Berita tentang pertarungan antara si Raja Iblis dan Jiu Long cepat menyebar ke seluruh penjuru. Pertarungan yang akan berlangsung pada bulan dua hari ketujuh di Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān itu, benar-benar menggemparkan rimba persilatan!
Hampir seluruh tokoh-tokoh persilatan baik dari golongan putih maupun golongan hitam, berdatangan menuju Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān. Mereka ingin menyaksikan pertarungan yang sangat jarang terjadi pada masa itu. Di mana dua orang tokoh sakti dari aliran yang berbeda akan mempertunjukkan ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jarang ada duanya di dunia persilatan.
Boleh dikatakan, tidak ada seorang pun tokoh persilatan yang rela melewatkan kesempatan itu. Baik pendekar-pendekar ternama maupun orang-orang yang hanya memiliki ilmu pas-pasan. Semuanya ingin menimba pengalaman dari kedua tokoh sakti yang sudah pasti akan mengeluarkan ilmu-ilmu tingginya. Beberapa hari sebelum waktu yang ditentukan tiba, desa-desa yang berada di sekitar Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān sudah banyak dikunjungi orang.
"Wah...! Pertarungan itu pasti akan seru sekali. Ini benar-benar sebuah tontonan yang sangat menarik," ujar seorang berkepala botak kepada teman seperjalanannya. Wajah orang itu kelihatan berseri-seri. Sepertinya ia lupa bahwa pertarungan itu adalah sebuah pertarungan antara hidup dan mati.
"Tentu saja akan ramai dan seru! Eh, menurutmu siapakah yang akan menang?" tanya temannya juga gembira.
"Apakah kau ingin mengajak bertaruh?" tanya orang itu lagi. Rupanya orang berkepala botak itu termasuk orang yang gemar berjudi. Tak mengherankan kalau ia selalu menggunakan setiap kesempatan atau apa saja untuk berjudi.
"Huh! Dasar otak judi!" bentak temannya yang mengenakan ikat kepala hitam sambil mencibir. "Eh, memangnya apa yang hendak kau pertaruhkan?" biarpun semula mencemooh, tapi akhirnya ia tertarik juga pada usul kawannya.
Salah seorang dari tiga laki-laki yang berjalan di belakangnya melangkah maju. Wajahnya yang bulat menjadi merah ketika mendengar perkataan kedua orang didepannya. "Hei! Apakah tidak ada pikiran lain dalam otak kalian selain judi?" bentak laki-laki itu sambil menuding ke arah dua laki-laki yang hendak bertaruh itu.
Tentu saja dua orang itu menjadi marah mendengar teguran lelaki itu yang terdengar kasar dan menyakitkan itu. Keduanya menggeram penuh kemarahan.
"He, muka bakpau! Apa pedulimu dengan urusan kami? Kalau kau tidak suka mendengarnya, ya sudah! Urus saja wajahmu yang seperti bakpau itu!" bentak orang yang berkepala botak tak mau kalah gertak. Sambil berkata demikian, tangannya meraba gagang golok yang tersembul di balik bajunya.
"Keparat! Kau kira aku takut melihat golok dapurmu!" sahut lelaki yang merasa tersinggung karena digertak lawan bicaranya itu. Tangan kanannya tahu-tahu sudah terulur menjambret leher baju orang itu.
Krep!
"Hekh...!" Entah karena gerakan tangannya yang terlalu cepat, atau memang orang berkepala botak tidak memiliki kepandaian, tahu-tahu tubuh orang itu sudah terangkat. Sepasang tangannya telah mencekik lehernya.
"Hm..., tikus busuk! Rupanya kau mau bertingkah di hadapanku!" geramnya yang sudah siap meremukkan batang leher orang berkepala botak itu.
"Adik, tahan!" tiba-tiba saja kakak seperguruannya yang sudah berdiri di sampingnya. Tangan Ranjalu segera mencekal tangan adik seperguruannya. "Sabarlah, jangan turuti emosimu."
Guntara berpaling sejenak memandang wajah kakak seperguruannya. Sinar matanya yang semula tajam, pelahan kembali lembut. Jari-jari tangannya mengendur. Tubuh orang berkepala botak itu lalu didorongnya hingga terjerembab di tanah. "Hm..., kali ini kau kuampuni. Tapi ingat! Sekali lagi kau membicarakan soal perjudian di depanku, akan kuremukkan batok kepalamu!" ancamnya bengis.
Setelah berkata demikian, ia pun berlalu. Tinggallah si botak dan kawannya terpaku dengan wajah pucat. Keduanya hanya dapat memandangi punggung ketiga tokoh persilatan yang telah melanjutkan perjalanannya.
"Untunglah orang itu dapat dijinakkan kawannya. Kalau tidak, kepala botakmu pasti sudah diremukkan orang galak itu," ujar kawan si botak seraya menarik napas lega.
