Jiu Long mencium mata isterinya yang basah air mata. "Aku maafkan, tetapi kau melakukan hal yang bodoh, bertarung dengan jurus mati hidup. Hampir saja aku atau kamu menjadi korban."
"Aku tak pernah tarung, tak punya pengalaman tarung. Sewaktu di Himalaya aku hanya tarung lawan perampok atau penjahat kecil untuk membela kaum tertindas, itupun ada kakak yang mengawasi, siap membantuku. Aku terpaksa harus tarung denganmu"
"Karena balas dendam kakekmu? Atau kesal dan benci padaku?"
"Dua-duanya salah! Yang benar, aku harus memenuhi sumpahku. Aku pernah bersumpah pada ayah dan ibu, bahwa laki-laki yang menjadi suamiku harus bisa silat dan lebih jago dari aku. Itu sumpahku, makanya aku senang kamu yang menang."
"Mengapa demikian, aneh?!"
Mayleen tertawa. Kesedihannya sudah hilang. "Jika aku menang, maka sesuai sumpahku, kamu tidak boleh menjadi suamiku, padahal setelah malam di desa Guandong itu kamu sebenarnya sudah menjadi suamiku. Untung saja kamu yang
Perempuan itu membalik tubuh, menelungkup di atas tubuh Jiu Long, ia menatap suaminya mesra "Aku sudah bilang, aku menyintamu pada saat kamu menciumku di gubuk reyot itu, kamu membuat aku tergila-gila, aku tak bisa tidur, aku tidak tenang, aku mudah marah. Kau tahu Jiu Long, pada saat kau pergi ke istana, meninggalkan aku di hutan dan berjanji menemui aku di desa Guandong, malam harinya aku menyesal dan berkata pada diri sendiri seharusnya aku ikut ke mana pun kamu pergi.""Jika kamu ikut aku, tentu aku tak perlu meniduri Mei Li Tsu. Aku bisa meniduri kamu"Mayleen mencubit mulut suaminya. "Mana bisa, kau tak mungkin bisa meniduri aku, aku bukan perempuan gampangan.""Buktinya malam itu di desa Guandong aku berhasil menidurimu" Jiu Long tertawa dan melanjutkan, "Aku yakin kita saling mencinta."Mayleen mencium suaminya. "Malam itu aku sedang gelisah, aku memikirkan kamu, kesal dan kecewa tetapi aku merindu. Terus terang saja, waktu itu aku sedang kasmaran
Mayleen menangkap ikan dengan senjata tali. "Jiu Long, lihat tujuh ekor besar dan gemuk. Ayo kita panggang, aku sudah lapar." Jiu Long tidak menjawab sebab masih terpesona memandang isterinya, pakaian Mayleen basah kuyup melekat di tubuh memperlihatkan lekuk tubuhnya yang molek. Mayleen berseru, "Jiu Long jangan melamun, ayo kita kembali ke rumah."Esok harinya, Jiu Long beserta semua anggota rombongan berangkat menuju desa Yinchuan. Jiu Long menunggang si hitam, Mayleen berdua Gwangsin menunggang si putih. Hwang Mi Hee bingung. Jiu Long berseru, "Mi Hee, kamu naik si hitam bersamaku."Tanpa diperintah lagi, Hwang Mi Hee melompat di depan suaminya. Ia berbisik lirih, "Nanti kalau kamu terangsang bagaimana?"Jiu Long berbisik di telinganya, "Nanti malam kita cari tempat sunyi"Gwangsin dan Mayleen tertawa melihat lagak Jiu Long. Tangan lelaki itu melingkar di atas perut isterinya. Sekali-sekali tangan itu pasti menjamah buah dada Hwang Mi Hee.Rombo
Gwangsin beringsut mendekati suaminya, ia berkata perlahan, "Besok pertarungan dimulai, aku dan Mayleen mau ikut tarung! Kami sudah berunding. Hwang Mi Hee karena ilmunya belum mumpuni, ia hanya akan membantu semua persiapan. Dan ia yang akan melayanimu jika kamu ingin bercinta."Jiu Long terkejut. "Jangan, tarung ini amat berbahaya, seseorang bisa mati atau luka parah. Aku tidak mau kalian luka apalagi mati""Semuanya tergantung pada ijinmu, tetapi kami berdua punya hak untuk ikut tarung membela suami. Kami punya hak karena kami adalah isterimu." Nada bicara Mayleen mengandung keputusan yang teguh.Hwang Mi Hee ikut bicara. "Kemarin ada yang mengantar undangan pendeta Quan Bei, para pendekar kumpul nanti malam untuk merundingkan segala sesuatu menyangkut tarung.""Kami ikut! Kau harus bisa meyakinkan mereka agar kami masuk daftar tarung." Gwangsin menatap Jiu Long yang sedang merenung. Jiu Long mengangguk. Tetapi matanya menerawang, memikirkan sesuatu.
