Tiga hari waktu yang tersisa dalam hidupnya, digunakan Ao Yu Long untuk menyelamatkan penduduk ibukota. Dia meminta Pasukan Mo Yu yang sudah selesai mengeksekusi para pemberontak untuk turut pergi ke barat daya bersama para penduduk ibukota untuk membangun pemukiman baru.Dia juga meminta meminta menteri pangan dan perbendaharaan, untuk mengalokasikan semua yang bisa untuk membangun kota baru. Meski banyak yang berkeberatan, tetapi dalam situasi darurat dan kacau seperti ini tidak ada yang bisa dilakukan selain mengikuti titah sang kaisar.Di pagi hari yang dingin, angin bertiup cukup kencang, dan salju yang turun rintik-rintik, halaman utama istana dipenuhi para dayang, pelayan, prajurit, Kasim dan para menteri serta seluruh pejabat negara.Mereka berlutut untuk memberikan penghormatan terakhir pada sang kaisar. Ao Yu long memutuskan untuk tinggal di istana hingga ajal menjemputnya."Yang Mulia, turutlah bersama kami." Perdana menteri Ming Feng Ying mencoba untuk sekali lagi membujukn
Ao Yu Long merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dadanya sesak dan serasa mau pecah. Namun tubuhnya terasa ringan."Aku di mana?" gumamnya lirih.Perlahan dibukanya kedua matanya. Tidak ada apa-apa. Tidak ada istana, salju dan kobaran api. Hanya ada kegelapan."Pangeran, ini adalah pedang es milik Klan Ao." Suara lembut namun berwibawa yang sangat dikenalnya berdengung di telinganya."Paman Ming!" teriaknya memanggil Perdana Menteri Ming.Sepi, sunyi, tidak ada yang menyahut. Bahkan suara tadi pun menghilang. Hanya ada keheningan. Detak jantung dan desah napasnya pun tidak terdengar sama sekali."Jangan sentuh! Pedang ini hanya untuk pangeran yang ditakdirkan!" Bentakan keras yang dahulu membuatnya menciut dan urung menyentuh pedang berwarna biru cemerlang yang tertancap di lantai batu, kembali terngiang di telinganya.Seakan-akan baru saja terjadi. Ao Yu Long teringat kembali saat pertama kali melihat pedang es. Waktu itu usianya baru lima tahun, seumuran Dong Xiu Bai."Ah, kemana gadi
Kembali hanya sepi dan gelap di sekelilingnya. Berkali-kali Ao Yu Long mengerjapkan matanya, berharap setitik cahaya akan menerangi."Di mana pedang esku sekarang?" gumamnya, mencoba menggerakkan tangannya, meraba-raba mencari pedang esnya.Terakhir kali, pedang es itu berubah menjadi bola kristal, mirip bola kristal roh rubah milik Lady Ming Shuwan. Bersama Duan Xiao Jiao dia melihat bola kristal itu meledak di atas istana."Jiao Jiao! Di mana kau?" Kembali dia berteriak memanggil wanita yang selalu mendampinginya itu."Yu Long, kontrol kekuatan dan emosimu, agar pedang es tidak melukai orang-orang yang tidak seharusnya menjadi lawanmu," ucapan lembut Jiao Jiao terngiang di telinganya.Gadis cantik itu berdiri sembari memeluk pipanya, memperhatikannya yang tengah berlatih menggunakan pedang es.Duan Xiao Jiao, nona muda dari Klan Duan dan merupakan adik bungsu Jenderal Duan, baru berusia sepuluh tahun waktu itu. Meski belum beranjak remaja, gadis itu sudah menunjukkan garis kecantikan
Gudang tua itu telah lama terbengkalai, tetapi masih layak untuk dihuni. Setidaknya itu bagi Xiao Long, kusir kereta yang sudah lama menghuni gudang tua di sudut mansion yang sepi."Xiao Long!" Samar-samar suara yang memanggil-manggil berdengung di telinga Ao Yu Long.Tubuhnya masih terasa sakit dan remuk. Begitu pun dengan kepalanya yang terasa berat, dan tubuhnya berkeringat membuatnya tidak nyaman.Matanya enggan membuka, dan terdengar suara-suara yang tidak asing di telinganya. Bukan hanya kesunyian seperti yang tadi dirasakannya.Terdengar desau angin dan gemeratak sesuatu yang terdengar cukup keras. Membuatnya ingin membuka mata."Xiao Long! Aku membawakan makanan untukmu!" Kembali terdengar suara yang setengah berteriak.Ao Yu Long memaksakan untuk membuka matanya yang terasa berat. Perlahan-lahan kedua matanya membuka. Namun seberkas sinar meski redup cukup menyilaukan kedua matanya dan membuatnya kembali memejamkan mata.Setelah beberapa saat, dia kembali mencoba membuka matan
