Pagi itu cukup cerah.
Puluhan anak lelaki berbagai umur nampak begitu sibuk dilokasi pembangunan asrama. Mereka bekerja bahu membahu dengan para tukang untuk segera menyelesaikan pembangunan asrama dan beberapa ruang kelas serta satu buah mushola.Mohzan terlihat sedang mengecat dinding dengan menggunakan meja tinggi sebagai tempatnya berdiri.Sebagian tukang ada yang memasang keramik ada pula yang sibuk memasang instalasi listrik. Persentase pembangunan itu sudah mencapai tingkat 80%. Anak-anak merasa sangat gembira memiliki hunian baru yang lebih nyaman dan bersih.
“Bang, ada Soraya tuuh..!!” Dika memberi tahu Mohzan sambil menengadah melihat keatas. Mohzan segera menghentikan pekerjaanya dan menoleh kearah tunjuk Dika lalu bersiap melompat turun.
“Hup..!!” Sekarang kakinya sudah menginjak lantai dan ditangannya masih terpegang roll cat yang tadi ia gunakan.“Teruskan Dik..!” Perintahnya kepada Dika sembari memberikan gagang roll cat ke
“Ada yang salah dengan rasa makanan ini Pak..?” Mohzan memutuskan untuk bertanya setelah beberapa detik lamanya melihat Tuan Junara terpana.“Sungguh luar biasa... Kamu tahu Mohzan, rasa rendang ini sama persis dengan masakan istri Bapak.” Ujar Tuan Junara.Mohzan tersenyum lega.Ia meneruskan suapannya dan Junara serta yang lainnya juga demikian. Mereka makan dengan lahap sambil berbincang hangat.“Mohzan..!!”“Iya Pak..!” Mohzan menjawab sopan panggilan Junara.“Bolehkah Bapak datang ke warung Ibumu, Bapak ingin memesan beberapa potong rendang untuk dimakan nanti dirumah.” Kata Junara sembari menatap Mohzan yang tersenyum dan mengangguk senang.Mohzan senang karena Junara menyukai masakan ibunya dan juga merasa hangat dengan sikap Junara yang penuh kekeluargaan. Sikap dan kelakuannya bertolak belakang dengan kasta yang ia dan keluarganya miliki. Walau berada diatas puncak g
Desma berlari menuju pintu yang menghubungkan warung dengan ruang dalam bangunan sederhana itu. Pengakuan Junara suaminya membuat hati Desma merasa sangat bersalah karena ia meninggalkan suaminya itu dua puluhan tahun yang lalu.Satu langkah lagi kakinya akan keluar dari pintu, tiba-tiba Desma menghentikan langkahnya. Keraguan kembali menghinggapi perasaan wanita. Ia pun menyurutkan langkahnya dan kembali duduk disebuah kursi dan melanjutkan menguping pembicaraan Tuan Junara dengan Mohzan.“Dulu Bapak hidup dengan seorang istri yang sangat Bapak cintai. Selain cantik ia adalah wanita sederhana dan jauh dari sifat sombong.,” Tuan Junara melanjutkan ceritanya. Mohzan mendengar dengan penuh perhatian.“Hanya tiga bulan berumah tangga tiba-tiba istri Bapak itu menghilang, dan sampai sekarang Bapak tidak bisa menemukan bahkan jejaknya sekalipun.” Sorot murung diwajah Tuan Junara kini sudah bertambah mendung.Sedangkan Mohzan terhenyak kag
“Tak..tik..tak..tik..” Bunyi keyboard laptop lirih terdengar. Seorang laki-laki tidak begitu baya sibuk dengan kegiatannya disebuah kamar yang tertutup. Laki-laki itu adalah salah seorang anak buah Tuan Satya yang seminggu yang lalu bertugas menjemput Mohzan ke gedung tua dan membawanya kehadapan Tuan Satya.“Sempurna..!!” Serunya sembari memperhatikan adegan video dilayar laptopnya. Video itu ternyata adalah hasil rekaman perkelahian Mohzan dengan belasan anak buah Tuan Satya disebuah gedung kosong seminggu yang lalu.Darko nama lelaki itu telah merekam secara diam-diam semua aksi laga Mohzan yang belum pernah dilihatnya secara nyata sebelumnya.Semenjak ia bertemu langsung dengan Mohzan dan beberapa adik-adik angkat Mohzan, lelaki itu sudah jatuh simpati kepada mereka. Darko terkesima melihat ikatan kasih sayang antara Mohzan dan adik-adik angkatnya yang ia pungut dijalanan itu. Untuk itu Darko ingin membagikan video aksi Mohzan itu k
