"Apa katamu? Yun Ching?"
"Ya, Yun Ching murid Kakak Sun Zuolin, dialah pengkhianat yang disebut-sebut meracuni gudang makanan dan air minum perguruan kita. Ceritanya panjang, adikku."
Pertemuan yang tak disangka-sangka itu cukup menggembirakan semua orang. Bersama Liu Xing adalah Yuan Shu, Shu han dan Im ji hye serta delapan pendekar Dinasti Giok Barat. Yang seorang lagi dikenal sebagai Liang Zhipu, tokoh sakti yang serba misterius. Jiu Long dan Jen Ting memberi hormat kepada Liu Xing.
Tampak oleh Jiu Long mata Liu Xing yang penuh penyesalan bercampur malu ketika menerima sungkem Jen Ting. Agak serak suara Liu Xing ketika mengucap kata maaf. "Sudah lama tak pernah ketemu, Jen Ting, maafkan aku, maafkan pamanmu ini."
Jen Ting tetap merunduk, tak berani dan enggan melihat wajah paman gurunya itu. Ia masih membayang perlakuan lelaki itu setiap menikmati pelampiasan birahi atas tubuhnya. Ada rasa jijik di mata Jen Ting dan ia tak ingin memperlihatkan rasa jij
Esok harinya masih banyak tamu lain yang berdatangan. Dari pagi sampai sore tak pernah putus. Senja itu Jiu Long seorang diri berkeliling di sekitar kaki gunung. Tiba-tiba ia terkejut melihat empat orang berjalan berpapasan dengannya. Tanpa sadar ia berseru, "Gwangsin"Gadis itu memang Gwangsin. Gadis itu lari menyongsong Jiu Long. Ia melompat memeluk Jiu Long. "Jiu Long, kamu masih hidup!"Sesaat kemudian Gwangsin sadar, ia melepas pelukannya. Jiu Long takjub melihat kecantikan gadis di depannya. Tak ada lagi bekas penyakit cacar di wajahnya. Wajahnya berseri semakin membias kecantikan alaminya, rambutnya ikal terurai sebatas bahu. Ia cantik, sangat cantik dengan kulit putih mulus dan tubuhnya yang kurus, langsing namun montok. "Gwangsin kamu cantik sekali, kamu sudah sembuh, eh katamu dulu perlu waktu satu tahun."Ia masih saja segar dan ceria. Ia tertawa senang. "Nenek menyembuhkan aku dalam waktu tiga bulan, lagipula aku tak jadi dipingit satu tahun sebab ak
Jiu Long menatap tajam Ki Dalang dan si gadis penari. Ki Dalang berusia limapuluhan. Sedang si penari seorang gadis usia sekitar duapuluh lima tahun. Cantik, segar dengan potongan tubuh agak gemuk. Raut wajahnya mirip Gwangsin."Namaku Jiu Long. Aku murid tunggal Yu Jin dari Partai Naga Emas. Aku sangat beruntung memperoleh pertolongan dan petunjuk Dewi Obat sehingga bisa menemukan kisanak berdua dalam pesta tahunan di lereng Gunung Huang. Dan cerita Ghatotkamasraya sangat menarik perhatianku. Aku beruntung bisa menyaksikan tari Inti Naga Emas Pamungkas yang kucari-cari selama ini."Empat orang itu terdiam. Ki Dalang mendehem kemudian bertanya, "Aku tak mengerti, apa maksudmu?"Jiu Long bisa menebak pikiran orang tua itu. Ia berdiri kemudian memperlihatkan separuh dari jurus Naga di Langit kesembilan sebelum digabung dengan sepenggal tari Naga."Ini namanya jurus Naga di Langit kesembilan tetapi belum sempurna. Jurus ini baru se
Jiu Long memegang lengan Gwangsin, "Aku akan memperkenalkan kamu dengan Jen Ting, Aku sudah bicara dengannya tentang kamu, jadi tak akan ada masalah.""Kamu bicara apa saja?""Aku cerita bagaimana hebatnya kamu memasang perangkap cinta, membuat aku kasmaran dan mencintaimu habis-habisan." Jiu Long memandang mata Gwangsin yang kedip-kedip bercahaya, ada rasa bangga dan cinta di situ."Terus, kamu bilang apa lagi?""Aku katakan bahwa aku akan hidup bersama dua perempuan yang kucintai dan mencintai aku, Jen Ting sebagai isteri pertama, Gwangsin isteri kedua, begitu dulu yang kamu katakan padaku, iya kan?"Saat itu Dewi Obat sudah berdiri di samping Gwangsin. Ia muncul begitu saja. Ia mendengar sebagian perkataan Jiu Long. Ia berkata tawar. "Jiu Long, aku peringatkan kamu, jangan kamu mempermainkan cucuku, aku akan mengejar kamu!"Jiu Long tersenyum. Ia melihat sepasang mata Dewi Obat menatapnya dengan bersinar ceria. Nenek itu tidak marah, mala
Pagi itu sekembalinya ke kemah, Jiu Long mendapatkan Jen Ting sedang menunggunya. "Jiu Long, kamu pergi ke mana semalaman?"Ia tak menjawab. Dalam perjalanan pulang tadi, pikirannya seperti menemukan suatu rahasia menyangkut Naga Emas Pamungkas. Ada sesuatu melintas di benaknya. Ia coba menangkapnya tetapi sia-sia. Ia masih terbenam dalam pikiran itu ketika dikejutkan suara keras Jen Ting. "Aku bertanya padamu, Jiu Long, kamu sedang melamun apa?"Jiu Long menoleh. Ia minta maaf karena tidak mendengar pertanyaan tadi, pikirannya masih memikirkan jurus pusaka itu. Jen Ting bertanya lagi. "Siapa orang-orang yang kau temui tadi malam?"Jiu Long menceritakan pertemuannya dengan empat orang itu, Dewi Obat, Ki Dalang, si penari dan Gwangsin. Mereka berusaha membantu menemukan makna kalimat misterus, tapi gagal.Tak ada yang tahu apa itu arti dan makna kalimat ‘Aku hendaknya menjadi perahumu menyeberangi laut kesusahan’.Jen Ting ikut
