Berangsur-angsur suasana kembali tenang. Hiruk pikuk pertempuran, jerit tangis ketakutan dan ratapan minta tolong tidak lagi terdengar. Hanya ada beberapa aktivitas kecil pasukan atau pun rakyat yang membereskan sisa-sisa pertempuran dan suasana kota yang berantakan.
Namun tidak begitu dengan situasi di istana. Di pagi itu, istana telah dipenuhi dengan kekacauan. Para prajurit yang hilir mudik berpatroli, para kasim yang menjaga setiap istana dengan ketat, dan para pelayan serta dayang-dayang istana yang kebingungan.Sesungguhnya mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini. Pemberontakan yang meletus menjelang malam hari, sungguh di luar dugaan banyak orang.Di pagi buta itu, mereka menyambut kemenangan sang kaisar tanpa memahami sepenuhnya situasi saat ini. Banyak diantara para penghuni istana tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya tahu ada pemberontakan. Namun siapa dan apa penyebabnya, mereka buta sama sekali.Kini mereka menyambut kembalinya sang Kaisar dari pertempuran. Beberapa dayang di bawah pimpinan Kasim Wang segera bergegas menyambut Yang Mulia di aula utama. Sedangkan, sebagian dayang mengikuti Ibu Han untuk mempersiapkan kedatangan seorang permaisuri seperti di perintahkan Yang Mulia Kaisar tadi.Hilir mudik para dayang, pelayan maupun prajurit membuat suasana istana yang biasanya tenang menjadi sedikit kacau. Mungkin hanya Kasim Wang dan Ibu Han yang tetap tenang. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan Ao Yu Long dalam mengelola urusan istana.Mereka berdua nampak sibuk mengarahkan para dayang dan pelayan istana sesuai tugas mereka masing-masing. Para dayang dari balai pengobatanlah yang paling sibuk. Tampak mereka sibuk berlarian menyambut para prajurit yang terluka.Hanya di pondok di salah satu sudut lingkungan istana yang tetap tenang. Seorang gadis muda bergaun putih tampak berdiri tegak di depan pondok. Tangannya mendekap sebuah sitar.Sementara sebuah guzheng tampak berada di sebelahnya. Gadis itu hendak berbalik menuju pondoknya, namun kedatangan seseorang membuat langkahnya terhenti."Nona Duan, ikutlah denganku!" Seorang wanita setengah baya tergesa-gesa memanggilnya."Ibu Chin, ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" Gadis cantik itu menatap wanita di depannya dengan heran.Ibu Chin, kepala pelayan di Istana Naga tidak biasanya sepanik itu. Di mata para dayang dan pelayan istana, sosok Ibu Chin adalah sosok paling tenang yang jarang sekali terlihat emosinya."Sudahlah, kau ikut denganku saja." Ibu Chin menarik lengan gadis itu. Dan dengan setengah terseret gadis itu mengikuti Ibu Chin dengan bingung."Aiyo Nona Duan, Ibu Chin kenapa kalian berlarian seperti itu?" Seorang gadis kecil berumur belasan tahun, yang baru keluar dari pondok terheran-heran melihat kedua wanita tadi."Cui Lian ikutlah dengan kami, jangan banyak bertanya!" Ibu Chin setengah berteriak.Cui Lian, gadis kecil tadi hanya melongo mendengar teriakan Ibu Chin. Dia terlihat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Namun akhirnya dia kembali ke dalam pondok, mengambil baozi sarapannya yang belum habis dan segera menutup pintu pondok.Secepat kilat dia berlarian mengikuti dua wanita tadi sambil menyantap baozinya. Dia tidak peduli dengan beberapa