Haai..semua pembaca.Terima kasih sudah mau membaca karya saya. Dukungan yang kalian berikan sungguh menambah semangat saya untuk terus berkarya.Spesial terima kasih kepada yang udah vote dan meninggalkan komentar.(Irsyad Rusadi, Tumi Udin, Mirai Kuriyama. C, Akang Trie, Buyung Caniago, Uunf, Manusia Biasa, Izwar Rahman, Pengunjung, Budiono Bali, Agung Purwantoro, Muzzani Akhmad, Arman R, Novita Agustin, Puthut Sihwiyono, Herycahfilano, Revo Reva, Imelia imotz lestari, Bodrek, Renhurt, Raja Aly,Abdul munip, Aulyan justin.) Makasih votenya yaa.. 🙏Lupi Al hanan.Oke, saya usahain setiap hari bisa update yaa... Makasih komennya..🙏Ditunggu vote dan komen2 berikutnya.❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️Love you all
“Ada apa ribut-ribut barusan..?” Naira bertanya kepada dua orang satpam yang bertugas menjaga pintu gerbang kediaman keluarga Sudarta nan megah.“Ada demo Nyonya..!” Jawab salah seorang dari mereka sambil menunduk memberi hormat.“Siapa yang didemo..??” Naira mengajukan pertanyaan kedua sambil mengerutkan keningnya yang mulus.“Tuan Satya dan Tuan Muda Alpan, Nyonya..!” Sahut satpam itu menjawab pertanyaan kedua Naira. Kedua penjaga pintu gerbang itu tetap menunduk dan tidak berani mengangkat kepalanya.Naira membuka layar ponselnya dan segera mencari berita viral di chanel youtube.“Jalan..!! “ Perintahnya kepada sopir pribadinya.“Baik Nyonya..!” Sopir itu menjawab dengan sangat sopan lalu mulai mengemudi.Naira terus saja mengutak-atik ponselnya. Berita Tuan Satya dan Alpan mengintimidasi Mohzan telah menyebar di media sosial. Tidak sedikit warganet menyuarakan untuk menuntu
“Wuuus... Wuuuss....!!” Seorang bocah laki-laki berputar diatas sebuah meja yang tidak begitu besar. Beberapa orang temannya berdiri melingkari meja itu untuk menonton aksinya.Salah seorang dari mereka memegang ponsel yang mungkin saja milik ibunya. Kamera diarahkan kepada si anak yang sedang beraksi diatas meja itu. Anak lelaki yang berusia sekitar 10 tahun itu sedang menirukan jurus-jurus Mohzan yang ia lihat didalam video yang didownload dari channel youtube.“Bukan begitu Panjii...!” Seorang temannya memprotes. Ia beringsut keatas meja menggantikan bocah yang dipanggil Panji tadi.Bocah kedua mulai memperlihatkan aksinya menirukan gerakan Mohzan. Beberapa mak-mak yang lewat berhenti untuk menyaksikan.“Wuuuus....” Si bocah mulai berputar.“Wuuss..” Ia mencoba melompat ke udara sambil berusaha memutar tubuhnya seperti gasing.Malang baginya ia kehilangan keseimbangan tubuh hingga tak ayal lagi tubuh mu
