Hay readers setia... Terima kasih telah membaca Legenda Negeri Kaili hingga selesai. Cerita selanjutnya akan segera hadir dengan judul Penguasa Sembilan Pintu kematian. Jadi nantikan kehadirannya dan bersiap untuk cerita baru yang lebih menegangkan. Kali ini cerita akan berpusat pada Xie Jing Cuan dan tokoh-tokoh baru yang akan meramaikan cerita selanjutnya. Noted : Jika ingin berkomentar, sebaiknya di akhir bab saja agar mudah dicari oleh author. Jika berkenan sangat diperbolehkan untuk memberikan ulasan dan juga bintang agar buku ini bisa menyala dan selalu menjadi pilihan para pembaca. Terima kasih banyak untuk kalian semua. Aspasya Hanya pencinta kopi yang hobi merangkai kata menjadi sebuah story.
Di puncak tertinggi menara istana kekaisaran Kaili, sang Kaisar Naga, Ao Yu Long, berdiri tegak. Tangannya bertumpu pada Pedang Es legendaris miliknya yang tertancap kokoh di lantai batu menara.Mata phoenixnya yang menghipnotis, menyipit tajam. Menatap ribuan pasukan yang bercampur dengan pemberontak dan rakyat. Denting pedang beradu, desau panah dan tombak serta teriakan dan pekikan di bawah menara sama sekali tidak membuatnya bergerak.Ao Yu Long, sang pemilik pedang es, bukanlah kaisar yang kejam. Meski hampir tidak pernah berwajah ramah dan selalu muram, dia adalah kaisar yang menghargai nyawa rakyatnya.Saat ini dia dapat dengan mudah memukul mundur atau bahkan memusnahkan para pemberontak dengan tebasan pedang es-nya. Namun, dia tidak segera melakukannya.Di bawah sana, bukan hanya ada pemberontak, tetapi juga ada rakyat dan pasukannya. Pedangnya tidak akan bisa membedakan musuh atau lawan.Sekali dia menebaskan pedang berwarna biru cemerlang itu, maka hancurlah semua benda, ber
Ao Yu Long tersenyum pahit. Bahkan guru yang dipercayainya pun mengkhianatinya."Grand Tutor Gong, Anda benar-benar guru yang membuatku mempelajari banyak hal. Tata negara, moral, tanggung jawab juga pengkhianatan." Dengan tenang dia menoleh ke arah suara itu berasal.Ao Yu Long menyipitkan mata phoenixnya lagi. Di hadapannya, Grand Tutor Gong, guru yang ditunjuk ayahnya untuk mendidiknya, berdiri tegak. Pria setengah baya itu tersenyum seperti biasanya. Tampak arif bijaksana."Yang Mulia, aku tidak berkhianat pada siapa pun. Aku juga tidak berpihak pada siapa pun. Aku hanya berusaha menyelamatkan keluarga dan klanku." Cara berbicaranya seakan-akan mengungkapkan ketidak berdayaan.Namun Ao Yu Long tidak bodoh. Dia bisa menangkap sorot licik di balik tatapan arif mata sang guru besar itu."Kau orang yang mengajariku nilai kepahlawanan, moral seorang kaisar. Ternyata itu hanyalah ujaran saja rupanya, Guru Gong." Nada sinis terdengar jelas dalam ucapan Kaisar Naga itu.Tuan Gong tertawa m
Di Istana Zijin, Kekaisaran Kaili, Ibu Suri nampak gelisah. Dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Sementara beberapa pelayan dan pengawalnya berlutut dan berjaga-jaga di aula.Belum ada kabar dari Grand Tutor Gong atau para jenderal dan bangsawan yang mendukung pemberontakan. Dia telah berkali-kali meminta kasim kepercayaannya untuk mencari kabar. Namun situasi tidak memungkinkan.Jenderal Mo Ye, satu-satunya jenderal wanita di Kekaisaran Kaili, menjaga istana dengan ketat. Selain mengerahkan pasukan untuk berpatroli, dia juga memblokade semua akses keluar masuk istana.Jenderal Mo Ye adalah seorang wanita besi. Dia telah berada di medan perang sejak berumur dua belas tahun. Dia menggantikan ayahnya memimpin pasukan elite Penjaga Kekaisaran. Memastikan keamanan kaisar dan istana adalah tugasnya.Meski baru dua tahun menempati posisi ini, namun kemampuannya tidak diragukan. Dia salah satu jenderal yang selalu mendampingi Kaisar Ao Yu Long dalam kampanye militernya. Bahkan jauh sebelum Ao
Berangsur-angsur suasana kembali tenang. Hiruk pikuk pertempuran, jerit tangis ketakutan dan ratapan minta tolong tidak lagi terdengar. Hanya ada beberapa aktivitas kecil pasukan atau pun rakyat yang membereskan sisa-sisa pertempuran dan suasana kota yang berantakan.Namun tidak begitu dengan situasi di istana. Di pagi itu, istana telah dipenuhi dengan kekacauan. Para prajurit yang hilir mudik berpatroli, para kasim yang menjaga setiap istana dengan ketat, dan para pelayan serta dayang-dayang istana yang kebingungan.Sesungguhnya mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini. Pemberontakan yang meletus menjelang malam hari, sungguh di luar dugaan banyak orang.Di pagi buta itu, mereka menyambut kemenangan sang kaisar tanpa memahami sepenuhnya situasi saat ini. Banyak diantara para penghuni istana tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya tahu ada pemberontakan. Namun siapa dan apa penyebabnya, mereka buta sama sekali.Kini mereka menyambut kembalinya sang Kai
