Melody menatap heran ke arah Sisil.
“Hari ini kan ada meeting pengusaha se-Jakarta Pusat, Mel. Nggak semua emang, tapi kebetulan perusahan keluarga kita dapat undangannya, tepatnya undangan mendadak yang baru masuk kemarin siang pas tanggal merah pula. Kevin sama Alfa kemarin malam udah teleponan juga kok, gitu juga Om Fendy dan papa gue.”
Melody mengernyit heran bagaimana bisa dia tak tahu sama sekali tentang agenda hari ini. Ingatannya kembali dia layangkan ke hari kemarin ketika perjalanan balik dari Puncak ke Jakarta. Dia dan Alfa pisah mobil dan selama perjalanan Melody banyakan tidur karena merasa lelah dan pegal-pegal efek mulai pagi mereka keluar vila, ke tempat wisata kemudian siangnya langsung otw Jakarta. Mungkin itu yang membuatnya tak mengetahui apapun mengenai pertemuan mendadak para pengusaha hari ini. Melihatnya payah pasti papanya juga tak tega melibatkannya.
“Trus kok elo tiba-tiba datang ke sini, tau banget kalo gue butuh elo
Melody dan Alfa berdiri di dekat meja Dista ketika Bimo berjalan menghampiri keduanya.“Kita jadi berangkat sekarang, Mel?” tanya Bimo memastikan jadwal mereka untuk pergi ke lokasi proyek di pagi ini.Alfa menatap diam ke arah Bimo dengan kedua tangan di dalam saku. Bersikap santai dan dingin seperti biasanya.Melody mengangguk, kemudian menoleh ke arah Alfa yang bersandar pilar di sampingnya.“Al, aku berangkat dulu, ya,” pamit Melody dengan kalimat hati-hatinya. Tak mudah meminta ijin kepada lelaki posesifnya ini meski sekedar keluar untuk urusan kantor. Apalagi jelas-jelas yang berangkat bersamanya adalah Bimo.Alfa mengulurkan tangannya mengusap lembut kepala Melody. Tak ada kata, hanya mengangguk dengan tatapan matanya yang melembut, tidak seperti ketika cowok itu menatap lurus ke arah Bimo. Sedangkan cowok yang mendapat tatapan dingin itu hanya diam melihat aksi mesra Alfa kepada Melody barusan. Tak bisa tertebak apa
Pagi yang cerah ceria. Melody sedang mematut diri di depan cermin sehabis mandi ketika Meira mengetuk pintu kemudian langsung masuk ke kamarnya. “Kamu sudah selesai mandi, Sayang?” tanya Meira lembut. “Sudah, Ma, ada apa?” tanya Melody yang merasa jika mamanya ada maunya. “Setelah sarapan kamu ke rumah Tante Nela ya, antarin kue bikinan mama. Mama bikin kue kesukaan Alfa.” Melody terdiam. “Melody berangkat sendiri, Ma?” “Iyalah berangkat sendiri karena setelah ini ada teman-teman arisan mama datang ke rumah.” “Sama mama aja deh, setelah selesai arisan.” Setelah melontarkan permintaanya, Melody justru terdiam karena teringat dan mempertimbangkan sesuatu. Datang ke rumah Alfa sendirian yang artinya harus ketemu sama cowok yang satu bulan lagi akan bertunangan dengannya. Yang dia benar-benar belum pernah sama sekali melakukannya hingga belum terfikir bagaimana dia harus menghadapi cowok itu dan keluarganya. Jujur a
Lain bahagia Alfa dan Melody, lain pula yang di rasakan Bimo saat ini."Mas, aku mandi dulu, ya," tanya Alisa, perempuan cantik yang saat ini tengah berbaring di sisinya, di ranjang apartemen Bimo. Perempuan yang menemaninya sejak semalam dengan suka rela. Perempuan yang Bimo kenal sejak awal berkantor di gedung Fendy Atma. Alisa adalah salah satu staf keuangan proyek di kantor Fendy. Sejak awal bertemu dengan Bimo, perempuan ini dengan terang-terangan menampakkan rasa sukanya. Dan hubungan itu mengalir begitu saja di antara keduanya. Terselubung tanpa siapapun yang tahu."Yakin tak nambah lagi?" tanya Alisa sambil mencium mesra pipi Bimo, yang di balas cowok itu dengan mencium pipinya kemudian menggeleng pelan sambil tersenyum.Sambil menunggu Alisa selesai mandi, Bimo membuka akun *****gram-nya. Ada sakit yang dia rasa setiap kali melihat posting terakhir Melody sekitar seminggu lalu. Foto penuh tawa Melody bersama Alfa ketika nampaknya mereka menghabiskan lib
