"Kakak, kamu memikirkan Jiu Long, dia sekarang ketua Partai Naga Emas yang mungkin akan melupakan kamu, benar kan?"Jen Ting memandang heran pada adik seperguruan ini. "Bagaimana kamu bisa menebak jitu?"Im ji hye menghela nafas, duduk menyandar kepalanya ke pundak Jen Ting. "Kakak, aku juga sering memikirkan nasibku kalau kelak menjadi isteri raja. Yuan Shu suatu hari pasti akan menjadi raja. Seorang raja di dataran tengah harus memiliki banyak selir. Dan aku harus menerima kenyataan ini, rela melihat suamiku membagi cintanya kepada perempuan lain. Bukan itu saja, suamiku juga bukan milikku lagi, dia milik kerajaan, milik rakyat, dia harus menyisihkan banyak waktu untuk kerajaan dan rakyatnya. Aku mungkin hanya kebagian sisa waktunya yang lowong. Keadaanmu dengan Jiu Long masih jauh lebih ringan ketimbang yang kuhadapi, kakak." Jen Ting terkejut, ia menatap Im ji hye dengan nanar. "Tetapi kamu tahu dari mana kalau aku sedang memikirkan Jiu Long?""Aku perempuan, kakak. Aku melihat w
"Hidup ini cuma mengenal dua sisi. Mimpi dan kenyataan. Kalau sedang memburu sesuatu yang kita inginkan, itu namanya mengejar mimpi. Kalau gagal, kita tidak rugi, sebab kita cuma kehilangan mimpi. Lain hal kalau kehilangan sesuatu yang sudah dalam genggaman, yang sudah kita miliki. Itu namanya rugi. Kata guru, kejarlah mimpi dengan ngotot dan kerja keras, hasilnya bisa gagal, bisa sukses. Kalau gagal jangan putus asa. Di sisi lain kita harus ngotot dan berupaya keras mempertahankan apa yang sudah menjadi milik kita. Dalam hal ini kita tak boleh gagal, kita harus berjuang keras mempertahankannya!"Jen Ting memandang Im ji hye dengan takjub. "Dari mana kau peroleh pelajaran hidup itu?""Siapa lagi kalau bukan guru Liu Xing. Kamu tahu, kakak, guruku itu pernah mencintai seorang gadis pendekar, tetapi dia telah menyia-nyiakan kesempatan mendapatkan gadis itu sebagai isteri. Dia menyesal, itu sebab sampai sekarang dia tak mau terikat oleh seorang wanita pun, padahal di istana banyak gadis
Jen Ting berseru perlahan, "Itu syair Maut!" "Tiga kali syair dinyanyikan Berarti malam ini sebelum fajar menyingsing, ada tiga orang yang jiwanya bakal melayang di rumah ini. Sungguh temberang si syair Maut, tidak tahukah dia bahwa di rumah ini berkumpul banyak jago dari kalangan kelas atas?" Kata-kata Jen Ting itu semakin membuat Mei Hwa bingung.Tetapi gadis Himalaya itu tak sempat bertanya lebih lanjut. Terdengar suara Dong Zhuo membelah kesunyian malam yang sudah mulai hangat suasananya. "Harap semua orang berkumpul di ruang tengah! Kita bentuk lingkaran dengan setiap orang menghadap keluar."Ruangan itu memang besar dan luas. Semua orang sudah berkumpul di ruang tengah. Seluruhnya terhitung tigapuluh tujuh orang, termasuk tuan rumah dan keluarganya, Dong Zhuo mendudukkan cucunya di dekatnya. "Nona, kau tak boleh berpisah dengan kakek, biar sesaat pun! Ingat itu, Nona”Dong Zhuo memandang semua orang. Di situ ada Yu Jin, Liu Xing, Liang Zhipu, Tian Sh
Tian Shan memandang Jiu Long yang kebetulan sedang menatapnya. Hampir tujuh purnama silam dia bertiga Yu Jin dan Jiu Long menghadapi situasi sama. Waktu itu si syair Maut berhasil memenuhi kebiasaannya, membunuh orang sesuai jumlah syair yang dia tembangkan. Apakah kali ini ia juga akan berhasil lagi membunuh orang sesuai keinginannya?Tian Shan berjalan hilir mudik, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia bertanya kepada muridnya, "Ketika tadi bertempur dengan perempuan Himalaya itu, apakah kau temukan sesuatu yang aneh, Jiu Long?”"Tidak, tak ada yang aneh guru!" Mata Jiu Long melihat Gwangsin dan Jen Ting yang duduk jauh dari tempatnya. Ia menggapai dua gadis itu agar duduk di dekatnya. Dua perempuan itu beranjak mendekati tempat Jiu Long.Tian Shan melanjutkan pembahasannya, hanya berdua Jiu Long, tak ada orang yang mendengarnya karena pembicaraan dilakukan dengan ilmu pendam suara. "Maksudku begini, setahun lalu kita bertiga bersama Kak Y
