Mei Lan terkejut melihat Jiu Long, "Oh kamu Kak Jiu Long, kau sudah sembuh, syukurlah! Kau baru datang rupanya, jago-jago kita sudah kalah semua, harapan tinggal pada pendeta Quan Bei. Tapi lihatlah sendiri, apa masih ada harapan?"Tadi sebelum Jiu Long tiba, sudah diselesaikan empat pertarungan. Kok Bun satu-satunya jago pihak lawan yang kalah, ia dikalahkan Antahuang. Jago-jago Himalaya lainnya menang meski pun lewat keunggulan tipis.Pak Beng mengalahkan dua lawan beruntun, Antahuang dan Liang Zhipu. Kemudian Liong Kam mengalahkan Dong Zhuo. Jago nomor satu Himalaya, Ladalinu mengalahkan pendekar Huangshan, Yue Jin dalam pertarungan yang paling seru. Dan kini yang sedang dihadapi pendeta Quan Bei adalah jago nomor dua Himalaya, Sin Thong.Jiu Long menoleh memandang Gwangsin dan Jen Ting yang ikut mendengar penuturan Mei Lan. Jiu Long seperti bisa membaca pikiran Jen Ting.Pikiran yang sama seperti apa yang ia pikirkan. Ia tak bisa berdiam diri, karena
Suasana penonton yang tadi begitu sunyi karena merasa prihatin atas kekalahan jago-jago negeri sendiri, berobah gaduh. Mereka yang pernah hadir di Wuwei dan Tajinan menyaksikan sepak terjang Jiu Long, kontan berseru, "Itu Jiu Long!"Dua bulan belakangan ini nama Jiu Long berkibar di dunia kependekaran, dia dikenal hampir semua pendekar silat. Kemenangan atas Zhang Ma dan sepasang pendekar Himalaya memang pantas jadi bahan kekaguman orang. Kemarin pun namanya disebut-sebut berkaitan kabar yang mengatakan ia gila lantaran melatih ilmu sesat.Sin Thong memandang Jiu Long dengan amarah luar biasa. Ia memaki dalam bahasa India. Jiu Long tertawa dingin, balas memaki dengan meniru ucapan Sin Thong. Amarah Sin Thong memuncak.Dari gebrakan Jiu Long tadi, Sin Thong tahu lawannya berilmu tinggi. Itu sebabnya sambil memaki, Sin Thong menyerang sengit. Sepasang pedangnya, mengarah empatbelas jalan darah Jiu Long. Melihat lawan begitu telengas, Jiu Long segera menge
Jiu Long balas membentak, "Siapa kau, berani mengatakan dataran tengah kalah. Aku belum bertanding bagaimana bisa kalah?""Aku, Ladalinu dari partai Whu Than Himalaya, aku pemimpin rombongan Himalaya ini. Kau pura-pura tidak tahu atau memang matamu tidak melihat semua jago dataran tengah sudah kalah!" Mei Hwa sibuk menerjemahkan dari bahasa India ke Dataran tengah dan juga sebaliknya dari bahasa dataran tengah ke bahasa India."Tidak bisa! Aku belum bertanding, tak bisa dikatakan dataran tengah kalah! Kalau kalian sudah kalahkan aku, baru boleh temberang dan tepuk dada.""Kamu siapa, kita sudah membuat aturan sebelum pertarungan dimulai, yaitu masing-masing kubu diwakili lima pendekar. Siapa yang menang paling akhir, dia yang keluar sebagai pemenang. Jago kalian sudah kalah semua. Apalagi yang mau dibicarakan!"Jiu Long tahu bahwa ia harus memancing kemarahan orang-orang Himalaya agar mau membuka pertarungan lagi. Karena ia yakin dengan pengendalian Jurus
Ladalinu segera melompat turun bersama Mei Hwa diikuti pendeta Quan Bei, Jen Ting dan Gwangsin. Tinggal Jiu Long dan Sin Thong yang akan tarung.Sin Thong memberi hormat, "Silahkan tuan mengambil senjata!"Jiu Long tertawa keras, sengaja pamer tertawa dari Lembah Kera kemudian menjawab, "Maaf, aku tak pernah pakai senjata!"Tanpa sungkan Sin Thong menyerang sengit. Ia memutar sepasang pedangnya bagai titiran dan menyerang semua jalan darah kematian. Jiu Long menyambut dengan tertawa dingin.Terlihat ia seperti orang bersedih hati, tangannya ditopang ke dagu, dua kakinya seperti berjalan gontai, tangannya yang lain mendorong ke depan.Percuma memutar pedangnya dengan gencar, ada tenaga besar yang membuat Sin Thong terpukul mundur. Pendekar Himalaya ini terkejut, ilmu apa itu dan betapa besar tenaga yang dikeluarkan Jiu Long.Tetapi pendekar himalaya ini tak mengendurkan serangan, dalam sepuluh jurus ia sudah mengurung Jiu Long
