Baru saja Raja Iblis melangkah sejauh delapan tindak, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan yang disusul berkelebatnya sosok bayangan ramping yang langsung menyerangnya.
"Kakek iblis, rasakan tajamnya pedangku!" bentak sosok ramping itu marah.
"Hm..., pergilah!" bentak Raja Iblis sambil menggerakkan tangannya ke belakang. Tahu-tahu sepasang kecer bergerigi sudah tergenggam di tangannya. Secepat diambilnya senjata itu, secepat itu pula digerakkan senjatanya menangkis serangan orang itu.
Trang!
"Ihhh...!" Sosok ramping itu terdorong ke belakang diiringi seruan kaget. Seruannya begitu nyaring dan merdu. Menilik dari suaranya, sosok itu pastilah seorang wanita. Kini sosok ramping itu tersungkur tidak jauh dari tempat Jiu Long.
"Adik Gwangsin..!" Jiu Long berseru parau menyebut nama sosok yang terpisah hanya dua tombak di samping kirinya. Rasa gembira dan cemas terbayang di wajahnya yang pucat itu. Dengan susah payah Jiu Long berusaha bangkit mendekati kekasih hatinya.
Sosok ramping tadi memang Gwangsin. Ia yang ikut menyaksikan pertarungan itu bergegas menyeruak diantara kerumunan tokoh-tokoh persilatan ketika melihat tubuh Jiu Long terduduk lemah. Tanpa mempedulikan keselamatan dirinya sendiri, gadis itu langsung menyerang Raja Iblis yang tengah menghampiri Jiu Long. Gwangsin menoleh ketika mendengar panggilan Jiu Long. Namun sinar matanya terlihat dingin dan tak berperasaan.
Jiu Long semakin terharu ketika melihat cairan merah mengalir dari sela-sela bibir wanita yang dicintainya. Meskipun sinar mata Gwangsin terlihat dingin, namun Jiu Long tahu kalau gadis itu masih mencintainya.
Kalau tidak, mengapa dia menolongnya. Kedatangan kekasihnya membangkitkan semangat Jiu Long. Kini Jiu Long itu sudah berdiri sambil mencabut pedang yang melilit di pinggangnya. Tanpa mempedulikan lukanya, dipalingkan wajahnya ke arah Raja Iblis. Saat itu Gwangsin pun sudah bangkit berdiri. Pedang hitamnya dilintangkan di depan dada. Sesekali terlihat seringai dibibirnya.
"Adik Gwangsin, kau menyingkirlah! Biar kuhadapi kakek iblis itu. Bukan aku tidak menghargai bantuanmu, Adik Gwangsin. Tapi aku tidak ingin dikatakan sebagai pengecut yang berlindung kepada seorang wanita," pinta Jiu Long lembut sambil menatap wajah kekasihnya penuh permohonan.
Memaklumi ucapan Jiu Long yang mengandung kebenaran itu, Gwangsin bergegas mundur meskipun dengan hati berat. Sekilas terlintas sinar kehangatan pada sepasang matanya ketika beradu pandang dengan mata Jiu Long. Setelah Gwangsin mundur, Jiu Long menggerakkan pedangnya hingga menimbulkan angin berkesiutan. Dengan jurus 'Naga Berputar di Awan', tubuh pemuda itu berputar terselimut gulungan sinar pedang yang menyilaukan mata.
Raja Iblis tertawa tergelak seraya melesat menyambut serangan Jiu Long. Pertempuran pun kembali berlangsung sengit! Saat itu malam telah menjelang. Para tokoh persilatan yang menyaksikan pertarungan telah menyalakan puluhan batang obor. Suasana lembah yang seharusnya gelap, kali ini menjadi terang benderang. Pada jurus yang ketujuh puluh tujuh, Raja Iblis memperhebat serangannya. Sepasang kecer bergeriginya berkelebatan di sekeliling tubuh lawannya. Jiu Long mulai terdesak hebat sehingga tidak mempunyai peluang lagi untuk balas menyerang.
Bret! Bret!