orang yang berpapasan dengannya, hampir bertabrakan atau bahkan menegurnya."Ai yoyo Cui Lian, lihatlah dirimu. Kau berlari sambil makan seperti itu. Dasar gadis nakal!" seorang pelayan wanita menegurnya saat hampir bertabrakan dengannya."Maaf, maafkan aku Bai jiejie. Aku terburu-buru." Cui Lian berhenti sebentar untuk membungkuk minta maaf pada pelayan itu dan segera berlari lagi."Cui Lian habiskan makananmu dulu!" Pelayan itu kembali berteriak, namun pelayan kecil itu sudah berlari tidak memperdulikan teriakannya."Aiyo dasar gadis nakal, sesibuk apa dirimu hingga makan pun sambil berlari." Pelayan itu menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan halaman.Benar-benar sebuah kesibukan di luar kebiasaan. Beberapa dayang nampak hilir mudik. Namun meskipun begitu tidak ada yang berlarian seperti pelayan kecil tadi.Mereka masih cukup mampu mengendalikan diri meski situasi tidak menentu saat ini. Setidaknya mereka tidak harus berlarian dengan mulut penuh dengan baozi.Mungkin keributan dan kegaduhan di pagi buta ini bukan karena pemberontakan. Namun di karenakan seorang pelayan kecil yang berlarian dan menabrak beberapa pelayan, dayang bahkan pada akhirnya dia menabrak sang Jenderal."Aiyo, apa anda tidak memiliki mata hingga menabrak gadis kecil ini?" Cui lian menggerutu kemudian meringis menepuk gaunnya yang berdebu.Dia terguling saat menabrak seseorang. Cui Lian bangkit dan terkejut saat tahu siapa yang telah menabraknya. Seorang pria tinggi besar menjulang di hadapannya dan tengah menyipitkan matanya, menatapnya dengan sinis."Maafkan saya, Jenderal Won." Cui Lian segera membungkukkan badannya dan meminta maaf dengan takut-takut."Kenapa kau berlarian seperti dikejar hantu seperti itu?" Sang Jenderal menatap gadis di depannya dengan tajam."Hamba hanya mengikuti Ibu Chin dan Nona Duan. Ai yoyo, kemana mereka pergi?" Cui Lian baru tersadar jika dia kehilangan jejak dua wanita yang membuatnya lari tunggang langgang di pagi buta ini."Gadis bodoh. Mereka menuju kediaman pribadi Yang Mulia." Jenderal Won menusuk dahi gadis kecil itu dengan jarinya dan menunjukkan ke arah mana dua wanita yang tengah di cari pelayan kecil itu."Terima kasih Jenderal." Gadis itu kembali membungkuk.Dia pun kembali berlari. Kali ini kediaman pribadi yang mulia, Istana Naga yang ditujunya. Salah satu istana termegah di Istana Zijin. Di sanalah Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long berdiam.Tak perlu waktu lama untuk sampai di Istana Naga. Apalagi Cui Lian berlari dengan kecepatan tinggi. Kini gadis pelayan itu berdiri di ujung tangga yang menuju ke arah kediaman pribadi yang mulia.Beberapa prajurit yang berjaga-jaga di anak tangga menatap gadis pelayan itu dengan garang. Tidak sembarangan orang bisa memasuki kediaman yang mulia seenak hatinya. Apalagi seorang pelayan kecil seperti dirinya."Tuan prajurit, aku Cui Lian, pelayan pribadi Nona Duan. Nonaku ada di dalam dan aku di minta untuk menyusulnya kemari." Cui Lian memberanikan diri untuk menyapa salah seorang prajurit itu."Tanpa ijin Kasim Liu tidak seorang pun di ijinkan memasuki kediaman Yang Mulia. Tunggulah nonamu di sini." Prajurit itu menjawab dengan tegas.Di situasi genting seperti ini dia tidak berani bertindak gegabah. Sesungguhnya dia tahu