Sebenarnya ia telah menembus pencerahan tetapi ada sesuatu yang seperti titik bayangan kabur di depannya. Ia tahu bahwa ia harus sampai ke titik tersebut. "Aku berterima kasih kepada kalian semua, guru Xang Xi Tao dan Dewi Obat serta dua isteriku dan guru Yu Jin serta paman Liu Xing, tanpa kalian mungkin aku sudah tewas atau gila.Tetapi aku harus terus mencari pengertian itu. Kalian jangan khawatir."
Jiu Long seharusnya merasakan Sengsara dalam pengalaman hidupnya baru ia bisa menguasai sempurna. Sengsara delapan rasa itu seperti bisikan Sepuh, Glana (Sedih), Harsa (Gembira), Syura (Berani), Prabhawa (Kekuasaan), Raga (Nafsu birahi), Kamuka (Jatuh cinta), Haju (Keselamatan), Kapejah (Kematian).
Menyelusuri delapan rasa itu ternyata bukan hal yang mudah. Jiu Long melakukan kesalahan besar karena terlampau memaksakan diri. Seharusnya delapan rasa itu ditelusuri sambil ia menyelami asam garam kehidupan dunia. Ia nyaris tewas karena tenaga itu berbalik menghantam otak dan
Namun, ketika sampai malam hari belum juga Jiu Long berhenti, orang mulai khawatir. Semalaman penuh, Jiu Long belum juga menghentikan latihannya. Bahkan berlanjut sampai pagi harinya.Semua orang terutama Jen Ting dan Gwangsin tidak tidur semalaman, menemani Jiu Long. Mereka khawatir melihat keadaan Jiu Long. Anehnya silat yang dimainkan Jiu Long mirip jurus Partai Naga Emas tetapi banyak perubahan yang aneh. Tetapi Jiu Long memainkannya dengan hebat.Jiu Long tidak mengutamakan kehebatan jurus atau ilmu tenaga dalam. Ia bersilat sesuai perasaan hati. Ada kalanya ia menggeram marah dan bersilat cepat serta beringas. Terkadang ia bersilat lambat dan tampak seperti orang berduka. Saat berikutnya seperti sikap seorang raja yang memiliki pengaruh.Delapan rasa dan satu aksi yang ia mainkan itu merupakan inti permainan silatnya, inti dari Jurus Penakluk Langit yang kesohor. Tentu saja tidak dimengerti oleh sebagian besar murid Partai Naga Emas. Yu Jin dan Liu Xing me
Perjalanan panjang yang melelahkan Jiu Long sejak pencerahan ilmu Angin Es dan Api di Lembah Kera, Inti Naga Emas Pamungkas dan penemuan Jurus Penakluk Langit telah berakhir pada hari kemarin. Resiko hampir gila dan hampir tewas telah mewarnai perjalanannya dalam penguasaan ilmu kelas utama. Dendam atas kematian orangtuanya dan semangat membayar semua hutang darah perguruannya membuat Jiu Long tak pernah surut dalam melangkah. Tujuannya jelas, ingin melunasi dendam serta ambisi besar mengangkat kembali citra Partai Naga Emas yang sudah terpuruk selama duapuluh lima tahun.Pencerahan ilmu dimulainya ketika dia menemukan rahasia kehebatan Inti Naga Emas Pamungkas saat tarung lawan tiga murid Zhang Ma di Wuwei. Dia berhasil menembus misteri memahami inti falsafah jurus pusaka itu. Kalimat ‘Aku hendaknya menjadi perahumu menyeberangi laut kesusahan’ telah sempurna dipahaminya pada saat-saat terakhir ketika nyawanya berada di ambang
Setelah melewati masa kritis itu, Jiu Long ragu-ragu melanjutkan pendalaman Jurus Penakluk Langit, takut gagal yang berakhir kehilangan akal waras lagi. Saat itulah, terdengar suara bisikan, "Kenapa harus takut, takut dan berani sama saja. Jurus Penakluk Langit terlalu ampuh dan agung sehingga pantas untuk dipelajari meskipun ada resiko kematian di situ."Jiu Long tahu, itu suara Sepuh. "Jadi memang benar yang tiap malam menolong aku adalah Sepuh." Timbul semangat dan keberanian Jiu Long. Ia berlatih kembali, memainkan delapan rasa menuju satu aksi. Mulanya ia mempersiapkan sikap jiwa delapan rasa kemudian baru memainkan jurus-jurus Pamungkas. Tahapan berikut ia berhasil memainkan jurus Kesempurnaan berbarengan sikap jiwa delapan rasa.Tidak ada kesulitan atau hambatan setiap ia memainkan aksi jurus. Itulah yang disebut Jurus Penakluk Langit, ilmu dari segala ilmu. Jiu Long bahkan tidak sadar bahwa ia kini telah melompati tingkat kepandaian silat kelas utama.Hari itu, suatu pagi yang
Yu Jin menatap muridnya. "Muridku, selama kamu sakit, ada utusan Wuwei datang mengundang kamu. Belakangan aku mendengar bahwa mereka telah mengganti dirimu dengan Dong Zhuo. Tarung itu akan dilaksanakan pada saat purnama bulan, tempatnya di hutan bagian selatan Pegunungan Salju Meili, sekarang masih ada sisa waktu tiga hari lagi. Jika kau bergegas menunggang kuda, kau akan tiba pada siang di hari tarung."Sebelum Jiu Long menjawab, terdengar suara Jen Ting, "Aku dan Gwangsin ikut bersamamu" Dua perempuan itu sudah berada di situ."Guru, aku ke sana hanya sekadar nonton tarung. Aku tak punya maksud unjuk jago." Ia menoleh ke dua isterinya. "Jadi sebaiknya aku pergi sendiri saja.""Jiu Long, ajaklah isterimu. Kamu perlu ada yang menemani. Biar aku yang menjaga perguruan ini."Dua perempuan itu cepat berkemas dan menyediakan kuda. Jiu Long bertiga kemudian pamit pada Yu Jin dan sebagian murid. Mereka melecut kuda tunggangannya masing- masing. Malam hari mereka istirahat di hutan. Mereka