Sorak sorai anak-anak riuh dilapangan. Mohzan sengaja memuaskan kerinduan adik-adik asuhnya. Ia turun bermain bersama.“Hap..hap..hap..” Mohzan dan Arya berebut bola.Kaki mereka melangkah zig zag dengan indah bagaikan show Mikel Jackson.“Ayo Bang Mohzan . Ayo Bang Arya...” Anak-anak berteriak kegirangan menyaksikan ulah kedua abang mereka itu.Tiba-tiba Arya berhasil mengecoh Mohzan. Daaan....“Gooool..!!” Gawang kesebelasan Mohzan jebol. Kesebelasan yang dipimpin Arya menari-nari merayakannya. Mereka terpingkal-pingkal tertawa.“Hayoooo minum duluuu..!” Sebuah suara berteriak dipinggir lapangan.Tiga orang remaja berdiri disana sambil melambaikan tangannya. Mereka adalah Soraya, Chen dan Pedro.Mereka bertiga tadinya mendatangi asrama namun semua penghuninya tidak ada disana.Pekerja yang tengah bertukang menyelesaikan pembangunan mushola memberi tahu kalau penghuni asrama sedang be
“Ayo semangat latihannya...!!Kalian ingaat...!!Satu milyar dengan mudah kalian dapatkan, hanya dengan membunuh satu ekor nyamuk saja..!”Tuan Satya mengitari sepuluh orang penembak bayaran yang sedang latihan. Bagaikan seorang panglima perang ia terus memompa semangat para algojonya untuk semakin giat berlatihMereka berdiri berjejer menghadap sebuah patung yang ditempeli foto wajah Mohzan dibagian mukanya.Patung itu adalah perumpamaan tubuh Mohzan yang di simulasikan sebagai target pembunuhan.Dari jarak 10 meter mereka dilatih menembak dengan tepat bagian-bagian mematikan tubuh pemuda yang menjadi target mereka itu.“Dor...dor..dor...!” Suara tembakan memekakkan telinga.Alpan bertepuk tangan dengan girang.Ia yakin Mohzan pasti akan meregang nyawa ditangan pembunuh bayaran ayahnya itu.“Ayo lebih semangat lagi.. kalian akan segera menjadi orang kaya..!!” 
Ucapan Alpan diatas ring membuat semua keluarga besar dan orang-orang dekat Mohzan terkejut beberapa saat lalu tersenyum simpul juga beberapa detik kemudian. Tepuk tangan meriah dari semua hadirin membuat wajah Mohzan sedikit merona merah.Sementara itu Ramona terlihat gelisah. Beberapa kali gadis itu memperbaiki syal yang melilit dilehernya. Keringat dingin tiba-tiba saja membanjiri kening gadis itu. Ia sulit menggambarkan perasaannya saat ini.Dalam hati Ramona yakin kalau Mohzan akan memilih Khalista. Khalista sudah menjadi gadis yang baik dan terlihat akrab dengan Mohzan dan keluarganya.Walaupun Ramona telah mempersiapkan mentalnya sejak lama, tapi untuk melihat langsung Mohzan melamar Khalista ia merasa belum sanggup.Sementara itu Alpan dan Mohzan sudah turun dari ring. Kedua pemuda gagah itu berjalan beriringan menuju suatu titik dimana seluruh keluarga mereka duduk berderet disana.Pertama kali Mohzan menemui Desma. Ia menyalami wanita yang telah me
Mohzan, Tuan Junara dan Tuan Satya serta Tuan Besar Sudarta yang sudah berdiri berjejeran diatas ring, kini terlihat saling berpandangan. Mereka bingung harus berbuat apa, sedangkan Mr. Vincent terus saja meratap menyebut asma Allah dengan air mata berlinangan.Mohzan akhirnya mendekati Mr. Vincent dan berjongkok disisinya serta memegang lembut bahu pria bule itu.“What I can do for you.?” Tanya Mohzan lirih setengah berbisik ditelinga Mr. Vincent. Mr. Vincent menoleh ke arah Mohzan yang menatap lembut kepadanya.Dengan bibir bergetar Mr. Vincent menyahut “Help me and teach me to be a moslem.”“Are you sure..?” Mohzan kembali bertanya untuk memastikan keinginan Mr. Vincent untuk menjadi seorang muslim.“Yes.. very sure..!” Sambut Mr. Vincent tegas dan mantap.Tangan Mr. Vincent menggapai bahu Mohzan dan Mohzan mengerti kalau Mr. Vincent ingin berdiri. Mohzan membantunya lalu Tuan Satya dan Tuan Junara tanpa dikomando ikut serta pula menuntun Mr. Vincent
