Saat di rasa Megan sudah tenang, Zachary mengambil makanan khusus Megan tadi, ia mneyuapi Megan. Namun, wanita itu menolaknya.
Zachary menghela nafasnya. "Makanlah, aku tidak ingin kau mati karena tidak makan. Aku tahu jika kau lapar." Zachary kembali mengarahkan makanan pada pada Megan, mau tidak mau Megan menerima suapan Zachary. Suapan demi suapan Megan terima dari Zachary, hingga pada akhirnya makanan itu habis tak tersisa. Zachary menegakkan tubuhnya, ia membawa piring kosong itu ke meja, dan kembali lagi pada sisi Megan. Zachary ingin menggendong Megan, namun Megan menahannya. "Apa yang akan kau lakukan? Jangan menyentuhku." Megan sedikit menjauh dengan susah payah. Zachary berdecak, pria itu menatap Megan dengan datar. "Aku hanya ingin membantumu untuk ke kamar mandi, aku tahu kau tidak bisa jalan sendiri. Masih sakit bukan?" Megan terdiam sejenak, lantas menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa sendiri. Pergilah, aku mohon." Tatapan wanita itu terlihat sangat memohon, yang mana membuat Zachary tidak tega. Pada akhirnya Zachary pergi. Seperginya Zachary, Megan menenangkan detak jantungnya. Lantas, wanita itu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia menuruni ranjang secara perlahan, dan mencoba untuk berdiri. Megan meringis saat merasakan sakit pada pangkal pa-hanya, wanita itu meringis. "S-sakit sekali, apa semalam dia bermain secara kasar?" Megan berusaha untuk berdiri dengan susah payah, dan berjalan menuju kamar mandi dengan gerakan yang pelan. Sebab, rasanya sangat sakit. Bahkan sangat perih, ntah bagaiamana Zachary bermain semalam. Di dalam kamar mandi Megan masuk ke dalam bathtub, wanita itu berendam dan mencoba mengurangi rasa sakitnya. Hingga tak seberapa lama, ketika di rasa sudah sedikit mendingan. Megan keluar dari bathtub, wanita itu membersihkan tubuhnya. Lantas, keluar dari kamar mandi setelah semuanya selesai. Megan mencari pakaiannya. "Kemana pakaianku?" Megan mencari ke berbagai sudut kamar, namun tidak menemukannya. Hingga akhirnya, ia masuk ke dalam walk in closet, dan mengambil kemeja Zachary secara acak. Wanita itu memakainya, dan merapikan penampilannya. "Aku pinjam sebentar, lain kali akan mengembalikannya. Maafkan aku, Tuan Gigolo." Megan meraih tasnya, ia segera keluar dari kamar Zachary dengan langkah pelan. Saat tidak menemukan keberadaan Zachary, Megan segera menuju pintu apartemen pria itu, dan keluar dari apartemen Zachary. Tanpa di sadari oleh Megan, Zachary mengawasinya melalui cctv yang ada di ruang kerjanya. Zachary terkekeh. "Bukankah dia sangat menggemaskan? Dia kabur begitu saja, dan menggunakan kemejaku." Zachary memasukkan kedua tangannya di saku celana bahannya. "Kau akan membayar lebih untuk kemejaku, Baby." Zachary menyeringai. Malam harinya, Megan duduk termenung di tepi jendela kamar tidurnya yang remang-remang, menatap keluar namun matanya tak benar-benar melihat pemandangan. Hati dan pikirannya kacau balau, dihantui oleh memori yang tak ingin dia ingat namun terus menerus menghantuinya. Malam itu bersama Zachary, saat dia memutuskan untuk mencari pelarian dari rasa sakit hati yang disebabkan oleh perselingkuhan Levi, suaminya. Raut wajahnya tampak murung dan mata Megan berkaca-kaca. Bibirnya bergetar sesekali dan jantungnya berdetak tidak menentu. Perasaan bersalah, rasa sakit, dan kebingungan bercampur menjadi satu. "Bagaimana jika Levi tahu?" gumamnya lirih, suara