Hari ini adalah hari kepulangan Jaxton dan Audriana kembali ke Indonesia setelah tiga hari berlibur di Pulau Voalla Bay Atol, Maldives. Berbeda dengan kedatangannya dulu ke pulau pribadi milik Jaxton Quinn, yang berada dalam kondisi terpaksa dan sedang dalam keadaan tak sadarkan diri karena Jaxton yang membiusnya, kepulangannya ke Indonesia kali ini Audriana tentu saja dalam keadaan yang sadar tanpa bius, apalagi pemaksaan. Gadis itu terlihat antusias ketika sebuah helikopter kembali menjemput mereka menuju ke Bandara Internasional Velana, Male. Audriana pun melongo ketika akhirnya turun dari helikopter, dan Jaxton membawanya masuk ke dalam sebuah pesawat berukuran sedang yang tak begitu jauh dari landasan helipad. "Kamu memiliki pesawat pribadi?!" Seru Audriana kaget, ketika Jaxton membantunya menaiki tangga menuju pesawat itu. "Ck. Jangan berlebihan, Audriana. Ini cuma pesawat," ledek Jaxton yang terkekeh pelan, melihat bagaimana mata bening gadis itu membelalak sempurna de
"Aaa... lepaass!" Audriana menjerit dan meronta-ronta, ketika Jaxton menangkap tubuhnya serta memeluknya dari belakang dengan erat. "Baby, kumohon jangan marah-marah lagi! Aku bersumpah tidak pernah bermaksud menjadikanmu sebagai sebuah prestasi seperti yang kamu maksud. Tapi bagiku kamu memang sebuah prestasi yang ingin kumiliki selamanya!" Deru napas Audriana masih memburu dengan ribut karena emosi yang memuncak, namun ucapan Jaxton barusan serta pelukan back hug-nya itu sedikit membuatnya lebih tenang, walaupun batinnya masih tetap meradang. Jaxton menghirup kulit leher kuning langsat itu dan mendesah pelan. "Tak bisakah kamu membedakannya, Audriana? Aku sangat berubah setelah mengenalmu. Memang benar kalau aku begitu brengsek di masa lalu, tapi semua masa lalu itu tidak bisa kuubah," bisik Jaxton dengan bibir yang menempel di daun telinga Audriana. Napas lelaki itu menerpa anak-anak rambutnya yang berantakan setelah mengamuk tadi, namun bagi Jaxton itu terlihat seksi sekali.
Hilang sudah niatan Jaxton untuk bekerja di atas pesawat dalam perjalanan pulang dari Maldives menuju Jakarta.Meskipun sejak tadi ia sudah menahan diri untuk tidak membawa Audriana ke kamar pribadinya, namun semuanya itu tak berguna ketika ucapan Lexi si pramugari sialan yang membuat wanitanya murka, dan mereka pun akhirnya terjebak di kamar ini.Jaxton sudah melucuti seluruh baju Audriana beserta pakaian dalamnya, dan kini bibirnya sedang asik menghisap puncak dada yang kenyal merah muda itu.Ada beberapa jejak cinta kemerahan di sekitar dada bulat itu, dan jumlahnya pun akan terus bertambah mengingat lelaki yang membuatnya begitu beringas.Jaxton bukan saja memberikan tanda itu di area dada, tapi juga di leher, perut, dan paha Audriana, seakan senagaja ingin memberitahukan kepada seluruh dunia bahwa wanita ini telah menemukan pemiliknya."Baby, tubuhmu lembut sekali..." suara serak Jaxton mengalun dengan seksi seiring dengan gerakan tangannya yang terus bergerilya dan hinggap di se
