Libur tahun baru sudah berakhir. Rutinitas harian kembali menyapa lagi di mulai per hari ini di tanggal 2 januari. Hampir setengah hari penuh Melody tidak keluar dari ruang kerjanya. Beberapa orang manager mengajaknya diskusi mengenai pelaksanaan program kerja di tahun ini yang sudah mereka rencanakan semenjak dua bulan sebelumnya. Di usia mudanya Melody benar- benar di tuntut kecakapannya untuk memimpin banyak orang dan mengendalikan perusahaan besar keluarganya. Untuk proyek properti sendiri belum ada pembahasan. Semenjak pagi Melody belum bertemu dengan Bimo. Mungkin dia sibuk dengan program kerja perusahaannya sendiri atau mungkin sedang sibuk di ruang kerjanya yang bertempat di lantai 23. Melody sama sekali belum tahu kondisi di luar. Ketika para manager pamit undur diri dari ruangnya, gadis itu segera mengangkat kedua tangannya ke atas. Sedikit menggerakkan anggota tubuhnya untuk merileks-kan otot-otot tegangnya yang semenjak tadi di ajak serius.
Diliriknya fossil mungi
Melody menatap heran ke arah Sisil.“Hari ini kan ada meeting pengusaha se-Jakarta Pusat, Mel. Nggak semua emang, tapi kebetulan perusahan keluarga kita dapat undangannya, tepatnya undangan mendadak yang baru masuk kemarin siang pas tanggal merah pula. Kevin sama Alfa kemarin malam udah teleponan juga kok, gitu juga Om Fendy dan papa gue.”Melody mengernyit heran bagaimana bisa dia tak tahu sama sekali tentang agenda hari ini. Ingatannya kembali dia layangkan ke hari kemarin ketika perjalanan balik dari Puncak ke Jakarta. Dia dan Alfa pisah mobil dan selama perjalanan Melody banyakan tidur karena merasa lelah dan pegal-pegal efek mulai pagi mereka keluar vila, ke tempat wisata kemudian siangnya langsung otw Jakarta. Mungkin itu yang membuatnya tak mengetahui apapun mengenai pertemuan mendadak para pengusaha hari ini. Melihatnya payah pasti papanya juga tak tega melibatkannya.“Trus kok elo tiba-tiba datang ke sini, tau banget kalo gue butuh elo
Melody dan Alfa berdiri di dekat meja Dista ketika Bimo berjalan menghampiri keduanya.“Kita jadi berangkat sekarang, Mel?” tanya Bimo memastikan jadwal mereka untuk pergi ke lokasi proyek di pagi ini.Alfa menatap diam ke arah Bimo dengan kedua tangan di dalam saku. Bersikap santai dan dingin seperti biasanya.Melody mengangguk, kemudian menoleh ke arah Alfa yang bersandar pilar di sampingnya.“Al, aku berangkat dulu, ya,” pamit Melody dengan kalimat hati-hatinya. Tak mudah meminta ijin kepada lelaki posesifnya ini meski sekedar keluar untuk urusan kantor. Apalagi jelas-jelas yang berangkat bersamanya adalah Bimo.Alfa mengulurkan tangannya mengusap lembut kepala Melody. Tak ada kata, hanya mengangguk dengan tatapan matanya yang melembut, tidak seperti ketika cowok itu menatap lurus ke arah Bimo. Sedangkan cowok yang mendapat tatapan dingin itu hanya diam melihat aksi mesra Alfa kepada Melody barusan. Tak bisa tertebak apa
Pagi yang cerah ceria. Melody sedang mematut diri di depan cermin sehabis mandi ketika Meira mengetuk pintu kemudian langsung masuk ke kamarnya. “Kamu sudah selesai mandi, Sayang?” tanya Meira lembut. “Sudah, Ma, ada apa?” tanya Melody yang merasa jika mamanya ada maunya. “Setelah sarapan kamu ke rumah Tante Nela ya, antarin kue bikinan mama. Mama bikin kue kesukaan Alfa.” Melody terdiam. “Melody berangkat sendiri, Ma?” “Iyalah berangkat sendiri karena setelah ini ada teman-teman arisan mama datang ke rumah.” “Sama mama aja deh, setelah selesai arisan.” Setelah melontarkan permintaanya, Melody justru terdiam karena teringat dan mempertimbangkan sesuatu. Datang ke rumah Alfa sendirian yang artinya harus ketemu sama cowok yang satu bulan lagi akan bertunangan dengannya. Yang dia benar-benar belum pernah sama sekali melakukannya hingga belum terfikir bagaimana dia harus menghadapi cowok itu dan keluarganya. Jujur a
Lain bahagia Alfa dan Melody, lain pula yang di rasakan Bimo saat ini."Mas, aku mandi dulu, ya," tanya Alisa, perempuan cantik yang saat ini tengah berbaring di sisinya, di ranjang apartemen Bimo. Perempuan yang menemaninya sejak semalam dengan suka rela. Perempuan yang Bimo kenal sejak awal berkantor di gedung Fendy Atma. Alisa adalah salah satu staf keuangan proyek di kantor Fendy. Sejak awal bertemu dengan Bimo, perempuan ini dengan terang-terangan menampakkan rasa sukanya. Dan hubungan itu mengalir begitu saja di antara keduanya. Terselubung tanpa siapapun yang tahu."Yakin tak nambah lagi?" tanya Alisa sambil mencium mesra pipi Bimo, yang di balas cowok itu dengan mencium pipinya kemudian menggeleng pelan sambil tersenyum.Sambil menunggu Alisa selesai mandi, Bimo membuka akun *****gram-nya. Ada sakit yang dia rasa setiap kali melihat posting terakhir Melody sekitar seminggu lalu. Foto penuh tawa Melody bersama Alfa ketika nampaknya mereka menghabiskan lib
