Seketika, Pak Robi langsung berlari masuk ke dalam bangunan itu sambil membawa kendi berisi bakaran kemenyan itu. Lalu, mereka pun memulai yang mereka sebut sebagai ‘ritual pengobatan’.
Pak Robi meletakkan kendi itu tepat di hadapan puterinya. Tubuh dari puteri Pak Robi itu sangat kurus serta wajahnya keriput seperti layaknya seorang nenek yang sudah tua. Matanya melotot menatap kearah keempat pria berjubah dan kearah Pak Robi, sambil sesekali tertawa cekikikkan dan memanggil-manggil nama seorang pria, yang merupakan mantan kekasihnya. Saat keempat pria berjubah itu mulai membacakan sesuatu sambil menjulurkan tangan kanan mereka kearah wanita itu, tiba-tiba,
“Umm … huffttt … gila! Kemenyannya wangi sekali, ya, hehe ….” Maya tiba-tiba masuk ke dalam bangunan itu, langsung mengambil kendi berisi bakaran kemenyan dan mengirupnya.
Mendengar itu, sontak para pria berjubah itu terkejut setengah mati, setelah me
Pak Robi yang tadi tengah menangis sambil memeluk puterinya, langsung menoleh kearah keempat pria berjubah itu setelah mendengar perkataan Maya. “R-Rio? Kamu, Rio, ‘kan?” tanya Pak Robi pada salah seorang pria berjubah itu.Pria itu hanya diam dan menunduk, tanpa menjawab pertanyaan Pak Robi. Kemudian, Pak Robi berdiri dan menghampiri pria itu, lalu mempertanyakan pertanyaan yang sama, sambil menggoyang-goyangkan pria itu. Namun, lagi-lagi pria itu tidak menjawabnya. Tiba-tiba, “Ha … ha … huwahahaha … hah! Benar, aku, Rio … mantan kekasih puteri kamu, yang dengan teganya, kamu usir karena tahu, kalau aku berasal dari keluarga miskin! Kamu tidak tahu, betapa besarnya pengorbananku untuk puterimu itu, hah! Aku rela mengorbankan apa yang ku punya, demi membahagiakannya. Akan tetapi, dengan mudahnya kamu mengusirku dan meminta kepada puterimu, untuk memutuskan hubungan denganku! Dasar manu
Mendengar itu, Pak Robi mengangguk pelan, dengan raut wajahnya yang masih kebingungan melihat Maya. ‘Kalau bukan Maya yang menyelamatkan puteriku …, lantas, siapa tadi yang merasuki tubuhnya Maya?’ batin Pak Robi.Beberapa saat kemudian, Lisa berjalan keluar dari dapur, berjalan menuju Maya, Pakde Yono dan ayahnya, sambil membawa tiba gelas teh dan sepiring gorengan diletakkan diatan platter plastik persegi. Setelah diletakkan diatas meja, mereka pun menikmati gorengan dan the itu bersama-sama.Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Pakde Yono dan Maya pamit pulang ke rumah Eyang. Pak Robi pun mengizinkannya, dan sempat menawarkan tumpangan menggunakan mobil kepada mereka. Namun, Pakde Yono dan Maya, memilih untuk berjalan kaki.*** Sesampainya di perjalanan pulang, Pakde Yono membuka , bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. “Non, Pakde tahu kalau yang ‘tadi’ itu, bukan anda. Nah
Terlihat kalau yang baru saja jatuh yang entah darimana itu, tampak seperti seorang anak perempuan. Namun, wajahnya tak terlihat, sebab anak perempuan itu terduduk dan menghadap kearah yang berlawanan dengan Maya dan Pakde Yono. Lalu, Pakde Yono berjalan dan menghampiri anak perempuan itu. “H-hei … kamu kenapa?” tanya Pakde Yono, menyentuh pundak anak perempuan itu.Mendengar itu, Maya yang tadinya masih memandang kearah depan, menghela nafas dan berbalik menghadap kebelakang, lalu berjalan menghampiri Pakde Yono dan anak perempuan itu. Saat Pakde Yono bertanya seperti itu, anak perempuan itu tidak menjawab sepatah kata pun. Dia hanya diam sambil terus mengeluh kesakitan, mengelus area pangkal paha belakangnya yang terhempas ke tanah tadi. Melihat itu, Pakde Yono dan Maya saling bertukar pandang, kebingungan melihat itu. “Hai, anak Manis, kamu … kamu kenapa? Hmm … rumah kamu dimana, dan mengapa mal
Maya menghela nafas sambil mengelus dadanya. Lalu, dia kembali menoleh kearah anak perempuan itu, lalu mengelus-elus rambutnya. Tiba-tiba, Hupp … glek!Maya menelan kembali muntahnya, karena tidak ingin membuat anak perempuan itu bertambah sedih. Rambut anak perempuan itu yang tadi dielus oleh Maya, tiba-tiba rontok dan lengket di telapak tangannya. Lalu, terlihat cairan kuning keluar dari bekas rambut yang rontok itu, dan juga di telapak tangan Maya. “Igghhh ….” bisik Maya, sambil menggoyang-goyangkan telapak tangannya.Rambut-rambut yang menempel di telapak tangannya Maya, seketika berjatuhan. Namun, cairan kuning itu masih menempel dan mengeluarkan aroma anyir yang sangat menyengat, menusuk ke penciumannya. Lalu, anak perempuan itu tiba-tiba berhenti menangis, dan menoleh kearah Maya menggunakan mata kanannya, dan bertanya, “Tuh ‘kan benar, Kakak jijik padaku, ‘ka
