Gwangsin beringsut mendekati suaminya, ia berkata perlahan, "Besok pertarungan dimulai, aku dan Mayleen mau ikut tarung! Kami sudah berunding. Hwang Mi Hee karena ilmunya belum mumpuni, ia hanya akan membantu semua persiapan. Dan ia yang akan melayanimu jika kamu ingin bercinta."
Jiu Long terkejut. "Jangan, tarung ini amat berbahaya, seseorang bisa mati atau luka parah. Aku tidak mau kalian luka apalagi mati"
"Semuanya tergantung pada ijinmu, tetapi kami berdua punya hak untuk ikut tarung membela suami. Kami punya hak karena kami adalah isterimu." Nada bicara Mayleen mengandung keputusan yang teguh.
Hwang Mi Hee ikut bicara. "Kemarin ada yang mengantar undangan pendeta Quan Bei, para pendekar kumpul nanti malam untuk merundingkan segala sesuatu menyangkut tarung."
"Kami ikut! Kau harus bisa meyakinkan mereka agar kami masuk daftar tarung." Gwangsin menatap Jiu Long yang sedang merenung. Jiu Long mengangguk. Tetapi matanya menerawang, memikirkan sesuatu.
Malam itu bulan dipayungi mendung, kabut mulai bergayut. Di gubuk besar yang ditempati perguruan Wuwei tampak cahaya obor. Pekarangan gubuk mulai dipadati para pendekar. Pendeta Quan Bei menyambut satu per satu tetamunya.Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen tiba bersamaan waktu dengan Dong Zhuo yang dikawal beberapa murid. Dong Zhuo dan Quan Bei memperlihatkan perasaan gembira menyambut Jiu Long dan dua isterinya. Semua pendekar juga menyatakan rasa senangnya dan menyapa Jiu Long dengan hangat. Kehadiran Pendekar Dataran Tengah berambut uban ini membangkitkan semangat mereka. Di balik itu semua pendekar tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya melihat kecantikan Mayleen dan Gwangsin.Quan Bei memimpin rapat membicarakan siapa saja pendekar yang tampil dalam tarung esok pagi. Suasana rapat damai, diwarnai canda. Ada pendekar yang menarik diri setelah melihat ada nama lain yang lebih mumpuni. Rapat yang penuh rasa persahabatan akhirnya memastikan delapan nama pendekar, Jiu Long, Quan Bei, Don
Mendengar alasan dan perkataan Gwangsin, apalagi kalimat yang terakhir, Jiu Long tersenyum geli. "Kalian memang gila, tarung ini bukan main-main, urusannya bisa mati!" Dua isterinya manggut, menandakan kemauan yang pasti.Diam sesaat akhirnya Jiu Long mengangguk, lalu berkata kepada pendeta Quan Bei, "Baik, aku mengijinkan dua isteriku ini ikut bertarung. Mereka dibekali ilmu mumpuni, tak usah ragu, tetapi kalah menang atau hidup mati dalam pertarungan ini tetap merupakan rahasia Yang Kuasa."Quan Bei menjawab dengan berseru kepada para pendekar. "Pendekar berikutnya kupastikan adalah Nyonya Mayleen dan Nyonya Gwangsin, isteri Kak Jiu Long."Masih ada satu tempat yang setelah melalui pembicaraan cukup ketat akhirnya disetujui pendekar Wong Mata, adik seperguruan Quan Bei. Semua setuju dan sepakat atas keputusan bersama itu. Pertemuan berlangsung singkat, rapat usai sebelum tengah malam. Para pendekar dipersilahkan kembali ke tempatnya masing-masing. "Kita semua perlu istrahat agar bes
"Dari mana kamu tahu niat licik Wasudeva itu?" tanya Gwangsin."Sebelum kakek meninggal, ia bercerita padaku, bahwa perguruan Arjapura ingin menguasai jurus andalan perguruan Yudistira dengan demikian Arjapura menjadi yang terkuat diantara semua perguruan sekitar Himalaya. Kakek tahu watak ayah itu keras dan jujur, ayah tak akan percaya. Maka kakek menugaskan aku untuk menjaga jangan sampai murid Arjapura bisa menipu ayah. Ternyata dugaan kakek benar adanya, Wasudeva, putra dari ketua Arjapura berhasil memperoleh kepercayaan ayah. Sebenarnya jika ia mau mengawini Manisha, maksudnya akan tercapai, ayah akan mengajarkan jurus itu kepadanya. Karenanya aku tidak mengerti mengapa ia menolak Manisha dan berpaling menyukai aku.""Katamu, Manisha lebih cantik dari kamu, tetapi mungkin saja Wasudeva lebih menyukaimu, aku pikir masuk akal. Mayleen, kamu perempuan yang punya daya tarik yang bisa membetot semangat dan merangsang nafsu birahi lelaki." Jiu Long juga menepuk pinggul
