Satu persatu pemberontak dieksekusi oleh Pasukan Mo Yu. Hingga menjelang matahari terbit, ibukota Negeri Kaili dapat dikatakan dibekukan udara dingin sekaligus dialiri sungai darah.Lady Ming Shuwan masih berdiri di tengah-tengah halaman aula utama istana. Seluruh keluarga Dong telah dieksekusi. Keluarga-keluarga lain yang turut memberontak menyusul untuk dieksekusi, tanpa terkecuali.Saat Jenderal Won menggiring Pangeran Ao Yu Feng menuju halaman untuk turut dieksekusi, pangeran itu berhenti dan menatap Lady Ming Shuwan yang masih berdiri di aula."Shuwan," gumamnya lirih.Hatinya sangat terenyuh menyaksikan wanita yang dahulu adalah tunangannya, berdiri tegak namun dengan tatapan mata kosong. Perasaan bersalah sekaligus marah menyergap hatinya.Seandainya dia dulu tidak sebodoh dan sekonyol itu, mungkin saat ini dia bisa melakukan sesuatu untuk melindunginya. Namun apalah daya semua telah terjadi dan tidak mungkin terulang lagi."Yang Mulia!" Jenderal Won menegurnya saat sang pangera
Serpihan-serpihan salju masih turun dari sisa tubuh Lady Ming Shuwan. Di antara serpihan itu muncul sebuah bola salju bak kristal yang melayang-layang."Apa itu?" Jenderal Mo Ye memicingkan mata mencoba untuk mengenali benda berkilau yang melayang-layang di udara dan semakin mendekati mereka.Bukan hanya dia yang memperhatikan benda itu. Ao Yu Long dan Duan Xiao Jiao pun menatap benda itu dengan heran."Niang, wuwuwuwu...." Dong Xiu Bai masih menangis tersedu-sedu.Duan Xiao Jiao berhenti memainkan guzhengnya dan mendekati gadis kecil itu. Perlahan dipeluknya gadis yang baru saja menyaksikan sang ibunda menghilang menjadi serpihan Salju keperakan yang masih menghujani mereka."Bai'er, gadis baik. Jangan menangis lagi." Hiburnya dengan lembut."Jiao Jiao, apa itu?" Ao Yu Long yang berdiri tidak jauh dari mereka, menunjuk pada bola kristal yang melayang-layang turun mendekati Dong Xiu Bai.Duan Xiao Jiao menatap bola kristal itu dengan seksama. Semakin mendekati Dong Xiu Bai bola kristal
Tiga hari waktu yang tersisa dalam hidupnya, digunakan Ao Yu Long untuk menyelamatkan penduduk ibukota. Dia meminta Pasukan Mo Yu yang sudah selesai mengeksekusi para pemberontak untuk turut pergi ke barat daya bersama para penduduk ibukota untuk membangun pemukiman baru.Dia juga meminta meminta menteri pangan dan perbendaharaan, untuk mengalokasikan semua yang bisa untuk membangun kota baru. Meski banyak yang berkeberatan, tetapi dalam situasi darurat dan kacau seperti ini tidak ada yang bisa dilakukan selain mengikuti titah sang kaisar.Di pagi hari yang dingin, angin bertiup cukup kencang, dan salju yang turun rintik-rintik, halaman utama istana dipenuhi para dayang, pelayan, prajurit, Kasim dan para menteri serta seluruh pejabat negara.Mereka berlutut untuk memberikan penghormatan terakhir pada sang kaisar. Ao Yu long memutuskan untuk tinggal di istana hingga ajal menjemputnya."Yang Mulia, turutlah bersama kami." Perdana menteri Ming Feng Ying mencoba untuk sekali lagi membujukn
Ao Yu Long merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dadanya sesak dan serasa mau pecah. Namun tubuhnya terasa ringan."Aku di mana?" gumamnya lirih.Perlahan dibukanya kedua matanya. Tidak ada apa-apa. Tidak ada istana, salju dan kobaran api. Hanya ada kegelapan."Pangeran, ini adalah pedang es milik Klan Ao." Suara lembut namun berwibawa yang sangat dikenalnya berdengung di telinganya."Paman Ming!" teriaknya memanggil Perdana Menteri Ming.Sepi, sunyi, tidak ada yang menyahut. Bahkan suara tadi pun menghilang. Hanya ada keheningan. Detak jantung dan desah napasnya pun tidak terdengar sama sekali."Jangan sentuh! Pedang ini hanya untuk pangeran yang ditakdirkan!" Bentakan keras yang dahulu membuatnya menciut dan urung menyentuh pedang berwarna biru cemerlang yang tertancap di lantai batu, kembali terngiang di telinganya.Seakan-akan baru saja terjadi. Ao Yu Long teringat kembali saat pertama kali melihat pedang es. Waktu itu usianya baru lima tahun, seumuran Dong Xiu Bai."Ah, kemana gadi
