Ketika Liu Feng membuka matanya setelah mengalami penglihatan mengerikan itu, tubuhnya terasa lebih ringan, namun pikirannya terbebani oleh pertanyaan-pertanyaan yang sulit terjawab. Cahaya yang menyelimuti altar telah menghilang, meninggalkan jejak keheningan yang menyesakkan. Liu Feng menatap kedua tangannya, merasakan kekuatan yang baru saja ia peroleh. Namun, di balik kekuatan itu, ia tidak bisa menghilangkan bayangan dari penglihatan yang menghantui pikirannya.Langkah kaki yang mendekat membuyarkan lamunannya. Yue Ling muncul dari balik reruntuhan, wajahnya dipenuhi kecemasan. “Liu Feng, kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.Liu Feng mengangguk perlahan, berusaha menenangkan dirinya. “Aku... aku baik-baik saja,” jawabnya singkat. Namun, ia tahu Yue Ling tidak akan begitu saja percaya.“Aku merasakan kekuatan yang luar biasa darimu,” kata Yue Ling, matanya menyipit, mencoba memahami perubahan yang terjadi pada Liu Feng. “Tapi ada sesuatu yang be
Di tengah kabut pagi yang menyelimuti lembah, suasana terasa lebih mencekam dari sebelumnya. Para murid telah berkumpul di lapangan utama, menunggu arahan dari para tetua. Namun, di antara mereka, terlihat jelas bahwa rasa takut mulai merayap. Mereka semua tahu bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat, sesuatu yang tidak dapat mereka hindari.Liu Feng berdiri di depan, tatapan matanya penuh ketegangan. Ia telah memutuskan bahwa ia tidak akan membiarkan bayangan itu menguasainya, tetapi kata-kata suara asing yang mengganggu pikirannya malam sebelumnya masih terngiang.Yue Ling berdiri di sampingnya, wajahnya serius namun tetap tenang. Ia menatap Liu Feng dengan penuh kepercayaan, meskipun di dalam hatinya ia juga merasa khawatir. “Apa rencanamu?” tanyanya pelan.Liu Feng menghela napas panjang. “Aku tidak yakin. Tetapi jika Penghancur Takdir benar-benar bangkit, kita harus bersiap untuk bertarung, meskipun peluangnya kecil.”Yue Ling mengangguk. “Aku akan bersamamu, apa pun yang terjad
Liu Feng berdiri di hadapan reruntuhan yang ditinggalkan oleh pertempuran sebelumnya. Meski tubuhnya terasa berat oleh luka dan kelelahan, tekadnya tetap tidak goyah. Kegelapan yang melingkupi langit seakan menjadi pengingat bahwa perjalanannya masih jauh dari selesai.Di sekelilingnya, para murid yang selamat mulai merawat rekan-rekan mereka yang terluka. Yue Ling terlihat memimpin kelompok kecil, memastikan semua orang mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan. Namun, setiap tatapan yang ia berikan kepada Liu Feng dipenuhi oleh kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan."Kau harus istirahat," kata Yue Ling saat ia mendekati Liu Feng. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi kau tidak akan bisa melawan mereka dalam kondisi seperti ini."Liu Feng menggeleng, menatap pedangnya yang telah retak setelah menghadapi Penghancur Takdir. "Aku tidak punya waktu untuk istirahat. Mereka masih di luar sana, dan aku tahu mereka sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar. Kita ha