Jiu Long tertawa geli. "Kalian berteriak kesakitan?""Gila kamu, mana mungkin kami berteriak, malu didengar orang!" kata Gwangsin sambil menindih tubuh suaminya.Esok paginya mereka melanjutkan perjalanan. Siang hari mereka istirahat di sebuah desa kecil. Lima orang tampak mengawasi saat ketiganya memasuki warung makan. Salah seorang mendekati pemilik warung. "Lelaki itu penjahat cabul dua wanita itu tawanan dan terpaksa mengikuti kemauan lelaki itu karena takut mati. Kami orang baik-baik ingin menolong dua wanita itu, maka tolong kamu bantu kami mencampur racun di dalam makanan mereka. Racun ini tidak berbahaya, hanya membuat orang menjadi lemas tak berdaya."Pemilik warung manggut kepala.Saking laparnya, semua jenis makanan dipesan.Menyaksikan dua isterinya makan begitu lahap, Jiu Long tak sampai hati. Ia makan sekadarnya, suap demi suap. Tiba-tiba Jen Ting dan Gwangsin, hampir berbarengan memegang kerongkongan, dan mengeluarkan suara ngorok.Jiu Long terkejut. Ia tahu ada racun d
Tadinya ia sangat marah, tetapi belakangan ia merasa kasihan. "Kalian membalas dendam kematian gurumu, itu perbuatan lelaki sejati, tak peduli jahat atau buruk kelakuanmu. Kamu pergilah! Lupakan dendam kalian! Percuma, dendam tak akan pernah selesai. Pergilah, bawa serta mayat temanmu!" Orang itu kabur.Setelah mencari keliling, Jiu Long menemukan si pemilik warung sedang bersembunyi ketakutan. Jiu Long memanggil berulangkali dengan seruan marah. Pemilik warung muncul dengan ketakutan. Ia menyembah minta ampun. Jiu Long membentak, "Cepat kamu ambil tuak yang banyak!"Jiu Long memaksa dua isterinya membuka mulut. Ia menuang tuak ke mulut. Hampir empat tabung, masuk kerongkongan Jen Ting dan Gwangsin. Ia mendudukkan mereka, kemudian dua tangannya menempel di punggung dan mulai mengurut disertai pengerahan tenaga dalam. Tenaga panas yang disalurkan, membuat dua isterinya merintih kesakitan. Isi perut macam dibakar. Tak lama keduanya muntah lagi, memuntahkan air tuak yang berbusa.Melihat
Mei Lan terkejut melihat Jiu Long, "Oh kamu Kak Jiu Long, kau sudah sembuh, syukurlah! Kau baru datang rupanya, jago-jago kita sudah kalah semua, harapan tinggal pada pendeta Quan Bei. Tapi lihatlah sendiri, apa masih ada harapan?"Tadi sebelum Jiu Long tiba, sudah diselesaikan empat pertarungan. Kok Bun satu-satunya jago pihak lawan yang kalah, ia dikalahkan Antahuang. Jago-jago Himalaya lainnya menang meski pun lewat keunggulan tipis.Pak Beng mengalahkan dua lawan beruntun, Antahuang dan Liang Zhipu. Kemudian Liong Kam mengalahkan Dong Zhuo. Jago nomor satu Himalaya, Ladalinu mengalahkan pendekar Huangshan, Yue Jin dalam pertarungan yang paling seru. Dan kini yang sedang dihadapi pendeta Quan Bei adalah jago nomor dua Himalaya, Sin Thong.Jiu Long menoleh memandang Gwangsin dan Jen Ting yang ikut mendengar penuturan Mei Lan. Jiu Long seperti bisa membaca pikiran Jen Ting.Pikiran yang sama seperti apa yang ia pikirkan. Ia tak bisa berdiam diri, karena
Suasana penonton yang tadi begitu sunyi karena merasa prihatin atas kekalahan jago-jago negeri sendiri, berobah gaduh. Mereka yang pernah hadir di Wuwei dan Tajinan menyaksikan sepak terjang Jiu Long, kontan berseru, "Itu Jiu Long!"Dua bulan belakangan ini nama Jiu Long berkibar di dunia kependekaran, dia dikenal hampir semua pendekar silat. Kemenangan atas Zhang Ma dan sepasang pendekar Himalaya memang pantas jadi bahan kekaguman orang. Kemarin pun namanya disebut-sebut berkaitan kabar yang mengatakan ia gila lantaran melatih ilmu sesat.Sin Thong memandang Jiu Long dengan amarah luar biasa. Ia memaki dalam bahasa India. Jiu Long tertawa dingin, balas memaki dengan meniru ucapan Sin Thong. Amarah Sin Thong memuncak.Dari gebrakan Jiu Long tadi, Sin Thong tahu lawannya berilmu tinggi. Itu sebabnya sambil memaki, Sin Thong menyerang sengit. Sepasang pedangnya, mengarah empatbelas jalan darah Jiu Long. Melihat lawan begitu telengas, Jiu Long segera menge