Malam itu bulan terang, tak ada awan mendung. Jiu Long menggenggam tangan isterinya. Mereka mendaki tebing menuju barat. Tak berapa lama, mereka tiba di atas tebing yang permukaannya datar dan cukup luas untuk beberapa orang duduk.
Di bawah sinar terang bulan tampak air terjun dan danau. Kemilau air terjun diterpa sinar rembulan, memantulkan kemilau warna warni, tampak indah. Gwangsin menggumam, "Oh pemandangannya sangat indah, coba lihat air terjun itu dan air di danau, indah kena pantulan sinar rembulan. Jiu Long kamu pintar mencari tempat."
"Aku ingin hidup seperti ini, terpencil bersama isteriku, tak ada orang lain, tak ada lagi tarung, tak ada balas dendam. Gwangsin kekasihku, aku sudah bosan berkelana, bertarung dan membunuh orang. Dalam tarung, memang kalau tidak mau dibunuh maka kita harus membunuh. Aku sudah bosan dengan semua ini, aku ingin menyendiri, bercinta dengan kamu seperti malam ini. Sepanjang malam, bercinta sampai puas." Sambil bicara tangan Jiu Lon
Udara pagi terasa sejuk. Di dalam goa masih tetap hangat. Dua insan itu masih berpelukan. Gwangsin telungkup di atas tubuh Jiu Long. Ia berbisik, "Jiu Long, menurut rencana dua hari lagi kita berangkat ke desa Yinchuan. Menurut Kakak Gan Ning, perjalanan ke Yinchuan sekitar dua hari. Entah mengapa setiap memikirkan tarung itu, aku merasa takut.""Apa yang kau takutkan?"Gwangsin menyembunyikan wajahnya di dada suaminya. "Aku takut kehilangan kamu. Aku tak mau kehilangan kamu, Jiu Long."Mata Jiu Long menerawang. "Aku juga takut. Sudah sering aku tarung mati hidup. Di Wuwei menghadapi tokoh kelas atas, aku tidak takut. Di Pegunungan Salju Meili aku merasa takut terutama saat tarung lawan Ladalinu. Di Laojun, aku tidak takut. Belakangan aku tahu sebabnya, di Wuwei aku belum punya apa-apa, mati pun tak mengapa. Di Pegunungan Salju Meili aku sudah punya isteri yang menyinta dan kucinta, Jen Ting dan kamu. Di Laojun aku ingin membalas dendam Sekarang ini aku takut se
Gwangsin seorang perempuan yang cerdas. Ia selalu memerhatikan Jiu Long, setiap rasa dan gerak suaminya tak luput dari pengamatannya. Dalam bercinta, ia selalu mendahulukan kepuasan Jiu Long. Ia melakukan apa saja yang disukai Jiu Long.Setelah itu, baru ia mengekspresikan diri betapa ia puas dan bahagia Ia memperlihatkan dengan gerak tubuh dan gigitan, bahwa ia takluk dan bertekuk lutut di bawah pesona dan keperkasaan suaminya. Kata neneknya, "Kamu harus perlihatkan bahwa kamu bangga dengan keperkasaan suamimu. Pasti ia akan senang dan tidak akan pernah puas bercinta denganmu, dia tak akan pernah bosan. Ia membutuhkan kamu dan akan mencari kamu setiap saat."Hebatnya Gwangsin, ia tak memperlihatkan semua pesonanya jika Mayleen atau Hwang Mi Hee ikut bercinta. Ia tidak mau jurus rayuannya ditiru dua saingannya. Jiu Long merasakan hal ini, dan itu sebab dia sangat bernafsu jika bercinta dengan Gwangsin, hanya berduaan saja.Tampaknya Jiu Long makin terperangkap o
Tengah malam menjelang fajar, Mayleen terjaga Ia melihat Jiu Long tidur lelap di samping. Mayleen menatap kekasihnya "Lelaki ini telah membuat aku lupa daratan. Ia tidak begitu tampan, banyak lelaki lain lebih tampan. Tetapi ia punya daya tarik yang liar dan aneh. Hanya satu kali jumpa dengannya, aku langsung jatuh cinta. Itu juga gara-gara dia menciumku." Pikiran liar ini membuat Mayleen tersenyum sendiri.Tiba-tiba Jiu Long merangkul erat isterinya "Apa yang membuat kamu tersenyum.""Aku memikirkan lelaki yang kurangajar, yang mencium paksa seorang wanita yang sedang tidak bertenaga dan tak kuasa melawan.""Pertama-tama kamu marah, tetapi beberapa saat kemudian kamu membalas ciumanku, kita berciuman lama.""Tidak hanya itu, kamu juga memeluk erat tubuhku, buah dadaku ini kau himpit ke dadamu, aku sulit bernafas. Apakah kamu selalu berkelakuan liar seperti itu terhadap perempuan?"Jiu Long menggeleng. "Tidak pernah. Baru satu kali itu, dan entah m
Jiu Long mencium mata isterinya yang basah air mata. "Aku maafkan, tetapi kau melakukan hal yang bodoh, bertarung dengan jurus mati hidup. Hampir saja aku atau kamu menjadi korban.""Aku tak pernah tarung, tak punya pengalaman tarung. Sewaktu di Himalaya aku hanya tarung lawan perampok atau penjahat kecil untuk membela kaum tertindas, itupun ada kakak yang mengawasi, siap membantuku. Aku terpaksa harus tarung denganmu""Karena balas dendam kakekmu? Atau kesal dan benci padaku?""Dua-duanya salah! Yang benar, aku harus memenuhi sumpahku. Aku pernah bersumpah pada ayah dan ibu, bahwa laki-laki yang menjadi suamiku harus bisa silat dan lebih jago dari aku. Itu sumpahku, makanya aku senang kamu yang menang.""Mengapa demikian, aneh?!"Mayleen tertawa. Kesedihannya sudah hilang. "Jika aku menang, maka sesuai sumpahku, kamu tidak boleh menjadi suamiku, padahal setelah malam di desa Guandong itu kamu sebenarnya sudah menjadi suamiku. Untung saja kamu yang