benar pelayan kecil ini tidak berbohong.Bukan sekali dua kali mereka bertemu di istana naga ini. Tapi Kasim Liu telah memberi perintah tegas untuk memblokir siapa pun yang ingin memasuki kediaman pribadi yang mulia. Sekali pun itu ibu kandung yang mulia, jika dia masih hidup.Apalah arti seorang pelayan kecil seperti Cui Lian, jika ibu kandung Yang Mulia pun tidak diijinkan untuk memasuki kediamannya.Cui Lian sangat memahami situasinya. Meski cemas dengan nonanya, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun. Dia gadis yang cerdas, menunggu adalah pilihan yang terbaik.Toh, di dalam sana tidak ada satu pun yang bisa menyakiti apalagi melukai nonanya. Dan untuk berapa lama, Cui Lian mondar-mandir di ujung tangga istana naga. Sambil sesekali dia mengajak berbincang para prajurit penjaga, namun mereka mengabaikannya.Gadis pelayan itu di landa kebosanan. Apalagi situasi di istana berangsur-angsur mereda. Tidak ada lagi suara-suara bersahutan tak jelas. Pun para kasim dan prajurit sudah kembali ke tempat masing-masing. Sementara para dayang pun telah selesai dengan tugas-tugas mereka.Hanya nonanya, Nona Duan, masih tertahan di kediaman pribadi yang mulia. Entah apa yang terjadi di dalam, dia tidak berani menduga-duganya.Di tengah menunggu sang nona, entah karena hari menjelang sore, atau memang angin bertiup lebih dingin hari ini, samar-samar udara dingin menyergap dan melingkupi seluruh istana.Angin bertiup lebih dingin, hampir seperti musim dingin. Sedangkan saat ini masihlah di pertengahan musim panas yang menyengat.Apakah ini hanya perasaan sang pelayan kecil? Namun ketika Cui Lian mendongak menatap langit, dia tersadar ini bukan sekadar perasaan. Namun ada sesuatu yang salah, tapi entahlah dia tidak tahu apakah itu?Udara dingin menyergap Manor Jenderal Dong. Di tengah hawa panas menyengat musim panas dan suasana kacau Ibukota setelah pemberontakan, manor Jenderal Dong menjadi satu-satunya tempat yang diselimuti udara dingin seperti di musim salju.Di tengah halaman utama Manor sang jenderal, Nyonya Di, Lady Ming Shuwan tengah berlutut. Para pelayan pribadinya pun ikut berlutut di belakangnya.Sementara Nyonya Tua Dong duduk dengan angkuh di kursinya. Di sampingnya berdiri salah satu selir sang jenderal. Sementara penghuni manor yang lain hanya bisa ikut berlutut di tengah udara yang semakin dingin."Nyonya Tua, kenapa udara menjadi semakin dingin? Bukankah ini masih musim panas?" Momi Chen, pelayan setia Nyonya Tua Dong nampak kebingungan dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba."Entahlah, apakah mungkin yang mulia kaisar Ao Yu Long menggunakan pedang esnya untuk mengendalikan cuaca? Dan mengapa belum ada kabar berita dari putraku? Bagaimana situasi ibukota saat ini?" Nyonya Tua nampak gelisah.Ini