Melody duduk diam di samping Alfa yang tengah berbicara serius dengan Rheiga membahas konsep acara pertunangan Alfa dan dirinya. Sesekali cowok sahabat Alfa itu melihat ke arah Melody dengan senyum geli. Berbanding terbalik dengan sikap Alfa yang diam datar dan serius seperti biasanya. "Mel, elo nggak lagi sakit gigi, kan?" tanya Rheiga menggoda, dia sebenarnya tahu betul alasan gadis itu hanya diam tanpa komentar. Karena dalam ingatan cowok blasteran itu, Melody adalah gadis ceriwis yang ceria. Sungguh sangat berbeda dengan sikapnya hari ini yang tentu saja Alfa menjadi alasannya. Melody tertawa sambil mengedikkan bahunya, "Belum di kasih kesempatan ngomong, Mas," jawabnya singkat. "Kayaknya jiwa elo terpenjara deh, Mel," Rheiga masih melanjutkan kalimat usilnya yang hanya mendapat balasan senyum cantik Melody. Alfa menoleh sekilas ke arah Melody, "Jiwanya terpenjara di hati gue," ucap Alfa singkat yang segera membuat tawa Rheiga meledak. "Hu
Melody sedang mencari barang belanjaan di rak sebuah supermarket tak jauh dari rumahnya karena kebetulan ketika keluar dari kantor tadi Meira meneleponnya supaya mampir ke supermarket untuk berbelanja sedikit kebutuhan rumah karena Bi Iyah sedang tak enak badan.Saat ini tangannya sedang memegang minyak goreng sesuai list belanja yang di minta mamanya ketika sebuah suara menyapanya."Eh, kebetulan ketemu di sini, Mel," sapa Hesta yang berdiri tak jauh dari tempat Melody. Melody menoleh mencari sumber suara."Oh, lagi belanja juga, Bu?" tanya Melody berusaha bersikap ramah dan wajar begitu mengetahui jika yang menyapanya adalah orang yang sesungguhnya begitu ingin di jauhinya. Nampak perempuan itu sedang mendorong trolly belanjaannya yang masih nampak kosong."Iya, kamu sendirian?" tanya Hesta sambil menoleh ke beberapa arah seolah mencari seseorang yang mungkin saja sedang bersama Melody."Saya sendiri, Bu," jawab Melody malas meladeni pertanyaan H
"Gue berangkat ke kantor dulu ya, elo baik-baik segera, biar nanti siang sudah bisa pindah ke ruang rawat inap," ucap lembut Melody sambil menggenggam tangan Sisil. Sahabatnya itu masih terbaring di ruang pemulihan, wajahnya masih nampak pucat dan tubuhnya pun masih nampak lemah."Iya, gue pasti segera kuat. Elo sudah lihat anak gue kan? Dia jagoan," tanya Sisil sambil berusaha tersenyum."Sudah lihat dari kaca, elo mama yang hebat sudah menghadirkannya ke dunia dengan perjuangan paling keren. Dia lahir dengan normal, semoga nanti jadi anak yang membanggakan sehebat elo," puji Melody dengan sangat tulus dan salut. Tak menyangka jika Sisil akhirnya benar-benar memilih melahirkan dengan cara normal dan menolak operasi caesar, meski mama dan suaminya sudah sangat tidak tega menyaksikan dari dekat perjuangannya."Nanti sore elo beneran kesini, ya," pinta Sisil manja kepada sahabatnya."Iya gue pasti kesini, mama mungkin nanti siang juga ke sini, sangat penasa