Kembali hanya sepi dan gelap di sekelilingnya. Berkali-kali Ao Yu Long mengerjapkan matanya, berharap setitik cahaya akan menerangi."Di mana pedang esku sekarang?" gumamnya, mencoba menggerakkan tangannya, meraba-raba mencari pedang esnya.Terakhir kali, pedang es itu berubah menjadi bola kristal, mirip bola kristal roh rubah milik Lady Ming Shuwan. Bersama Duan Xiao Jiao dia melihat bola kristal itu meledak di atas istana."Jiao Jiao! Di mana kau?" Kembali dia berteriak memanggil wanita yang selalu mendampinginya itu."Yu Long, kontrol kekuatan dan emosimu, agar pedang es tidak melukai orang-orang yang tidak seharusnya menjadi lawanmu," ucapan lembut Jiao Jiao terngiang di telinganya.Gadis cantik itu berdiri sembari memeluk pipanya, memperhatikannya yang tengah berlatih menggunakan pedang es.Duan Xiao Jiao, nona muda dari Klan Duan dan merupakan adik bungsu Jenderal Duan, baru berusia sepuluh tahun waktu itu. Meski belum beranjak remaja, gadis itu sudah menunjukkan garis kecantikan
Gudang tua itu telah lama terbengkalai, tetapi masih layak untuk dihuni. Setidaknya itu bagi Xiao Long, kusir kereta yang sudah lama menghuni gudang tua di sudut mansion yang sepi."Xiao Long!" Samar-samar suara yang memanggil-manggil berdengung di telinga Ao Yu Long.Tubuhnya masih terasa sakit dan remuk. Begitu pun dengan kepalanya yang terasa berat, dan tubuhnya berkeringat membuatnya tidak nyaman.Matanya enggan membuka, dan terdengar suara-suara yang tidak asing di telinganya. Bukan hanya kesunyian seperti yang tadi dirasakannya.Terdengar desau angin dan gemeratak sesuatu yang terdengar cukup keras. Membuatnya ingin membuka mata."Xiao Long! Aku membawakan makanan untukmu!" Kembali terdengar suara yang setengah berteriak.Ao Yu Long memaksakan untuk membuka matanya yang terasa berat. Perlahan-lahan kedua matanya membuka. Namun seberkas sinar meski redup cukup menyilaukan kedua matanya dan membuatnya kembali memejamkan mata.Setelah beberapa saat, dia kembali mencoba membuka matan
Xiao Long duduk di depan tungku. Memastikan api tetap menyala, karena udara pagi ini sangat dingin."Hah, habis!" keluhnya saat melihat kayu dan arang hanya tinggal setumpuk saja di sisi tungku.Merapatkan mantelnya, dia pun keluar dari pondok. Rupanya salju turun meski tidak begitu deras. Kemana pun matanya memandang hanya ada tumpukan salju tebal yang melapisi tanah, bangunan dan pepohonan.Diedarkannya tatapan matanya ke sekeliling. Selain pondok yang rupanya sebuah gudang, ada beberapa bangunan lain. Namun sebagian telah roboh dan terlihat tidak terawat.Gudang tempatnya tinggal, serta sebuah bangunan yang mungkin dahulu merupakan sebuah halaman kecil merupakan sebagian bangunan yang masih utuh dan layak untuk dihuni.Terlihat dari asap yang membumbung tinggi dari bangunan yang berseberangan dengan gudang tempatnya tinggal. Sepertinya itu sebuah dapur.Xiao Long bergegas berjalan menuju bangunan itu. Semestinya di sana ada persediaan arang dan kayu. Tentunya juga makanan."Ah Xiao
Xiao Long, sedikit demi sedikit mulai terbiasa dengan nama itu. Kini dia duduk termangu menatap bayangan dirinya di depan bejana berisi air yang terletak di sudut halaman.Air itu tidak membeku, dan membuatnya cukup heran. Meski saat menyentuhnya air itu sedingin es.Terpantul bayangan wajahnya yang cukup membuatnya terkejut. Wajah yang tidak asing karena hampir mirip dengan wajahnya sendiri. Hanya saja kurang terawat dan kusam."Hanya sedikit lebih tirus saja dan kusam," gumamnya pelan.Perlahan diraupnya air sedingin es itu dan membasuh kedua tangannya kemudian juga wajahnya. Dingin segera menyergapnya tetapi dia mencoba bertahan dan tanpa sadar menyalurkan chi agar tidak terpengaruh hawa dingin."Astaga aku lupa! Ini bukan tubuh asliku, mana mungkin dia memiliki chi," keluhnya masih dalam hati."Eh!" Dia kembali terkejut dan berseru.Udara hangat mengaliri tubuhnya meski hanya sekejap. Namun dia dapat merasakan, air yang diraupnya tidak lagi terasa sedikit es. Kuku-kuku jari nya tid