Pertempuran di pelabuhan Kota Salju Putih dengan cepat terdengar oleh Sentika dan Astika selaku Ketua Pulau Es Utara.Astika yang mendengarnya jelas terbakar emosi, dia tidak pernah menduga akan terjadi pertempuran besar di Pelabuhan Kota Salju Putih. "Berapa banyak jumlah mereka?" Tanya Astika."Jumlah mereka sangat banyak, Ketua. Bahkan menurut mata-mata yang kita sebar di Kota Salju Putih, jumlah mereka akan terus bertambah karena masih banyak pasukan berkuda sedang menuju Kota Salju Putih, ketua," lapor pendekar itu.Astika mengeram dengan keras, dia mengepalkan tangannya. Penyerangan yang di lakukan ketika ada sayembara seperti ini adalah sebuah penghinaan besar bagi Astika. Dia jelas tidak akan tinggal diam, baginya tidak ada jalan kembali bagi siapa saja yang berurusan dengan pulau es dan berpotensi menghancurkan nama baik Pulau Es Utara di mata dunia persilatan."Siapkan armada tempur, kita sambut kedatangan mereka. Aku sendiri yang akan memimpin pertempuran kali ini," ucap A
Area gelanggang sayembara seketika menjadi pertempuran. Semua pendekar yang berada di dalam gelanggang terlibat pertarungan. Baik yang berusaha mempertahankan diri ataupun mereka yang memiliki hasrat untuk membunuh dan menghabisi.Bukan hanya mereka yang berasal dari golongan tua, mereka yang berasal dari generasi muda menjadi target utama penyerangan. Para pendekar yang sudah menggunakan penutup wajah itu langsung menyerang dan mengincar para pendekar muda.Namun gerakan mereka langsung terhenti ketika di hadang oleh para pendekar pulau es utara."Berani sekali kalian berbuat onar di wilayah Pulau Es Utara," bentak Jaya Swara, bersama dengan itu dia langsung memerintahkan semua pasukannya untuk segera mengamankan semua pendekar berjubah itu.Sementara Jaya Swara harus di hadapkan pada seorang pendekar yang sudah terkenal namanya di dunia persilatan, yaitu Caping Merah yang di yakini menjadi salah satu pemimpin penyerangan ini."Caping Merah, aku tidak pernah menduga kau cukup berani
DUARRRR!!!DUARRRR!!!Suara letusan kembang api di siang hari itu jelas langsung menarij perhatian dari Sentika dan Astika. Keduanya jelas langsung keluar dari aula utama Pulau Es Utara. Sentika dan Astika di buat sangat terkejut menemukan telah terjadi pertarungan di setiap penjuru pulau es."Sialan!!! Berani sekali kalian semua menyerang Pulau Es Utara," ucap Astika dengan lantang dan di alirkan dengan tenaga dalam sehingga terdengar ke seluruh kota di pulau es.Semua mata dengan cepat tertuju kepada Astika dan Sentika. Kedatangan mereka jelas menjadi pukulan telak bagi musuh, karena jelas tidak ada yang tidak mengetahui seberapa kuat sosok Sage Pedang yang namanya sudah terkenal luas di dunia persilatan selama satu dekade terakhir."Sentika, aku harap kau mampu menggila dan menghabisi setiap musuh yang telah datang kemari. Aku tidak peduli jika nanti orang-orang aliran lurus akan menyebut kita pendekar yang haus darah, karena bagiku yang terpenting tidak ada yang boleh lolos dari
"Aku terlalu merendahkannya, dia ternyata memiliki kekuatan yang sangat besar," ucap Randu Gawi saat merasakan bagian dadanya terasa sesak saat terjadi benturan dua kekuatan besar.Sementara itu, di sisi lain Sentika juga merasakan hal yang sama. Dia pun merasakan sesak di bagian dadanya, akan tetapi Sentika sudah jauh lebih siap, sehingga dapat dengan cepat menstabilkan dirinya.Sentika dengan cepat mengalirkan kembali tenaga dalam pada pedangnya, dan kembali bersiap dengan kuda-kuda tarungnya, dia jelas tidak ingin lawan melakukan serangan kejutan saat dirinya dalam keadaan lengah.Beberapa menit kemudian, benar saja Randu Gawi sudah melesatkan serangan lanjutan. Kali ini dengan tenaga dalam dan energi yang jauh besar. Beberapa kali terlihat Sentika terpundur cukup jauh ke belakang karena tidak mampu menahan bobot dari kapak yang menjadi senjata dari Randu Gawi."Bagaimana? Apa kau sudah paham perbedaan kekuatan di antara kita?" Ucap Randu Gawi dengan senyuman yang mengejek."Kau me