Jiu Long berdiam, mencoba mengingat-ingat. Saat itu semua orang diam, masing-masing sibuk menata diri, mempersiapkan tenaga menghadapi serangan yang mendadak dari iblis pencabut nyawa itu. Jiu Long bertanya pada gurunya, "Guru, kenapa kau mencurigai perempuan dari negeri Himalaya itu?"Tetapi sebelum dia menjawab, dia terkejut dengan kehadiran Mei Hwa yang melangkah mendekatinya dan duduk di sampingnya. "Pendekar Tian Shan, siapa orang yang menyanyi tadi, mengapa semua orang panik dan bersiap-siap seperti mau bertarung?"Pendekar ini terkejut mendengar pertanyaan Mei Hwa, ia heran melihat sikap wanita himalaya ini yang memperlihatkan perhatian kepadanya. Ia menjawab dengan tersenyum "Penyanyi syair itu adalah pembunuh kejam, dia selalu membunuh dengan terlebih dahulu menyanyikan syair tersebut, tadi tiga kali dia mengulang syair itu artinya dia akan membunuh tiga orang di antara kita, dan itu akan dia lakukan sebelum fajar menyingsing."Tian Shan menoleh kepada
Mei Hwa masih mau bertanya, tetapi dicegah oleh Tian Shan. Karena saat itu dia melihat Jiu Long berjalan keluar menuju alam terbuka.Gerak gerik Jiu Long tidak luput dari pengamatan Jen Ting dan Gwangsin. Keduanya saling memberi isyarat, keduanya mengikuti Jiu Long melangkah keluar. Jen Ting bertanya. "Jiu Long, mau ke mana kau?" Ada rasa khawatir dalam getar suaranya.Jiu Long menoleh, dia menggapai dua kekasihnya itu. Ketiganya menjauh dari rumah besar. Dua perempuan itu terkejut ketika Jiu Long tertawa, menggunakan tenaga dalam. Tertawanya, khas tertawa Lembah Kera. Tawa itu berkumandang ke segala penjuru, panjang bergelombang, jernih dan lepas. Jiu Long sengaja menggunakan tenaga Angin Es dan Api sehingga siapa pun yang mendengar pasti akan meleletkan lidah kagum akan kekuatan tenaga dalam Jiu Long. Bahkan tokoh seperti Liang Zhipu, dan Dong Zhuo, sampai terpaku di tempatnya.Mendadak tertawa itu terhenti, saat berikutnya terdengar su
Malam sunyi sepi. Tak lama terdengar suara syair dinyanyikan orang. Makin lama suara syair makin menjauh sampai akhirnya lenyap ditelan kebisuan malamTian Shan tampak kesal. "Mereka sudah pergi!"Dong Zhuo dan Yu Jin hampir bersamaan menyahut, "Tak boleh percaya. Kita harus tetap waspada dan tetap berkumpul bersama-sama di ruangan ini."Mei Hwa menegur Tian Shan. "Kenapa kau kesal, Kakak. Dengan perginya iblis pembunuh kan kita tak perlu bertempur lagi."Tian Shan menatap wajah cantik di depannya. Ia tak bisa menyembunyikan perasaan tertariknya. Dua kali gadis itu memanggilnya Kakak. Agak gugup Tian Shan menjawab. "Benar katamu. Tapi aku khawatir keselamatan Jiu Long dalam pertarungannya dengan dua orang itu.""Kamu tak usah khawatir. Muridmu itu memiliki ilmu yang jarang bisa dicari bandingannya. Tenaga dalam seperti itu di negeriku mungkin hanya dimiliki oleh ketua Ladalinu saja. Tetapi Kak, jika muridmu sebegitu hebatnya tentu kamu sebagai guru
Tian Shan terkesiap. Ia bertanya-tanya, apakah gadis cantik ini menyatakan perasaan cinta kepadanya? Ia masih gugup ketika Mei Hwa menggenggam tangannya dan menarik menjauh dari orang-orang. "Kakak Tian Shan, ketika kamu menolong kami dari keroyokan penjahat, kamu sudah memeluk tubuhku. Terus terang selama ini, tubuhku belum pernah dipeluk seorang lelaki. Aku mau tanya, kamu harus jawab jujur, kamu bisa melakukan pertolongan itu tanpa harus memeluk aku, kenapa kamu memeluk aku?"Tian Shan tersenyum "Mei Hwa, aku tahu kamu punya ilmu yang mungkin tidak berada di bawah tingkatanku, mengapa kamu tidak menghajar penjahat itu, tetapi pura-pura lemah dan memberi kesempatan aku menolongmu, kamu juga tidak berontak malah membiarkan aku memelukmu?"Mei Hwa tersipu-sipu. Ia merunduk. "Aku yang bertanya dulu, kamu tak boleh balik bertanya, kamu harus menjawabnya dulu."Tian Shan menoleh sekeliling. Tak ada orang yang memerhatikan. Ia memegang tangan Mei Hwa, menciumi tanga
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d