Liu Feng menatap sosok berjubah hitam di hadapannya. Aura kuat yang terpancar dari pria itu menekan sekitarnya, membuat udara terasa lebih berat. Namun, di balik tekanan itu, Liu Feng merasakan kehadiran kekuatan besar yang tak terlukiskan, seolah-olah dunia itu sendiri menunduk pada sosok ini.“Siapa kau?” tanya Liu Feng dengan suara tegas meski tubuhnya bergetar.Pria itu tidak segera menjawab. Matanya yang bersinar merah memeriksa Liu Feng dengan teliti, seperti menilai seseorang yang akan membawa tanggung jawab besar.“Namaku sudah lama dilupakan oleh dunia ini,” jawabnya dengan nada rendah yang bergema. “Tapi mereka pernah memanggilku... Kaisar Kegelapan.”Mendengar nama itu, Liu Feng tertegun. Kaisar Kegelapan adalah legenda—seorang tokoh yang konon pernah mengguncang dunia dengan kekuatannya yang tiada tanding. Namun, legenda itu juga menceritakan bagaimana kekuatan besar tersebut akhirnya membawanya pada kehancuran dan menghilang tanpa jejak.“Tapi... bagaimana mungkin kau mas
Ledakan besar mengguncang langit, menghancurkan ilusi padang pasir yang melingkupi Liu Feng. Ketika debu perlahan menghilang, tubuhnya terhuyung-huyung, rasa lelah yang mendalam merayap di setiap ototnya. Pedangnya yang bersinar biru redup hampir terlepas dari genggamannya, namun matanya tetap fokus ke depan, menatap sosok raksasa yang kini perlahan menghilang menjadi serpihan cahaya.“Lulus,” suara Kaisar Kegelapan bergema, menggantikan keheningan yang sebelumnya menyelimuti.Tiba-tiba, Liu Feng mendapati dirinya kembali ke ruang kosong, tempat ia pertama kali bertemu dengan Kaisar Kegelapan. Namun, kali ini atmosfernya berbeda. Tekanan yang sebelumnya begitu menekan kini terasa lebih ringan, seolah-olah tempat ini menerima kehadirannya.“Bagus,” ujar Kaisar Kegelapan, langkahnya mendekati Liu Feng. “Kau telah membuktikan bahwa kau layak.”Liu Feng mengangkat kepalanya, meski tubuhnya masih terasa berat. “Apa... arti dari semua ini? Mengapa aku harus menjalani ujian ini?”Kaisar Kege
Kegelapan menyelimuti Liu Feng saat ia merasa dirinya terlempar ke dunia yang lain. Tubuhnya melayang tanpa arah, seolah gravitasi telah lenyap, dan udara di sekitarnya dipenuhi dengan aroma pembakaran dan abu. Ketika akhirnya ia merasakan tanah di bawah kakinya, ia terhuyung, memandang sekeliling dengan waspada.Dunia ini tampak seperti neraka yang hidup. Langit berwarna merah darah dengan kilatan petir hitam yang menyambar tanpa henti. Gunung-gunung hitam menjulang dengan lava mengalir di lerengnya, sementara tanah di bawahnya penuh dengan retakan yang memancarkan cahaya oranye pijar."Apa... tempat ini?" gumam Liu Feng, suaranya hampir tertelan oleh gelegar petir di kejauhan.Langkah kakinya bergema di tanah keras saat ia maju perlahan, mencoba memahami keberadaan dunia ini. Aura yang mengelilinginya begitu pekat, hampir mencekik, seperti ribuan jiwa yang terperangkap sedang merintih dalam keheningan.Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara berat menggema dari belakangny