penuh dengan ketakutan dan penyesalan. "Bagaimana jika dia tahu bahwa aku telah bersama pria lain?" Tangannya yang dingin menyentuh cincin pernikahan di jari manisnya, seolah mencari kekuatan atau mungkin pengampunan dari benda mati tersebut. Levi juga telah mengkhianatinya, tapi apakah itu memberi dia hak untuk melakukan hal yang sama? Megan menutup matanya, berusaha mengusir bayangan Zachary yang terlalu jelas di benaknya. Dalam kegelapan kamar itu, Megan terasa begitu sendiri. Levi tidak ada di sampingnya, dan dia tidak tahu apakah dia masih bisa memandang Levi dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Namun, lebih dari itu, Megan tidak tahu bagaimana memandang dirinya sendiri sekarang. Dia merasa telah kehilangan sebagian dari dirinya malam itu, sebagian yang mungkin tidak akan pernah kembali. Mengan mengusap air matanya, saat memikirkan segala hal yang mengganggu pemikirannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, wanita itu meraih ponselnya. Melihat nama asistennya, membuat Megan segera menggeser tombol hijau. "Ya, kenapa. Elise?" "Tidak, aku hanya ingin mengabarkan jika lusa acara pesta kapal pesiar milik keluarga Leonardo, dan Alexander. Aku harap kau bisa datang, sebab kau yang mengambil project iklan mereka." "Ya, aku akan datang. Aku akan meminta izin Levi terlebih dahulu, kalau begitu siapkan segala sesuatunya." Megan berdiri, wanita itu menuju ranjangnya. "Tidak perlu izin, lagi pula suamimu sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Aku harap setelah ini otakmu terbuka, agar kau mau menceraikan pria seperti itu." Elise berdecak, wanita di sebrang sana terlihat sangat kesal terhadap Megan. Megan terkekeh lirih. "Tidak semudah itu untuk bercerai, Elise. Kalau begitu siapkan saja pakaianku untuk lusa, aku pasti datang." "Baiklah, kalau begitu aku tutup dulu telefonnya." Megan membuang ponselnya ke asal tempat, ia membaringkan tubuhnya, dan memilih memejamkan kedua matanya. Beberapa hari kemudian, Pesta kapal pesiar yang diadakan keluarga besar Leonardo dan Alexander itu berlangsung dengan sangat meriah. Cahaya lampu yang berkilauan, musik yang memenuhi udara, dan gelak tawa orang-orang kaya mengisi malam itu dengan kegembiraan yang tak terbendung. Megan, yang berdiri di sudut, memperhatikan semuanya dengan rasa takjub dan sedikit gugup. Gaun malam berwarna oranye menambah keanggunan pada sosoknya yang sudah mempesona. Tiba-tiba, dari kerumunan yang riuh, muncul sosok yang membuat jantung Megan berdegup kencang. Zachary, pria yang ia anggap sebagai gigolo biasa, ternyata adalah cicit dari keluarga Leonardo dan Alexander. Penampilannya sangat berbeda malam itu; mengenakan jas hitam yang elegan, rambutnya yang tertata rapi, dan senyumnya yang menawan itu kini tertuju padanya. "Dia bukan gigolo?" Megan merasa nafasnya terhenti sejenak, dia berdiri mematung dengan jantung yang berdegup kencang. Dengan langkah yang mantap, Zachary mendekati Megan. Melihatnya semakin dekat, Megan merasa ketegangan dan malu yang selama terkiki dia sembunyikan mulai terkikis. Setibanya di dekat Megan, Zachary mencondongkan wajahnya pada telinga Megan. Membuat Megan memejamkan kedua matanya "Selamat malam, Mrs. Lewis." Oh sial! Suara bariton itu terdengar di telinga Megan, suara berat, dan serak yang malam itu mengerang, dan mendesah bersamanya. Megan menelan salivanya dengan susah payah, ia menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya meremang. Zachary menyeringai, pria itu kembali berbisik, "Kenapa tidak memintaku yang menggigitnya, Mrs? Kau masih memiliki banyak jatah untuk bersenang-senang dengan gigolomu ini." God Dammit! Apalagi ini? Megan merasa sangat malu, jika dia tahu Zachary adalah pria yang paling berpengaruh. Mungkin dia tidak akan berbicara lancang, dan salah menuduh. Mengumpulkan keberaniannya, Megan membuka kedua matanya. "T-tuan Zachary, aku... aku tidak tahu kau adalah bagian dari keluarga ini." "Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf." "Zachary, Baby. Bukan Tuan, call me Zachary." Megan menggigit bibir bawahnya kembali, Zachary yang melihat lantas menggeram. "Kau membuatku bergairah, Megan!" Zachary menarik Megan, membawa wanita itu menjauh dari orang-orang. Megan terkejut, wanita itu ingin memberontak. Namun, cekalan tangan Zachary sangat erat di pergelangan tangannya. Ketika tiba di tempat yang sedikit sepi di dekat dek kapal, Zachary memerangkap tubuh Megan dengan tubuhnya, dan dinding. "A-apa yang kau lakukan? Menjau—" Megan tidak dapat melanjutkan ucapannya, ketika Zachary mendekat dan menempelkan bibirnya dengan lembut. Tubuhnya terasa terkunci, dengan kedua tangannya yang kini berada di atas kepalanya.. Wanita itu terkejut, ia ingin memberontak. Namun, Zachary tidak meberikan cela sedikit pun untuknya terbebas. Lama Zachary mencium bibir Megan, sampai akhirnya pria itu melepaskannya terlebih dahulu di saat merasa jika Megan hampir kehabisan oksigen. "K-kau benar-benar gila, kau membuatkan tidak bisa bernafas. Zachary." Megan memukul pelan dadanya sendiri, lantas menatap tajam pada Zachary yang berada tepat di depannya. "Apa kau sudah gila? Kenapa menciumku dengan brutal hah?" Zachary menatapnya dengan ekspresi yang tidak dapat dibaca. "Karena kau yang memintaku, dan bukankah itu peran yang kau inginkan dariku?" Wajah Megan memanas, wanita itu kembali merasakan malu saat mengingat jika dia sudah salah menuduh Zachary. Dia sendiri tidak tahu jika Zachary keturunan keluarga besar Leonardo dan Alexander, jika Megan tahu—mungkin ia tidak akan mau berurusan dengan Zachary. "B-berhentilah mengatakan itu, aku benar-benar minta maaf sudah salah paham denganmu. Aku mohon jangan menggangguku, aku juga tidak akan mengganggumu lagi. Lupakan soal itu, apalagi so—" "Memuask4n dan membuatmu h4m-il?" Oh shit! Megan memejamkan kedua matanya, rasanya ia ingin sekali tenggelam pada dasaran yang paling bawah. Telinganya terusik setiap Zachary membahas hal itu, dia tidak ingin mengingatnya kembali. Namun, nampaknya Zachary suka sekali membahasnya. "A-aku mohon jangan membahasnya lagi, sekali lagi aku minta maaf." Megan membuka matanya, ia menatap Zachary sejenak sebelum menunduk. "Maaf, aku pergi dulu.'' Megan melangkah pergik, dan Zachary membiarkannya. Pria itu menatap kepergian Meggan yang semakin menjauh, dan tak terlihat. "Bagaimana bisa aku memaafkanmu begitu saja, Megan? Kau tidak akan bisa lari dari dariku." Bibirnya membentuk seringai, pria itu menjilat bibir bawahnya sendiri. "Manis, bibirnya selalu manis." Tanpa di sadari oleh Zachary, ada seseorang yang melihat interaksi keduanya sejak tadi. "Sepertinya putramu sangat menginginkan wanita itu, Matteo." Richard menepuk pundak Matteo, pria paruh baya itu terkekeh melihat keponakannya. Matteo membuang nafasnya perlahan, ia mengangguk. "Sepertinya begitu, aku berharap Zachary tidak menyakiti