Kabut tebal menyelimuti jalan setapak yang sempit, menciptakan suasana mencekam di sekeliling Liu Feng dan kelompoknya. Suara langkah kaki mereka hampir tidak terdengar di atas tanah lembab, tetapi setiap gerakan terasa seperti gema yang menusuk di antara pepohonan. Yue Ling berjalan di samping Liu Feng, diam namun waspada. Di belakang mereka, beberapa murid yang tersisa mengikuti dalam formasi rapi, senjata mereka terhunus."Liu Feng," bisik Yue Ling, memecah keheningan yang menyesakkan. "Kabut ini bukan kabut biasa. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."Liu Feng mengangguk pelan, matanya terus mengamati setiap sudut di sekeliling mereka. "Aku merasakannya juga. Bersiaplah untuk apa pun."Suasana semakin tegang ketika suara samar seperti desahan angin terdengar dari kejauhan. Namun, angin itu tidak terasa, hanya suara yang melayang di antara mereka. Salah satu murid berhenti sejenak, menatap ke arah kegelapan yang melingkupi jalan di depan."Apa itu?" tanya murid tersebut
Perjalanan Liu Feng dan kelompoknya berlanjut di tengah tekanan yang semakin memuncak. Kabut tebal masih menyelimuti jalan setapak, tetapi kali ini terasa lebih berat, seperti memendam sesuatu yang tidak terlihat. Liu Feng memimpin dengan hati-hati, telinganya menangkap setiap suara yang tidak wajar. Yue Ling berada tepat di belakangnya, dengan tangan siaga di gagang pedangnya."Liu Feng, jejak makhluk tadi... berhenti di sini," bisik Yue Ling sambil menunjuk ke tanah yang lembab. Tidak ada tanda-tanda makhluk itu melanjutkan perjalanannya, seolah menghilang begitu saja di antara kabut.Liu Feng berjongkok, memeriksa jejak itu dengan seksama. Tanahnya tampak tidak alami—ada sisa energi gelap yang menguar dari bekas kaki makhluk itu, menyatu dengan kabut di sekeliling. Ia merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya, meskipun ia tidak menunjukkan keraguan di depan kelompoknya."Ini jebakan," gumam Liu Feng pelan. "Mereka ingin memecah perhatian kita."Tanpa peringatan, suara aneh terdengar
Langit gelap semakin menebal, menciptakan suasana mencekam di tengah perjalanan Liu Feng dan kelompoknya. Kabut yang sebelumnya hanya menyelimuti permukaan tanah kini naik lebih tinggi, menutupi pandangan mereka hingga hampir tak terlihat apa pun di depan. Suara angin yang menggema di antara pepohonan terdengar seperti bisikan, seolah mengolok-olok keberanian mereka."Tempat ini seperti memerangkap kita," kata Yue Ling dengan nada yang dipenuhi kewaspadaan. Pedangnya tergenggam erat, dan matanya terus bergerak, memperhatikan setiap sudut.Liu Feng berjalan di depan, matanya fokus pada jalan setapak yang samar. "Tempat ini memang bukan sekadar jalur biasa. Kabut ini diciptakan untuk menguji kesabaran dan mental kita."Di tengah perjalanan, mereka menemukan sesuatu yang aneh. Sebuah patung besar berdiri di tengah jalan setapak, berbentuk seorang pria tua yang memegang tongkat. Wajahnya tampak penuh luka, dengan ekspresi kesedihan yang mendalam. Namun, yang paling mencolok adalah mata pa
Kabut tebal perlahan kembali menyelimuti hutan, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Angin dingin berhembus, membawa aroma kematian yang memekat. Liu Feng berdiri dengan tubuh tegak, memandangi serigala bertanduk yang perlahan mendekat. Aura gelap yang memancar dari makhluk itu terasa seperti menekan dada mereka, membuat para murid yang lain gemetar di tempat. "Liu Feng, makhluk ini jauh lebih kuat dari yang lain," kata Yue Ling dengan nada bergetar. Ia menatap makhluk itu dengan pedang terangkat, keringat dingin membasahi pelipisnya. "Tentu saja," balas Liu Feng dengan tenang. "Tapi dia juga punya kelemahan. Kita hanya perlu menemukan celah itu." Serigala bertanduk itu menggeram rendah, seolah mengerti kata-kata mereka. Langkahnya pelan namun mantap, setiap langkah membuat tanah di bawahnya retak. Di sekelilingnya, bayangan-bayangan aneh mulai terbentuk, seolah bayangannya sendiri hidup dan bersiap menyerang. Liu Feng menarik napas dalam-dalam, merasakan energi dari Jala