Melody menutup mukanya dengan kedua tangan, sesekali nenyugar rambutnya dengan sedikit kasar. Nampak sekali kegundahannya. Dengan wajah yang sudah memerah dan sambil menggigit bibirnya sendiri menahan tangis, akhirnya sama sekali tak di urusinnya handphone yang tergeletak diam di depannya.Kevin mengambil perlahan handphone Melody, kemudian memperhatikan dengan teliti gambar yang tampil di layar handphone itu.Seorang perempuan dengan menggunakan baju daster seksi yang nampak jelas tanpa di lapisi lagi dengan pakaian dalam sedang duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sebelah tangannya merangkul pinggang perempuan itu. Mereka berdua nampak duduk di sebuah sofa dengan posisi romantis, berhadapan wajah seperti tengah berciuman.“Mel, ini siapa?” tanya Kevin setengah ragu. Di foto kedua yang di ambil dari arah lain, nampak jelas wajah si perempuan. Wajah yang sangat mereka kenal selama ini, hanya saja wajah si cowok tak bisa terlihat dengan jelas k
Alfa menyetir mobilnya dengan perasaan sangat kacau. Sesekali mengacak kesal rambutnya sendiri. Dia sama sekali tak habis fikir bagaimana bisa Hesta yang selama ini di pandangnya begitu baik bisa berulah nekat dan serendah itu. Dan, bagaimana bisa dia terjebak dalam keadaan seperti ini? Ada sesal mendalam yang di rasanya. Saat ini, bayangan Melody dengan wajah sendunya memenuhi kepalanya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini Alfa tak bisa mengiranya. Lengangnya jalanan sepertiga malam membuatnya bisa mengemudikan mobil dengan kecepatan maksimal.Tak butuh waktu lama, menjelang pukul tiga pagi, mobil Alfa memasuki sebuah gerbang perumahan. Setelah menyerahkan KTPnya kepada satpam yang standby 24 jam, mobilnya segera melaju memasuki jalanan satu cluster yang sudah begitu akrab di lewatinya. Perumahan yang dia masuki saat ini adalah sebuah perumahan kelas menengah atas yang tidak se-elit tempat tinggalnya ataupun tempat tinggal Melody tapi memiliki penjagaan cukup ketat dan t
Entah berapa jam Melody tak sadarkan diri dia tak mengetahuinya. Ketika matanya terbuka dia hanya menyadari bahwa kini sedang tidak berada di kamarnya. Sebentar memutar bola matanya hanya ruang kamar serba putih yang di lihatnya. Bau obat menyeruak ke indera penciumannya dan tepat di pergelangan tangannya dia merasakan ada rasa menekan dengan sedikit nyeri. Sebentar segera dia coba menggerakkan tangan dan mengangkatnya. Yang di lihatnya pertama kali adalah selang bening kecil, dan ternyata yang membuat pergelangan tangannya terasa tertekan dan nyeri adalah jarum yang menancap di situ, secara reflek Melody mendongak ke atas melihat kantong infus berisi tinggal separuh yang tergantung di situ. Perlahan ingatan Melody kembali, tentang bagaimana pada akhirnya dia bisa berada di sini. Tak salah lagi, ini adalah rumah sakit. Dengan gerakan lemahnya spontan dia mengelus perut ratanya yang sedikit masih terasa nyeri. Matanya memanas, entah kenapa dia merasakan kehilangan bahkan pada
Sebulan berlalu dari semua kejadian dan kisah tentang Bimo. Cowok itu akhirnya harus merasakan indahnya tinggal di dalam penjara, kasusnya cepat di putuskan karena banyak saksi dan diapun cukup kooperatif tak banyak perlawanan ataupun sanggahan atas tindak kejahatannya. Tak hanya kasus melukai Melody dan Alfa, dia terjerat juga kasus penggunaan narkotika. Di luar itu, ternyata Bimo juga terjerat kasus penggelapan uang perusahaan. Karena begitu urusan pekerjaan yang biasanya di pegang oleh Bimo di alih tangankan kepada orang lain nampak banyak kejanggalan pada laporan aliran keuangan. Terutama keuangan perusahaan Pak Edward yang masuk ke perusahaan Fendy Atma. Setelah di telusur lagi oleh tim forensik kepolisian, di temukan Bimo tak main sendiri, dia di bantu oleh Alisa, perempuan berstatus kekasih tersembunyi Bimo yang bekerja di bagian keuangan perusahaan Fendy Atma. Melody hanya menatap sedih gadis bernama Alisa yang sampai bersujud memohon ampun atas kesalahannya. Namun u