"Ah, sudahlah!" sahut laki-laki yang berkepala botak sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengusir lalat yang mengganggunya. Tanpa banyak cakap lagi, ia pun segera melanjutkan perjalanannya.
* * *
Mentari semakin tenggelam di kaki langit sebelah barat. Menjadikan suasana di Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān terasa agak dingin. Angin bertiup kencang, seakan-akan hendak menyapu orang-orang yang kini berdiri memutari panggung besar. Panggung itu masih sepi. Tak ada seorang pun yang naik ke atas. Semuanya menunggu kehadiran orang yang mengundang mereka. Sekaligus menunggu kedatangan Jiu Long."Ha ha ha...!"Suara tawa yang berkepanjangan dan mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi itu, terus bergema hingga menimbulkan ketegangan di hati para tokoh rimba persilatan yang berkumpul di tempat itu. Sehingga untuk beberapa saat lamanya keadaan di sekitar Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān terasa mencekam.Belum lagi gema suara tawa itu lenyap, tampak sesosok tubuh tinggi besar berkelebat diiringi hawa dingin menusuk. Sengaja dijejakkan kakinya kuat-kuat hingga menimbulkan getaran yang membuat tanah di sekitarnya bagai dilanda gempa."Raja Iblis...!" beberapa tokoh golongan putih be
"Baiklah! Lihat serangan...!" seru Jiu Long yang segera melesat, melancarkan sebuah serangan yang menimbulkan suara mencicit tajam. Angin dingin berhembus keras hingga terasa sampai ke tulang sum-sum.Wuuut!"Hm...!" Raja Iblis mendengus kasar seraya memiringkan tubuhnya ke kiri hingga serangan Jiu Long luput. Begitu serangan Jiu Long itu lewat, secepat kilat kakinya mencelat menghantam lambung lawannya.Wuttt! Dukkk!"Uhhh...!" Keduanya terjajar mundur hingga beberapa tombak ke belakang.Jiu Long meringis menahan sakit pada lengannya. Meskipun berhasil ditangkisnya tendangan lawan, namun tulang lengannya terasa nyeri dan linu. Cepat-cepat dikempos seluruh tenaga saktinya untuk mengurangi rasa sakit di lengannya. Sedangkan Raja Iblis, meskipun sempat terjajar mundur akibat tangkisan lawannya, namun dia sama sekali tidak menderita rasa nyeri. Dari sini sudah dapat disimpulkan kalau tenaga dalam Raja Iblis masih lebih unggul dibanding Jiu Long. Pantaslah kalau Raja Iblis itu merasa yaki
Baru saja Raja Iblis melangkah sejauh delapan tindak, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan yang disusul berkelebatnya sosok bayangan ramping yang langsung menyerangnya."Kakek iblis, rasakan tajamnya pedangku!" bentak sosok ramping itu marah."Hm..., pergilah!" bentak Raja Iblis sambil menggerakkan tangannya ke belakang. Tahu-tahu sepasang kecer bergerigi sudah tergenggam di tangannya. Secepat diambilnya senjata itu, secepat itu pula digerakkan senjatanya menangkis serangan orang itu.Trang!"Ihhh...!" Sosok ramping itu terdorong ke belakang diiringi seruan kaget. Seruannya begitu nyaring dan merdu. Menilik dari suaranya, sosok itu pastilah seorang wanita. Kini sosok ramping itu tersungkur tidak jauh dari tempat Jiu Long."Adik Gwangsin..!" Jiu Long berseru parau menyebut nama sosok yang terpisah hanya dua tombak di samping kirinya. Rasa gembira dan cemas terbayang di wajahnya yang pucat itu. Dengan susah payah Jiu Long berusaha bangkit mendekati kekasih hatinya.Sosok ramping tadi mem
"Lihat pedang! Haiiit...!" teriak Gwangsin melengking. Begitu si Raja Iblis semakin mendekat, gadis itu langsung menerjang. Pedang hitamnya menderu tajam diiringi hawa maut.Raja Iblis yang sudah menyimpan senjatanya, hanya tertawa bergelak melihat serangan Gwangsin. Kakek tinggi besar itu merendahkan kuda-kudanya sedikit disertai egosan tubuhnya. Ketika pedang hitam itu lewat di atas kepalanya, tangan kanannya sudah terulur menjambret bagian dada gadis itu. Tentu saja Gwangsin tidak sudi dadanya disentuh tangan kakek iblis itu. Cepat ia melompat mundur sambil melepaskan sebuah tendangan ke arah lawan.Bukkk!"Ihhh...!" Tendangan Gwangsin memang tepat mengenai sasaran. Tapi alangkah terkejutnya gadis itu ketika merasakan telapak kakinya bagai menghantam lempengan baja yang panas dan sangat kuat. Ternyata bukan kakek itu yang terlempar, malah sebaliknya ia sendiri yang terdorong hingga beberapa tombak jauhnya. Wajah gadis itu meringis menahan rasa nyeri dan panas pada telapak kakinya.