Liu Feng berdiri di atas tebing curam, memandang lembah yang tertutup kabut pekat. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah dan keheningan yang menggantung. Di bawahnya, suara gemuruh air terjun memecah kesunyian, namun di balik itu, ada sesuatu yang lebih mendalam, sebuah keheningan yang menyeramkan. Ia tahu bahwa tempat ini bukanlah tempat biasa—ini adalah tempat di mana banyak cerita gelap terpendam, tempat yang menyimpan jejak sejarah yang terlupakan."Aku merasakan sesuatu di sini," gumam Liu Feng, matanya menyipit, berusaha menembus kabut. "Energi ini... tidak biasa."Shen Tao, yang berdiri di belakangnya, mengangguk dengan ekspresi serius. "Ini adalah tempat yang disebut orang-orang tua sebagai 'Kabut Pemisah Jiwa.' Banyak yang masuk ke sini, tapi sedikit yang kembali. Dan mereka yang kembali... tidak pernah menjadi diri mereka yang sama."Kata-kata Shen Tao menggantung di udara, berat dan menekan. Liu Feng mengeratkan cengkeramannya pada gagang pedang di pinggangnya.
Di bawah langit yang tak berujung, di mana awan gelap dan sinar rembulan saling bertarung untuk menguasai cakrawala, terdapat sebuah lembah yang terlupakan oleh waktu. Lembah itu dipenuhi oleh sisa-sisa pertempuran kuno dan keheningan yang menyimpan rahasia masa lampau. Setiap sudutnya bercerita tentang perjuangan para penyihir, kesatria, dan makhluk ajaib yang pernah bertarung demi melindungi keseimbangan alam. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah, dedaunan yang layu, dan secercah harapan yang masih tersisa di antara reruntuhan zaman.Di tengah lembah itu, berdirilah sebuah danau kecil yang airnya berkilauan dengan cahaya aneh, seolah-olah memantulkan energi dari semesta yang jauh. Air danau itu tampak hidup, bergerak perlahan, menyatu dengan irama alam yang misterius. Di sekelilingnya, tumbuh pepohonan purba yang akarnya menembus batu, seakan menyimpan rahasia dari dalam bumi. Suasana itu begitu hening sehingga hanya ada suara gemericik air dan desir angin yang menemani
Langit di atas Kerajaan Lembah Elysia tampak seperti kanvas raksasa yang dihiasi warna-warna senja, namun di balik keindahan itu terselubung bayang-bayang misterius yang selalu mengancam. Angin malam yang sejuk mengalir lembut menyusuri lembah, membawa aroma bunga-bunga liar dan embun pagi yang masih menempel pada dedaunan. Di antara keheningan alam, terdengar suara gemericik sungai kecil yang mengalir di antara bebatuan, seolah-olah memberikan irama bagi kisah yang akan segera terungkap.Di sebuah dataran tinggi yang menghadap lembah, berdirilah sekelompok kesatria yang tampak kelelahan, namun matanya menyala dengan tekad yang membara. Di antara mereka, seorang pemuda bernama Armand, dengan rambut hitam legam dan mata biru yang tajam, memimpin barisan itu. Wajahnya, meski dipenuhi bekas luka pertempuran, memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan. Ia mengenakan baju zirah berlapis perunggu yang berkilau samar di bawah sinar rembulan, dan di tangannya terhunus pedang pusaka yang tela