Penonton bersorak riuh. Wajah semua anggota tamu pucat pasi. Tidak bisa tidak, kini Ladalinu harus maju meski dalam hati ia agak gentar. Tetapi ini masalah gengsi, lebih baik mati daripada menanggung malu. Ladalinu meloncat ke panggung. Ia berseru, suaranya menggema. Mei Hwa menerjemahkan. "Ketua Partai Naga Emas ternyata seorang pendekar dengan ilmu kepandaian hebat, aku kagum dibuatnya. Terpaksa aku harus mencoba unjuk kepandaianku yang tak seberapa ini".Jiu Long menatap lawannya ini, yang merupakan pendekar kenamaan Himalaya dan juga kepala rombongan. Ia melihat ke dalam mata lawannya. Mata lawannya itu bening, jernih dan berbinar-binar. Itu tanda bahwa Ladalinu memiliki tenaga dalam hebat yang tak terukur. Karenanya Jiu Long tak mau meremehkan lawannya ini. Diam-diam ia menebak lawannya pasti lebih tangguh dan lebih lihai dibanding Sin Thong ataupun Pak Beng.Ladalinu bertanya yang diterjemahkan Mei Hwa. "Aku akan menanti di bawah panggung, sampai pendekar Jiu Lon
Pertarungan tak terelakkan, keduanya berlaga dengan tangan kosong. Ladalinu dengan delapanbelas jurus Naga Membalik Bumi diladeni Jiu Long yang memainkan Jurus Penakluk Langit namun kini dengan jurus-jurus dari Naga Emas Pamungkas yakni Penyesalan sang naga, Naga di Langit kesembilan, Tenaga Naga yang Terpendam, Serangan Ekor Naga, Enam Naga Berdatangan, Serangan Mendadak Naga emas, Naga Melayang di Atas Air dan Inti Naga Emas Pamungkas.Tujuh jurus Pamungkas yang diulang dua kali putaran tak membuat Ladalinu kesulitan. Sepertinya Jiu Long merasa tenaga menghisap dari Inti Naga Emas Pamungkas ternyata tidak berarti apa-apa bagi Ladalinu. Pertarungan dari saat ke saat semakin seru. Ladalinu benar-benar seorang jago sejati. Ilmu Naga Membalik Bumi merupakan gabungan tenaga keras dan lunak, panas dan dingin. Jiu Long kewalahan, ilmu Inti Naga Emas Pamungkas dan yang diikuti Big Bang tak berdaya mengimbangi kekuatan lawan.
Jiu Long sempat menangkis sehingga pukulan itu tidak mengena telak dan tenaga pukulan juga sudah hilang lebih dari separuh. Kendali demikian, Jiu Long merasa darahnya bergolak hebat, nyaris ia memuntahkan darah. Ladalinu tahu lawannya terluka, maka ia tak mau memberi kesempatan. Ia menyerang gencar dan telengas. Ia tak peduli soal mati hidup lagi. Dia ingin menang, agar kematian putranya bisa terungkap. Sesuai perjanjian jika dataran tengah kalah maka seluruh pendekar dataran tengah harus mencari dan menemukan pembunuh putra Ladalinu itu.Jiu Long terdesak, saat itu Ladalinu memukul dari dua arah berlawanan, gerakan menggunting yang banyak kembangan tipu, jurus Naga Langit Mengawini Naga Bumi, salah satu jurus paling hebat dan ganas dari ilmu Naga Membalik Bumi. Jiu Long dalam bahaya. Tenaga dalamnya masih belum teratur akibat pukulan Ladalinu yang cukup keras itu.Dia tak punya jalan keluar. Sebab ia tahu begitu menangkis maka serangan kaki Ladalinu akan lebih menganc
Jika Jiu Long bergerak maju hendak menolong, maka jurus itu akan lebih mudah mengenai sasaran. Dan sudah pasti akan menelan korban. Jiu Long bakal kena hantaman! Ladalinu terpaksa memainkan akal bulus ini, meski di dalam hati ia merasa malu dan risih. Bagi seorang pendekar garis lurus, menciderai lawan dengan cara membokong dan berlaku curang adalah suatu aib tersendiri.Memang itulah yang terjadi! Jiu Long bergerak maju hendak menolong. Jiu Long melakukan itu tanpa persiapan dan tidak tahu bahwa di balik tipuan itu, ia akan diserang dengan jurus mematikan.Ladalinu berteriak gembira. Begitu Jiu Long berada di depannya, dua tangan yang mengarah kepala sendiri itu berubah arah, memutar di atas kepala dan menghantam dada Jiu Long. Tenaganya penuh, Ladalinu telah menguras seluruh tenaganya disalurkan dalam jurus maut itu. Jarak sangat dekat, Jiu Long tak punya peluang menghindar. Semangat Jiu Long terbang. "Matilah aku!"Di saat-saat terakhir itu, Jiu Long pasrah s
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d