Udara pagi terasa sejuk. Di dalam goa masih tetap hangat. Dua insan itu masih berpelukan. Gwangsin telungkup di atas tubuh Jiu Long. Ia berbisik, "Jiu Long, menurut rencana dua hari lagi kita berangkat ke desa Yinchuan. Menurut Kakak Gan Ning, perjalanan ke Yinchuan sekitar dua hari. Entah mengapa setiap memikirkan tarung itu, aku merasa takut."
"Apa yang kau takutkan?"
Gwangsin menyembunyikan wajahnya di dada suaminya. "Aku takut kehilangan kamu. Aku tak mau kehilangan kamu, Jiu Long."
Mata Jiu Long menerawang. "Aku juga takut. Sudah sering aku tarung mati hidup. Di Wuwei menghadapi tokoh kelas atas, aku tidak takut. Di Pegunungan Salju Meili aku merasa takut terutama saat tarung lawan Ladalinu. Di Laojun, aku tidak takut. Belakangan aku tahu sebabnya, di Wuwei aku belum punya apa-apa, mati pun tak mengapa. Di Pegunungan Salju Meili aku sudah punya isteri yang menyinta dan kucinta, Jen Ting dan kamu. Di Laojun aku ingin membalas dendam Sekarang ini aku takut se
Gwangsin seorang perempuan yang cerdas. Ia selalu memerhatikan Jiu Long, setiap rasa dan gerak suaminya tak luput dari pengamatannya. Dalam bercinta, ia selalu mendahulukan kepuasan Jiu Long. Ia melakukan apa saja yang disukai Jiu Long.Setelah itu, baru ia mengekspresikan diri betapa ia puas dan bahagia Ia memperlihatkan dengan gerak tubuh dan gigitan, bahwa ia takluk dan bertekuk lutut di bawah pesona dan keperkasaan suaminya. Kata neneknya, "Kamu harus perlihatkan bahwa kamu bangga dengan keperkasaan suamimu. Pasti ia akan senang dan tidak akan pernah puas bercinta denganmu, dia tak akan pernah bosan. Ia membutuhkan kamu dan akan mencari kamu setiap saat."Hebatnya Gwangsin, ia tak memperlihatkan semua pesonanya jika Mayleen atau Hwang Mi Hee ikut bercinta. Ia tidak mau jurus rayuannya ditiru dua saingannya. Jiu Long merasakan hal ini, dan itu sebab dia sangat bernafsu jika bercinta dengan Gwangsin, hanya berduaan saja.Tampaknya Jiu Long makin terperangkap o
Tengah malam menjelang fajar, Mayleen terjaga Ia melihat Jiu Long tidur lelap di samping. Mayleen menatap kekasihnya "Lelaki ini telah membuat aku lupa daratan. Ia tidak begitu tampan, banyak lelaki lain lebih tampan. Tetapi ia punya daya tarik yang liar dan aneh. Hanya satu kali jumpa dengannya, aku langsung jatuh cinta. Itu juga gara-gara dia menciumku." Pikiran liar ini membuat Mayleen tersenyum sendiri.Tiba-tiba Jiu Long merangkul erat isterinya "Apa yang membuat kamu tersenyum.""Aku memikirkan lelaki yang kurangajar, yang mencium paksa seorang wanita yang sedang tidak bertenaga dan tak kuasa melawan.""Pertama-tama kamu marah, tetapi beberapa saat kemudian kamu membalas ciumanku, kita berciuman lama.""Tidak hanya itu, kamu juga memeluk erat tubuhku, buah dadaku ini kau himpit ke dadamu, aku sulit bernafas. Apakah kamu selalu berkelakuan liar seperti itu terhadap perempuan?"Jiu Long menggeleng. "Tidak pernah. Baru satu kali itu, dan entah m
Jiu Long mencium mata isterinya yang basah air mata. "Aku maafkan, tetapi kau melakukan hal yang bodoh, bertarung dengan jurus mati hidup. Hampir saja aku atau kamu menjadi korban.""Aku tak pernah tarung, tak punya pengalaman tarung. Sewaktu di Himalaya aku hanya tarung lawan perampok atau penjahat kecil untuk membela kaum tertindas, itupun ada kakak yang mengawasi, siap membantuku. Aku terpaksa harus tarung denganmu""Karena balas dendam kakekmu? Atau kesal dan benci padaku?""Dua-duanya salah! Yang benar, aku harus memenuhi sumpahku. Aku pernah bersumpah pada ayah dan ibu, bahwa laki-laki yang menjadi suamiku harus bisa silat dan lebih jago dari aku. Itu sumpahku, makanya aku senang kamu yang menang.""Mengapa demikian, aneh?!"Mayleen tertawa. Kesedihannya sudah hilang. "Jika aku menang, maka sesuai sumpahku, kamu tidak boleh menjadi suamiku, padahal setelah malam di desa Guandong itu kamu sebenarnya sudah menjadi suamiku. Untung saja kamu yang
Perempuan itu membalik tubuh, menelungkup di atas tubuh Jiu Long, ia menatap suaminya mesra "Aku sudah bilang, aku menyintamu pada saat kamu menciumku di gubuk reyot itu, kamu membuat aku tergila-gila, aku tak bisa tidur, aku tidak tenang, aku mudah marah. Kau tahu Jiu Long, pada saat kau pergi ke istana, meninggalkan aku di hutan dan berjanji menemui aku di desa Guandong, malam harinya aku menyesal dan berkata pada diri sendiri seharusnya aku ikut ke mana pun kamu pergi.""Jika kamu ikut aku, tentu aku tak perlu meniduri Mei Li Tsu. Aku bisa meniduri kamu"Mayleen mencubit mulut suaminya. "Mana bisa, kau tak mungkin bisa meniduri aku, aku bukan perempuan gampangan.""Buktinya malam itu di desa Guandong aku berhasil menidurimu" Jiu Long tertawa dan melanjutkan, "Aku yakin kita saling mencinta."Mayleen mencium suaminya. "Malam itu aku sedang gelisah, aku memikirkan kamu, kesal dan kecewa tetapi aku merindu. Terus terang saja, waktu itu aku sedang kasmaran
