Wu Long, menyadari bahaya yang mendekat, memainkan nada dari Seruling Bambu Putih. Dari seruling tersebut, muncul seekor naga biru bercahaya yang menyerang phoenix api Lie Wei. Kedua makhluk itu bertabrakan di udara, menciptakan ledakan energi yang mengguncang bumi.Lie Wei tidak berhenti di situ. Dengan gerakan tangannya, ia memanggil teknik baru: "Inferno Abadi", di mana bola-bola api hitam melayang di sekelilingnya sebelum meledak satu per satu ke arah Wu Long. Wu Long segera merapal jurus "Tameng Elemen Cahaya", menciptakan dinding pelindung yang memantulkan sebagian besar serangan Lie Wei, meskipun beberapa ledakan berhasil menggores tubuhnya.Wu Long melompat maju, mengayunkan tangannya untuk memanggil "Lima Elemen Surgawi". Elemen Api, Air, Angin, Tanah, dan Logam bergabung menjadi pusaran energi yang melesat ke arah Lie Wei. Phoenix hitam Lie Wei menahan serangan itu dengan paruhnya, tetapi kekuatan serangan Wu Long membuatnya mundur beberapa langkah.“Kau tidak buruk, Wu Long
Lie Wei jatuh ke tanah, tubuhnya mulai hancur, namun tawa penuh dendam masih terdengar. “Wu Long, meskipun kau telah menang, ingatlah ini: kegelapan tidak pernah benar-benar lenyap. Akan selalu ada yang mencoba menggantikan aku.”Wu Long mendekati tubuh Lie Wei, mengamati musuh lamanya yang kini hanya tinggal bayangan dari kekuatan yang pernah dimilikinya. “Aku akan menjaga keseimbangan dunia ini. Tidak akan ada lagi tempat bagi kegelapan seperti milikmu, Lie Wei.”Lie Wei tertawa untuk terakhir kali sebelum tubuhnya benar-benar menghilang dalam semburan api hitam, meninggalkan sebuah simbol berbentuk phoenix di tanah. Wu Long tahu ini bukan hanya akhir dari Lie Wei, tetapi juga peringatan akan tantangan yang mungkin muncul di masa depan.Setelah pertarungan selesai, Wu Long kembali ke altar Desa Matahari, di mana Shun Ming dan Kuno Tian telah menunggunya. Shun Ming tersenyum tipis. “Kau berhasil, Wu Long. Dunia ini aman untuk sementara waktu.”Kuno Tian memandangi Wu Long dengan keba
Wu Long melangkah pelan memasuki gerbang besar Nirvana Surgawi. Udara di sekelilingnya beraroma bunga melati dan dupa, memancarkan kedamaian yang biasa ia rindukan. Gerbang itu sendiri menjulang tinggi, terbuat dari giok hijau dengan ukiran naga dan burung phoenix yang tampak hidup ketika cahaya menyentuhnya. Di atas gerbang, bendera-bendera sutra berwarna emas dan biru berkibar lembut diterpa angin.Di dalamnya, Nirvana Surgawi tampak seperti dunia yang dibuat dari mimpi. Langitnya selalu berwarna biru jernih tanpa awan, dengan sinar matahari keemasan yang memancar lembut, tak pernah terlalu terik. Padang rumput yang luas terbentang dihiasi bunga-bunga liar berwarna-warni, sementara sungai-sungai berair jernih mengalir dengan suara gemericik yang menenangkan. Pohon-pohon sakura berdiri megah di sepanjang jalan, bunga-bunganya yang merah muda dan putih berguguran seperti salju setiap kali angin berembus.Di kejauhan, terlihat istana-istana megah yang tampaknya terbuat dari kristal, de