"Aaakh...!" Tepat memasuki jurus ketujuh puluh delapan, Jiu Long tak sempat lagi menghindari dua buah sambaran kecer bergerigi lawan. Tubuh pemuda itu terjajar mundur sejauh dua tombak. Pada bagian dada dan perutnya tampak luka memanjang yang mengalirkan darah segar. Untunglah lukanya tidak terlalu dalam. Rupanya Jiu Long masih sempat memiringkan tubuhnya sehingga serangan lawan tidak terlalu telak mengenai tubuhnya. Raja Iblis tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi tubuh lawannya terhuyung, di-kirimkannya sebuah tendangan ke dada pemuda itu.
Dan....
Bret! Bret!
"Aaakh…!" Tepat memasuki jurus ketujuh puluh delapan, Jiu Long tak sempat lagi menghindari dua buah sambaran kecer Raja Iblis. Pada bagian dada dan perutnya tampak luka memanjang yang mengalirkan darah segar!
Desss!
"Huakkk...!" Tubuh Jiu Long terlempar keras kebelakang. Telapak kaki Raja Iblis yang besar dan mengandung tenaga dalam yang amat kuat, telak menghantam dadanya. Darah segar menyembur membasahi tanah berumput maupun pakaiannya. Jiu Long itu merintih menahan rasa sakit dan panas yang membakar dadanya. Lapisan kabut keemasan yang selalu menyelimuti tubuhnya, kini lenyap akibat luka-luka yang dideritanya.
"Kakak...!" Gwangsin berlari menubruk tubuh Jiu Long yang tengah berusaha duduk. Dipeluknya pemuda yang dicintainya itu. Kemarahan yang selama ini menguasai hatinya, luluh seketika melihat kekasihnya berada dalam keadaan sekarat. Dengan wajah bersimbah air mata, gadis jelita itu membelai-belai wajah kekasihnya yang pucat bagai mayat.
"Ha ha ha... Jiu Long, apakah pada saat menjelang kematianmu, kau ingin berlindung di balik kehangatan tubuh seorang gadis?" Raja Iblis tertawa mengejek.
"Adik Gwangsin. Kau.. kau pergilah! Pertarungan ini belum selesai. Aku.. aku harus menepati janjiku untuk bertarung melawan kakek iblis itu sampai salah seorang di antara kami tewas!" ujar Jiu Long tersendat.
"Tidak, Kakak! Aku tidak peduli dengan anggapan tokoh-tokoh persilatan yang mungkin akan mengejekmu. Aku akan tetap bersamamu hidup atau mati!"
Gwangsin membantah keras. Sambil berkata demikian, gadis itu mencabut pedang hitamnya, siap melindungi kekasihnya walau menghadapi raja maut sekali pun!
"Ha ha ha..., lihatlah! Seekor kijang muda yang mulus mencoba menggertak sang harimau untuk melindungi pasangannya," seru Raja Iblis sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Selintas terlihat sinar kebuasan dari sepasang matanya. Setelah berkata demikian, dilangkahkan kakinya menghampiri sepasang kekasih yang siap menanti maut itu.
"Lihat pedang! Haiiit...!" teriak Gwangsin melengking. Begitu si Raja Iblis semakin mendekat, gadis itu langsung menerjang. Pedang hitamnya menderu tajam diiringi hawa maut.Raja Iblis yang sudah menyimpan senjatanya, hanya tertawa bergelak melihat serangan Gwangsin. Kakek tinggi besar itu merendahkan kuda-kudanya sedikit disertai egosan tubuhnya. Ketika pedang hitam itu lewat di atas kepalanya, tangan kanannya sudah terulur menjambret bagian dada gadis itu. Tentu saja Gwangsin tidak sudi dadanya disentuh tangan kakek iblis itu. Cepat ia melompat mundur sambil melepaskan sebuah tendangan ke arah lawan.Bukkk!"Ihhh...!" Tendangan Gwangsin memang tepat mengenai sasaran. Tapi alangkah terkejutnya gadis itu ketika merasakan telapak kakinya bagai menghantam lempengan baja yang panas dan sangat kuat. Ternyata bukan kakek itu yang terlempar, malah sebaliknya ia sendiri yang terdorong hingga beberapa tombak jauhnya. Wajah gadis itu meringis menahan rasa nyeri dan panas pada telapak kakinya.