Di balik awan gelap yang menyelimuti langit, fajar perlahan mulai memecah kegelapan malam. Namun, sinar yang menyusup itu bukanlah cahayanya matahari yang hangat, melainkan kilauan magis yang datang dari dalam jiwa para pejuang yang telah lama terlupakan. Di tengah medan pertempuran yang hancur lebur, di antara reruntuhan dan debu yang menutupi tanah, para penyintas berkumpul dengan harapan yang tertinggal dari masa lalu. Suasana itu terasa seperti perisai terakhir yang memisahkan dunia dari kehancuran mutlak.Awan-awan berarak di langit dengan gerakan lambat namun pasti, seolah-olah menyaksikan sebuah pertunjukan yang telah ditentukan oleh takdir. Di antara debu dan sisa-sisa kehancuran, Armand berdiri tegak, meskipun tubuhnya dipenuhi luka dan kelelahan. Mata Armand yang dulunya menyala dengan semangat kini menunjukkan jejak penderitaan, namun tekadnya tetap menggelora. Di balik setiap luka, ada cerita tentang pertempuran, pengorbanan, dan janji untuk tidak pernah menyerah.Di sisi
Di antara reruntuhan sebuah dunia yang telah lama terpuruk dalam kegelapan, muncul secercah cahaya yang tak terduga. Langit yang dahulu suram kini mulai menunjukkan secercah fajar, meskipun bayang-bayang masa lalu masih menghantui setiap sudut. Di tengah medan pertempuran yang hancur, di mana batu-batu retak berserakan dan tanah basah oleh darah para pejuang, berdiri seorang pria dengan tatapan penuh tekad. Namanya adalah Rasyid, sang Penjaga, yang tak pernah mengingkari janjinya untuk melindungi sisa-sisa harapan dunia ini.Rasyid mengenakan baju zirah yang berkilauan meskipun sudah banyak goresan dan retak, tanda pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Di tangannya, tersandang pedang legendaris yang telah mengantar ribuan jiwa menuju keabadian atau kehancuran. Pedang itu, yang dikenal sebagai "Sinar Purnama", memancarkan cahaya lembut di tengah kegelapan, seolah menandakan bahwa meskipun dunia telah terbenam dalam kehancuran, masih ada secercah harapan yang takkan pernah padam.Da
Di suatu pagi yang kelabu, ketika embun masih menempel di dedaunan dan udara terasa dingin menyelinap ke dalam setiap celah, dunia seolah-olah sedang mengalami pergeseran. Di balik langit yang kelabu dan megah, terdapat sebuah kekosongan yang menggantung, seolah-olah alam semesta sedang menahan nafas. Di sinilah titik balik yang selama ini dinanti telah tiba, di mana segala sesuatu yang telah terjadi mulai menemukan maknanya dan jalan menuju keabadian mulai terbuka.Di tengah kekacauan itu, Armand berdiri di atas reruntuhan sebuah kota kuno yang pernah menjadi pusat peradaban. Tubuhnya yang penuh luka menandakan betapa pertempuran yang telah ia lalui sangatlah berat. Meski begitu, matanya yang tajam tetap menyala, menyiratkan tekad yang tak tergoyahkan untuk melanjutkan perjuangan. Di sekelilingnya, puing-puing bata, potongan-potongan kayu, dan debu-debu halus berterbangan, menorehkan gambaran dari kehancuran yang melanda dunia. Namun, di balik setiap reruntuhan itu tersimpan harapan—
Di ufuk timur, matahari perlahan muncul dari balik awan mendung, menyinari dunia yang telah lama didera kegelapan. Setiap sinar cahayanya seolah membawa harapan baru bagi tanah yang hancur dan jiwa-jiwa yang terluka. Angin pagi menyapa dengan lembut, membawa aroma bunga liar yang mulai mekar kembali di tengah reruntuhan zaman yang penuh penderitaan.Di sebuah lembah yang dulunya pernah dipenuhi kebahagiaan, kini tersisa hanya puing dan kenangan pahit. Armand, Aveline, dan beberapa penyintas lain berjalan perlahan melewati medan pertempuran yang sunyi. Langkah mereka berat, namun semangat mereka tetap menyala, seperti bara api yang tidak pernah padam. Setiap jejak kaki mereka menorehkan kisah perjuangan, sebuah bukti bahwa walaupun dunia ini telah dihantui oleh kegelapan, masih ada cahaya yang tak terpadamkan.Armand menatap jauh ke depan, ke arah cakrawala yang perlahan berubah warna. Ia teringat akan janji yang telah diikrarkannya kepada mereka yang ia cintai, janji untuk membebaskan