Audriana masih lelap tertidur ketika pesawat pribadi Jaxton telah tiba di Jakarta. Tak tega membangunkan kekasihnya yang memang kelelahan setelah digempur delapan ronde, Jaxton pun akhirnya memutuskan untuk menggendong tubuh mungil dengan lekuknya yang menggiurkan itu ala bridal untuk keluar dari pesawat, setelah memakaikan gadis itu kemeja miliknya karena gaun Audriana telah ia robek hingga tak berbentuk. Seakan tidak terganggu, Audriana sama sekali tidak terbangun saat Jaxton membawanya menuruni tangga pesawat.Jaxton langsung memasuki mobil Rolls Royce hitam mengkilat yang telah menunggu tak jauh dari sana. Para pengawal yang berpakaian setelan jas hitam-hitam berdiri berjejer itu tidak ada yang berani membantu Tuan mereka.Karena mereka semua telah diwanti-wanti oleh Geovan sang ajudan untuk tidak menyentuh Nona Audriana seujung jari pun, jika tidak ingin mendapatkan kemurkaan Jaxton Quinn. Bahkan tak ada yang berani menatap gadis yang masih nyenyak terlelap itu. Mereka semua
29. Fiona "Khalissa Rininta adalah adik tirimu." **FLASHBACK LIMA BELAS TAHUN YANG LALU** "Jax, kenalkan ini adalah Fiona. Calon ibu barumu. Fiona, ini adalah putraku Jaxton." Jaxton menatap wanita itu sambil menundukkan kepala hormat dan sedikit senyum tipis di bibirnya, walaupun ia sedang menahan rasa muak yang terasa mengaduk-aduk isi perutnya. Fiona adalah sekretaris Daddy, dan ia sudah lama mengetahui bahwa Daddy diam-diam berselingkuh dengan wanita itu di belakang Mommy. Namun sebagai seorang putra yang patuh, ia hanya diam dan seakan tak melihat bagaimana Daddy menyetubuhi Fiona di ruang kerjanya. Saat itu ia hendak bermain ke kantor Daddy karena sekolahnya dipulangkan lebih cepat. Ia tak sabar ingin memamerkan project sains-nya yang mendapat nilai tertinggi di kelas kepada Daddy. Saat ia hendak membuka pintu ruangan kerja Daddy, Jaxton bisa mendengar suara-suara rintihan dan lenguhan dari balik pintu. Ragu-ragu dan dengan tangan yang gemetar, Jaxton perlaha
Jaxton menggebrak mejanya dengan keras sembari menatap Geovan tajam. "Apa maksudmu, Geo? Lisa adalah adik tiriku?? Adik tiriku bernama Felice, dan dia sudah tewas di tangan ibu kandungnya di usia dua tahun!" Bentaknya dengan emosi yang memuncak. Bayang kelam masa lalu itu membuat kondisi jiwanya kembali terguncang. Tubuh Felice yang mungil tergeletak di atas teras dengan bersimbah darah, dan Fiona yang masih menatapnya dengan tatapan sinting yang memuja. Bahkan ia masih mengingat setiap detil kejadian di hari yang naas itu. "Sekarang tak ada lagi yang akan membuatmu berat untuk menjalani cinta denganku, Jax. Felice sudah tiada. Kau tidak perlu lagi merasa bersalah pada adikmu itu," bisik Fiona di telinga Jaxton, yang sedang menyandarkan perutnya di pagar balkon lantai dua dan menatap nanar pada tubuh kecil adiknya yang sudah tak bergerak di bawah sana. Fiona mengelus rambut coklat Jaxton dengan penuh cinta. "Kita ditakdirkan untuk bersama selamanya, Sayang. Aku akan selalu
Ranjang yang semula rapi itu kini terlihat berantakan tak berbentuk, karena panasnya aktivitas yang berlangsung di atasnya. Bantal-bantalnya telah berjatuhan ke lantai, seprai yang tercabut dan kusut, serta selimut terlempar entah kemana. Dua insan manusia yang saling bergerak seirama dengan gerakan yang erotis itu saling memberikan gairah, berpacu dalam gelora yang tak pernah surut. "Ahh... hh... haahh... " Audriana mendesah nikmat merasakan benda tumpul besar dan panjang yang memenuhi celah surganya, berulangkali menghujamnya dengan keras dan cepat tanpa jeda. Jaxton menyetubuhi Audriana seperti kesetanan, menjemput kenikmatan pada setiap gerakan yang membuatnya semakin lama semakin merasa gila karena Audriana. "Fuck!" Umpatnya di sela-sela sodokan kuatnya. Jika saja Audriana adalah makanan, pastilah ia adalah makanan yang terlezat di dunia. Makanan yang selalu ingin Jaxton lahap dengan rakus. "You're mine," racau Jaxton di sela-sela hujaman kerasnya. "Mine!" Audriana menjer
