Jiu Long sempat menangkis sehingga pukulan itu tidak mengena telak dan tenaga pukulan juga sudah hilang lebih dari separuh. Kendali demikian, Jiu Long merasa darahnya bergolak hebat, nyaris ia memuntahkan darah. Ladalinu tahu lawannya terluka, maka ia tak mau memberi kesempatan. Ia menyerang gencar dan telengas. Ia tak peduli soal mati hidup lagi. Dia ingin menang, agar kematian putranya bisa terungkap. Sesuai perjanjian jika dataran tengah kalah maka seluruh pendekar dataran tengah harus mencari dan menemukan pembunuh putra Ladalinu itu.
Jiu Long terdesak, saat itu Ladalinu memukul dari dua arah berlawanan, gerakan menggunting yang banyak kembangan tipu, jurus Naga Langit Mengawini Naga Bumi, salah satu jurus paling hebat dan ganas dari ilmu Naga Membalik Bumi. Jiu Long dalam bahaya. Tenaga dalamnya masih belum teratur akibat pukulan Ladalinu yang cukup keras itu.
Dia tak punya jalan keluar. Sebab ia tahu begitu menangkis maka serangan kaki Ladalinu akan lebih menganc
Jika Jiu Long bergerak maju hendak menolong, maka jurus itu akan lebih mudah mengenai sasaran. Dan sudah pasti akan menelan korban. Jiu Long bakal kena hantaman! Ladalinu terpaksa memainkan akal bulus ini, meski di dalam hati ia merasa malu dan risih. Bagi seorang pendekar garis lurus, menciderai lawan dengan cara membokong dan berlaku curang adalah suatu aib tersendiri.Memang itulah yang terjadi! Jiu Long bergerak maju hendak menolong. Jiu Long melakukan itu tanpa persiapan dan tidak tahu bahwa di balik tipuan itu, ia akan diserang dengan jurus mematikan.Ladalinu berteriak gembira. Begitu Jiu Long berada di depannya, dua tangan yang mengarah kepala sendiri itu berubah arah, memutar di atas kepala dan menghantam dada Jiu Long. Tenaganya penuh, Ladalinu telah menguras seluruh tenaganya disalurkan dalam jurus maut itu. Jarak sangat dekat, Jiu Long tak punya peluang menghindar. Semangat Jiu Long terbang. "Matilah aku!"Di saat-saat terakhir itu, Jiu Long pasrah s
Jiu Long melanjutkan, "Tetapi Ladalinu, sungguh kasihan, harus mati seperti itu. Aku heran mengapa ia mengambil jalan pintas dan nekad. Ia memojokkan aku, serangannya itu cuma aku atau dia yang hidup. Salah seorang harus mati! Bagiku tak ada pilihan lagipula jurusku itu keluar begitu saja untuk menyelamatkan diri meski sebenarnya aku sudah pasrah mati, bagiku mati sekarang atau mati besok, sama saja, mati dan hidup pun, sama saja!"Jen Ting memotong, "Jiu Long, jangan bicara terus. Kau perlu merawat lukamu!"Saat itu matahari senja tenggelam Semua orang sudah bubar turun gunung. Pendeta Quan Bei dan para pendekar lain, memberi selamat dan terimakasih kepada Jiu Long yang telah menyelamatkan gengsi dataran tengah "Jiu Long, kamu sekarang sudah pantas disebut Dewanya Para Pendekar. Memang masih banyak pendekar lain yang barangkali berilmu lebih tinggi dari kamu, tetapi gebrakanmu tadi telah menyelamatkan kita semua, aku beri kamu gelar Raja Pendekar, dan siapa orang yang
Jiu Long dipapah dua isterinya. Ia memegang tangan Jen Ting dan Gwangsin. "Kalian berdua takut aku mati kenapa?" Mendadak tubuh Jiu Long menggigil. Luka dalam membuat ia lemah, karenanya ia tak tahan angin dingin yang tiba-tiba berhembus dengan kerasnya. Ia memaksa duduk sila, semadi dengan memejamkan mata. Tetapi tak ada gunanya, ia tetap menggigil kedinginan. Jen Ting dan Gwangsin menggandeng lengan Jiu Long memasuki desa dekat lereng gunung. Mereka menemukan sebuah rumah penduduk yang bersedia disewa. Jen Ting dan Gwangsin memeluk untuk menghangatkan tubuh kekasihnya. Jiu Long berbisik, "Aku memang luka dalam, tetapi aku masih kuat memberi kalian berdua kepuasan seperti biasa." Tiga insan itu tertawa geli. Saat berikut Jiu Long tak lagi merasa dingin. Esok paginya seharian, Jiu Long semadi mengatur kembali tenaga Angin Es dan Api yang sudah semrawut berkeliaran tak teratur di seluruh tubuhnya. Ia tahu, kalau saja tak pernah berlatih Angin Es d