Pagi itu di sekitar panggung kayu yang luas, berkumpul semua pendekar yang akan tarung, disaksikan penonton yang cukup banyak. Siauw Tong memperkenalkan satu per satu dari sebelas pendekar termasuk dirinya. Mereka duduk di sisi panggung sebelah utara. Di sisi sebelah selatan, Quan Bei memperkenalkan satu per satu pendekar yang mewakili Dataran Tengah. Orang yang terakhir diperkenalkan adalah Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen.Ketika nama Mayleen disebut, Siauw Tong menyela, "Apakah Dataran Tengah sudah kekurangan pendekar sehingga harus diperkuat oleh seorang pendekar dari pegunungan Himalaya?"Jiu Long berdiri. Tetapi sebelum suaminya menjawab, Mayleen berkata lantang dengan suara yang ditekan tenaga dalam "Aku isteri Jiu Long sehingga punya hak membela gengsi negeri kelahiran suamiku. Kebetulan kamu masih punya hutang piutang dengan aku, mungkin sebaiknya nanti kita selesaikan di atas panggung, itu pun kalau kamu punya nyali." Mayleen teringat bentroka
"Wuah begitu juga bagus, kamu minggir saja, kamu urus bini dan gundikmu saja, kalau urusan tarung biar aku saja, aku sudah lama kepingin ketemu lawan yang jago," katanya sambil tertawa. Ketika Elang Jantan hendak turun panggung, mendadak berkelebat tiga sosok bayangan."Aku Si Jenggot dari Gunung Dingjun terlambat daftar, tapi aku mau ikut tarung, kapan lagi tarung lawan Pendekar Himalaya," kata lelaki berusia enampuluhan dengan tongkat di tangan. Ia menoleh ke kiri dan kanan, lalu tertawa. "Rupanya bukan aku sendiri yang ingin tarung, ini datang juga pacarku Dewi Ayu dari Da Du dan teman lama Chuan Mei, nah pendeta budiman Quan Bei siapa tiga orang yang akan kita ganti, tadi Elang Jantan sudah dapat jatah, kita bertiga juga harus dapat jatah, biar adil," kata pendekar Gunung DingjunMendadak Pak Beng berteriak, "Hei, kalian kalau mau berkelahi, tarung saja di bawah sana, jangan mengganggu pertarungan di atas panggung, kita tak peduli siapa dari kamu yang naik panggung
Perempuan Himalaya itu berteriak kesakitan, ia melepas pedang sambil tangannya bergerak, lima pisau terbang mengarah Mayleen. Perempuan India itu sudah mewaspadai perbuatan curang lawan, ia tidak gugup. Ia memutar tubuh seperti gasing, jurus yang ia pelajari dari Jiu Long, pedangnya memukul balik semua pisau. Dua pisau nancap di pundak Sio Lan. Tiga lainnya terbang ke Sin Thong yang sigap menangkap. Siauw Tong melompat memeriksa luka tunangannya dan membopong turun dari atas panggung.Penonton bersorak. Para pendekar seperti Quan Bei, yang tak menyangka Mayleen begitu lihai ikut tepuk tangan. Mayleen kembali duduk di samping Jiu Long yang langsung memegang tangannya. Jiu Long menyalurkan tenaga dalam.Mayleen merasa tubuh segar kembali.Waktu itu di atas panggung. Chuan Mei dengan jurus pedang Seribu Bunga dari perguruan Gorang-gareng terdesak hebat oleh Li Moi. Pertarungan berlangsung seratus jurus. Li Moy, wanita usia empatpuluh, gesit dan ringan memaink
Merapatkan tubuh ke tubuh suaminya Mayleen menggamit lengan Jiu Long dan berbisik, "Tampaknya semua jago kita akan kalah, akhirnya tinggal kamu seorang dan mereka akan menghadapi kamu dengan bergilir, mereka akan menguras tenagamu Itu strategi perang mereka, sungguh cerdik. Kebetulan secara perorangan banyak dari mereka yang lebih tangguh dari pihak kita.""Tetapi kamu lebih cerdik karena bisa menebak jitu strategi mereka. Sekarang apa strategi kita untuk mengalahkan mereka?" Nada suara Jiu Long tenang.Belum Mayleen menjawab, Gwangsin memotong bicara, "Agaknya tarung akan berlanjut besok, sekarang sudah mulai senja. Kamu harus siap tarung selama dua hari. Sebaiknya kamu naik panggung hari ini dan mengalahkan satu atau dua orang untuk mengurangi kerjamu besok."Saat ketiganya bercakap-cakap, pertarungan kelima memasuki saat-saat kritis. Liang Zhipu terdesak hebat oleh Mok Tang. Dari penampilan jurus pedangnya, Mok Tang tampak lebih tangguh dari saudara kembarnya
Diam-diam Jiu Long mengagumi lawannya. Pak Beng terus mendesak dengan perhitungan Jiu Long terpaksa bentrok tangan. Gerakan Jiu Long tampaknya lamban namun sebenarnya mengandung kecepatan tinggi, langkahnya tak lagi memijak panggung, melayang satu inci di atas lantai. Namun saking cepatnya orang tak bisa melihat ini.Dalam pandangan penonton Pak Beng lebih unggul dan mendesak. Jiu Long tampak hanya mengelak dengan sekali-sekali balas menyerang. Pak Beng berteriak, "Jiu Long, jangan mengelak terus, apakah kamu jeri adu pukulan dengan pukulan salju, hayo sambut ini."Saat itu jurus tigapuluhan, Jiu Long sengaja adu pukulan. Ia gunakan tenaga dingin, yang mengalir deras dari dua tangannya secara beruntun dan bergantian. Desss. Desss. Desss. Desss. Empat kali bentrokan. Hawa dingin menyebar ke mana-mana. Adu pukulan berlanjut, Jiu Long waspada. Ia memukul dengan kanan disusul tangan kiri dalam kecepatan sama. Terus dan beruntun. Pak Beng terpaksa meladeni, kini tidak lagi