"Jangaaan...! Biadaaab...!" Jiu Long berteriak-teriak sambil meremas-remas rerumputan. Wajahnya menyeringai menahan rasa sakit yang menusuk hatinya.Mendadak alam yang semula cerah berubah gelap pekat! Angin dingin bertiup keras hingga membuat pepohonan di tempat itu berderak-derak hendak roboh. Api-api obor yang semula menerangi tempat itu langsung padam tertiup angin berhawa dingin.Jiu Long menengadahkan kepalanya ke atas memandang perubahan alam yang begitu tiba-tiba. Satu keanehan pun dialaminya! Mula-mula sekujur tubuh pemuda itu bergetar hebat! Jiu Long itu terbelalak ngeri ketika merasakan suatu tenaga dahsyat menerobos masuk ke dalam tubuhnya.Hawa yang maha dahsyat itu terus bergolak dan menyatu dengan pusat tenaga saktinya. Makin lama dirasakan tubuhnya semakin membengkak bagaikan sebuah balon yang ditiup. Jiu Long semakin terbelalak ngeri. Dirasakan kerongkongannya bagaikan tersumbat oleh aliran hawa mukjizat itu."Heeeaaa...!!" Tanpa sadar pemuda itu meraung dahsyatDan,
Di masa itu. Situasi keamanan di Dataran Tengah Tiongkok memanas. Dua pihak yang bertentangan sama-sama menghimpun kekuatan. Di satu pihak, Kerajaan Kaisar Timur yang diperintah oleh Kaisar Giok Timur di pihak lain, Kerajaan Kaisar Barat yang diperintah oleh Kaisar Giok Barat.Perang besar sudah di depan mata. Tidak hanya melibatkan ribuan prajurit tapi juga para pendekar yang berilmu tinggi. Hampir seluruh pendekar ternama di dataran tengah ikut terlibat dengan bermacam alasan. Ada yang karena kesetiaan dan keyakinan. Ada yang terpikat janji dan iming-iming materi.Waktu itu banyak penduduk dan pemimpin agama dari Dinasti Giok Timur menyeberang dan mengabdi ke Dinasti Giok Barat. Sebagian mereka tidak puas terhadap kebijakan Kaisar Giok Timur, sebagian lain melihat masa depan yang lebih menjanjikan di Dinasti Giok Barat. Kaisar Giok Timur marah-marah. Kaisar Giok Barat tertawa senang. Amarah Kaisar Giok Timur makin menjadi mendengar berita Kaisar Giok Barat telah menobatkan diri seb
Tong Zongchang tersenyum licik. "Dia pasti akan melakukan itu, dia telah kubekali racun pelemas tulang yang reaksinya cepat. Jika dia menabur bubuk itu di sore hari kemungkinan besar sebagian mereka sudah mulai keracunan di waktu malam. Biasanya mereka akan ngantuk dan tidur. Selama mereka tidak berlatih silat, mereka tidak akan sadar tubuhnya sudah keracunan. Pada dini hari saat kita menyerang, barulah mereka merasakan tubuhnya lemas. Saat itu sudah terlambat untuk suatu penyembuhan. Ya, rencana ini membuat kita tak perlu membuang banyak tenaga."Semua orang yang mendengar tertawa senang. Mendadak terdengar suara protes, nadanya ketus. "Itu bukan ksatria, itu perilaku pengecut, aku tidak setuju rencana itu. Mengapa harus pakai cara meracuni lawan dengan pelemas tulang, aku sendiri mampu mengalahkan orang-orang Partai Naga Emas, termasuk ketuanya Sun Zuolin dan adik-adiknya itu."Lelaki itu berusia separuh abad, dia pendekar asing asal dari pegunungan Himalaya, negeri India. Namanya T
Yun Ching menoleh sekeliling, tak ada orang yang memerhatikan. Dia berbalik arah menuju gudang tempat penyimpanan air minum dan bahan makanan. Ada beberapa guci besar penuh berisi air minum. Hati-hati ia membuka tutup guci dan menabur bubuk. Semua guci dan kendi sudah dicampurnya dengan racun pelemas.”Sekarang masih sore jika diminum saat makan malam maka racun akan bereaksi tengah malam. Nah, rasakan balas dendam atas kematian keluargaku”, gumamnya disertai senyum licik.Hari masih pagi matahari baru saja terbit. Embun dan kabut masih bergayut di pekarangan bagian belakang istana Kaisar Giok Timur, Seorang lelaki berusia sekitar tiga puluh limaan sedang bermain-main dengan anak laki-laki yang berusia sekitar delapan tahun. Lelaki itu, Tian Shan pendekar yang memiliki ilmu ringan tubuh paling hebat di dunia persilatan.Tian Shan adalah murid tunggal pendekar gunung Huang Yue Jin yang di rimba persilatan tidak tertandingi ilmu ringan tubuhnya. Tian S