Ketika Liu Feng meraih altar, energi yang tak terlukiskan menyelimuti tubuhnya, menembus hingga ke inti jiwanya. Rasanya seperti ribuan jarum menusuk dari dalam, tetapi bersamaan dengan itu, ada kekuatan besar yang mulai bangkit, seolah-olah mencoba membakar setiap kelemahan yang ia miliki.Namun, ini bukan hanya tentang fisiknya. Liu Feng merasakan sesuatu yang lebih dalam—semacam ujian mental yang menguji batas keyakinannya. Suara-suara samar terdengar di pikirannya, memanggilnya dengan berbagai nada; ada yang penuh celaan, ada yang menantang, dan ada yang memohon."Kau tidak akan pernah cukup kuat," sebuah suara tajam berkata."Liu Feng, apa kau yakin bisa melindungi mereka yang kau cintai?" suara lain berbisik lembut, tetapi menusuk seperti duri.Suara-suara itu mencoba mengaburkan tekadnya, mengguncang kepercayaan dirinya. Liu Feng menutup matanya, mengambil napas dalam, dan membiarkan pikirannya fokus. Ia tahu, jika ia membiarkan keraguannya tumbuh, warisan ini akan menjadi bume
Ketika Liu Feng membuka matanya setelah mengalami penglihatan mengerikan itu, tubuhnya terasa lebih ringan, namun pikirannya terbebani oleh pertanyaan-pertanyaan yang sulit terjawab. Cahaya yang menyelimuti altar telah menghilang, meninggalkan jejak keheningan yang menyesakkan. Liu Feng menatap kedua tangannya, merasakan kekuatan yang baru saja ia peroleh. Namun, di balik kekuatan itu, ia tidak bisa menghilangkan bayangan dari penglihatan yang menghantui pikirannya.Langkah kaki yang mendekat membuyarkan lamunannya. Yue Ling muncul dari balik reruntuhan, wajahnya dipenuhi kecemasan. “Liu Feng, kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.Liu Feng mengangguk perlahan, berusaha menenangkan dirinya. “Aku... aku baik-baik saja,” jawabnya singkat. Namun, ia tahu Yue Ling tidak akan begitu saja percaya.“Aku merasakan kekuatan yang luar biasa darimu,” kata Yue Ling, matanya menyipit, mencoba memahami perubahan yang terjadi pada Liu Feng. “Tapi ada sesuatu yang be
Di tengah kabut pagi yang menyelimuti lembah, suasana terasa lebih mencekam dari sebelumnya. Para murid telah berkumpul di lapangan utama, menunggu arahan dari para tetua. Namun, di antara mereka, terlihat jelas bahwa rasa takut mulai merayap. Mereka semua tahu bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat, sesuatu yang tidak dapat mereka hindari.Liu Feng berdiri di depan, tatapan matanya penuh ketegangan. Ia telah memutuskan bahwa ia tidak akan membiarkan bayangan itu menguasainya, tetapi kata-kata suara asing yang mengganggu pikirannya malam sebelumnya masih terngiang.Yue Ling berdiri di sampingnya, wajahnya serius namun tetap tenang. Ia menatap Liu Feng dengan penuh kepercayaan, meskipun di dalam hatinya ia juga merasa khawatir. “Apa rencanamu?” tanyanya pelan.Liu Feng menghela napas panjang. “Aku tidak yakin. Tetapi jika Penghancur Takdir benar-benar bangkit, kita harus bersiap untuk bertarung, meskipun peluangnya kecil.”Yue Ling mengangguk. “Aku akan bersamamu, apa pun yang terjad
Liu Feng berdiri di hadapan reruntuhan yang ditinggalkan oleh pertempuran sebelumnya. Meski tubuhnya terasa berat oleh luka dan kelelahan, tekadnya tetap tidak goyah. Kegelapan yang melingkupi langit seakan menjadi pengingat bahwa perjalanannya masih jauh dari selesai.Di sekelilingnya, para murid yang selamat mulai merawat rekan-rekan mereka yang terluka. Yue Ling terlihat memimpin kelompok kecil, memastikan semua orang mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan. Namun, setiap tatapan yang ia berikan kepada Liu Feng dipenuhi oleh kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan."Kau harus istirahat," kata Yue Ling saat ia mendekati Liu Feng. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi kau tidak akan bisa melawan mereka dalam kondisi seperti ini."Liu Feng menggeleng, menatap pedangnya yang telah retak setelah menghadapi Penghancur Takdir. "Aku tidak punya waktu untuk istirahat. Mereka masih di luar sana, dan aku tahu mereka sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar. Kita ha