Perempuan itu membalik tubuh, menelungkup di atas tubuh Jiu Long, ia menatap suaminya mesra "Aku sudah bilang, aku menyintamu pada saat kamu menciumku di gubuk reyot itu, kamu membuat aku tergila-gila, aku tak bisa tidur, aku tidak tenang, aku mudah marah. Kau tahu Jiu Long, pada saat kau pergi ke istana, meninggalkan aku di hutan dan berjanji menemui aku di desa Guandong, malam harinya aku menyesal dan berkata pada diri sendiri seharusnya aku ikut ke mana pun kamu pergi.""Jika kamu ikut aku, tentu aku tak perlu meniduri Mei Li Tsu. Aku bisa meniduri kamu"Mayleen mencubit mulut suaminya. "Mana bisa, kau tak mungkin bisa meniduri aku, aku bukan perempuan gampangan.""Buktinya malam itu di desa Guandong aku berhasil menidurimu" Jiu Long tertawa dan melanjutkan, "Aku yakin kita saling mencinta."Mayleen mencium suaminya. "Malam itu aku sedang gelisah, aku memikirkan kamu, kesal dan kecewa tetapi aku merindu. Terus terang saja, waktu itu aku sedang kasmaran
Mayleen menangkap ikan dengan senjata tali. "Jiu Long, lihat tujuh ekor besar dan gemuk. Ayo kita panggang, aku sudah lapar." Jiu Long tidak menjawab sebab masih terpesona memandang isterinya, pakaian Mayleen basah kuyup melekat di tubuh memperlihatkan lekuk tubuhnya yang molek. Mayleen berseru, "Jiu Long jangan melamun, ayo kita kembali ke rumah."Esok harinya, Jiu Long beserta semua anggota rombongan berangkat menuju desa Yinchuan. Jiu Long menunggang si hitam, Mayleen berdua Gwangsin menunggang si putih. Hwang Mi Hee bingung. Jiu Long berseru, "Mi Hee, kamu naik si hitam bersamaku."Tanpa diperintah lagi, Hwang Mi Hee melompat di depan suaminya. Ia berbisik lirih, "Nanti kalau kamu terangsang bagaimana?"Jiu Long berbisik di telinganya, "Nanti malam kita cari tempat sunyi"Gwangsin dan Mayleen tertawa melihat lagak Jiu Long. Tangan lelaki itu melingkar di atas perut isterinya. Sekali-sekali tangan itu pasti menjamah buah dada Hwang Mi Hee.Rombo
Gwangsin beringsut mendekati suaminya, ia berkata perlahan, "Besok pertarungan dimulai, aku dan Mayleen mau ikut tarung! Kami sudah berunding. Hwang Mi Hee karena ilmunya belum mumpuni, ia hanya akan membantu semua persiapan. Dan ia yang akan melayanimu jika kamu ingin bercinta."Jiu Long terkejut. "Jangan, tarung ini amat berbahaya, seseorang bisa mati atau luka parah. Aku tidak mau kalian luka apalagi mati""Semuanya tergantung pada ijinmu, tetapi kami berdua punya hak untuk ikut tarung membela suami. Kami punya hak karena kami adalah isterimu." Nada bicara Mayleen mengandung keputusan yang teguh.Hwang Mi Hee ikut bicara. "Kemarin ada yang mengantar undangan pendeta Quan Bei, para pendekar kumpul nanti malam untuk merundingkan segala sesuatu menyangkut tarung.""Kami ikut! Kau harus bisa meyakinkan mereka agar kami masuk daftar tarung." Gwangsin menatap Jiu Long yang sedang merenung. Jiu Long mengangguk. Tetapi matanya menerawang, memikirkan sesuatu.
Malam itu bulan dipayungi mendung, kabut mulai bergayut. Di gubuk besar yang ditempati perguruan Wuwei tampak cahaya obor. Pekarangan gubuk mulai dipadati para pendekar. Pendeta Quan Bei menyambut satu per satu tetamunya.Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen tiba bersamaan waktu dengan Dong Zhuo yang dikawal beberapa murid. Dong Zhuo dan Quan Bei memperlihatkan perasaan gembira menyambut Jiu Long dan dua isterinya. Semua pendekar juga menyatakan rasa senangnya dan menyapa Jiu Long dengan hangat. Kehadiran Pendekar Dataran Tengah berambut uban ini membangkitkan semangat mereka. Di balik itu semua pendekar tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya melihat kecantikan Mayleen dan Gwangsin.Quan Bei memimpin rapat membicarakan siapa saja pendekar yang tampil dalam tarung esok pagi. Suasana rapat damai, diwarnai canda. Ada pendekar yang menarik diri setelah melihat ada nama lain yang lebih mumpuni. Rapat yang penuh rasa persahabatan akhirnya memastikan delapan nama pendekar, Jiu Long, Quan Bei, Don