Melody telungkup di sisi ranjang tempat tubuh Alfa tak sadarkan diri. Sebentar pun dia tak mau meninggalkan lelaki yang sama sekali belum membuka mata semenjak kemarin di bawa ke rumah sakit, masuk ruang operasi sampai dengan di pindahkan ke ruang observasi khusus dengan campur tangan kekuasaan uang atas keinginan keluarga. Mimpi buruk seolah mengejar Melody setiap kali matanya terpejam, hingga menjadikannya bertahan berusaha membuka mata. Tangannya menggenggam erat tangan Alfa, doa tak henti dia panjatkan berharap tiba-tiba tangan itu bergerak balik menggenggam erat tangannya. Hampir dua puluh empat jam belum ada tanda-tanda bahwa Alfa akan tersadar, semua peralatan medis lengkap yang di butuhkan berada di kamar yang cukup luas ini.Meira, Nela, Fendy, Rudi, Boy, Rheiga, Sisil dan Kevin berjaga di luar. Bergantian mereka keluar masuk ruang berusaha membujuk Melody supaya bersedia untuk istirahat sejenak meredakan lelah dan setresnya. Tak henti meyakinkan gadis itu bahwa Alfa
Melody masih mengikuti langkah Bimo yang memperlakukan dirinya sebagai tawanan. Dirinya benar-benar tak habis fikir bagaimana seorang Bimo nekat melakukan kejahatan seperti ini di kondisi sekarang. Sama sekali tidak mempertimbangkan keadaan yang bisa saja tidak berpihak padanya. "Mas Bimo, sadarlah, tindakan Mas Bimo ini tidak benar, berbahaya," Melody masih berusaha bersikap baik menyadarkan cowok ini. Di apa-apain juga, selama bekerjasama dengannya dia selalu menampakkan sikap baik di depannya. Urusan sikap dia itu asli atau palsu, buat Melody saat ini tak jadi soal. Dia hanya ingin selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dan Bimo, apalagi dengan tindakan-tindakan kekerasan. "Selama ini aku sudah berusaha bersikap benar tapi hal itu tak pernah nampak di mata dan hati kamu, Mel. Hari ini, nggak ada salahnya kan aku sekali berbuat tidak benar tapi pada akhirnya bisa memiliki hidup bersama kamu. Setelah ini kita akan menikmati indahnya surga dunia bersama, Me
Meeting di hari kedua lebih seru dari hari kemarin. Lebih banyak hal dan permasalahan di masing-masing grup yang di bahas pada hari ini selain dari perwakilan masing-masing grup yang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kuartal satu. Dan tepat mulai jam tiga sore, beberapa kolega yang merupakan tamu undangan mulai di ikutkan masuk ke forum. Termasuk Pak Edward dan sesuai prediksi Alfa, Bimo nampak hadir juga saat ini. Semenjak seseorang yang sedang Alfa waspadai itu masuk ruang, tak hentinya mata cowok itu menatap tajam ke arah Bimo tanpa sungkan-sungkan lagi tak memikirkan apakah cowok itu akan merasa atau tidak jika ternyata sedang di lihatnya. Alfa sengaja memperhatikan setiap gerak gerik Bimo yang sering mencuri pandang ke arah Melody padahal saat ini gadisnya itu banyak diam karena di sesi ngobrol bersama kolega ini para peserta meeting lebih banyak berbincang dengan Pak Fendy selaku Presdir Fendy Atma Group. Setelah penuh dengan diskusi seru antara pes