Esok paginya, Jiu Long memperkenalkan Gwangsin pada Jen Ting. Mulanya Jen Ting seperti hendak menerkam Gwangsin. "Ia sangat cantik, pantas saja Jiu Long kasmaran padanya." Tanpa sadar wajahnya cemberut, dingin dan kaku.Gadis muda ini terkejut melihat sikap Jen Ting, namun ia juga pasang kuda-kuda. "Katanya usianya lebih tua dari Jiu Long, tetapi ia tampak seperti gadis remaja, cantik dan montok. Tetapi kenapa ia galak, apa dia pikir aku takut, wuah kalau untuk berebut cinta Jiu Long, jangankan satu, sepuluh Jen Ting pun akan kuladeni."Dua wanita itu seperti mau saling terkam, persis dua macan betina sedang berebut pejantan. Tetapi ketegangan mencair setelah Jiu Long menegaskan keduanya harus saling bantu.“Jen Ting, isteri utama, Gwangsin yang kedua. Tak boleh ada pertengkaran! Jika ada pertengkaran, aku tidak mencari siapa benar siapa salah, itu kesalahan kalian berdua, kalian isteri Jiu Long jadi harus ikuti aturan Jiu Long. Camkan itu!" Dua perempuan
Pagi itu embun masih bergayut di udara. Hawa dingin pegunungan menusuk sampai tulang sumsum. Di lapangan terbuka di depan pintu gerbang perguruan Wuwei di situ tersemat puluhan tenda tempat nginap para tamu undangan. Bahkan mereka yang tak diundang, asalkan punya nama yang cukup dikenal akan diberi tempat nginap di tenda.Puluhan tenda diatur dalam lingkaran berlapis. Di tengah lingkaran sebuah tanah lapang dikosongkan, untuk arena tarung. Tenda-tenda yang berada di lingkaran dalam, di pinggir arena tarung disediakan bagi perguruan besar dan pendekar perorangan yang punya nama besar. Tenda-tenda itu terdiri tiga macam ukuran, yang paling besar untuk rombongan yang anggotanya banyak. Tenda ukuran sedang untuk rombongan yang sedikit anggotanya. Selain itu disediakan tenda kecil untuk satu atau dua pendekar perorangan.Pagi itu semua tenda sudah terisi. Suasana sunyi dan sepi. Para pendekar duduk di luar tenda menghadap gelanggang. Mereka memperlihatkan wajah yang tegang.
Seorang wanita tua bangkit dari duduk. "Sebelum adu ilmu dimulai sebaiknya kita tentukan aturan mainnya. Aku usul, seorang pendekar yang sudah memenangkan pertandingan, maka dia memperoleh hak istirahat. Ia boleh istirahat atau jika ia mau boleh saja tarung terus. Sebab tidak mungkin seorang itu bertarung terus, lagipula lawan bisa memanfaatkan tenaganya yang sudah terkuras dan lelah.""Bagus, bagus aku setuju usul Chuan Mei. Itu usul bagus. Kutambahkan lagi, pertarungan harus satu lawan satu dan bebas. Siapa terbunuh tidak perlu disesali, hitung-hitung ilmunya yang dangkal."Jen Ting berbisik kepada Jiu Long, "Dia itu Sempai Chu!" Mendengar itu Jiu Long mengepal tinjunya. Sudah dua lawan yang dipergokinya di sini, Wita Chung dan Sempai Chu. Dua orang ini bertanggungjawab atas pembantaian di Partai Naga Emas. Hutang nyawa bayar nyawa!Peraturan tarung telah disepakati bersama. Tarung bebas dengan menggunakan senjata apa saja, tak ada batasan. Keroyokan pun boleh
Kalabe Cuan melompat keluar arena sambil berseru, "Aku mau istirahat dulu."Seorang lelaki botak, Tongkat Besi dari Gunung Jinhua menerobos arena menantang Qing Rong. Pertarungan berlangsung imbang dan ketat, tongkat besi lawan pedang. Setelah tarung puluhan jurus, Qing Rong berhasil melukai dada lawan Darah mengucur dan lukanya tetapi Tongkat Besi tak mau menyerah. Makin lama makin melemah, di pihak lain Qing Rong tak mau turun tangan kejam. Akhirnya Quan Bei memerintah adik perguruannya melerai perkelahian.Pertarungan berlanjut. Ada perkelahian lantaran dendam, ada yang memang ingin adu kepandaian semata. Waktu berjalan cepat. Matahari makin condong ke barat dan para pendekar yang masuk gelanggang makin lihai. Pendekar yang bertarung makin terpilih dan makin sedikit.Dari tadi Jiu Long duduk terpaku. Tanpa disadarinya matanya sering memandang kedua tempat, tenda Wita Chung dan Sempai Chu. Di lihatnya seorang lelaki menghampri Sempai Chu. Meski agak jauh tetap
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d