Xiao Long duduk di depan tungku. Memastikan api tetap menyala, karena udara pagi ini sangat dingin."Hah, habis!" keluhnya saat melihat kayu dan arang hanya tinggal setumpuk saja di sisi tungku.Merapatkan mantelnya, dia pun keluar dari pondok. Rupanya salju turun meski tidak begitu deras. Kemana pun matanya memandang hanya ada tumpukan salju tebal yang melapisi tanah, bangunan dan pepohonan.Diedarkannya tatapan matanya ke sekeliling. Selain pondok yang rupanya sebuah gudang, ada beberapa bangunan lain. Namun sebagian telah roboh dan terlihat tidak terawat.Gudang tempatnya tinggal, serta sebuah bangunan yang mungkin dahulu merupakan sebuah halaman kecil merupakan sebagian bangunan yang masih utuh dan layak untuk dihuni.Terlihat dari asap yang membumbung tinggi dari bangunan yang berseberangan dengan gudang tempatnya tinggal. Sepertinya itu sebuah dapur.Xiao Long bergegas berjalan menuju bangunan itu. Semestinya di sana ada persediaan arang dan kayu. Tentunya juga makanan."Ah Xiao
Xiao Long, sedikit demi sedikit mulai terbiasa dengan nama itu. Kini dia duduk termangu menatap bayangan dirinya di depan bejana berisi air yang terletak di sudut halaman.Air itu tidak membeku, dan membuatnya cukup heran. Meski saat menyentuhnya air itu sedingin es.Terpantul bayangan wajahnya yang cukup membuatnya terkejut. Wajah yang tidak asing karena hampir mirip dengan wajahnya sendiri. Hanya saja kurang terawat dan kusam."Hanya sedikit lebih tirus saja dan kusam," gumamnya pelan.Perlahan diraupnya air sedingin es itu dan membasuh kedua tangannya kemudian juga wajahnya. Dingin segera menyergapnya tetapi dia mencoba bertahan dan tanpa sadar menyalurkan chi agar tidak terpengaruh hawa dingin."Astaga aku lupa! Ini bukan tubuh asliku, mana mungkin dia memiliki chi," keluhnya masih dalam hati."Eh!" Dia kembali terkejut dan berseru.Udara hangat mengaliri tubuhnya meski hanya sekejap. Namun dia dapat merasakan, air yang diraupnya tidak lagi terasa sedikit es. Kuku-kuku jari nya tid
Pintu gerbang tiba-tiba terbuka. Mengejutkan Xiao Long yang masih terduduk bersandar pada tembok."Long Gege!" Dong Xiu Bai berteriak kaget saat melihat Xiao Long."Bai'er," gumam Xiao Long menatap gadis itu."Apa yang Gege lakukan di sini?" Dong Xiu Bai menatapnya keheranan."Tidak ada, saya hanya merasa bosan. Nona hendak kemana?" Xiao Long sedikit terbata-bata saat berbicara dengan bahasa yang sopan pada gadis itu.Sebagai seorang kaisar, dia tidak terbiasa dengan bahasa seperti itu. Dia bebas menggunakan bahasa keseharian untuk berbicara dengan siapapun. Namun, sebagai kusir kereta yang tidak lebih tinggi statusnya dari seorang pelayan yang menjaga pintu gerbang belajang sebuah manor, dia harus selalu menggunakan bahasa yang sopan saat berbicara dengan majikannya."Aku juga merasa bosan, mari kita berjalan-jalan di sekitar sini." Dong Xiu Bai tersenyum dan tiba-tiba menarik tangannya.Mengajaknya melintasi jalan setapak berlapis salju. Xiao Long hampir saja terjatuh. Dia belum ter
Api di tungku berkobar, menghangatkan ruangan yang semula terasa dingin. Xiao Long duduk termenung di depannya sembari sesekali memasukkan potongan kayu ke dalam tungku.Ibu Yun seperti biasa tengah sibuk merebus sesuatu di atas tungku kecil. Sedangkan Wanwan tengah menyisir rambut Dong Xiu Bai.Xiao Long baru menyadari hanya ada mereka berempat di tempat ini. Di puing-puing reruntuhan Manor keluarga Dong, hanya di sudut inilah saja ada kehidupan.Manor dan bahkan mungkin seluruh ibukota telah tertutup salju tebal dan membeku. Namun yang membuatnya heran adalah adanya air yang mengalir di salah satu sudut halaman mereka. Semestinya air akan turut membeku karena hawa yang terlalu dingin selama bertahun-tahun."Xiao Long minumlah obatmu." Ibu Yun menyodorkan mangkuk berisi obat padanya.Xiao Long menerimanya meski dengan terpaksa. Obat itu harus diminumnya sehari dua kali. Rasa dan aromanya sungguh tidak enak. Menyengat dan membuatnya mual."Xiao Long, aku harus memberitahumu lagi karena