Yun Ching tertawa keras, "Ha, ha, ha, mau lari ke mana kamu Jiu Long, kamu tak pernah menyangka aku bisa menemukan kamu di sini. Kamu hebat bisa mengalahkan orang-orang Himalaya itu, tetapi kamu sekarang luka parah, kamu tak berdaya."Jiu Long tak pernah menyangka bakal ada kejadian seperti ini. Dia menyesal meminta Tian Shan dan teman-teman lain pergi.Pikirnya waktu itu dia ingin menyendiri bertiga isterinya. Sekarang Jia lak berdaya, jangankan Yun Ching, menghadapi penjahat kelas teri pun sekarang ini ia tak sanggup. "Kau memang tak punya malu!"Jen Ting dan Gwangsin pasang kuda-kuda di samping suaminya.Jen Ting memaki, "Kamu mau apa ke sini?""Sudah tentu membunuh Jiu Long. Tetapi sebelum itu aku ingin melihat penderitaannya. Aku akan memperkosa kamu berdua di depan matanya. Nah, bagaimana pendapatmu?""Kamu memang bejat, pengkhianat busuk, aku akan adu jiwa denganmu!" Jen Ting hendak menyerang, tetapi tangan Gwangsin memegang erat leng
Gwangsin menangis, "Jangan lakukan itu, lebih baik kamu bunuh aku saja!"Jiu Long berseru, "Yun Ching, ini urusan kamu dengan aku, selesaikan sekarang, bunuh aku, tetapi sebagai pendekar kamu tak pantas memperlakukan perempuan dengan caramu yang hina.""Aku gembira dan menikmati permainan ini, kamu saksikan kehebatanku." Yun Ching memegang lengan Gwangsin yang terbaring di tanah. Ia berupaya mencium leher dan mulut Gwangsin namun gadis ini menggeleng kepalanya menghindar. Yun Ching memegang kepala Gwangsin. Jiu Long menutup mata, darahnya bergolak, tetapi ia tak berdaya. Tenaga Angin Es dan Api masih tak beraturan, tak bisa dihimpun.Gwangsin menangis. Pada saat Yun Ching hampir mencium Gwangsin, tiba-tiba saja ada bayangan berkelebat. Yun Ching terlempar. Ia bereaksi cepat, tubuhnya melenting bangkit. Namun bayangan itu yang ternyata nenek tua bungkuk sudah berada di dekatnya. Tanpa bisa dikelit, tangan si nenek menampar pipi Yun Ching, enam kali. Pipi
Nenek tua itu menolong Jen Ting dan Jiu Long. "Gwangsin bocah goblok, kamu itu cucuku, Dewi Obat atau si Kunti itu adik perguruanku. Tetapi dia lebih suka mempelajari pengobatan. Itu sebab ilmunya rendah, maka ilmumu juga rendah. Kamu memang cucuku, kamu anak putraku, orangtuamu mati muda, itu sebab kamu dipelihara si Kunti. Mana dia si Kunti?""Jadi aku harus bagaimana, memanggilmu apa?""Bocah goblok, ya panggil aku nenek. Jadi kamu punya dua nenek sekarang," ia tertawa geli, membuat Gwangsin ikut ketawa. "Tetapi kamu harus ikut aku, belajar ilmu dari aku. Sini kamu bocah bodoh!"Gwangsin menghampiri neneknya. Wajah neneknya tampak tua, tetapi tidak banyak keriput, masih tampak bekas kecantikan masa muda. Rambutnya putih semua, persis kapas. Tubuhnya bungkuk namun masih tampak segar. Kulitnya kuning. Mereka saling rangkul. "Kamu harus ikut aku, akan aku ajari ilmu paling dahsyat, supaya tak ada orang lagi yang berani menghinamu""Nek, tidak bisa,
Nenek tua itu tertawa. "Kurang ajar memang Sun Jian. Bukan cuma ilmu saja yang ia wariskan pada murid- muridnya, sampai pada cara memelet perempuan pun diwariskan. Sekarang ini kamu luka parah, benar?"Nenek tua itu kemudian membantu Jiu Long. Ia menotok, mengurut dan menepuk beberapa titik di punggung, dada dan perut kemudian menyalurkan tenaga dalam. Jiu Long merasa suatu tenaga besar menerobos dan merambah ke seputar tubuhnya. Ia takjub, nenek tua ini memiliki tenaga dalam sangat tinggi Sepenanakan nasi kemudian si nenek menyudahi pertolongannya. Jiu Long merasa segar, ia berusaha mengerahkan tenaga dalam. Ternyata tenaga Angin Es dan Api langsung bereaksi. Ia gembira dan cepat mengucapkan terimakasih."Kau tahu di mana kakek gurumu Sun Jian sembunyi?"Jiu Long menggeleng kepala. "Nenek kenal Sepuh?"Nenek itu tersenyum, seperti seorang gadis yang senang dipuji kekasihnya. "Kami saling kasmaran, bercinta sampai tahunan. Kami kawin. Ketika putr
Jiu Long mengangguk. Nenek tua memegang lengan Gwangsin. "Kamu harus ikut nenekmu, aku akan melatihmu jadi pendekar wanita nomor satu seperti aku, sudah puluhan tahun aku tak punya tandingan. Hanya suamiku seorang yang mampu mengalahkanku. Dan ilmuku ini harus ada yang mewarisi sebelum aku mati!""Nek, tunggu dulu, biar aku pamit pada suamiku!"Gwangsin berlari ke dalam pelukan kekasihnya. Ia tak merasa sungkan, mencium bibir Jiu Long dengan bernafsu. Tiba-tiba ia menggigit pundak dekat leher Jiu Long. Keras. Jiu Long terkejut, ingin berteriak saking sakitnya namun ditahannya. Gwangsin menjilati darah di bibirnya, berbisik, "Kak, aku sudah mengisap darahmu, darahmu manis, darahmu sudah campur dalam darahku, itu tanda aku tak akan lupa padamu, tak akan ada laki-laki lain dalam hidupku. Dan luka bekas gigitanku itu jangan kamu obati, supaya kamu tidak lupa padaku. Jiu Long, suamiku, aku tak mau kehilangan kamu."Memeluk erat isterinya, Jiu Long merasa berat untuk