wanita itu. Kau melihatnya sendiri bagaimana wanita tadi sedikit merasa ketakutan." Richard tertawa. "Dia tidak ketakutan, Matteo. Jika kau melihat—keduanya tadi bercumbu saling menginginkan, ya meskipun wanita itu sedikit terkejut dengan tindakan putramu." Matteo tidak menjawab, pria itu lebih memilih masuk kembali ke dalam acara pesta. Richard tertawa lirih, dan turut masuk. Sementara di sisi Megan, wanita itu mengambil segelas wine untuk menyegarkan tenggorokannya. Kedua matanya menatap Elise yang masih menikmati pesta bersama tamu-tamu lainnya. Lantas, Megan menatap sekelilingnya. Tidak sengaja Megan menatap ke arah Zachary, dia terkejut, dan langsung mengalihkan tatapannya ketika Zachary menatapnya datar. "Sepertinya tidak aman, lebih baik aku ke kamar." Megan menaruh gelas kristal di atas meja, ia lantas pergi meninggalkan bar. Zachary yang melihat lantas mengikuti Megan. "Kucing kecil yang nakal."Megan membuka pintu kamarnya, lantas ia menutup dan tidak lupa menguncinya. Malam ini, hingga beberapa hari ke depan ia akan menginap. Sampai acara pesta selesai.Wanita itu membuang nafasnya kasar, lantas membalikkan badannya.Deg!Jantung Megan berdetak kencang, kedua matanya melebar saat melihat sosok Zachary di depannya. Dia berpikir—bagaimana bisa Zachary ada di sini? Wanita itu memundurkan langkahnya, sampai tubuhnya menabrak pintu."A-apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana bisa kau ada di sini?" Rasa khawatir berpendar di benaknya, tubuh wanita itu merinding saat melihat tatapan Zachary.Apalagi kini pria itu semakin mendekat ke arahnya, sial—Megan rasanya ingin lari. Bagaimana bisa Zachary berada di kamarnya."K-kau mau apa? Jangan maca—""Aku tidak akan macam-macam, aku hanya satu macam. Baby." Zachary menahan kedua tangan Megan di atas kepala wanita itu, sementara tubuh Megan benar-benar ia kunci pergerakannya."Lepaskan aku, Zachary. Kenapa kau ada di sini huh?"Zachary te
Beberapa hari kemudian,Setelah acara pesta di kapal pesiar tersebut selesai, Megan, dan Elise kembali ke mansion masing-masing.Kini Megan berada di mansionnya, wanita itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Ia melangkah keluar dari kamar, dan melihat Levi sedang bercumbu bersama kekasihnya.Megan membuang nafasnya kasar, ia kembali ke kamarnya sendiri. Lantas, menguncinya. Melihat suaminya, kedua matanya jadi sakit."Aku ingin sekali membuat video perselingkuhan mereka, untuk menjadi bukti ketika kami bercerai. Tapi mengingat jika kekayaan mendiang Daddy di tahan keluarga mereka, bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?" Megan membaringkan tubuhnya, wanita itu memejamkan kedua matanya.Dia berpikir, bagaimana caranya untuk terbebas dari belenggu yang sangat menyakitkan ini? Dia ingin bebas, dan memulai segalanya dengan hal-hal baru. Namun, melihat bagaimana pengaruh besar keluarga Levi. Menjadikan Megan tidak bisa bercerai begitu saja.Tak lama kemudian, suara dering pons
Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary. Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapny
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Venesia, sebuah mansion megah Ignacio. "Dimana Levi, Noa?" Seorang wanita cantik, dan sexy berdiri di depan seorang maid bernama Noa. Noa menunduk hormat, dan menjawab. "Tuan Levi belum pulang, Nona Megan." Megan Victoria Lewis. 24 tahun, tubuhnya yang jenjang dan ramping tampak sempurna dalam balutan dress berwarna hitam. Rambut panjangnya yang berkilau tergerai indah hingga pinggang, menambah pesona pada kulitnya yang halus dan bercahaya. Mata coklatnya yang tajam, kontras dengan bulu matanya yang lentik. Wajahnya, yang memadukan kelembutan dan ketegasan, diperindah dengan makeup tipis yang menonjolkan fitur alaminya. Megan bekerja sebagai model internasional yang menikah dengan Levi Ignacio, seorang CEO perusahaan bergerak di bidang industri film. Pernikahan ini terjadi akibat perjodohan konyol dari kedua orang tua mereka. Selama dua tahun pernikahan mereka, Megan tidak pernah di sentuh oleh Levi. Bahkan hubungan keduanya terkesan dingin, tidak jarang Levi bersikap kasar kepa
Apartemen Zachary, Venesia.Bukankah Zachary gila? Pria itu membawa seorang wanita untuk pertama kalinya ke dalam apartemen pribadinya, pria itu membaringkan Megan di atas ranjangnya. Tatapan tajamnya mengarah pada Megan."Kau benar-benar memintaku melakukannya?"Megan beranjak bangun, kepalanya yang sedikit berat membuat tatapannya sedikit menyipit. Dengan suara serak, dia menjawab, "Ya, aku ingin kau memuaskanku. Aku sudah memberikan kartuku untukmu, jadi puaskan aku, dan buat aku hamil." Megan membuang napasnya kasar.Wanita itu menatap Zachary dengan sendu. "Setidaknya, aku ingin membungkam mulut mertuaku. Dia mengatakan jika aku tidak bisa memberikan keturunan untuk suamiku, padahal mereka tidak tahu—jika suamiku tidak pernah menyentuhku." Megan berdecak, ia menatap Zachary. "Kenapa kau tidak segera melakukannya?"Megan berdiri dengan susah payah, ketika berada di dekat Zachary. Dia mengalungkan kedua tangannya di leher Zachary. "Please, help me." Tatapan sayu itu tersirat denga
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary. Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapny
Beberapa hari kemudian,Setelah acara pesta di kapal pesiar tersebut selesai, Megan, dan Elise kembali ke mansion masing-masing.Kini Megan berada di mansionnya, wanita itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Ia melangkah keluar dari kamar, dan melihat Levi sedang bercumbu bersama kekasihnya.Megan membuang nafasnya kasar, ia kembali ke kamarnya sendiri. Lantas, menguncinya. Melihat suaminya, kedua matanya jadi sakit."Aku ingin sekali membuat video perselingkuhan mereka, untuk menjadi bukti ketika kami bercerai. Tapi mengingat jika kekayaan mendiang Daddy di tahan keluarga mereka, bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?" Megan membaringkan tubuhnya, wanita itu memejamkan kedua matanya.Dia berpikir, bagaimana caranya untuk terbebas dari belenggu yang sangat menyakitkan ini? Dia ingin bebas, dan memulai segalanya dengan hal-hal baru. Namun, melihat bagaimana pengaruh besar keluarga Levi. Menjadikan Megan tidak bisa bercerai begitu saja.Tak lama kemudian, suara dering pons
Megan membuka pintu kamarnya, lantas ia menutup dan tidak lupa menguncinya. Malam ini, hingga beberapa hari ke depan ia akan menginap. Sampai acara pesta selesai.Wanita itu membuang nafasnya kasar, lantas membalikkan badannya.Deg!Jantung Megan berdetak kencang, kedua matanya melebar saat melihat sosok Zachary di depannya. Dia berpikir—bagaimana bisa Zachary ada di sini? Wanita itu memundurkan langkahnya, sampai tubuhnya menabrak pintu."A-apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana bisa kau ada di sini?" Rasa khawatir berpendar di benaknya, tubuh wanita itu merinding saat melihat tatapan Zachary.Apalagi kini pria itu semakin mendekat ke arahnya, sial—Megan rasanya ingin lari. Bagaimana bisa Zachary berada di kamarnya."K-kau mau apa? Jangan maca—""Aku tidak akan macam-macam, aku hanya satu macam. Baby." Zachary menahan kedua tangan Megan di atas kepala wanita itu, sementara tubuh Megan benar-benar ia kunci pergerakannya."Lepaskan aku, Zachary. Kenapa kau ada di sini huh?"Zachary te