Mayleen menangkap ikan dengan senjata tali. "Jiu Long, lihat tujuh ekor besar dan gemuk. Ayo kita panggang, aku sudah lapar." Jiu Long tidak menjawab sebab masih terpesona memandang isterinya, pakaian Mayleen basah kuyup melekat di tubuh memperlihatkan lekuk tubuhnya yang molek. Mayleen berseru, "Jiu Long jangan melamun, ayo kita kembali ke rumah."Esok harinya, Jiu Long beserta semua anggota rombongan berangkat menuju desa Yinchuan. Jiu Long menunggang si hitam, Mayleen berdua Gwangsin menunggang si putih. Hwang Mi Hee bingung. Jiu Long berseru, "Mi Hee, kamu naik si hitam bersamaku."Tanpa diperintah lagi, Hwang Mi Hee melompat di depan suaminya. Ia berbisik lirih, "Nanti kalau kamu terangsang bagaimana?"Jiu Long berbisik di telinganya, "Nanti malam kita cari tempat sunyi"Gwangsin dan Mayleen tertawa melihat lagak Jiu Long. Tangan lelaki itu melingkar di atas perut isterinya. Sekali-sekali tangan itu pasti menjamah buah dada Hwang Mi Hee.Rombo
Gwangsin beringsut mendekati suaminya, ia berkata perlahan, "Besok pertarungan dimulai, aku dan Mayleen mau ikut tarung! Kami sudah berunding. Hwang Mi Hee karena ilmunya belum mumpuni, ia hanya akan membantu semua persiapan. Dan ia yang akan melayanimu jika kamu ingin bercinta."Jiu Long terkejut. "Jangan, tarung ini amat berbahaya, seseorang bisa mati atau luka parah. Aku tidak mau kalian luka apalagi mati""Semuanya tergantung pada ijinmu, tetapi kami berdua punya hak untuk ikut tarung membela suami. Kami punya hak karena kami adalah isterimu." Nada bicara Mayleen mengandung keputusan yang teguh.Hwang Mi Hee ikut bicara. "Kemarin ada yang mengantar undangan pendeta Quan Bei, para pendekar kumpul nanti malam untuk merundingkan segala sesuatu menyangkut tarung.""Kami ikut! Kau harus bisa meyakinkan mereka agar kami masuk daftar tarung." Gwangsin menatap Jiu Long yang sedang merenung. Jiu Long mengangguk. Tetapi matanya menerawang, memikirkan sesuatu.
Malam itu bulan dipayungi mendung, kabut mulai bergayut. Di gubuk besar yang ditempati perguruan Wuwei tampak cahaya obor. Pekarangan gubuk mulai dipadati para pendekar. Pendeta Quan Bei menyambut satu per satu tetamunya.Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen tiba bersamaan waktu dengan Dong Zhuo yang dikawal beberapa murid. Dong Zhuo dan Quan Bei memperlihatkan perasaan gembira menyambut Jiu Long dan dua isterinya. Semua pendekar juga menyatakan rasa senangnya dan menyapa Jiu Long dengan hangat. Kehadiran Pendekar Dataran Tengah berambut uban ini membangkitkan semangat mereka. Di balik itu semua pendekar tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya melihat kecantikan Mayleen dan Gwangsin.Quan Bei memimpin rapat membicarakan siapa saja pendekar yang tampil dalam tarung esok pagi. Suasana rapat damai, diwarnai canda. Ada pendekar yang menarik diri setelah melihat ada nama lain yang lebih mumpuni. Rapat yang penuh rasa persahabatan akhirnya memastikan delapan nama pendekar, Jiu Long, Quan Bei, Don
Mendengar alasan dan perkataan Gwangsin, apalagi kalimat yang terakhir, Jiu Long tersenyum geli. "Kalian memang gila, tarung ini bukan main-main, urusannya bisa mati!" Dua isterinya manggut, menandakan kemauan yang pasti.Diam sesaat akhirnya Jiu Long mengangguk, lalu berkata kepada pendeta Quan Bei, "Baik, aku mengijinkan dua isteriku ini ikut bertarung. Mereka dibekali ilmu mumpuni, tak usah ragu, tetapi kalah menang atau hidup mati dalam pertarungan ini tetap merupakan rahasia Yang Kuasa."Quan Bei menjawab dengan berseru kepada para pendekar. "Pendekar berikutnya kupastikan adalah Nyonya Mayleen dan Nyonya Gwangsin, isteri Kak Jiu Long."Masih ada satu tempat yang setelah melalui pembicaraan cukup ketat akhirnya disetujui pendekar Wong Mata, adik seperguruan Quan Bei. Semua setuju dan sepakat atas keputusan bersama itu. Pertemuan berlangsung singkat, rapat usai sebelum tengah malam. Para pendekar dipersilahkan kembali ke tempatnya masing-masing. "Kita semua perlu istrahat agar bes
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d