Melody duduk diam di samping Alfa yang tengah berbicara serius dengan Rheiga membahas konsep acara pertunangan Alfa dan dirinya. Sesekali cowok sahabat Alfa itu melihat ke arah Melody dengan senyum geli. Berbanding terbalik dengan sikap Alfa yang diam datar dan serius seperti biasanya. "Mel, elo nggak lagi sakit gigi, kan?" tanya Rheiga menggoda, dia sebenarnya tahu betul alasan gadis itu hanya diam tanpa komentar. Karena dalam ingatan cowok blasteran itu, Melody adalah gadis ceriwis yang ceria. Sungguh sangat berbeda dengan sikapnya hari ini yang tentu saja Alfa menjadi alasannya. Melody tertawa sambil mengedikkan bahunya, "Belum di kasih kesempatan ngomong, Mas," jawabnya singkat. "Kayaknya jiwa elo terpenjara deh, Mel," Rheiga masih melanjutkan kalimat usilnya yang hanya mendapat balasan senyum cantik Melody. Alfa menoleh sekilas ke arah Melody, "Jiwanya terpenjara di hati gue," ucap Alfa singkat yang segera membuat tawa Rheiga meledak. "Hu
Melody sedang mencari barang belanjaan di rak sebuah supermarket tak jauh dari rumahnya karena kebetulan ketika keluar dari kantor tadi Meira meneleponnya supaya mampir ke supermarket untuk berbelanja sedikit kebutuhan rumah karena Bi Iyah sedang tak enak badan.Saat ini tangannya sedang memegang minyak goreng sesuai list belanja yang di minta mamanya ketika sebuah suara menyapanya."Eh, kebetulan ketemu di sini, Mel," sapa Hesta yang berdiri tak jauh dari tempat Melody. Melody menoleh mencari sumber suara."Oh, lagi belanja juga, Bu?" tanya Melody berusaha bersikap ramah dan wajar begitu mengetahui jika yang menyapanya adalah orang yang sesungguhnya begitu ingin di jauhinya. Nampak perempuan itu sedang mendorong trolly belanjaannya yang masih nampak kosong."Iya, kamu sendirian?" tanya Hesta sambil menoleh ke beberapa arah seolah mencari seseorang yang mungkin saja sedang bersama Melody."Saya sendiri, Bu," jawab Melody malas meladeni pertanyaan H
"Gue berangkat ke kantor dulu ya, elo baik-baik segera, biar nanti siang sudah bisa pindah ke ruang rawat inap," ucap lembut Melody sambil menggenggam tangan Sisil. Sahabatnya itu masih terbaring di ruang pemulihan, wajahnya masih nampak pucat dan tubuhnya pun masih nampak lemah."Iya, gue pasti segera kuat. Elo sudah lihat anak gue kan? Dia jagoan," tanya Sisil sambil berusaha tersenyum."Sudah lihat dari kaca, elo mama yang hebat sudah menghadirkannya ke dunia dengan perjuangan paling keren. Dia lahir dengan normal, semoga nanti jadi anak yang membanggakan sehebat elo," puji Melody dengan sangat tulus dan salut. Tak menyangka jika Sisil akhirnya benar-benar memilih melahirkan dengan cara normal dan menolak operasi caesar, meski mama dan suaminya sudah sangat tidak tega menyaksikan dari dekat perjuangannya."Nanti sore elo beneran kesini, ya," pinta Sisil manja kepada sahabatnya."Iya gue pasti kesini, mama mungkin nanti siang juga ke sini, sangat penasa
Melody menutup mukanya dengan kedua tangan, sesekali nenyugar rambutnya dengan sedikit kasar. Nampak sekali kegundahannya. Dengan wajah yang sudah memerah dan sambil menggigit bibirnya sendiri menahan tangis, akhirnya sama sekali tak di urusinnya handphone yang tergeletak diam di depannya.Kevin mengambil perlahan handphone Melody, kemudian memperhatikan dengan teliti gambar yang tampil di layar handphone itu.Seorang perempuan dengan menggunakan baju daster seksi yang nampak jelas tanpa di lapisi lagi dengan pakaian dalam sedang duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sebelah tangannya merangkul pinggang perempuan itu. Mereka berdua nampak duduk di sebuah sofa dengan posisi romantis, berhadapan wajah seperti tengah berciuman.“Mel, ini siapa?” tanya Kevin setengah ragu. Di foto kedua yang di ambil dari arah lain, nampak jelas wajah si perempuan. Wajah yang sangat mereka kenal selama ini, hanya saja wajah si cowok tak bisa terlihat dengan jelas k