Kaisar Ao Yu Long tertegun. Hawa dingin menerobos istana naga, kediamannya. Dingin yang hampir menembus tulangnya. Bahkan di kediamannya yang selalu hangat, udara dingin ini mampu membuatnya sedikit menggigil.Sang Kaisar pun bangkit dari tempatnya bersandar melepas lelah. Pria paling berkuasa di Negeri Kaili itu melangkah menuju jendela. Nampak dalam pandangannya salju berjatuhan dari langit dan perlahan menyelimuti seluruh alam.Situasi yang tidak wajar. Di tengah musim panas yang menyengat, salju turun dengan deras selayaknya musim dingin."Ming Shuwan," gumam sang Kaisar.Bergegas Ao Yu Long meninggalkan kamarnya.Di bukanya pintu kamar dengan kasar. Mengagetkan Kasim Liu yang tengah memerintahkan beberapa pelayan untuk menyalakan tungku."Yang Mulia!" Serentak Kasim Liu dan para pelayan membungkuk di hadapan kaisar muda itu."Di mana Jiao-jiao?" Kaisar mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan mencari sosok yang diinginkannya."Nona Duan tengah membantu Ibu Chin menyiapkan obat
"Yang Mulia, teh Anda." Dengan hati-hati wanita itu meletakkan seperangkat alat minum teh di atas meja.Ao Yu Long hanya menoleh sekilas. Dia masih terpaku menatap jendela. Dari jendela kamarnya dia dapat melihat salju yang turun semakin deras."Jiao Jiao, apakah ada sesuatu yang bisa menghentikan hujan salju itu?" Ao Yu Long menatap pelayan wanita yang masih berdiri menundukkan kepala di belakangnya."Maafkan hamba, Yang Mulia. Tidak ada yang bisa menghentikan hujan salju ini selain Lady Ming Shuwan sendiri." Duan Xiao Jiao,menjawab dengan tegas meski masih menundukkan kepalanya."Tidak bisakah alunan guzhengmu mencairkan salju ini?" Ao Yu Long menatapnya penuh harap.Kali ini Duan Xiao Jiao mengangkat kepalanya dan menggeleng pelan. Wanita cantik itu dapat melihat kekhawatiran di mata sang kaisar."Yang Mulia sepertinya ini adalah pesan dari Lady Ming Shuwan untuk Anda." Duan Xiao Jiao berbisik pelan.Sebagai orang terdekat Ao Yu Long, dia sangat memahami hubungan sang kaisar dengan
Ao Yu Long berdiri menatap orang-orang yang berlutut di hadapannya. Mereka para pemberontak yang hendak melengserkannya dari tahta Kekaisaran Kaili.Kini mereka menjadi pesakitan dan di bawah salju yang turun perlahan namun pasti, berlutut dengan tangan terbelenggu dan menggigil kedinginan. Menunggu kematian menjemput mereka.Jeritan minta ampun dan tangisan datang dari para wanita dan anak-anak. Terdengar memilukan dan menyayat hati. Namun Ao Yu Long bergeming dan hanya menatap para pemberontak dengan tatapan muram.Dia lahir sebagai pangeran, sekali pun ibunya hanyalah selir kecil yang tidak memiliki gelar apapun. Namun dia dibesarkan di medan perang.Darah, luka dan kematian begitu akrab dengan kehidupannya. Baginya saat ini bukanlah malam terkelam dalam hidupnya. Dia telah melewati banyak hal dalam hidupnya dan di medan peperangan.Meski saat ini dia tahu nyawanya berada di ujung tanduk, namun itu tidak membuatnya khawatir ataupun takut. Baginya kematian, cepat atau lambat pasti ak
"Aku akan membebaskan dirimu dari hukuman mati untuk pil salju yang kau berikan padaku." Ao Yu Long menatap sang Lady dengan mata phoenixnya yang tajam.Lady Ming Shuwan hanya terdiam seperti tidak tertarik dengan penawaran Ao Yu Long. Jika tidak dalam situasi seperti ini, maka tidak akan ada tawar menawar di antara mereka.Sayangnya situasi saat ini menempatkan keduanya dalam posisi yang tidak seimbang. Mereka bukan lagi bocah kecil yang polos dan bisa bermain bersama tanpa membedakan status sosial mereka.Kini semua jauh berbeda. Ao Yu Long adalah seorang kaisar yang memimpin dan memiliki kekuasaan mutlak di Negeri Kaili. Sedangkan dia hanya istri sah seorang jenderal yang bahkan statusnya jauh di bawah jenderal terendah di Pasukan Mo Yu."Yang Mulia, setelah semuanya sepertinya hamba tidak layak lagi untuk hidup. Jika Yang Mulia tidak keberatan hamba memohon ampunan untuk putri tunggal hamba." Lady Ming Shuwan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam memohon pada sang Kaisar.Ao Yu Long m