Kabut tebal menyelimuti jalan setapak yang sempit, menciptakan suasana mencekam di sekeliling Liu Feng dan kelompoknya. Suara langkah kaki mereka hampir tidak terdengar di atas tanah lembab, tetapi setiap gerakan terasa seperti gema yang menusuk di antara pepohonan. Yue Ling berjalan di samping Liu Feng, diam namun waspada. Di belakang mereka, beberapa murid yang tersisa mengikuti dalam formasi rapi, senjata mereka terhunus."Liu Feng," bisik Yue Ling, memecah keheningan yang menyesakkan. "Kabut ini bukan kabut biasa. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."Liu Feng mengangguk pelan, matanya terus mengamati setiap sudut di sekeliling mereka. "Aku merasakannya juga. Bersiaplah untuk apa pun."Suasana semakin tegang ketika suara samar seperti desahan angin terdengar dari kejauhan. Namun, angin itu tidak terasa, hanya suara yang melayang di antara mereka. Salah satu murid berhenti sejenak, menatap ke arah kegelapan yang melingkupi jalan di depan."Apa itu?" tanya murid tersebut
Langit masih gelap, meskipun malam sudah terasa begitu panjang. Suara langkah pasukan di lembah terdengar seperti ritme yang tak berkesudahan. Di kejauhan, cahaya yang sebelumnya menyala terang kini memudar, menyisakan hanya sisa-sisa kilatan kecil yang membingungkan siapa saja yang melihatnya. Namun, Armand tidak peduli dengan itu. Pandangannya tertuju lurus ke depan, ke arah tempat Dalkar menghilang di balik bayangan.Aveline berdiri di sebelahnya, memegang pedang dengan tangan gemetar. "Armand, apa kita benar-benar akan mengejarnya? Dia... dia terlalu kuat."Armand tidak menjawab. Wajahnya yang biasanya tenang kini penuh dengan ekspresi yang sulit ditebak. Amarah, ketegangan, dan mungkin sedikit rasa takut. Tetapi di balik semua itu, ada tekad yang membara."Aku tidak punya pilihan, Aveline," jawabnya akhirnya, suaranya terdengar datar. "Jika aku tidak melakukannya, tidak ada yang bisa menghentikannya."Aveline terdiam. Kata-kata Armand begitu sederhana, tetapi ada kebenaran yang t
Langit kelam menjadi saksi bisu dari kehancuran yang baru saja terjadi. Lembah yang sebelumnya penuh dengan hiruk-pikuk suara pertempuran kini berubah menjadi lautan keheningan yang mencekam. Debu dan asap memenuhi udara, menyembunyikan pandangan serta menyisakan rasa takut yang mengakar dalam hati setiap orang yang masih bertahan. Armand berdiri di atas tebing kecil, tubuhnya penuh luka dan napasnya tersengal. Di depannya, pemandangan kehancuran membentang luas. Pasukan kecilnya tersebar, beberapa tertunduk lemas di tanah, sementara yang lain mencoba membantu rekan-rekannya yang terluka. Tapi satu hal yang pasti—mereka masih hidup. "Aveline!" seru Armand dengan suara serak, matanya mencari-cari sosok yang ia kenal. Dari balik reruntuhan, Aveline muncul dengan langkah tertatih, wajahnya dipenuhi kotoran dan darah. Namun matanya tetap penuh tekad. "Aku di sini," jawabnya lemah, tapi nadanya tetap tegas. Armand bergegas mendekat, membantu Aveline berdiri. "Kau baik-baik saja?" Avel
