"Belinda??" Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya?? Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??" Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya. Karena bagaimana pun, wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan. "Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?" tanya balik Geovan. Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan hea
"Jaxton, aku bisa naik tangga sendiri. Tolong jangan berlebihan!" Audriana hanya bisa menghela napas lelah melihat calon ayah dari anaknya, yang memaksa menggendongnya menaiki tangga menuju pesawat. "Dokter sudah bilang kalau semester awal kehamilan ini kamu tidak boleh terlalu lelah, Baby. Dan menurutku, menaiki tangga seperti ini sangat berpotensi membuatmu kelelahan," tukas Jaxton santai. "Itu cuma TANGGA. Dan tidak terlalu tinggi pula! Justru yang berpotensi membuatku kelelahan itu ya serangan dari kamu setiap malam," balas Audriana lagi. Jaxton mengerang kesal. "Please jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu, Audriana." Lelaki itu terlihat merana karena Dokter Kandungan telah mengingatkannya untuk menunda berhubungan intim dulu selama trisemester pertama, karena kondisi kehamilan di tiga bulan awal yang masih rentan. "Karena Dokter melarang kita bercinta, maka mulai detik ini aku akan melakukan apa pun untuk mengobati rasa rinduku. Seperti mencium bibirmu kapan dan dimana
Tiba-tiba suara denting ponsel mengagetkan mereka berdua, dan tak pelak juga membuat akal pikiran Geovan kembali kepada kenyataan. Sambil mengumpat keras, serta merta ia menarik cepat jemarinya dari tubuh Kania, dan beringsut berdiri dari atas ranjang untuk meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Pak... Geovan?" Kania menatap sayu penuh tanda tanya pada Geovan yang tiba-tiba berlalu begitu saja tanpa kata. Tanpa ia tahu jika sesungguhnya Geovan berusaha keras mengabaikan suara serak Kania yang menggoda. Geovan mencoba fokus meluruskan pikirannya. Setelah menarik napas yang teramat panjang, lelaki itu pun membuka sebuah pesan dari Mr. Quinn yang masuk ke dalam ponselnya. [Audriana hamil, Geo!!! Is that amazing?? Aku akan menjadi seorang Daddy!!] Kalimat Jaxton membuat lelaki berparas blasteran Indonesia-Korea itu pun sontak tercenung. Aura kebahagiaan yang terpancar jelas dari dalam pesan bosnya itu tak pelak menohok dirinya, yang hampir saja membuat kesalahan di
Kania membalikkan tubuh Geovan yang menegang kaku hingga mereka pun kini saling berhadapan, lalu tersenyum dengan sangat manis saat mereka saling beradu beradu tatap. "Mmm... Pak Geovan?" Panggil Kania manja. Geovan menelan ludah, setengah mati menahan dirinya untuk tidak menyerang Kania yang sekarang menjadi sangat seksi. "Y-yaaa??" Jawab Geovan yang kini telah mengalihkan pandangannya dari siluet sensual yang membuatnya gerah. "Saya mau mengakui sesuatu," tutur Kania dengan wajah polos namun terlihat menggemaskan. "Sebenarnya, saya sudah menyukai Pak Geovan waktu pertama kali kita bertemu. Itu loh, waktu kita berada di ruangan Mr. Quinn. Menurut saya, Pak Geovan itu bukan cuma amat sangat tampan, tapi juga cool dan sangat fokus saat sedang bekerja." Kania berhenti sebentar untuk terkikik genit. Efek obat perangsang yang ia telan secara tidak sengaja di dalam cheese cake itu bukan saja membuat gairahnya naik, tapi juga kepercayaan dirinya yang meningkat tajam. Kania mod
Pernahkah kau merasakan kebahagiaan yang begitu besarnya, hingga rasanya kedua kakimu seakan melayang tak berpijak di atas tanah? Mungkin itulah yang dirasakan oleh Jaxton saat ini. Ucapan lembut Audriana yang mengatakan kalau saat ini gadisnya itu sedang mengandung anak mereka, Jaxton pun merasa bahwa Tuhan beserta Malaikat-Nya pasti sedang tersenyum untuknya hari ini. Seorang anak!! Seorang makhluk kecil yang akan berlarian ke sana ke mari dengan riang dan memaggilnya 'Daddy'. Yang akan bergelayut manja pada lengannya dan akan mendapatkan ciuman sayang darinya setiap waktu. Yang akan meneruskan kehidupan ini dengan menyandang nama 'Quinn' di belakang namanya. Jaxton mengangkat tubuh Audriana hingga wajah mereka kini sejajar, sebelum memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir ranum calon istrinya. Setelah puas memagut, Jaxton pun menurunkan kembali kekasihnya. Tawa bahagia menguar dari bibir lelaki itu, dengan netra zamrud berkilau menatap Audriana penuh memuja. "Aku s