Wu Long melangkah semakin mendekati gerbang istana, pandangannya terus mengamati setiap sudut yang tampak janggal. Pohon-pohon sakura yang biasanya berdiri megah kini tampak layu, dan bunga-bunga yang bertebaran di jalan setapak kehilangan kilau warnanya. Rasanya seperti negeri indah ini perlahan direnggut oleh bayangan gelap yang tak terlihat.Dari kejauhan, Wu Long melihat penjaga istana berjaga dengan wajah tegang. Pedang mereka tergenggam erat, dan beberapa dari mereka terlihat memulihkan diri dari luka yang jelas baru didapatkan. Wu Long mendekati salah satu penjaga, seorang wanita muda dengan rambut panjang yang terurai, helmnya sedikit penyok, menunjukkan betapa keras pertempuran yang baru saja terjadi.“Penjaga, apa yang terjadi di istana?” Wu Long bertanya dengan nada tenang namun tegas.Penjaga itu menatapnya dengan tatapan penuh kelegaan. “Wu Long, Anda akhirnya kembali! Kaisar sedang bersiap menghadapi ancaman yang lebih besar. Mereka… makhluk dari neraka… semakin mendekat
Wu Long dan Naga Putih melesat keluar dari istana, melintasi alun-alun utama yang kini berubah menjadi tempat berkumpulnya para prajurit yang bersiap untuk pertempuran. Langit semakin kelam, angin berdesir dingin, membawa serta aroma debu dan asap dari arah Hutan Mitos. Wu Long tahu waktu mereka tidak banyak.“Naga Putih, apakah kau bisa merasakan energi yang lebih spesifik dari gerbang itu?” tanya Wu Long sambil terus berjalan.“Sangat kuat, seperti racun yang menyebar ke udara. Ini bukan hanya gerbang yang terbuka, Wu Long. Ada sesuatu di balik itu—entitas yang menjaga agar pintu tetap terbuka,” jawab Naga Putih sambil mengibas-ngibaskan ekornya dengan gelisah. “Kita harus siap menghadapi lebih dari sekadar makhluk dari neraka.”Wu Long mengangguk. “Itu berarti kita harus bertindak cepat. Jika entitas itu yang menjadi sumber kekuatan gerbang, aku harus menutupnya langsung.”Mereka tiba di gerbang kota Tian Shin, di mana seorang jenderal senior menunggu dengan pasukannya. Armor jende
Wu Long dan kelompoknya bersiap menghadapi Penjaga Kegelapan. Makhluk itu mengayunkan pedang raksasanya, menciptakan gelombang energi hitam yang menyapu tanah, merobohkan pohon-pohon besar di sekitar mereka. Wu Long melompat ke samping dengan gesit, sementara Naga Putih melesat ke udara untuk menghindar.“Prajurit! Fokus pada kakinya, buat dia kehilangan keseimbangan!” perintah Wu Long, seruling bambunya kini terpegang erat di tangannya.Kelima prajurit elit bergerak serentak, menyerang dari berbagai arah. Pedang bercahaya mereka menggores kaki Penjaga Kegelapan, meninggalkan jejak luka yang berasap. Makhluk itu menggeram marah, tetapi tubuhnya yang besar membuatnya lambat untuk bereaksi terhadap serangan cepat para prajurit.Naga Putih, dari udara, mengembuskan napas panjang yang mengeluarkan semburan cahaya perak. Energi itu menghantam kepala Penjaga Kegelapan, membuat makhluk itu mengayunkan pedangnya ke atas dalam upaya melindungi dirinya. Saat itulah Wu Long melihat celah.“Naga
Kilatan merah itu memekarkan pusaran energi yang mengerikan, meletup-letup dengan petir hitam yang menghujam tanah seperti amukan dewa. Setiap dentuman mengguncang udara, memaksa angin menyerah pada kehendak energi itu. Dari tengah pusaran, sebuah sosok muncul perlahan, langkahnya penuh dengan otoritas mematikan. Tubuhnya terbungkus baju zirah hitam yang memantulkan kilau merah, sementara matanya bercahaya seperti bara neraka. Kehadirannya merasuki udara, membuat napas terasa berat, seolah-olah dunia itu sendiri meringkuk ketakutan. “Wu Long... akhirnya kita bertemu,” suara beratnya bergema, berlapis dengan gema ribuan jiwa yang mengaduh serempak. Setiap kata bagaikan pedang yang menusuk langsung ke jiwa. “Kau telah menghancurkan penjaga kecilku. Namun, itu hanyalah awal dari segalanya.” Wu Long berdiri tegap, tangannya menggenggam seruling bambu yang kini bersinar lembut. Matanya menyipit, mencoba menembus aura gelap yang mengelilingi lawannya. “Siapa kau? Apa tujuanmu menghancurka