Fiona, si wanita bergaun putih yang masih terlihat menawan di usianya yang telah menginjak empat puluh dua tahun itu tertawa dengan suaranya yang renyah."Ah, Jax sayangku! Apa kau kira dengan memasukkanku ke dalam tempat ini akan membuatku semakin tidak waras seperti Mariana? Kau salah, Sayang! Mommy-mu dan aku jauh berbeda. Dia hanya mencintai Daddy-mu dan tidak mencintaimu, itu sebabnya Mariana bunuh diri setelah cintanya kurebut."Fiona berdiri di samping Jaxton dan menaruh satu tangannya di bahu lelaki itu, dan mendekatkan bibirnya di telinga lelaki yang tak bergeming tersebut."Sedangkan aku? Aku sangat mencintaimu. Bisa saja aku melarikan diri dari tempat terkutuk ini, tapi aku tetap diam dan menunggumu di sini. Karena aku tahu, melarikan diri hanya akan membuatku semakin jauh darimu," bisiknya mesra seraya mengecup pipi Jaxton."Kau lihat kan? Betapa dalamnya cintaku kepadamu." Fiona mengulurkan kedua tangannya untuk menangkup pipi Jaxton dan menghadapkan kepadanya."Cintaku s
"Belinda??" Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya?? Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??" Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya. Karena bagaimana pun, wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan. "Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?" tanya balik Geovan. Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan hea
"Jaxton, aku bisa naik tangga sendiri. Tolong jangan berlebihan!" Audriana hanya bisa menghela napas lelah melihat calon ayah dari anaknya, yang memaksa menggendongnya menaiki tangga menuju pesawat. "Dokter sudah bilang kalau semester awal kehamilan ini kamu tidak boleh terlalu lelah, Baby. Dan menurutku, menaiki tangga seperti ini sangat berpotensi membuatmu kelelahan," tukas Jaxton santai. "Itu cuma TANGGA. Dan tidak terlalu tinggi pula! Justru yang berpotensi membuatku kelelahan itu ya serangan dari kamu setiap malam," balas Audriana lagi. Jaxton mengerang kesal. "Please jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu, Audriana." Lelaki itu terlihat merana karena Dokter Kandungan telah mengingatkannya untuk menunda berhubungan intim dulu selama trisemester pertama, karena kondisi kehamilan di tiga bulan awal yang masih rentan. "Karena Dokter melarang kita bercinta, maka mulai detik ini aku akan melakukan apa pun untuk mengobati rasa rinduku. Seperti mencium bibirmu kapan dan dimana