Malam itu bulan dipayungi mendung, kabut mulai bergayut. Di gubuk besar yang ditempati perguruan Wuwei tampak cahaya obor. Pekarangan gubuk mulai dipadati para pendekar. Pendeta Quan Bei menyambut satu per satu tetamunya.Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen tiba bersamaan waktu dengan Dong Zhuo yang dikawal beberapa murid. Dong Zhuo dan Quan Bei memperlihatkan perasaan gembira menyambut Jiu Long dan dua isterinya. Semua pendekar juga menyatakan rasa senangnya dan menyapa Jiu Long dengan hangat. Kehadiran Pendekar Dataran Tengah berambut uban ini membangkitkan semangat mereka. Di balik itu semua pendekar tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya melihat kecantikan Mayleen dan Gwangsin.Quan Bei memimpin rapat membicarakan siapa saja pendekar yang tampil dalam tarung esok pagi. Suasana rapat damai, diwarnai canda. Ada pendekar yang menarik diri setelah melihat ada nama lain yang lebih mumpuni. Rapat yang penuh rasa persahabatan akhirnya memastikan delapan nama pendekar, Jiu Long, Quan Bei, Don
Mendengar alasan dan perkataan Gwangsin, apalagi kalimat yang terakhir, Jiu Long tersenyum geli. "Kalian memang gila, tarung ini bukan main-main, urusannya bisa mati!" Dua isterinya manggut, menandakan kemauan yang pasti.Diam sesaat akhirnya Jiu Long mengangguk, lalu berkata kepada pendeta Quan Bei, "Baik, aku mengijinkan dua isteriku ini ikut bertarung. Mereka dibekali ilmu mumpuni, tak usah ragu, tetapi kalah menang atau hidup mati dalam pertarungan ini tetap merupakan rahasia Yang Kuasa."Quan Bei menjawab dengan berseru kepada para pendekar. "Pendekar berikutnya kupastikan adalah Nyonya Mayleen dan Nyonya Gwangsin, isteri Kak Jiu Long."Masih ada satu tempat yang setelah melalui pembicaraan cukup ketat akhirnya disetujui pendekar Wong Mata, adik seperguruan Quan Bei. Semua setuju dan sepakat atas keputusan bersama itu. Pertemuan berlangsung singkat, rapat usai sebelum tengah malam. Para pendekar dipersilahkan kembali ke tempatnya masing-masing. "Kita semua perlu istrahat agar bes
"Dari mana kamu tahu niat licik Wasudeva itu?" tanya Gwangsin."Sebelum kakek meninggal, ia bercerita padaku, bahwa perguruan Arjapura ingin menguasai jurus andalan perguruan Yudistira dengan demikian Arjapura menjadi yang terkuat diantara semua perguruan sekitar Himalaya. Kakek tahu watak ayah itu keras dan jujur, ayah tak akan percaya. Maka kakek menugaskan aku untuk menjaga jangan sampai murid Arjapura bisa menipu ayah. Ternyata dugaan kakek benar adanya, Wasudeva, putra dari ketua Arjapura berhasil memperoleh kepercayaan ayah. Sebenarnya jika ia mau mengawini Manisha, maksudnya akan tercapai, ayah akan mengajarkan jurus itu kepadanya. Karenanya aku tidak mengerti mengapa ia menolak Manisha dan berpaling menyukai aku.""Katamu, Manisha lebih cantik dari kamu, tetapi mungkin saja Wasudeva lebih menyukaimu, aku pikir masuk akal. Mayleen, kamu perempuan yang punya daya tarik yang bisa membetot semangat dan merangsang nafsu birahi lelaki." Jiu Long juga menepuk pinggul
Pagi itu di sekitar panggung kayu yang luas, berkumpul semua pendekar yang akan tarung, disaksikan penonton yang cukup banyak. Siauw Tong memperkenalkan satu per satu dari sebelas pendekar termasuk dirinya. Mereka duduk di sisi panggung sebelah utara. Di sisi sebelah selatan, Quan Bei memperkenalkan satu per satu pendekar yang mewakili Dataran Tengah. Orang yang terakhir diperkenalkan adalah Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen.Ketika nama Mayleen disebut, Siauw Tong menyela, "Apakah Dataran Tengah sudah kekurangan pendekar sehingga harus diperkuat oleh seorang pendekar dari pegunungan Himalaya?"Jiu Long berdiri. Tetapi sebelum suaminya menjawab, Mayleen berkata lantang dengan suara yang ditekan tenaga dalam "Aku isteri Jiu Long sehingga punya hak membela gengsi negeri kelahiran suamiku. Kebetulan kamu masih punya hutang piutang dengan aku, mungkin sebaiknya nanti kita selesaikan di atas panggung, itu pun kalau kamu punya nyali." Mayleen teringat bentroka
"Wuah begitu juga bagus, kamu minggir saja, kamu urus bini dan gundikmu saja, kalau urusan tarung biar aku saja, aku sudah lama kepingin ketemu lawan yang jago," katanya sambil tertawa. Ketika Elang Jantan hendak turun panggung, mendadak berkelebat tiga sosok bayangan."Aku Si Jenggot dari Gunung Dingjun terlambat daftar, tapi aku mau ikut tarung, kapan lagi tarung lawan Pendekar Himalaya," kata lelaki berusia enampuluhan dengan tongkat di tangan. Ia menoleh ke kiri dan kanan, lalu tertawa. "Rupanya bukan aku sendiri yang ingin tarung, ini datang juga pacarku Dewi Ayu dari Da Du dan teman lama Chuan Mei, nah pendeta budiman Quan Bei siapa tiga orang yang akan kita ganti, tadi Elang Jantan sudah dapat jatah, kita bertiga juga harus dapat jatah, biar adil," kata pendekar Gunung DingjunMendadak Pak Beng berteriak, "Hei, kalian kalau mau berkelahi, tarung saja di bawah sana, jangan mengganggu pertarungan di atas panggung, kita tak peduli siapa dari kamu yang naik panggung