Abinawa memilih untuk melihat situasi terlebih dahulu. Dia sudah ada di gelanggang sayembara sejak pertempuran itu di mulai. Bahkan matanya pun menemukan pertarungan yang melihat teman-temannya itu.Abinawa memang memilih untuk mempelajari situasi terlebih dahulu, sebelum turut campur dalam pertarungan. Selain itu, Abinawa pun menyaksikan pertarungan hebat antara Sentika dan Randu Gawi pemimpin siluman banteng itu."Jadi MagaDewi adalah salah satu dalang di balik penyerangan ini," gumam Abinawa.Abinawa dengan cepat dapat mengenali identitas dari Randu Gawi yang berasal dari Bangsa Siluman. Melihat bangsa siluman sudah berani menampakkan dirinya, berarti mereka sudah memiliki kekuatan untuk memulai rencana dan melindungi kelompok mereka dari serangan para pendekar nantinya. Satu yang menjadi kecemasan dari Abinawa, yaitu bangsa siluman ini sudah menjalin kerja sama dengan salah satu kekuatan besar dunia persilatan. Firasat Abinawa yang mengatakan jika munculnya kekuatan-kekuatan baru
Liwandara belum bergerak dari posisinya, dia masih mempelajari situasi lebih dulu. Dia jelas menjadi pusat siasat dari penyerangan kali ini, jadi dia benar-benar tidak ingin mengalaminya kegagalan. Pertaruhkan Sentika dan Randu Gawi sekalipun tidak luput dari perhatiannya.Liwandara dapat bernafas lega, karena kemampuan Randu Gawi berhasil mengunci pergerakan dari Sentika. Sementara itu, juga menyiapkan pendekar lainnya untuk menghentikan Astika sang penguasa Pulau Es Utara.Tidak lupa pula dia memerintahkan beberapa orang-orang kepercayaannya untuk menangkap Ayundia yang memiliki tubuh khusus atau istimewa itu."Ini jelas tidak akan terlalu sulit, tanpa aku harus turun tangan sekalipun kemenangan dan kehancuran pulau es sudah pasti... Pulau Es Utara akan menjadi markas sempurna bagi Sayap Emas jika terus ingin berkembang di dunia persilatan," gumam Liwandara.Liwandara jelas begitu percaya diri jika pasukannya akan memenangkan pertempuran, karena selama ini sosok Liwandara tidak pern
Liwandara yang melihat dua anak buahnya berada di ujung kematian jelas langsung bergerak turun untuk menyelamatkan nyawa anak buahnya itu. Dia jelas tidak ingin kehilangan dua bawahannya yang memiliki kemampuan pendekar suci itu."Ternyata kau akhirnya turun tangan juga, ku pikir kau baru akan turun setelah dua cecenguk ini ku kirim untuk bertemu dengan Dewa Kematian," ucap Abinawa tanpa menjawab pertanyaan dari Liwandara.Liwandara yang mendengarnya hanya tersenyum tipis, dia sangat kagum dengan keberanian yang di miliki oleh Abinawa. Padahal Liwandara sudah menggunakan aura bertarung dan hawa pembunuh miliknya untuk menekan sosok Abinawa, akan tetapi semua itu seolah tidak berpengaruh kepadanya."Harus aku akui, keberanianmu membuatku kagum... Kau adalah orang pertama yang berani menatapku tanpa menundukkan kepala," ucap Liwandara tanpa sungkan melemparkan pujian kepada Abinawa.Abinawa hanya tersenyum tipis, lantas berkata, "Aku sangat tersanjung dengan pujianmu, akan tetapi itu ti
Abinawa langsung mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya, dia juga memusatkan tenaga dalam pada pedangnya, dia jelas sadar jika kali ini harus benar-benar serius jika tidak ingin mati di tangan salah satu komandan dari Sayap Emas ini.Udara seketika menjadi dapat dalam beberapa radius, jika ada burung yang lewat di antara pertarungan mereka maka niscaya burung itu akan mati karena tidak kuat menahan tekanan darah aura dua orang pendekar tingkat tinggi. Manusia biasa sekalipun tidak akan bertahan hidup jika terkena dampak dari aura bertarung yang di lepaskan oleh dua orang pendekar ini."Memiliki aura bertarung sebesar ini di usia yang sangat muda benar-benar seorang monster... Kau akan menjadi permata jika di pihak kami, sebaliknya kau akan menjadi pisau jika berada di pihak lawan," Abinawa memilih untuk bungkam, dia jelas mewaspadai gerak-gerik dari Liwandara. Setelah melihat jurus yang di gunakan Liwandara adalah jurus tingkat tinggi, membuat Abinawa harus berkonsentrasi jika