Jiu Biao melonjorkan kaki. Dia menarik nafas panjang. "Zsu Tsu, hari-hari belakangan ini hatiku tidak tenteram, aku memikirkan Jiu Long. Aku kawatir mimpiku itu menjadi nyata." Dia memandang isterinya dengan penuh rasa cinta. Keduanya berpelukan. "Aku kawatir akan nasib Jiu Long, jika sampai kita kalah atau kita mati terbunuh dalam perang.""Kakak, kita tidak mungkin kalah. Sehebat apa pun pasukan Dinasti Giok Barat, kita tetap akan memenangkan perang," tukas wanita itu dengan semangat berapi-api.Dia mengerutkan kening dan menatap isterinya. "Dalam perang apa saja bisa terjadi. Sulit meramalkan siapa lebih kuat dan siapa bakal menang. Terkadang pasukan yang menang pun banyak kehilangan prajurit dan punggawa. Jika kita kalah perang, kamu harus pergi meninggalkan medan perang, selamatkan dirimu dan kembalilah ke istana menyelamatkan Jiu Long. Jangan biarkan dia terluka atau menjadi tawanan musuh."Zsu Tsu merenggangkan tubuhnya, memandang mesra suaminya. Matanya
Partai Naga Emas suatu perguruan besar. Sudah menjadi tradisi turun temurun sejak cikal bakal Zhang He mendirikan perguruan itu di jaman raja sebelumnya, Partai Naga Emas selalu mengirim anak muridnya untuk mengabdi istana. Dalam beberapa kejadian, murid-murid Partai Naga Emas ini menjadi punggawa kerajaan tidak resmi yang setiap saat siap membela istana dari ancaman luar.Tanah Partai Naga Emas cukup luas. Di rimba kependekaran dataran tengah, Partai Naga Emas tergolong perguruan paling berpengaruh dan disegani orang. Murid yang berguru di perguruan itu mencapai seratus limapuluhan. Sebagian di antaranya mengabdi di istana Kaisar Giok Timur. Dalam situasi panas membara dan perang sudah bergayut di depan mata, sekitar lima puluh murid Partai Naga Emas berada di istana. Siap membela istana. Sebagian lainnya masih tinggal di perguruan namun sudah siap-siap berangkat membela kerajaan.Sore menjelang malam Ketua Partai Naga Emas, Sun Zuolin, duduk bersama adik seperguruannya, Wei Hu. Dua
Dua tokoh itu kemudian bersemadi mengatur tenaga dalam. Keduanya terkejut karena tenaga dalam tak bisa disalurkan. Ada sesuatu dalam tubuh yang menghalangi mengalirnya tenaga batin. Semakin dilawan semakin tubuh merasa lemas. Tanpa sadar Wei Hu berkata sambil menatap kakaknya, "Ada apa dengan tenagaku?" Sesaat Sun Zuolin sadar, ia berseru, "Kakak, jangan kerahkan tenaga, ini racun pelemas tulang, makin kita lawan makin kita keracunan." Shao Liuyen, laki-laki muda bertubuh kekar masuk menghadap dengan tergesa-gesa. Dia melapor beberapa murid tak bisa melakukan semadi. Ada gangguan dalam tubuh yang menghambat pengerahan tenaga dalam Tapi dia sendiri tidak keracunan. Sun Zuolin memanggil semua murid berkumpul. Dia menanyakan siapa saja yang kena racun. Sebagian murid melangkah ke depan Hampir separuh dari mereka, keracunan. "Racun itu dicampur dalam makanan dan minuman, bagi murid yang belum keracunan, sekarang ini jangan makan dan minum," tegas Sun Zuolin. Tadi dia dan Wei Hu telah m
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d