Daerah belahan Timur di kaki gunung Tai yang jarang dikunjungi orang. Hutannya rapat padat dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Pagi itu udara masih dingin. Kabut pun masih tebal. Suasana sunyi dan sepi. Hanya terdengar suara kicau burung dan gemuruh air terjun. Air terjun mencurah dari tempat yang cukup tinggi dan terjal. Curah air itu bagai tonggak langit, membentuk sungai yang airnya mengalir deras. Uap air menutupi pemandangan di sekitar air terjun, sehingga tidak terlihat adanya seorang lelaki sedang berlatih silat di pusaran air terjun. Dia Jiu Long.
Jiu Long bergerak lincah berloncatan di bebatuan. Sekali-sekali ia menerjang curah air yang bagaikan tembok tebal. Menerobos tirai air yang deras, sepertinya ia tak mengalami kesulitan. Padahal air yang terjun dari tebing puluhan tongkat tingginya tentu sangat dahsyat kekuatannya. Ia berlatih seharian. Ketika matahari sudah bergeser ke Barat, senja semakin mendekat, Jiu Long melompat ke sebuah batu. Ia semadi di tengah u
Dua kali tamparan menerpa bahu dan pundak Tangchi membuatnya meringis kesakitan. Mendadak ia mengubah jurus silatnya, "Gadis cantik, sudah cukup kita main-main." Berkata demikian ia menyambut pukulan si gadis dengan kepalan. Kalah tenaga dalam, si gadis tak mau adu pukulan. Ia mengubah jurus, kepalan berubah menjadi telapak tangan terbuka. Ia niat menampar pergelangan tangan lawan. Tiba-tiba si gadis melihat sinar gemerlap di tangan Tangchi Paku yang berkilat oleh matahari senja. Jarak sudah terlampau dekat, ia sulit menghindar. Si gadis dengan cerdik dan hebat menggerakkan pergelangan tangan ke bawah lalu ke atas, niat menyampok tangan lawan. Tangchi licik, ia sudah memikirkan perangkap ini. Ia membiarkan gerakan si gadis. Saat yang tepat ia menggentak telapak tangannya, dua paku melayang secepat kilat. Gadis itu tak pernah mengira lawan akan menyambit dengan paku. Ia mengelak, tetapi terlambat. Satu paku lolos, satu lainnya nancap di dada dekat pundak. Tangchi bert
Ada alasan mengapa Jiu Long begitu cepat memetik hasil, hanya dua jurus. Tangchi langsung terluka dan kabur. Pertama, Tangchi sudah terluka oleh pukulan si gadis. Kedua, Jiu Long menyerang ganas tanpa memberi kesempatan. Ketiga, hebatnya jurus Big Bang yang baru selesai ia kuasai. Jiu Long terpesona akan ilmunya tadi. Ia baru pertama kali menggunakan jurus ciptaan pendekar Huangshan dan hasilnya sungguh luar biasa. Dari gerakannya bisa diukur bahwa lawannya tadi bukan sembarang orang. Namun toh bisa ia lukai dalam dua jurus. Saat itu Jiu Long melihat si gadis sempoyongan. Sebelum terjungkal ke dalam sungai, Jiu Long sigap menangkap lengannya. Mendadak gadis itu menyerangnya dengan pukulan ganas, mengarah mata. Jiu Long terkesiap, sama sekali tak menduga akan diserang. Untung saja keracunan membuat pukulan si gadis tak bertenaga. Jiu Long menangkis dengan tenaga ringan, takut si gadis terluka. Si gadis sempoyongan. Pingsan. Jiu Long meraih pinggangnya
Jiu Long membuka mata, si gadis menangkap seberkas sinar tajam. Ada kilatan yang membuat si gadis bergidik. "Orang ini kejam," pikirnya. Sesaat kemudian sinar mata itu kembali ramah dan penuh kedamaian. Ia mengubah penilaian dalam hatinya tadi, "Pemuda ini baik dan luhur budi". Tanpa terasa gadis itu merasa suka, "Terimakasih, pendekar, kamu telah menolong aku," katanya. "Tunggu dulu, nona, kau belum sembuh. Racun masih mengeram dalam tubuhmu, berbahaya. Racun segera mengganas lagi jika tidak cepat ditolong, tetapi... bagaimana ya." "Kenapa? Katakan saja, aku tidak takut mati, tadi memang aku takut, aku takut diperkosa lelaki bejat itu. Kalau mati, aku tidak takut mati" "Bukan mati, tetapi kamu bisa lumpuh. Racun itu ganas, harus dikeluarkan dari tubuhmu, setelah itu kamu minum obat untuk membersihkan darahmu" "Bagaimana mengobatinya, apakah kamu bisa? Apakah kamu punya obatnya?" Saat itu si gadis merasa perutnya mual, "Aku mual, rasanya mau muntah."
Gadis itu memejam mata. "Lakukan sendiri, kamu lebih tahu caranya, toh kamu sudah melihat semuanya, buat apa aku harus malu-malu lagi. Lakukan saja, eh siapa namamu pendekar."Jiu Long tanpa sadar menjawab, "Fei Hung." Jiu Long saat itu sedang menahan gelora birahinya. Ia menyebut asal sebut. Fei Hung. "Aku sedang melayang di angkasa, memegang dan mengurut luka di bagian buah dada yang kenyal ini," katanya dalam hati.Gadis itu sedang memejam mata. "Namaku Meishin." Ia berdiam. Nafasnya mulai terasa panas. Meishin mulai terangsang birahi. Ia berusaha memikirkan hal lain untuk mengalihkan pikiran. Tiba-tiba Jiu Long berbisik, "Sudah selesai, kamu tunggu di sini, aku mencari rumput obat, sebelum hari gelap."Meishin melihat lelaki itu pergi. Hari memang sudah hampir gelap. Tak lama lagi malam akan tiba. Meishin memejamkan mata. Bagian paling sulit telah dilaluinya. Ia masih merasa mukanya panas, nafasnya juga panas. Dadanya bergemuruh. Jantungnya berdegup kencang.