Kembalinya Pusaka Legendaris ke dunia persilatan jelas sudah terdengar ke seluruh antero Palau Es Utara, mereka yang sudah hidup lama di dunia persilatan pasti mengenal pusaka itu.Keterkejutan mereka sekaki menjadi ketika mengetahui pemilik pusaka itu adalah seorang pemuda yang bahkan masih hijau di dunia persilatan.Sentika di sisi lain juga sama terkejutnya, lebih terkejut lagi saat mengetahui pemuda itu adalah yang menemui beberapa tempo waktu yang lalu dan menginginkan keamanan Pulau Es Utara di tingkatkan berlapis-lapis."Jadi dia adalah pemilik pusaka legendaris itu, pantas saja aku merasakan auranya berbeda dari pemuda pada umumnya," gumam Sentika saat dia mulai berhasil menjaga jarak aman dari Randu Gawi.Pertarungan Sentika dengan Rantu Gawi tidak kalah menarik dan menyebabkan banyak kehancuran, akan tetapi sampai saat ini terlihat Sentika sedikit unggul dalam kecepatan. Sentika juga mampu memberikan luka di sekujur tubuh Randu Gawi, sementara dirinya masih terlihat tanpa lu
Astika yang melihat Pulau Es Utara menjadi porak-poranda benar-benar meluapkan amarahnya. Dia langsung memberikan perintah kepada seluruh pendekar yang di milikinya untuk turun dalam pertempuran dan menghabisi setiap musuh yang di temuinya.Astika semakin di buat naik pitam, saat menyadari bukan hanya mereka yang berasal dari bangsa manusia yang menyerang Pulau Es Utara, akan tetapi juga mereka yang berasal dari bangsa siluman."Bedebah!!! Akan ku bunuh kalian semua!!!" Astika langsung menggunakan sihir es tingkat tinggi yang memang menjadi kebanggaannya di setiap pertarungan. Dalam waktu cepat, suhu dingin meningkat drastis, bahkan beberapa siluman yang berada dalam jangkauan Astika sudah tidak lagi mampu bergerak karena membeku.Dengan kemampuan sihir es miliknya, Astika benar-benar menjadi salah satu momok yang menakutkan bagi setiap lawan yang di hadapinya. Astika bahkan tidak segan melakukan pembunuhan keji karena sudah terbakar emosi. Penyerangan ini jelas sama saja menghancurk
Baruna Wardhana, Walaskara, Arta, dan Arya Dwi Raga tampak saling memunggungi dan saling melindungi dari setiap serangan yang berusaha mengincar mereka.Keempat pendekar muda itu jelas menjadi target para penyerang, karena akan menjadi ancaman bagi kelompok mereka di masa depan jika terus di biarkan berkembang.Namun, Kombinasi 4 orang pendekar muda itu jelas bukan sesuatu yang mudah untuk di lawan, ke-empatnya seolah saling melengkapi satu sama lain. Baik saat membangun serangan ataupun bertahan."Tetap fokus, kita tidak boleh lengah atau mereka akan menghabisi kita," ucap Baruna Wardhana kepada ketiga rekannya.Mereka menganggukkan kepalanya dengan serempak, jelas mereka tidak ingin terpecah fokus. Kali ini yang menjadi pertaruhannya adalah nyawa mereka."Sialnya, jumlah mereka seolah tidak ada habisnya," sahut Arta yang masih terus melakukan hujan serangan dengan cambuk di tangannya itu."Benar, sebenarnya seberapa banyak jumlah mereka ini," Walaskara ikut menyahuti."Kita tidak ta
Di sisi lain, Ayundia yang menjadi rebutan para pendekar dunia persilatan saat ini sedang di repotkan dalam menghalau setiap serangan yang di lepaskan oleh para pendekar Sayap Emas itu."Puteri Pulau Es Utara, ternyata kecantikan yang kau miliki bukan hanya kabar burung semata!!!""Haha, jenius tidak salah jika banyak yang menyebutkan dirimu adalah yang terbaik di generasimu, bahkan Baruna Wardhana sekalipun bukan tandinganmu,""Hahaha kau benar, dia adalah paket komplit. Selain cantik juga jenius silat... Sungguh, tidak salah jika ketua menginginkan gadis ini kita bawah hidup-hidup,"Para pendekar Sayap Emas itu nyerocos dengan lincah, mereka jelas bukan pendekar sembarangan. Sejak awal rencana penyerangan, mereka telah di siapkan untuk menangkap Ayundia hidup-hidup, karena memiliki sesuatu yang istimewa di dalam tubuhnya.Para pendekar itu saling berpandangan, sebelum tertawa dengan keras dan melesat cepat ke arah Ayundia.Ayundia langsung bereaksi dengan menciptakan dinding es dan