Melody sedang berada di ruang kerja Fendy bersama Dista. Mereka membahas rencana meeting direksi kuartal pertama tahun ini yang biasanya di adakan dengan menginap di sebuah cottage atau hotel sekaligus untuk refreshing karyawan di sepertiga tahun pertama. Yang bertujuan untuk menjaga semangat kerja para pejabat perusahaan supaya tetap fresh dalam memimpin dan mempertahankan kinerja terbaik di masing-masing bagiannya. “Jadi gimana, Dis, budgetnya apakah sudah fixed semua?” tanya Fendy pada Dista. “Sudah, Pak. Tadi sudah saya serahkan kepada Alisa supaya di aturkan booking ball room beserta kamar-kamarnya,” jelas Dista. “Berapa total pesertanya nanti?” tanya Fendy selanjutnya. “Total 7 orang direktur di tambah 16 orang manager, Pak,” jawab Dista sambil melihat catatan anggaran budgetnya. “Baik, nanti hitungkan sekalian seperti biasa buat kita, kamu ajak putri dan suami kamu juga, kan? Kasian di tinggal sibuk terus sama kamu,” ujar Fendy sambil t
Begitu Melody menyusul Boy ke lantai dua, Rheiga segera berjalan ke arah kamar tamu yang terletak tak jauh dari ruang keluarga. Di sofa ruang keluarga tempat biasanya di pakai untuk nonton tivi bersama, nampak Alfa dan Hesta yang sedang duduk berdua. Rheiga menahan langkahnya dan berlindung di balik almari hias tempat pajangan pernak pernik koleksi Nela. Dari tempat itu terdengar jelas pembicaraan Hesta dan Alfa.“Al, kamu sungguh bisa maafin kesalahanku, kan?” rayu Hesta tak ubahnya gadis SMA yang mau di putuskan oleh pacarnya. Entah hilang kemana urat malu perempuan itu yang pada hari ini masih nekat untuk menemui lelaki yang kemarin jelas-jelas menolaknya.Alfa diam sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.“Al, aku mohon, aku tahu kamu marah sama aku, tapi aku tahu hatimu tak sejahat itu ke aku. Apapun yang kamu katakan ke aku di rumahku kemarin bagiku tak lebih dari emosi kamu saja,” lanjut Hesta dengan nada penuh hiba. Menu
Minggu pagi yang cerah. Rheiga dan Alfa sedang duduk santai di pinggir lapangan basket komplek perumahan Alfa. Pagi-pagi tadi Rheiga menyusulnya, mereka menghabiskan waktu bersama dengan jogging menikmati kebersamaan pertemanan mumpung Rheiga sedang tak ada job. Sesuatu hal langka yang terjadi pada Rheiga dan Alfa di hari minggu. Aktifitas pagi mereka awali dengan jogging dan berakhir di sport center komplek perumahan. Ikut tanding basket sebentar bersama klub lokal komplek yang kebetulan sedang menggelar latihan bersama. Sambil beristirahat mereka membahas beberapa hal dan terutama tentang kejadian yang masih hangat kemarin. Tentang Hesta dan Melody. "Jadi elo jalanin rencana sesuai obrolan kita kapan hari?" tanya Rheiga pada Alfa. "Iya, dan sepertinya dugaanku tak meleset jauh, Bimo nampak begitu gencar dan lebih antusias mendekati Melody. Gue hanya perlu menangkap basahnya saja sebagai bukti." "Yang penting elo dan Melody harus tetap hati-hati, kar
Semenjak insiden Alfa dan Hesta pada hari itu, sepertinya Bimo benar-benar merasa peluang untuk mendekati Melody lebih terbuka lagi. Seperti yang dia lihat untuk waktu saat ini, jika dulu hubungan Alfa dan Melody nampak begitu baik dengan hal nyata bahwa Alfa tak segan menunjukkan perhatiannya untuk Melody di depan publik, yang terjadi sekarang adalah kebalikannya. Mereka berdua nampak saling diam. Melody memasang sikap cueknya, nampak begitu acuh dengan Alfa. Pun begitu dengan Alfa, yang ikut mendiamkan Melody dengan tak banyak mengajaknya bicara. Hanya satu dua kata saja mereka nampak bertukar suara, dan itupun tentang kerja. Tak banyak yang tahu rencana mereka berdua, hanya Dista satu-satunya yang mengerti semua cerita tentang Melody. Itupun Melody sampaikan di luar jam kerja, ketika mereka memutuskan pulang kerja bersama dan shoping bersama. Jika saja Dista tak melihat kejadian di ruang Melody pagi harinya, mungkin dia pun termasuk dalam orang-orang yang tidak akan Melod