Xang Xi Tao memang tidak terkenal. Tetapi apa yang diajarkan belakangan baru diketahui sebagai ilmu pengobatan kelas atas. "Kamu sendiri berasal dari perguruan mana?"Meishin merasa rikuh. Ia sedang menyembunyikan jati diri. "Seorang kakek pertapa dari desa Henan, ia yang mengajari ilmu padaku." Ia tidak berbohong, ia belajar ilmu dari pertapa itu. Tetapi yang tidak ia ceritakan, adalah bahwa ia murid dari Partai Naga Emas.Suasana menjadi rikuh dan kaku. Dia menyodorkan ramuan, rumput dan daun-daunan. "Nona, kamu sudah tahu menggunakan obat ini, dua lembar daun bersama satu kumpulan rumput, kamu kunyah, airnya kamu telan dan ampasnya labur ke lukamu. Ia akan membersihkan sisa-sisa racun jikalau memang masih ada."Selesai menolong si gadis, Jiu Long berpikir untuk pergi. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi langkahnya. Ia tak tahu apa sebabnya. Namun sepertinya ia merasa berat meninggalkan gadis bernama Meishin itu, atau lebih tepatnya ia merasa enggan berpisah.
Jiu Long diam. Meishin memecah kesunyian "Fei Hung, hari sudah gelap, apakah tidak lebih baik jika kita menyalakan api." Meishin terkejut dengan dirinya sendiri, menyebut nama lelaki itu begitu saja, seperti sudah akrab.Namun Jiu Long tidak memerhatikan perubahan sebutan itu. "Kamu benar. Kita memang harus mencari tempat untuk tidur. Di situ di balik air terjun ada sebuah goa, aku sudah menempatinya selama beberapa hari. Kita ke sana saja, ayo."Meishin berdiri, agak lemas ia melangkah tertatih-tatih. Jiu Long tersenyum, menggoda. "Kelihatannya kamu sulit melangkah, kamu masih luka dan tenaga belum pulih. Biar aku papah saja." Jiu Long membawa tangan Meishin ke pundaknya, sedang tangannya memeluk pinggang si gadis. Tiba-tiba Meishin berteriak pelan. Rupanya buah dadanya yang masih belum sembuh menimbulkan rasa sakit ketika bersinggungan dengan tubuh Jiu Long. Lelaki itu berpindah, kini Meishin di kanan. Tetapi Meishin juga kesakitan ketika pahanya bersinggungan dengan
Tak lama kemudian Jiu Long kembali ke dalam goa membawa enam ekor ikan yang besarnya setelapak tangan. "Kamu makan ikan ini, bagus untuk memulihkan tenagamu" Jiu Long memerhatikan. Meishin sudah ganti baju. Ia mengenakan baju milik Jiu Long. Tubuhnya lebih kecil, maka pakaian itu nampak besar dan kedodoran. Meishin tertawa melihat Jiu Long memerhatikan pakaiannya. "Pakaianmu besar, lihat, aku kelihatan kecil."Meishin meraut sepotong ranting dengan pisau kecilnya. Jiu Long memerhatikan. "Mau kau panggang ikannya?" Meishin mengangguk."Jangan, Meishin. Maksudku tadi, kamu makan mentah-mentah saja, rasanya enak, manis dan segar."Meishin memandang Jiu Long dengan perasaan geli. "Aku belum pernah makan ikan mentah, amis.""Namanya, ikan marong. Khasiatnya merangsang tubuh memperbanyak darah. Kamu banyak kehilangan darah, itu sebab kamu lemas dan untuk memulihkan tenagamu biasanya perlu waktu cukup lama. Kalau ikan itu kau masak, khasiat ikan marong itu akan
"Fei Hung, kalau sudah puas ngintip, tolong kamu ambilkan kain sarung milikmu itu," katanya dengan suara cekikikan.Jiu Long ikut tertawa. "Meishin, kamu cantik dan tubuhmu indah."Keduanya duduk di mulut goa sambil melahap ikan marong. Pagi itu matahari bersinar garang. Sinarnya memantul menembus tirai air terjun menerangi goa. Goa itu terasa hangat. Meishin menyukai goa tersembunyi ini. "Eh Fei Hung, kalau kita hendak keluar goa, bagaimana caranya supaya pakaian tidak basah?""Tidak ada jalan lain kecuali berenang. Kamu harus berenang dengan berpakaian, kemudian mengeringkan pakaianmu di panas matahari. Bisa juga kau berenang telanjang, membungkus pakaianmu supaya tidak basah."Meishin termenung. Jiu Long memandang wajah cantik itu. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, pertemuan Wuwei "Meishin, dalam percakapan kita yang lalu, tampaknya kau banyak mengetahui tentang pertemuan Wuwei. Aku tidak tahu maksud pertemuan itu, tetapi aku mendengar omongan oran
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d