Saat di rasa Megan sudah tenang, Zachary mengambil makanan khusus Megan tadi, ia mneyuapi Megan. Namun, wanita itu menolaknya.Zachary menghela nafasnya. "Makanlah, aku tidak ingin kau mati karena tidak makan. Aku tahu jika kau lapar." Zachary kembali mengarahkan makanan pada pada Megan, mau tidak mau Megan menerima suapan Zachary.Suapan demi suapan Megan terima dari Zachary, hingga pada akhirnya makanan itu habis tak tersisa.Zachary menegakkan tubuhnya, ia membawa piring kosong itu ke meja, dan kembali lagi pada sisi Megan. Zachary ingin menggendong Megan, namun Megan menahannya."Apa yang akan kau lakukan? Jangan menyentuhku." Megan sedikit menjauh dengan susah payah.Zachary berdecak, pria itu menatap Megan dengan datar. "Aku hanya ingin membantumu untuk ke kamar mandi, aku tahu kau tidak bisa jalan sendiri. Masih sakit bukan?"Megan terdiam sejenak, lantas menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa sendiri. Pergilah, aku mohon." Tatapan wanita itu terlihat sangat memohon, yang mana memb
Apartemen Zachary, Venesia.Bukankah Zachary gila? Pria itu membawa seorang wanita untuk pertama kalinya ke dalam apartemen pribadinya, pria itu membaringkan Megan di atas ranjangnya. Tatapan tajamnya mengarah pada Megan."Kau benar-benar memintaku melakukannya?"Megan beranjak bangun, kepalanya yang sedikit berat membuat tatapannya sedikit menyipit. Dengan suara serak, dia menjawab, "Ya, aku ingin kau memuaskanku. Aku sudah memberikan kartuku untukmu, jadi puaskan aku, dan buat aku hamil." Megan membuang napasnya kasar.Wanita itu menatap Zachary dengan sendu. "Setidaknya, aku ingin membungkam mulut mertuaku. Dia mengatakan jika aku tidak bisa memberikan keturunan untuk suamiku, padahal mereka tidak tahu—jika suamiku tidak pernah menyentuhku." Megan berdecak, ia menatap Zachary. "Kenapa kau tidak segera melakukannya?"Megan berdiri dengan susah payah, ketika berada di dekat Zachary. Dia mengalungkan kedua tangannya di leher Zachary. "Please, help me." Tatapan sayu itu tersirat denga
Venesia, sebuah mansion megah Ignacio. "Dimana Levi, Noa?" Seorang wanita cantik, dan sexy berdiri di depan seorang maid bernama Noa. Noa menunduk hormat, dan menjawab. "Tuan Levi belum pulang, Nona Megan." Megan Victoria Lewis. 24 tahun, tubuhnya yang jenjang dan ramping tampak sempurna dalam balutan dress berwarna hitam. Rambut panjangnya yang berkilau tergerai indah hingga pinggang, menambah pesona pada kulitnya yang halus dan bercahaya. Mata coklatnya yang tajam, kontras dengan bulu matanya yang lentik. Wajahnya, yang memadukan kelembutan dan ketegasan, diperindah dengan makeup tipis yang menonjolkan fitur alaminya. Megan bekerja sebagai model internasional yang menikah dengan Levi Ignacio, seorang CEO perusahaan bergerak di bidang industri film. Pernikahan ini terjadi akibat perjodohan konyol dari kedua orang tua mereka. Selama dua tahun pernikahan mereka, Megan tidak pernah di sentuh oleh Levi. Bahkan hubungan keduanya terkesan dingin, tidak jarang Levi bersikap kasar kepa