Tiba-tiba suara denting ponsel mengagetkan mereka berdua, dan tak pelak juga membuat akal pikiran Geovan kembali kepada kenyataan. Sambil mengumpat keras, serta merta ia menarik cepat jemarinya dari tubuh Kania, dan beringsut berdiri dari atas ranjang untuk meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Pak... Geovan?" Kania menatap sayu penuh tanda tanya pada Geovan yang tiba-tiba berlalu begitu saja tanpa kata. Tanpa ia tahu jika sesungguhnya Geovan berusaha keras mengabaikan suara serak Kania yang menggoda. Geovan mencoba fokus meluruskan pikirannya. Setelah menarik napas yang teramat panjang, lelaki itu pun membuka sebuah pesan dari Mr. Quinn yang masuk ke dalam ponselnya. [Audriana hamil, Geo!!! Is that amazing?? Aku akan menjadi seorang Daddy!!] Kalimat Jaxton membuat lelaki berparas blasteran Indonesia-Korea itu pun sontak tercenung. Aura kebahagiaan yang terpancar jelas dari dalam pesan bosnya itu tak pelak menohok dirinya, yang hampir saja membuat kesalahan di
Kania membalikkan tubuh Geovan yang menegang kaku hingga mereka pun kini saling berhadapan, lalu tersenyum dengan sangat manis saat mereka saling beradu beradu tatap. "Mmm... Pak Geovan?" Panggil Kania manja. Geovan menelan ludah, setengah mati menahan dirinya untuk tidak menyerang Kania yang sekarang menjadi sangat seksi. "Y-yaaa??" Jawab Geovan yang kini telah mengalihkan pandangannya dari siluet sensual yang membuatnya gerah. "Saya mau mengakui sesuatu," tutur Kania dengan wajah polos namun terlihat menggemaskan. "Sebenarnya, saya sudah menyukai Pak Geovan waktu pertama kali kita bertemu. Itu loh, waktu kita berada di ruangan Mr. Quinn. Menurut saya, Pak Geovan itu bukan cuma amat sangat tampan, tapi juga cool dan sangat fokus saat sedang bekerja." Kania berhenti sebentar untuk terkikik genit. Efek obat perangsang yang ia telan secara tidak sengaja di dalam cheese cake itu bukan saja membuat gairahnya naik, tapi juga kepercayaan dirinya yang meningkat tajam. Kania mod
Pernahkah kau merasakan kebahagiaan yang begitu besarnya, hingga rasanya kedua kakimu seakan melayang tak berpijak di atas tanah? Mungkin itulah yang dirasakan oleh Jaxton saat ini. Ucapan lembut Audriana yang mengatakan kalau saat ini gadisnya itu sedang mengandung anak mereka, Jaxton pun merasa bahwa Tuhan beserta Malaikat-Nya pasti sedang tersenyum untuknya hari ini. Seorang anak!! Seorang makhluk kecil yang akan berlarian ke sana ke mari dengan riang dan memaggilnya 'Daddy'. Yang akan bergelayut manja pada lengannya dan akan mendapatkan ciuman sayang darinya setiap waktu. Yang akan meneruskan kehidupan ini dengan menyandang nama 'Quinn' di belakang namanya. Jaxton mengangkat tubuh Audriana hingga wajah mereka kini sejajar, sebelum memberikan kecupan bertubi-tubi di bibir ranum calon istrinya. Setelah puas memagut, Jaxton pun menurunkan kembali kekasihnya. Tawa bahagia menguar dari bibir lelaki itu, dengan netra zamrud berkilau menatap Audriana penuh memuja. "Aku s
Audriana membuka kamar kosnya menggunakan kunci cadangan yang ia minta dari Ibu pemilik kos. Ia pun tercengang ketika mendapati kondisi kamarnya yang tidak seperti telah ditinggalkan selama berbulan-bulan lamanya. Bahkan tadinya ia sempat merasa skeptis ketika menyusuri jalanan menuju rumah kos, mengira bahwa ia mungkin sudah didepak dari rumah itu karena tidak membayar selama berbulan-bulan. Namun semua praduga itu pun seketika hilang, ketika Audriana masih disambut baik oleh ibu kosnya yang mengatakan kalau uang sewa kamarnya telah dilunasi hingga setahun ke depan. Tentu saja awalnya Audriana bingung, karena ia merasa tidak pernah membayar uang sewanya sepeser pun sejak bersama Jaxton.Namun ketika sang pemilik itu menjelaskan bahwa ada seorang lelaki tampan dengan ciri-ciri mirip idol Korea yang datang menemuinya untuk membayarkan sewa kamar Audriana secara cash, gadis itu pun seketika mengerti. Pasti Geovan yang melakukannya, atas perintah dari Jaxton. Audriana lalu menatap