Bunyi lonceng dipukul satu kali menandakan ronde kedua segera akan dimulai.Mr. Vincent sudah sepenuhnya mampu menguasai dirinya. Sebagai seorang olah ragawan yang penuh pengalaman tentu stamina tubuhnya sudah terlatih dengan berbagai insiden dalam pertandingan. Namun untuk kali ini ia sudah tidak mau lagi meremehkan lawan. Hatinya sedikit mulai berangsur percaya dengan yang namanya keajaiban Tuhan. Tapi ia ingin mengujinya lebih jauh lagi. Secuil keyakinannya masih diselimuti segudang rasa tidak percaya. Prosentasenya masih sangat kecil.Mr. Vincent sudah berdiri dan Mohzan pun mengikutinya. Mereka kini tegak berhadapan. Si wasit plontos mulai memberi aba-aba. Kepalanya yang botak licin kadang memantulkan cahaya lampu yang jatuh kekepalanya sedikit membuat silau mata penonton. 😂Pada ronde kedua ini Mr. Vincent mengganti jurusnya. Ia berdiri tegak lurus dengan satu kaki diangkat dan paha datar sampai kelutut. Satu tangannya juga diangkat dan telapak tangannya
Tepuk tangan sudah mereda. Suasana semakin mencekam begitu wasit mempertemukan Mohzan dengan Mr. Vincent secara berhadap-hadapan.Lelaki berjas hitam bersiap dan kini mulai membacakan aturan main pertarungan itu dalam bahasa Inggris. Kedua petarung menganggukkan kepalanya tanda mengerti.Setelah pria berstelan hitam selesai membacakan aturan main dalam bahasa Inggris, kemudian giliran lelaki berjas putih yang akan menterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.“Aturan pertandingan ini adalah :1. Pertandingan akan dilaksanakan selama 12 ronde dan durasi setiap ronde adalah 3 menit, kecuali salah satu petarung menyatakan menyerah dengan mengangkat tangannya atau kode lain jika keadaan tidak berdaya.2. Waktu istirahat 1 menit.3. Pertandingan dianggap selesai jika salah satu petarung terluka parah dan dinyatakan tidak layak lagi mengikuti pertandingan.4. Petarung diperbolehkan menggunakan jurus apapun yang dikuasainya tanpa harus mengikuti jenis be
Bab 111. Duel 2.(Ramona sudah berada disini..!) Itulah pesan singkat yang dikirimkan oleh Khalista. Alpan memutar kepalanya menoleh kearah deretan penonton dibelakang juri. Disana ia melihat Ramona duduk bersebelahan dengan Khalista. Alpan berfikir sejenak lalu bergegas meninggalkan tempat ia berdiri saat itu. Ia terlihat menemui beberapa orang dibelakang ring. Mereka berbincang beberapa saat dan nampak beberapa orang yang ditemui Alpan mengangguk-anggukkan kepalanya.Sementara itu waktu pertarungan tinggal sepuluh menit lagi. Mr. Vincent terus saja berkeliling ring memamerkan gerakan-gerakan karate yang tujuannya tak lain adalah untuk menjatuhkan mental lawan.Sedangkan Mohzan memilih tetap duduk disebuah bangku disudut ring. Ditangan kanannya ia memegang sebuah botol air mineral.Sikap Mohzan yang tak bergeming menciptakan berbagai pendapat orang-orang yang menonton duel itu. Baik yang berada langsung di gedung olah raga itu maupun yang sedang menonton dilayar