Maya lagi-lagi hanya diam, dan berekspresi apapun memandang kearah sosok itu. Setelah mendengar perkataan puterinya itu, sosok wanita itu kembali melihat Maya, “Hihihihi … apa benar yang dikatakan oleh anakku tadi? Atau, kalian sengaja mengikuti anakku untuk datang ke tempat ini, karena berniat ingin meminta ilmu penglaris, atau ilmu hitam lainnya, hihihi …,” tukas sosok wanita itu. “Duh, maaf, ya, Nyonya … sepertinya, kami tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang seperti itu. Kami datang kesini atas permintaan dari puteri anda. Kalau tidak, kami juga tidak tahu kalau ada tempat seperti ini di daerah ini,” kata Maya dengan santai. “Wah, kamu terlihat santai sekali, ya … memangnya, kamu tidak takut melihat kemunculanku? Atau, bagaimana dengan wujud dari anakku? Apakah, dia tidak membuatmu takut, atau merasa jijik?” tanya sosok wanita itu. “
Maya hanya menganggukkan kepala, mengiyakan perkataan Pakde Yono. Maya termenung, membayangkan tentang kejadian tadi. Dia tak habis pikir, bisa melihat tempat berkumpulnya ‘Mereka’ di tempat-tempat yang tak pernah terpikirkan olehnya selama ini. “Pakde, perasaan … ketika kita berjalan pulang dari rumahnya Pak Robi, pohon beringin besar itu belum ada, deh … atau hanya perasaanku saja?” tanya Maya, menoleh kearah Pakde Yono. “Hmm … Pakde tak begitu ‘Peka’ tentang hal-hal spiritual yang seperti itu, Non. Kalau sekedar melihat, Pakde mungkin bisa. Nah, Pakde melihat ke sekeliling tadi, tetapi juga tidak melihat adanya pohon beringin itu. Pakde, sudah lama naik turun gunung ini, tapi belum pernah sekalipun melihat tempat yang seperti itu, Non,” jelas Pakde Yono.Mendengar itu, Maya menoleh kearah jalur keluar yang mereka gunakan tadi. Namun, saat dia melihat kearah jalur itu
Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun. “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang. “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu. “Ta-tapi, Tuan …,” “Diam, kamu!” Whooooosh! “Aaarrrgggg!!!” Gedebug!Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar
“Rani Sayang, hehe … co-coba to-tlong katakan pada ibu kamu, dong … jelaskan padanya, bagaimana bisa kakak sampai kesini.”Raut wajah dari sosok ibunya Rani, terlihat sangat marah pada Maya. Perlahan, wajah ibunya Rani mendekat kearah Maya, lalu mulutnya terbuka lebar dan tiba-tiba, beberapa ekor laba-laba berbulu berukuran lumayan besar secara bergantian keluar dari mulutnya, “Huwaaaaaa!!!” Maya berteriak sekeras-kerasnya, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Rani sambil meremas bahunya. Mendengar itu, Rani menoleh perlahan kearah Maya, lalu menoleh kearah Ibunya, “Ibu! Jangan menakuti kakak, ah!” kesal Rani pada ibunya. “Tidak, ibu hanya bertanya padanya saja …,” kata ibunya Rani, berbicara yang lambat, dengan mata yang melotot kearah Maya.Mendengar suara dari ibunya Rani yang sepertinya sudah tak lagi marah, Maya perlahan
“Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me
Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat
“Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma
“Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert
“Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.
Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert
“Dindingnya sudah menghilang! Ayo kita kejar gadis kecil itu, sebelum kita kehilangan dia!”Mendengar itu, mereka semua pun kembali berlari mengejar Maya. Namun, baru beberapa langkah mereka berlari, Brak!!! Gedebug!!!Mereka kembali menabrak dinding yang sama, dan kembali terjatuh ke tanah. Terasa jelas kalau mereka benar-benar telah menabrak dinding itu. Namun, saat mereka berdiri dan kembali melakukan hal yang sama, mereka tetap saja tidak menemukannya. Merasa ada yang tidak beres, Pria yang dianggap sebagai pemimpin, yang sejak dari tadi berlari tepat di belakang mereka semua, langsung berjalan maju ke depan. “Hmm, aku rasa seperti ada yang tidak beres, nih … mungkin, kedua sosok yang tengah bersama dengan gadis itu tadi, yang membuat dinding astral ini. Mereka benar-benar ingin cari ribut denganku!” Semua orang yang mendengar itu, seketika terkejut dan kebi
“Rani Sayang, hehe … co-coba to-tlong katakan pada ibu kamu, dong … jelaskan padanya, bagaimana bisa kakak sampai kesini.”Raut wajah dari sosok ibunya Rani, terlihat sangat marah pada Maya. Perlahan, wajah ibunya Rani mendekat kearah Maya, lalu mulutnya terbuka lebar dan tiba-tiba, beberapa ekor laba-laba berbulu berukuran lumayan besar secara bergantian keluar dari mulutnya, “Huwaaaaaa!!!” Maya berteriak sekeras-kerasnya, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Rani sambil meremas bahunya. Mendengar itu, Rani menoleh perlahan kearah Maya, lalu menoleh kearah Ibunya, “Ibu! Jangan menakuti kakak, ah!” kesal Rani pada ibunya. “Tidak, ibu hanya bertanya padanya saja …,” kata ibunya Rani, berbicara yang lambat, dengan mata yang melotot kearah Maya.Mendengar suara dari ibunya Rani yang sepertinya sudah tak lagi marah, Maya perlahan
Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun. “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang. “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu. “Ta-tapi, Tuan …,” “Diam, kamu!” Whooooosh! “Aaarrrgggg!!!” Gedebug!Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar