"Yang Mulia, teh Anda." Dengan hati-hati wanita itu meletakkan seperangkat alat minum teh di atas meja.Ao Yu Long hanya menoleh sekilas. Dia masih terpaku menatap jendela. Dari jendela kamarnya dia dapat melihat salju yang turun semakin deras."Jiao Jiao, apakah ada sesuatu yang bisa menghentikan hujan salju itu?" Ao Yu Long menatap pelayan wanita yang masih berdiri menundukkan kepala di belakangnya."Maafkan hamba, Yang Mulia. Tidak ada yang bisa menghentikan hujan salju ini selain Lady Ming Shuwan sendiri." Duan Xiao Jiao,menjawab dengan tegas meski masih menundukkan kepalanya."Tidak bisakah alunan guzhengmu mencairkan salju ini?" Ao Yu Long menatapnya penuh harap.Kali ini Duan Xiao Jiao mengangkat kepalanya dan menggeleng pelan. Wanita cantik itu dapat melihat kekhawatiran di mata sang kaisar."Yang Mulia sepertinya ini adalah pesan dari Lady Ming Shuwan untuk Anda." Duan Xiao Jiao berbisik pelan.Sebagai orang terdekat Ao Yu Long, dia sangat memahami hubungan sang kaisar dengan
Ao Yu Long berdiri menatap orang-orang yang berlutut di hadapannya. Mereka para pemberontak yang hendak melengserkannya dari tahta Kekaisaran Kaili.Kini mereka menjadi pesakitan dan di bawah salju yang turun perlahan namun pasti, berlutut dengan tangan terbelenggu dan menggigil kedinginan. Menunggu kematian menjemput mereka.Jeritan minta ampun dan tangisan datang dari para wanita dan anak-anak. Terdengar memilukan dan menyayat hati. Namun Ao Yu Long bergeming dan hanya menatap para pemberontak dengan tatapan muram.Dia lahir sebagai pangeran, sekali pun ibunya hanyalah selir kecil yang tidak memiliki gelar apapun. Namun dia dibesarkan di medan perang.Darah, luka dan kematian begitu akrab dengan kehidupannya. Baginya saat ini bukanlah malam terkelam dalam hidupnya. Dia telah melewati banyak hal dalam hidupnya dan di medan peperangan.Meski saat ini dia tahu nyawanya berada di ujung tanduk, namun itu tidak membuatnya khawatir ataupun takut. Baginya kematian, cepat atau lambat pasti ak
"Aku akan membebaskan dirimu dari hukuman mati untuk pil salju yang kau berikan padaku." Ao Yu Long menatap sang Lady dengan mata phoenixnya yang tajam.Lady Ming Shuwan hanya terdiam seperti tidak tertarik dengan penawaran Ao Yu Long. Jika tidak dalam situasi seperti ini, maka tidak akan ada tawar menawar di antara mereka.Sayangnya situasi saat ini menempatkan keduanya dalam posisi yang tidak seimbang. Mereka bukan lagi bocah kecil yang polos dan bisa bermain bersama tanpa membedakan status sosial mereka.Kini semua jauh berbeda. Ao Yu Long adalah seorang kaisar yang memimpin dan memiliki kekuasaan mutlak di Negeri Kaili. Sedangkan dia hanya istri sah seorang jenderal yang bahkan statusnya jauh di bawah jenderal terendah di Pasukan Mo Yu."Yang Mulia, setelah semuanya sepertinya hamba tidak layak lagi untuk hidup. Jika Yang Mulia tidak keberatan hamba memohon ampunan untuk putri tunggal hamba." Lady Ming Shuwan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam memohon pada sang Kaisar.Ao Yu Long m
Jenderal Won dan pasukan Mo Yu melakukan perintah Ao Yu Long dengan cepat. Tanpa memperdulikan tangisan dan ratapan wanita mau pun anak-anak, mereka membawa seluruh anggota keluarga Dong ke halaman istana.Lady Ming Shuwan berdiri dengan tenang menatap mereka. Tidak sedikit pun ada kesedihan atau emosi dalam pancaran matanya. Tatapan mata sebening kolam giok itu kosong dan hampa, seakan-akan jiwanya telah pergi meninggalkan raganya."Ming Shuwan, sekejam itukah kau pada keluargaku?" Jenderal Dong yang masih berlutut di aula menatapnya penuh amarah."Jenderal Dong bukankah anda lebih mempercayai sepupu anda? Cobalah untuk memintanya agar menyelamatkan keluarga Dong." Pelayan Lady Ming Shuwan yang ikut berlutut bersama sang jenderal bertanya dengan sinis."Kau!" Jenderal Dong menggeram marah tetapi tidak bisa berkata-kata Lagi."Sungguh lucu, di saat aku berada di manormu tidak ada perlakuan yang baik dari penghuni di sana dan kini kau bertanya sekejam itukah diriku? Suamiku, caramu berc