"Baby, kamu mau kemana?" "Jangan mengikutiku!" Teriak Audriana, yang sudah keluar dari dalam mobil dan diikuti oleh Jaxton. "Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya, Jaxton. Please. Biarkan aku sendiri!" "Baby, jangan berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian," mohon Jaxton dengan wajah yang sendu. Keterusterangannya tentang siapa dan bagaimana dirinya di masa lalu, telah membuat Audriana shock. Gadis itu sempat terdiam selama beberapa menit dengan wajah kosong, yang membuat Jaxton cemas. "Aku hanya butuh sendirian, Jaxton. Aku perlu... memikirkan semua ini." Audriana menatap lelaki tampan bertuxedo di hadapannya dengan tatapan nanar. "Aku perlu berpikir ulang tentang... kita," lirihnya. "Tidak! Tidak, Baby! JANGAN PERNAH berpikir ulang tentang kita!" Sentak Jaxton dengan napas memburu. Ketakutan akan kehilangan Audriana membuat tubuhnya tiba-tiba gemetar tak terkendali. "FINE!! Kamu bilang butuh waktu sendiri, bukan?? Akan kuberikan apa pun yang
"Maaf Pak Geovan, saya tidak perlu diantar ke rumah sakit. Jika tidak merepotkan, saya ingin pulang saja." Lelaki yang sedang fokus menyetir itu melirik ke samping dimana seorang gadis yang sedari tadi duduk diam terus memegangi perutnya. "Tidak. Kita tetap ke rumah sakit," putusnya tanpa bisa ditawar lagi. Kania meringis. "Masalahnya semalam saya juga baru dari rumah sakit, Pak. Dan obat-obatannya masih ada di rumah," tukas Kania. "Apa benar begitu? Itu bukan alasan saja karena kamu yang tidak mau berobat, kan?" "Saya berkata jujur, Pak. Kalau tidak percaya, Pak Geovan bisa mengecek label rumah sakit yang menempel di obat-obatan saya di rumah." Geovan menghela napas pelan. "Baiklah. Masukkan GPS alamatmu," titah Geivan kepada Kania, yang langsung memasukkan alamat rumah kontrakannya ke dalam sistem navigasi mobil. Tak ada yang bicara lagi sesudahnya. Keheningan itu membuat Kania yang menahan nyeri di perutnya pun seketika mengantuk. Namun sebagai orang yang diberi tumpan
Acara sudah dimulai dengan penampilan salah satu penyanyi muda wanita yang diorbitkan oleh Quinn Entertainment, yang kebetulan juga faforit Audriana. Ketika penyanyi itu turun dari panggung sambil terus bernyanyi dan berjalan ke arah Jaxton dan Audriana, gadis itu pun sampai berdiri dan ikut bernyanyi bersama. Siapa yang sangka jika ternyata Audriana memiliki suara yang bagus? Jaxton serta semua orang yang ada di sana pun terkejut sekaligus kagum mendengarnya. "Kamu nggak pernah bilang kalau bisa menyanyi dengan baik," bisik Jaxton di telinga Audriana, ketika gadis itu telah kembali duduk di kursinya. "Suara kamu bagus sekali, Baby." Pujinya tulus sembari mengecup pipi Audriana gemas. "Jika saja kamu bukan calon istriku, sudah pasti akan kuorbitkan." Audriana lagi-lagi hanya bisa tersipu malu ketika Jaxton bersikap mesra di depan semua orang. "Jangan suka menciumku di depan umum, malu!" Bisiknya sambil cemberut. Acara selanjutnya adalah pidato pembuka yang akan dilakukan oleh CE