Wu Long berdiri tegap, pandangannya terpaku pada gerbang merah di kejauhan. Aura panas dan suram menguar dari gerbang itu, membuat udara di sekitar mereka semakin berat untuk dihirup. Naga Putih mengibaskan sayapnya, mengeluarkan semburan cahaya perak yang memusnahkan roh-roh gelap di sekitarnya, namun jumlah mereka terus bertambah."Gerbang itu semakin stabil!" seru Naga Putih. "Jika kita tidak menghentikannya sekarang, akan lebih banyak makhluk neraka yang datang!"Wu Long mengangguk. "Kita harus menyerang dari dalam. Ini mungkin satu-satunya cara.""Memasuki gerbang?" salah satu prajurit elit berseru, wajahnya penuh kekhawatiran. "Itu bunuh diri, Wu Long!""Kita tidak punya pilihan," balas Wu Long tegas. "Jika tidak, dunia ini akan jatuh."Raja Neraka masih berdiri tenang di kejauhan, senyumnya penuh rasa percaya diri. "Silakan coba, Wu Long. Tapi ketahuilah, tidak ada yang pernah kembali dari neraka dengan selamat."Wu Long menatapnya tajam. "Itu belum pernah terjadi karena belum
Desa Rembulan, yang dulunya muram akibat kehancuran oleh Phoenix Iblis, kini bersinar kembali berkat bantuan dari Perguruan Matahari dan Rembulan. Hari ini, desa yang biasanya sepi itu dipenuhi keceriaan dan tawa penduduknya.Di sudut-sudut desa, aroma masakan menggoda tercium dari dapur-dapur rumah. Para ibu sibuk menyiapkan berbagai hidangan lezat, wajah mereka berseri-seri saat mencicipi masakan. Anak-anak berlarian riang, tertawa lepas, sementara para pria menghias jalanan dengan lentera warna-warni, menciptakan suasana meriah yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Keramaian ini bukan tanpa alasan. Para pendekar dari Benua Andalas dan Benua Empat Elemen berdatangan, memenuhi desa untuk menghadiri pernikahan Pendekar Naga Putih, yang juga dikenal sebagai Pendekar Seruling Bambu Putih, serta Pendekar Pedang Matahari dan Rembulan. Wu Long, yang kini menjadi sosok ternama di Benua Andalas, menarik perhatian banyak praktisi bela diri yang ingin menyaksikan hari bahagianya.Di tengah ke
Dalam sekejap, transformasi Wu Long pun terjadi. Tubuhnya bergetar hebat, seolah tersambar energi purba yang mengalir deras dalam nadinya. Kulitnya mulai berubah, berkilauan putih keperakan yang memantulkan cahaya bulan, dan sisik-sisik halus muncul di lengannya. Dengan raungan yang menggelegar, Wu Long berubah menjadi Naga Putih, makhluk legendaris yang pernah hanya ada dalam dongeng. Di udara, bayang-bayang tubuh raksasa itu menyapu langit, menantang nasib dengan aura keagungan yang mempesona.Tak jauh dari sana, Phoenix Iblis—makhluk dengan tubuh berselimut api hitam dan mata menyala merah—menyaksikan perubahan itu dengan tatapan penuh amarah. Suara sayapnya mengibas keras, mengirimkan gelombang panas yang menyambar, seolah menolak kehadiran Naga Putih yang kini menaklukkan kegelapan malam. Tanpa ragu, kedua kekuatan kuno itu pun bertabrakan di angkasa.Pertempuran di antara awan mulai bergemuruh. Naga Putih menghembuskan semburan embun beku yang membeku segala yang disentuhnya, me
Malam itu, langit di atas Desa Phoenix Merah tampak pekat, seolah ditelan kegelapan. Angin menderu di antara pepohonan, menerbangkan debu dan dedaunan kering, membawa serta firasat buruk yang menggantung di udara. Para penjaga di menara dan gerbang utama menggenggam erat senjata mereka, merasakan sesuatu yang tak biasa. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa di balik bayangan pepohonan yang menjulang, puluhan sosok bergerak dalam keheningan, mata mereka penuh tekad dan tangan menggenggam senjata tajam. Pasukan Aliansi Pendekar Putih telah bersiap.Wu Long mengangkat tangannya perlahan, memberi isyarat. Bayangan-bayangan di sekitarnya segera berpencar. Tim pertama, yang dipimpin oleh lima pendekar terbaik dari Perguruan Pedang Patah, bergerak seperti bayangan malam. Nafas mereka nyaris tak terdengar, langkah kaki mereka menyatu dengan kegelapan. Dalam sekejap, seorang penjaga di menara sinyal api tersentak, matanya membelalak sebelum pedang melintasi tenggorokannya. Darah hangat mengalir
Malam itu, di Desa Rembulan, pusat pergerakan Aliansi Pendekar Putih, udara dipenuhi ketegangan yang membara. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah dan asap dari obor-obor yang menyala di sepanjang jalan utama desa. Aula besar yang terbuat dari kayu jati tua bergetar oleh langkah-langkah tegas para pendekar dari keempat perguruan yang telah bersatu. Mereka duduk mengelilingi meja panjang yang penuh dengan peta, sketsa formasi, serta gulungan laporan dari mata-mata yang telah menyusup ke Desa Phoenix Merah. Wu Long berdiri tegap di tengah ruangan, sorot matanya tajam menelusuri wajah-wajah penuh tekad di sekelilingnya. Suaranya dalam dan tegas ketika ia berbicara, "Kita telah mengumpulkan kekuatan dari Perguruan Pedang Patah, Tapak Sakti, Cakar Tengkorak, dan Jari Sakti. Namun, menghadapi Phoenix Iblis Lie Wei bukanlah tugas mudah. Kita harus memiliki strategi yang matang." Shun Ming, seorang ahli taktik dari Perguruan Matahari dan Rembulan, menatap peta yang tergelar di meja
Wu Long, Shun Ming, dan Diao Chan duduk mengelilingi meja kayu di dalam pondok sederhana. Peta besar terbentang di atas meja, menampilkan lokasi perguruan-perguruan yang mereka rencanakan untuk direkrut dalam perlawanan melawan Phoenix Iblis Lie Wei.Langkah Pertama : Perguruan Pedang Patah di Kota Bintang"Perguruan Pedang Patah dikenal dengan teknik pedang mereka yang tak tertandingi," kata Shun Ming sambil menunjuk lokasi Kota Bintang di peta. "Namun, mereka terkenal menjaga netralitas dan jarang terlibat dalam konflik antar perguruan."Wu Long mengangguk. "Kita harus meyakinkan mereka bahwa ancaman Lie Wei tidak hanya terhadap beberapa perguruan, tetapi terhadap seluruh dunia persilatan."Diao Chan menambahkan, "Mungkin kita bisa menunjukkan bukti kekejaman Lie Wei di Desa Rembulan untuk menggugah hati mereka."Dengan rencana tersebut, ketiganya berangkat menuju Kota Bintang. Setibanya di sana, mereka disambut oleh suasana kota yang ramai, dengan para pedagang dan pendekar berlalu
Shun Ming menatap Wu Long dengan tatapan tajam, alisnya sedikit berkerut, seolah mencoba menebak siapa gadis cantik yang berdiri di samping kekasihnya. Udara di antara mereka terasa tegang, seakan waktu berhenti sejenak.Wu Long menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara pelan namun tegas, "Shun Ming, aku baru saja dari Desa Rembulan sebelum datang ke sini untuk menemuimu."Sebelum Shun Ming sempat merespons, gadis di samping Wu Long melangkah maju. Dengan senyum lembut namun mata yang penuh keyakinan, dia berkata, "Kak Shun Ming, aku sudah mengetahui hubungan kalian sebagai kekasih. Perkenalkan, aku adalah Diao Chan, kekasih Wu Long dari kehidupan sebelumnya di Dunia Atas Nirvana Surgawi, sebelum ia terlahir kembali ke dunia fana ini."Glek!Wu Long menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. Kejujuran Diao Chan yang tiba-tiba membuatnya cemas, terutama karena mereka sangat membutuhkan bantuan Shun Ming. Dia melirik ke arah Shun Ming, mencoba membaca ekspresi di wajahnya ya