Satu persatu pemberontak dieksekusi oleh Pasukan Mo Yu. Hingga menjelang matahari terbit, ibukota Negeri Kaili dapat dikatakan dibekukan udara dingin sekaligus dialiri sungai darah.Lady Ming Shuwan masih berdiri di tengah-tengah halaman aula utama istana. Seluruh keluarga Dong telah dieksekusi. Keluarga-keluarga lain yang turut memberontak menyusul untuk dieksekusi, tanpa terkecuali.Saat Jenderal Won menggiring Pangeran Ao Yu Feng menuju halaman untuk turut dieksekusi, pangeran itu berhenti dan menatap Lady Ming Shuwan yang masih berdiri di aula."Shuwan," gumamnya lirih.Hatinya sangat terenyuh menyaksikan wanita yang dahulu adalah tunangannya, berdiri tegak namun dengan tatapan mata kosong. Perasaan bersalah sekaligus marah menyergap hatinya.Seandainya dia dulu tidak sebodoh dan sekonyol itu, mungkin saat ini dia bisa melakukan sesuatu untuk melindunginya. Namun apalah daya semua telah terjadi dan tidak mungkin terulang lagi."Yang Mulia!" Jenderal Won menegurnya saat sang pangera
Serpihan-serpihan salju masih turun dari sisa tubuh Lady Ming Shuwan. Di antara serpihan itu muncul sebuah bola salju bak kristal yang melayang-layang."Apa itu?" Jenderal Mo Ye memicingkan mata mencoba untuk mengenali benda berkilau yang melayang-layang di udara dan semakin mendekati mereka.Bukan hanya dia yang memperhatikan benda itu. Ao Yu Long dan Duan Xiao Jiao pun menatap benda itu dengan heran."Niang, wuwuwuwu...." Dong Xiu Bai masih menangis tersedu-sedu.Duan Xiao Jiao berhenti memainkan guzhengnya dan mendekati gadis kecil itu. Perlahan dipeluknya gadis yang baru saja menyaksikan sang ibunda menghilang menjadi serpihan Salju keperakan yang masih menghujani mereka."Bai'er, gadis baik. Jangan menangis lagi." Hiburnya dengan lembut."Jiao Jiao, apa itu?" Ao Yu Long yang berdiri tidak jauh dari mereka, menunjuk pada bola kristal yang melayang-layang turun mendekati Dong Xiu Bai.Duan Xiao Jiao menatap bola kristal itu dengan seksama. Semakin mendekati Dong Xiu Bai bola kristal
Tiga hari waktu yang tersisa dalam hidupnya, digunakan Ao Yu Long untuk menyelamatkan penduduk ibukota. Dia meminta Pasukan Mo Yu yang sudah selesai mengeksekusi para pemberontak untuk turut pergi ke barat daya bersama para penduduk ibukota untuk membangun pemukiman baru.Dia juga meminta meminta menteri pangan dan perbendaharaan, untuk mengalokasikan semua yang bisa untuk membangun kota baru. Meski banyak yang berkeberatan, tetapi dalam situasi darurat dan kacau seperti ini tidak ada yang bisa dilakukan selain mengikuti titah sang kaisar.Di pagi hari yang dingin, angin bertiup cukup kencang, dan salju yang turun rintik-rintik, halaman utama istana dipenuhi para dayang, pelayan, prajurit, Kasim dan para menteri serta seluruh pejabat negara.Mereka berlutut untuk memberikan penghormatan terakhir pada sang kaisar. Ao Yu long memutuskan untuk tinggal di istana hingga ajal menjemputnya."Yang Mulia, turutlah bersama kami." Perdana menteri Ming Feng Ying mencoba untuk sekali lagi membujukn
Ao Yu Long merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dadanya sesak dan serasa mau pecah. Namun tubuhnya terasa ringan."Aku di mana?" gumamnya lirih.Perlahan dibukanya kedua matanya. Tidak ada apa-apa. Tidak ada istana, salju dan kobaran api. Hanya ada kegelapan."Pangeran, ini adalah pedang es milik Klan Ao." Suara lembut namun berwibawa yang sangat dikenalnya berdengung di telinganya."Paman Ming!" teriaknya memanggil Perdana Menteri Ming.Sepi, sunyi, tidak ada yang menyahut. Bahkan suara tadi pun menghilang. Hanya ada keheningan. Detak jantung dan desah napasnya pun tidak terdengar sama sekali."Jangan sentuh! Pedang ini hanya untuk pangeran yang ditakdirkan!" Bentakan keras yang dahulu membuatnya menciut dan urung menyentuh pedang berwarna biru cemerlang yang tertancap di lantai batu, kembali terngiang di telinganya.Seakan-akan baru saja terjadi. Ao Yu Long teringat kembali saat pertama kali melihat pedang es. Waktu itu usianya baru lima tahun, seumuran Dong Xiu Bai."Ah, kemana gadi