Langit di atas bentangan pegunungan mulai berubah, dari warna jingga mentari sore menjadi abu-abu kelam yang dipenuhi awan berat. Tidak ada bintang yang berani menampakkan diri, seolah kegelapan telah mengambil alih segalanya. Angin yang biasanya membawa kehangatan dan aroma dedaunan kini terasa seperti hembusan kematian, dingin dan menusuk hingga ke tulang. Armand berdiri di atas tebing, tatapannya mengarah ke lembah di bawah yang kini dipenuhi pasukan bayangan. Wajahnya yang lelah menunjukkan keteguhan hati yang tidak tergoyahkan, tetapi di balik itu, ada ketakutan yang tak bisa ia pungkiri. Bayangan dari makhluk raksasa yang baru saja mereka hadapi masih terukir dalam pikirannya. Kekuatan seperti itu melampaui apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya, dan ia tahu, pertempuran berikutnya tidak hanya akan menentukan nasibnya, tetapi juga nasib dunia. "Armand." Suara lembut namun penuh ketegasan itu membuyarkan lamunannya. Aveline melangkah mendekat, wajahnya penuh luka dan noda dar
Langit di atas markas utama Persekutuan Bayangan mendung dan penuh amarah, menggambarkan konflik yang sedang berkecamuk. Di dalam ruangan besar yang dingin dan dipenuhi ukiran gelap, para pemimpin fraksi kegelapan mulai merasa sesuatu yang aneh. Udara seolah memberat, seperti beban tak terlihat menghimpit dada mereka. Namun, mereka tak menyadari bahwa itu adalah awal dari serangan balik yang sudah lama direncanakan oleh pihak terang.Sementara itu, di sudut lain, Armand berdiri di hadapan sekumpulan prajurit yang bersiap untuk melancarkan serangan. Tatapan matanya tajam, penuh keyakinan meski ia tahu apa yang akan mereka hadapi adalah kekuatan yang telah berakar selama ribuan tahun. Suaranya lantang memecah kebisuan, memberikan semangat kepada mereka yang mulai dirundung keraguan."Kita mungkin tidak memiliki kekuatan sebesar mereka, tetapi jangan pernah lupakan satu hal: keadilan selalu menemukan jalannya. Ingat apa yang kita perjuangkan!"Kata-katanya membakar semangat pasukan yang
Kegelapan yang pekat masih melingkupi Azlan, namun kali ini ia merasa sesuatu yang berbeda. Beban berat yang selama ini menghimpit jiwanya mulai tergeser sedikit demi sedikit oleh percikan cahaya di dalam dirinya. Di tengah pusaran kegelapan yang nyaris menelannya, suara dari dalam hatinya menggema lebih kuat. "Bangkitlah, Azlan. Ini belum berakhir." Perlahan, tubuhnya yang sebelumnya tak berdaya mulai merespons. Ia merasakan energi hangat yang mengalir dari inti jiwanya, membakar segala ketakutan dan keraguan yang membelenggu. Ia menggerakkan jarinya, lalu tangannya, hingga akhirnya seluruh tubuhnya kembali terkontrol. Meskipun gravitasi dari pusaran energi hitam masih menariknya dengan kuat, Azlan berhasil menancapkan pedangnya ke lantai untuk menahan dirinya. Suara gesekan logam dengan batu menggema, memecah keheningan yang mencekam. Ia menatap makhluk itu dengan sorot mata yang penuh dengan keberanian yang baru ia temukan. "Aku tidak akan menyerah," ucapnya tegas, suaranya men
Di sebuah ruang yang terpisah dari dunia fana, suasana memanas di antara berbagai elemen yang saling berseteru. Setiap inci ruangan tampak diwarnai oleh aura konflik, dengan garis-garis energi yang menghubungkan entitas-entitas kuat di dalamnya. Di tengahnya berdiri seorang pemimpin, wajahnya terukir oleh campuran keputusasaan dan determinasi yang membara.Bayangan masa lalu terlintas dalam benaknya, mengingatkan dirinya pada perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Namun, kali ini, jalan yang dia tempuh terasa lebih berat. Setiap langkah seakan-akan dipenuhi dengan duri, menguji tekadnya untuk terus maju."Apa yang sebenarnya kau cari di sini, Azlan?" suara dingin menggema dari sisi ruangan. Suara itu milik seorang wanita dengan mata yang menyala tajam seperti pisau. Dia adalah salah satu penjaga dimensi ini, seseorang yang tidak pernah gentar menghadapi ancaman apa pun.Azlan menghela napas, mencoba mengatur emosinya yang bercampur aduk. "Aku mencari kebenaran, dan aku tidak akan b