Gedung olah raga dipusat kota Jakarta semakin ramai dikunjungi para calon penonton yang ingin menyaksikan langsung pertandingan duel antara Mohzan dengan Mr. Vincent. Kepada setiap calon penonton dijual satu lembar tiket yang harganya tidak terlalu mahal. Hasil penjualan tiket itu sudah disepakati akan diberikan kepada masyarakat yang berekonomi lemah dan akan disalurkan melalui dinas sosial. Hal itu menjadi persyaratan mutlak dari Mohzan sebelum menyetujui pemungutan biaya dari pertunjukkan itu.Karena besarnya gedung tidak mencukupi untuk menampung semua penonton yang hadir, maka diluar gedung disediakan layar yang sangat besar agar penonton yang tidak berhasil mendapatkan tiket tetap bisa menyaksikan jalannya pertandingan.Satu persatu tamu kehormatan memasuki gedung itu. Mereka datang dari berbagai negara guna untuk menyaksikan langsung pertandingan yang sungguh tidak biasa ini. Mereka mempunyai tugas dari negara mereka masing-masing untuk memberikan keterangan resmi s
Sabtu pagi dikediaman Tuan Besar Sudarta.Kesibukan terlihat diruang makan pagi itu. Seluruh keluarga Tuan Besar Sudarta berkumpul mengelilingi meja makan. Ratmi terlihat sibuk melayani dengan menata hidangan diatas meka dibantu oleh Desma dan ibu Aisyah.Sebuah televisi dengan layar lebar puluhan inci tergantung didinding menayangkan berita pagi.Mohzan duduk berdampingan dengan Alpan dan Tuan Satya berdekatan dengan Tuan Junara. Disamping Tuan Junara ada Desma lalu ibu Aisyah. Sedangkan Tuan Besar Sudarta berdampingan dengan Astuti istrinya yang kini tengah malayaninya dengan mengoleskan slai mangga kepotongan roti yang merupakan kesukaan Tuan Besar Sudarta.“Bagaimana Mohzan..? Mohzan sudah siap menghadapi Mr. Vincent malam ini.?” Tanya Tuan Junara kepada Mohzan yang sibuk memotong roti dengan pisau kecil diatas piring datar.“Insya Allah Pa !” Jawab Mohzan tenang setenang ia mengunyah makanan dimulutnya.“Pemirsa.. hari
“Ya sudah kalau begitu Bu Anggi. Tidak apa-apa kalau Khalista main disini dulu. Asal Bu Anggi tidak direpotkan.” Sahut Danar sangat sopan.“Wuuuiiih... Inikah yang disebut dengan tobat..? Bertanyalah Anggita kepada dirinya sendiri. Ia menyoroti punggung lelaki yang baru saja berbalik badan menuju pintu pagar rumahnya lalu menghilang.Anggita memutuskan untuk kembali keruang tamu rumahnya. Ia belum puas untuk mengintrogasi anak orang. (Hmm.. kepo juga nih si Ibu..😀😀😀)“Tadi Papamu menanyakan kamu Lista..!” Ujar Anggita memberi tahu Khalista. Namun sepertinya gadis itu tiada bergeming. Ia malah menatap sebuah foto berbingkai indah yang terpajang didinding ruang tamu Anggita.“Berliana... Seandainya kamu masih ada, aku pasti bisa curhat kepadamu. Semakin besar ternyata beban hidup bukan semakin ringan Liana.” Ratap Khalista kepada foto Berliana yang merupakan teman bermain kecilnya.Anggita jadi sedih mendengar ratap
“Alhamdulillah, kita sudah bisa kembali kerumah kita Lista.” Ujar Danar setelah selesai beres-beres rumah. Khalista baru saja pulang dari sekolah.“Iya Pa, syukurlah Tuan Satya kini sudah berubah baik. Kalau tidak entah apa nasib kita selanjutnya.” Jawab Khalista yang ikut merapikan beberapa barang diruang tamu.Sepertinya rumah itu dibiarkan kosong begitu saja, buktinya tidak ada barang yang berpindah tempat. Hanya debu tebal menutupi dimana-dimana.“Pa, Lista rindu sama Mama Santi dan Ramona. Kalau mereka ada disini tentu akan lebih ramai dan menyenangkan.” Kata Lista menghentikan pekerjaannya. Ia duduk bermenung diatas sofa.“Hmmm...!!” Danar menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia juga sangat merindukan istri dan anak tirinya itu. Tapi ia tidak tahu dimana mereka berada.Danar berjalan lalu duduk disamping Khalista. Pikirannya juga ikut menerawang kemasa-masa dimana mereka masih tinggal bersama