Jenderal Won dan pasukan Mo Yu melakukan perintah Ao Yu Long dengan cepat. Tanpa memperdulikan tangisan dan ratapan wanita mau pun anak-anak, mereka membawa seluruh anggota keluarga Dong ke halaman istana.Lady Ming Shuwan berdiri dengan tenang menatap mereka. Tidak sedikit pun ada kesedihan atau emosi dalam pancaran matanya. Tatapan mata sebening kolam giok itu kosong dan hampa, seakan-akan jiwanya telah pergi meninggalkan raganya."Ming Shuwan, sekejam itukah kau pada keluargaku?" Jenderal Dong yang masih berlutut di aula menatapnya penuh amarah."Jenderal Dong bukankah anda lebih mempercayai sepupu anda? Cobalah untuk memintanya agar menyelamatkan keluarga Dong." Pelayan Lady Ming Shuwan yang ikut berlutut bersama sang jenderal bertanya dengan sinis."Kau!" Jenderal Dong menggeram marah tetapi tidak bisa berkata-kata Lagi."Sungguh lucu, di saat aku berada di manormu tidak ada perlakuan yang baik dari penghuni di sana dan kini kau bertanya sekejam itukah diriku? Suamiku, caramu berc
Satu persatu pemberontak dieksekusi oleh Pasukan Mo Yu. Hingga menjelang matahari terbit, ibukota Negeri Kaili dapat dikatakan dibekukan udara dingin sekaligus dialiri sungai darah.Lady Ming Shuwan masih berdiri di tengah-tengah halaman aula utama istana. Seluruh keluarga Dong telah dieksekusi. Keluarga-keluarga lain yang turut memberontak menyusul untuk dieksekusi, tanpa terkecuali.Saat Jenderal Won menggiring Pangeran Ao Yu Feng menuju halaman untuk turut dieksekusi, pangeran itu berhenti dan menatap Lady Ming Shuwan yang masih berdiri di aula."Shuwan," gumamnya lirih.Hatinya sangat terenyuh menyaksikan wanita yang dahulu adalah tunangannya, berdiri tegak namun dengan tatapan mata kosong. Perasaan bersalah sekaligus marah menyergap hatinya.Seandainya dia dulu tidak sebodoh dan sekonyol itu, mungkin saat ini dia bisa melakukan sesuatu untuk melindunginya. Namun apalah daya semua telah terjadi dan tidak mungkin terulang lagi."Yang Mulia!" Jenderal Won menegurnya saat sang pangera
Serpihan-serpihan salju masih turun dari sisa tubuh Lady Ming Shuwan. Di antara serpihan itu muncul sebuah bola salju bak kristal yang melayang-layang."Apa itu?" Jenderal Mo Ye memicingkan mata mencoba untuk mengenali benda berkilau yang melayang-layang di udara dan semakin mendekati mereka.Bukan hanya dia yang memperhatikan benda itu. Ao Yu Long dan Duan Xiao Jiao pun menatap benda itu dengan heran."Niang, wuwuwuwu...." Dong Xiu Bai masih menangis tersedu-sedu.Duan Xiao Jiao berhenti memainkan guzhengnya dan mendekati gadis kecil itu. Perlahan dipeluknya gadis yang baru saja menyaksikan sang ibunda menghilang menjadi serpihan Salju keperakan yang masih menghujani mereka."Bai'er, gadis baik. Jangan menangis lagi." Hiburnya dengan lembut."Jiao Jiao, apa itu?" Ao Yu Long yang berdiri tidak jauh dari mereka, menunjuk pada bola kristal yang melayang-layang turun mendekati Dong Xiu Bai.Duan Xiao Jiao menatap bola kristal itu dengan seksama. Semakin mendekati Dong Xiu Bai bola kristal