Kehancuran yang disebabkan oleh pertempuran besar itu meninggalkan jejak yang begitu nyata. Lembah yang sebelumnya penuh dengan kehidupan kini hanya menyisakan tanah hangus dan retakan yang menganga. Angin yang bertiup membawa aroma tajam abu dan debu, menciptakan suasana yang sepi dan menyesakkan. Zhao Feng berdiri di tengah kawah besar, tubuhnya dipenuhi luka dan napasnya masih tersengal. Pedang yang ia genggam kini tampak redup, seperti kehilangan sebagian besar cahayanya. Namun, meski kelelahan menyelimuti seluruh tubuhnya, tatapannya tetap terarah ke depan, mencari sesuatu. “Guru…” bisiknya pelan, namun hanya keheningan yang menjawab. Ia menurunkan pedangnya dan menghapus keringat serta darah yang menetes dari dahinya. Gurunya, yang sempat muncul di tengah pertempuran, kini menghilang seperti embun yang lenyap saat matahari terbit. Tidak ada jejak yang tersisa, tidak ada petunjuk yang menunjukkan keberadaannya. “Apakah itu hanya bayangan… ataukah benar-benar dia?” Zhao Feng m
Di dalam kegelapan yang pekat, Zhao Feng berdiri tak bergerak. Keringat dingin membasahi wajahnya, namun genggaman tangannya pada pedang suci tak goyah sedikit pun. Suara makhluk yang barusan berbicara masih menggema di pikirannya, membuat semua yang ia lakukan terasa seperti permainan yang sudah dirancang sebelumnya.Namun, meski kegelapan memeluknya dengan erat, ada cahaya kecil yang tetap bersinar dari pedangnya. Cahaya itu memancar pelan, seakan mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak semua telah hilang.“Aku tidak boleh berhenti di sini,” gumam Zhao Feng pada dirinya sendiri. “Jika aku menyerah sekarang, segalanya akan benar-benar berakhir.”Bayangan-bayangan yang tadi menyelimuti tempat itu mulai muncul kembali, kali ini dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Mereka tidak menyerang langsung, melainkan bergerak dengan pola yang menyerupai tarian mematikan, membuat Zhao Feng merasa semakin tertekan.Namun, di saat itu juga, sebuah suara lembut terdengar di telinganya, suara yang tak
Cahaya matahari pagi menembus dedaunan hutan yang lebat, menyinari lapisan embun yang menempel pada rumput liar. Di tengah kesunyian alam, seorang pria berdiri dengan pandangan tajam ke arah cakrawala yang dihiasi awan kelabu. Langit, seolah mencerminkan isi hatinya, tampak gelisah, bergemuruh dengan suara yang mengancam. Zhao Feng menarik napas dalam, aroma tanah basah bercampur angin dingin yang menyegarkan paru-parunya. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya penuh gejolak. Di tangannya tergenggam pedang yang tidak hanya melambangkan kekuatan, tetapi juga beban tanggung jawab yang luar biasa. "Aku sudah terlalu jauh untuk mundur," gumamnya pelan, tetapi cukup keras untuk didengar oleh bayangan yang bersembunyi di kejauhan. Langkah kaki terdengar dari belakang, dan suara lembut yang familiar memanggil, "Zhao Feng, apakah kau yakin dengan keputusanmu? Jalan ini akan mengubah segalanya." Luo Xue, dengan jubah putihnya yang tertiup angin, mendekat perlahan. Wajahnya yang bias