Wu Long menatap tajam ke arah kedua murid senior yang kini terhuyung mundur. Si wajah berbintik, dengan pedang terhunus, tampak ragu sejenak sebelum kembali menyerang. Namun, dengan gerakan lincah, Wu Long menghindar dan memberikan tamparan keras ke pipi lawannya.PLAAK!Si wajah berbintik terjatuh, pedangnya terlepas dari genggaman. Sementara itu, si gempal yang masih terkejut dengan tamparan sebelumnya, mencoba bangkit dan menyerang dari belakang. Namun, Wu Long sudah mengantisipasinya. Dengan cepat, ia memutar tubuh dan menendang perut si gempal, membuatnya terjatuh kembali."Beraninya kalian menghina tamuku!" Tiba-tiba terdengar suara berat dan berwibawa. Dari arah gerbang perguruan, muncul seorang gadis cantik dengan jubah putih bersih, wajahnya memancarkan ketegasan. Dia adalah Shun Ming, pemimpin Perguruan Matahari dan Rembulan.Kedua murid yang tergeletak di tanah segera mengenali suara itu. Dengan wajah pucat, mereka berusaha bangkit dan berlutut di hadapan Shun Ming."Ketua.
Kabut tipis menyelimuti reruntuhan Desa Rembulan. Asap masih mengepul dari puing-puing hangus yang tersisa, menyebarkan aroma kayu terbakar yang menusuk hidung. Angin membawa bisikan duka dari rumah-rumah yang kini hanya tinggal arang."Siapa yang melakukan ini semua, Wu Long?" tanya Putri Diao Chan dengan suara bergetar, matanya menyapu kehancuran di sekeliling mereka.Wu Long mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Matanya yang tajam menyiratkan kemarahan yang bergejolak di dadanya. "Siapapun yang melakukannya... harus membayar dengan nyawanya! Aku curiga ini perbuatan Lie Wei!" katanya, suaranya dingin seperti bilah pedang yang baru diasah. "Sepertinya dia bangkit kembali, seperti phoenix yang muncul dari abu."Diao Chan menoleh, alisnya berkerut. "Tapi... kenapa ia membakar Desa Rembulan?"Wu Long menarik napas dalam sebelum menjawab. "Ia menyimpan dendam kesumat padaku. Gadis yang ia cintai memilihku sebagai kekasihnya."Sejenak, Diao Chan terdiam. Meski telah menerima kenyataan,
Langit senja membentang luas, menyajikan perpaduan warna ungu yang bercampur jingga di cakrawala, seolah melukiskan keindahan terakhir sebelum malam menelan dunia. Namun, keindahan itu tak mampu menutupi bau pahit dari kayu yang terbakar dan daging yang hangus. Udara berat dengan abu yang melayang-layang, menyelubungi Desa Rembulan yang kini hanya tersisa puing dan arang.Wu Long melangkah perlahan, butiran debu dan serpihan bara terangkat setiap kakinya menyentuh tanah. Jubahnya berkibar dihembus angin yang dingin dan menyusup hingga ke tulang. Matanya menyapu pemandangan mengerikan di depannya—rumah-rumah yang hancur, tiang-tiang kayu yang masih berderak perlahan sebelum ambruk, dan kehampaan yang lebih menyakitkan dari suara jerit kesakitan.Tidak ada suara tawa anak-anak yang dulu bermain di jalanan, tidak ada pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka. Desa ini, yang seharusnya penuh dengan kehidupan, kini menjadi kuburan tanpa nisan.Di sisinya, Putri Diao Chan menutu