Udara dingin menyergap Manor Jenderal Dong. Di tengah hawa panas menyengat musim panas dan suasana kacau Ibukota setelah pemberontakan, manor Jenderal Dong menjadi satu-satunya tempat yang diselimuti udara dingin seperti di musim salju.Di tengah halaman utama Manor sang jenderal, Nyonya Di, Lady Ming Shuwan tengah berlutut. Para pelayan pribadinya pun ikut berlutut di belakangnya.Sementara Nyonya Tua Dong duduk dengan angkuh di kursinya. Di sampingnya berdiri salah satu selir sang jenderal. Sementara penghuni manor yang lain hanya bisa ikut berlutut di tengah udara yang semakin dingin."Nyonya Tua, kenapa udara menjadi semakin dingin? Bukankah ini masih musim panas?" Momi Chen, pelayan setia Nyonya Tua Dong nampak kebingungan dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba."Entahlah, apakah mungkin yang mulia kaisar Ao Yu Long menggunakan pedang esnya untuk mengendalikan cuaca? Dan mengapa belum ada kabar berita dari putraku? Bagaimana situasi ibukota saat ini?" Nyonya Tua nampak gelisah.Ini
Kaisar Ao Yu Long tertegun. Hawa dingin menerobos istana naga, kediamannya. Dingin yang hampir menembus tulangnya. Bahkan di kediamannya yang selalu hangat, udara dingin ini mampu membuatnya sedikit menggigil.Sang Kaisar pun bangkit dari tempatnya bersandar melepas lelah. Pria paling berkuasa di Negeri Kaili itu melangkah menuju jendela. Nampak dalam pandangannya salju berjatuhan dari langit dan perlahan menyelimuti seluruh alam.Situasi yang tidak wajar. Di tengah musim panas yang menyengat, salju turun dengan deras selayaknya musim dingin."Ming Shuwan," gumam sang Kaisar.Bergegas Ao Yu Long meninggalkan kamarnya.Di bukanya pintu kamar dengan kasar. Mengagetkan Kasim Liu yang tengah memerintahkan beberapa pelayan untuk menyalakan tungku."Yang Mulia!" Serentak Kasim Liu dan para pelayan membungkuk di hadapan kaisar muda itu."Di mana Jiao-jiao?" Kaisar mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan mencari sosok yang diinginkannya."Nona Duan tengah membantu Ibu Chin menyiapkan obat
"Yang Mulia, teh Anda." Dengan hati-hati wanita itu meletakkan seperangkat alat minum teh di atas meja.Ao Yu Long hanya menoleh sekilas. Dia masih terpaku menatap jendela. Dari jendela kamarnya dia dapat melihat salju yang turun semakin deras."Jiao Jiao, apakah ada sesuatu yang bisa menghentikan hujan salju itu?" Ao Yu Long menatap pelayan wanita yang masih berdiri menundukkan kepala di belakangnya."Maafkan hamba, Yang Mulia. Tidak ada yang bisa menghentikan hujan salju ini selain Lady Ming Shuwan sendiri." Duan Xiao Jiao,menjawab dengan tegas meski masih menundukkan kepalanya."Tidak bisakah alunan guzhengmu mencairkan salju ini?" Ao Yu Long menatapnya penuh harap.Kali ini Duan Xiao Jiao mengangkat kepalanya dan menggeleng pelan. Wanita cantik itu dapat melihat kekhawatiran di mata sang kaisar."Yang Mulia sepertinya ini adalah pesan dari Lady Ming Shuwan untuk Anda." Duan Xiao Jiao berbisik pelan.Sebagai orang terdekat Ao Yu Long, dia sangat memahami hubungan sang kaisar dengan
Ao Yu Long berdiri menatap orang-orang yang berlutut di hadapannya. Mereka para pemberontak yang hendak melengserkannya dari tahta Kekaisaran Kaili.Kini mereka menjadi pesakitan dan di bawah salju yang turun perlahan namun pasti, berlutut dengan tangan terbelenggu dan menggigil kedinginan. Menunggu kematian menjemput mereka.Jeritan minta ampun dan tangisan datang dari para wanita dan anak-anak. Terdengar memilukan dan menyayat hati. Namun Ao Yu Long bergeming dan hanya menatap para pemberontak dengan tatapan muram.Dia lahir sebagai pangeran, sekali pun ibunya hanyalah selir kecil yang tidak memiliki gelar apapun. Namun dia dibesarkan di medan perang.Darah, luka dan kematian begitu akrab dengan kehidupannya. Baginya saat ini bukanlah malam terkelam dalam hidupnya. Dia telah melewati banyak hal dalam hidupnya dan di medan peperangan.Meski saat ini dia tahu nyawanya berada di ujung tanduk, namun itu tidak membuatnya khawatir ataupun takut. Baginya kematian, cepat atau lambat pasti ak