Abinawa memilih untuk melihat situasi terlebih dahulu. Dia sudah ada di gelanggang sayembara sejak pertempuran itu di mulai. Bahkan matanya pun menemukan pertarungan yang melihat teman-temannya itu.Abinawa memang memilih untuk mempelajari situasi terlebih dahulu, sebelum turut campur dalam pertarungan. Selain itu, Abinawa pun menyaksikan pertarungan hebat antara Sentika dan Randu Gawi pemimpin siluman banteng itu."Jadi MagaDewi adalah salah satu dalang di balik penyerangan ini," gumam Abinawa.Abinawa dengan cepat dapat mengenali identitas dari Randu Gawi yang berasal dari Bangsa Siluman. Melihat bangsa siluman sudah berani menampakkan dirinya, berarti mereka sudah memiliki kekuatan untuk memulai rencana dan melindungi kelompok mereka dari serangan para pendekar nantinya. Satu yang menjadi kecemasan dari Abinawa, yaitu bangsa siluman ini sudah menjalin kerja sama dengan salah satu kekuatan besar dunia persilatan. Firasat Abinawa yang mengatakan jika munculnya kekuatan-kekuatan baru
Liwandara belum bergerak dari posisinya, dia masih mempelajari situasi lebih dulu. Dia jelas menjadi pusat siasat dari penyerangan kali ini, jadi dia benar-benar tidak ingin mengalaminya kegagalan. Pertaruhkan Sentika dan Randu Gawi sekalipun tidak luput dari perhatiannya.Liwandara dapat bernafas lega, karena kemampuan Randu Gawi berhasil mengunci pergerakan dari Sentika. Sementara itu, juga menyiapkan pendekar lainnya untuk menghentikan Astika sang penguasa Pulau Es Utara.Tidak lupa pula dia memerintahkan beberapa orang-orang kepercayaannya untuk menangkap Ayundia yang memiliki tubuh khusus atau istimewa itu."Ini jelas tidak akan terlalu sulit, tanpa aku harus turun tangan sekalipun kemenangan dan kehancuran pulau es sudah pasti... Pulau Es Utara akan menjadi markas sempurna bagi Sayap Emas jika terus ingin berkembang di dunia persilatan," gumam Liwandara.Liwandara jelas begitu percaya diri jika pasukannya akan memenangkan pertempuran, karena selama ini sosok Liwandara tidak pern
Liwandara yang melihat dua anak buahnya berada di ujung kematian jelas langsung bergerak turun untuk menyelamatkan nyawa anak buahnya itu. Dia jelas tidak ingin kehilangan dua bawahannya yang memiliki kemampuan pendekar suci itu."Ternyata kau akhirnya turun tangan juga, ku pikir kau baru akan turun setelah dua cecenguk ini ku kirim untuk bertemu dengan Dewa Kematian," ucap Abinawa tanpa menjawab pertanyaan dari Liwandara.Liwandara yang mendengarnya hanya tersenyum tipis, dia sangat kagum dengan keberanian yang di miliki oleh Abinawa. Padahal Liwandara sudah menggunakan aura bertarung dan hawa pembunuh miliknya untuk menekan sosok Abinawa, akan tetapi semua itu seolah tidak berpengaruh kepadanya."Harus aku akui, keberanianmu membuatku kagum... Kau adalah orang pertama yang berani menatapku tanpa menundukkan kepala," ucap Liwandara tanpa sungkan melemparkan pujian kepada Abinawa.Abinawa hanya tersenyum tipis, lantas berkata, "Aku sangat tersanjung dengan pujianmu, akan tetapi itu ti
Abinawa langsung mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya, dia juga memusatkan tenaga dalam pada pedangnya, dia jelas sadar jika kali ini harus benar-benar serius jika tidak ingin mati di tangan salah satu komandan dari Sayap Emas ini.Udara seketika menjadi dapat dalam beberapa radius, jika ada burung yang lewat di antara pertarungan mereka maka niscaya burung itu akan mati karena tidak kuat menahan tekanan darah aura dua orang pendekar tingkat tinggi. Manusia biasa sekalipun tidak akan bertahan hidup jika terkena dampak dari aura bertarung yang di lepaskan oleh dua orang pendekar ini."Memiliki aura bertarung sebesar ini di usia yang sangat muda benar-benar seorang monster... Kau akan menjadi permata jika di pihak kami, sebaliknya kau akan menjadi pisau jika berada di pihak lawan," Abinawa memilih untuk bungkam, dia jelas mewaspadai gerak-gerik dari Liwandara. Setelah melihat jurus yang di gunakan Liwandara adalah jurus tingkat tinggi, membuat Abinawa harus berkonsentrasi jika