Di balik reruntuhan pertempuran yang masih menggema di lembah, fajar perlahan menyingsing, membawa secercah harapan di tengah kehancuran. Udara masih dipenuhi abu dan debu, namun sinar matahari yang mulai menembus awan gelap menyiratkan janji tentang hari baru. Suasana pagi itu begitu kontras dengan malam yang penuh deru petir dan tawa makhluk kegelapan, seolah alam pun bersumpah untuk memulihkan keseimbangan.Di tepi lembah yang hancur, Armand terbaring di atas batu besar yang retak, tubuhnya terluka parah namun jiwa masih berkobar. Dia terbangun perlahan, merasakan setiap denyut nadi sebagai bukti bahwa hidupnya masih menyala meskipun pertempuran telah meninggalkan bekas yang dalam. Setiap luka yang ia rasakan mengingatkannya pada pengorbanan dan perjuangan yang telah dilalui, membuatnya tersadar bahwa hari ini adalah kesempatan kedua untuk membangun kembali dunia.Aveline berdiri di samping Armand, wajahnya penuh dengan campuran kelelahan dan tekad. Ia menyaksikan cakrawala yang pe
Di ufuk timur, ketika rembulan mulai menghilang dan langit perlahan berubah dari kelam menjadi keabu-abuan, terdengar bisikan angin yang seolah membawa harapan yang lama hilang. Di balik reruntuhan sebuah kota kuno yang hancur, sekelompok penyintas berkumpul dalam keheningan. Suara langkah kaki dan deru napas mereka teredam oleh getar bumi yang masih tersisa dari pertempuran dahsyat yang baru saja berlalu. Di antara mereka, seorang pemuda dengan mata penuh tekad berdiri teguh, memandang jauh ke ufuk timur, di mana cahaya fajar mulai mengintip di balik awan.Pemuda itu bernama Raka, dan ia telah melewati banyak penderitaan. Tubuhnya dipenuhi bekas luka, namun setiap luka bercerita tentang perjuangan dan pengorbanan. Raka memegang erat pedangnya, senjata yang sudah hampir usang namun masih memancarkan kilauan yang mengingatkannya pada janjinya kepada orang-orang yang ia cintai. Ia berdiri di antara reruntuhan, memikirkan bagaimana dunia yang dulu penuh keajaiban kini terjebak
Di balik langit yang kelam dan awan gelap yang terus bergulung, terhampar sebuah lembah yang dulu pernah dikenal sebagai tanah subur dan penuh kehidupan. Kini, lembah itu berubah menjadi medan pertempuran antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Reruntuhan bangunan kuno, sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang, serta bebatuan besar yang tercabik-cabik oleh ledakan sihir, menjadi saksi bisu dari pertempuran yang telah melanda dunia. Di tengah kehancuran itu, para pejuang yang tersisa berkumpul, menatap ke arah ujung lembah yang tampak berbeda: di sana berdiri sebuah struktur megah, bersinar samar dalam keremangan—Gerbang Kehidupan Abadi.Para pemimpin dari pihak terang telah mendengar legenda tentang gerbang tersebut sejak lama. Konon, gerbang itu adalah satu-satunya kunci untuk mengembalikan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan, untuk menyembuhkan luka-luka bumi yang telah diderita selama berabad-abad. Namun, legenda itu juga menyebutkan bahwa setiap upaya untuk membuka