"Jangaaan...! Biadaaab...!" Jiu Long berteriak-teriak sambil meremas-remas rerumputan. Wajahnya menyeringai menahan rasa sakit yang menusuk hatinya.Mendadak alam yang semula cerah berubah gelap pekat! Angin dingin bertiup keras hingga membuat pepohonan di tempat itu berderak-derak hendak roboh. Api-api obor yang semula menerangi tempat itu langsung padam tertiup angin berhawa dingin.Jiu Long menengadahkan kepalanya ke atas memandang perubahan alam yang begitu tiba-tiba. Satu keanehan pun dialaminya! Mula-mula sekujur tubuh pemuda itu bergetar hebat! Jiu Long itu terbelalak ngeri ketika merasakan suatu tenaga dahsyat menerobos masuk ke dalam tubuhnya.Hawa yang maha dahsyat itu terus bergolak dan menyatu dengan pusat tenaga saktinya. Makin lama dirasakan tubuhnya semakin membengkak bagaikan sebuah balon yang ditiup. Jiu Long semakin terbelalak ngeri. Dirasakan kerongkongannya bagaikan tersumbat oleh aliran hawa mukjizat itu."Heeeaaa...!!" Tanpa sadar pemuda itu meraung dahsyatDan,
Di masa itu. Situasi keamanan di Dataran Tengah Tiongkok memanas. Dua pihak yang bertentangan sama-sama menghimpun kekuatan. Di satu pihak, Kerajaan Kaisar Timur yang diperintah oleh Kaisar Giok Timur di pihak lain, Kerajaan Kaisar Barat yang diperintah oleh Kaisar Giok Barat.Perang besar sudah di depan mata. Tidak hanya melibatkan ribuan prajurit tapi juga para pendekar yang berilmu tinggi. Hampir seluruh pendekar ternama di dataran tengah ikut terlibat dengan bermacam alasan. Ada yang karena kesetiaan dan keyakinan. Ada yang terpikat janji dan iming-iming materi.Waktu itu banyak penduduk dan pemimpin agama dari Dinasti Giok Timur menyeberang dan mengabdi ke Dinasti Giok Barat. Sebagian mereka tidak puas terhadap kebijakan Kaisar Giok Timur, sebagian lain melihat masa depan yang lebih menjanjikan di Dinasti Giok Barat. Kaisar Giok Timur marah-marah. Kaisar Giok Barat tertawa senang. Amarah Kaisar Giok Timur makin menjadi mendengar berita Kaisar Giok Barat telah menobatkan diri seb
Tong Zongchang tersenyum licik. "Dia pasti akan melakukan itu, dia telah kubekali racun pelemas tulang yang reaksinya cepat. Jika dia menabur bubuk itu di sore hari kemungkinan besar sebagian mereka sudah mulai keracunan di waktu malam. Biasanya mereka akan ngantuk dan tidur. Selama mereka tidak berlatih silat, mereka tidak akan sadar tubuhnya sudah keracunan. Pada dini hari saat kita menyerang, barulah mereka merasakan tubuhnya lemas. Saat itu sudah terlambat untuk suatu penyembuhan. Ya, rencana ini membuat kita tak perlu membuang banyak tenaga."Semua orang yang mendengar tertawa senang. Mendadak terdengar suara protes, nadanya ketus. "Itu bukan ksatria, itu perilaku pengecut, aku tidak setuju rencana itu. Mengapa harus pakai cara meracuni lawan dengan pelemas tulang, aku sendiri mampu mengalahkan orang-orang Partai Naga Emas, termasuk ketuanya Sun Zuolin dan adik-adiknya itu."Lelaki itu berusia separuh abad, dia pendekar asing asal dari pegunungan Himalaya, negeri India. Namanya T
Yun Ching menoleh sekeliling, tak ada orang yang memerhatikan. Dia berbalik arah menuju gudang tempat penyimpanan air minum dan bahan makanan. Ada beberapa guci besar penuh berisi air minum. Hati-hati ia membuka tutup guci dan menabur bubuk. Semua guci dan kendi sudah dicampurnya dengan racun pelemas.”Sekarang masih sore jika diminum saat makan malam maka racun akan bereaksi tengah malam. Nah, rasakan balas dendam atas kematian keluargaku”, gumamnya disertai senyum licik.Hari masih pagi matahari baru saja terbit. Embun dan kabut masih bergayut di pekarangan bagian belakang istana Kaisar Giok Timur, Seorang lelaki berusia sekitar tiga puluh limaan sedang bermain-main dengan anak laki-laki yang berusia sekitar delapan tahun. Lelaki itu, Tian Shan pendekar yang memiliki ilmu ringan tubuh paling hebat di dunia persilatan.Tian Shan adalah murid tunggal pendekar gunung Huang Yue Jin yang di rimba persilatan tidak tertandingi ilmu ringan tubuhnya. Tian S