Setelah meninggalkan desa dengan peta kuno di tangan, Ling, En Jio, dan Lengkukup memulai perjalanan menuju pegunungan utara. Udara segar dan dingin menyambut mereka saat mereka melangkah ke jalan berbatu yang mengarah ke puncak gunung. Dalam hati Ling, semangat untuk menemukan kekuatan Dewa Naga semakin membara."Kau yakin kita harus melalui rute ini?" tanya En Jio, mengamati peta dengan hati-hati. "Sepertinya ada jalan yang lebih cepat, tetapi mungkin lebih berbahaya.""Kita harus berhati-hati," jawab Ling. "Tetua itu mengatakan bahwa jalan menuju tempat suci akan dipenuhi dengan makhluk-makhluk berbahaya. Mungkin rute ini lebih aman."Lengkukup menambahkan, "Setiap langkah yang kita ambil adalah bagian dari pelajaran. Semakin banyak rintangan yang kita hadapi, semakin kuat kita menjadi."Mereka melanjutkan perjalanan, menapaki jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan lebat dan batu-batu besar. Suasana di sekeliling mereka tenang, tetapi Ling merasakan ketegangan yang menggantu
Meninggalkan gua di belakang, Ling dan rekan-rekannya melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak pegunungan utara. Udara semakin dingin, dan kabut tebal mulai menyelimuti jalan di depan mereka, menciptakan suasana misterius yang penuh dengan keajaiban. Ling merasa semakin terhubung dengan kekuatan Kitab Dewa Naga, dan keyakinan dalam dirinya tumbuh seiring dengan setiap langkah yang diambil."Ling," En Jio memecah keheningan, "kira-kira seberapa jauh kita harus pergi untuk menemukan sumber kekuatan Dewa Naga?"Ling memandangi peta yang masih dipegang En Jio. "Menurut peta ini, kita harus mencapai puncak dalam dua hari perjalanan lagi. Namun, kita harus tetap waspada terhadap makhluk-makhluk yang mungkin kita hadapi.""Semoga kita tidak bertemu dengan makhluk seperti penjaga gua itu lagi," Lengkukup menambahkan sambil melangkah hati-hati, memastikan bahwa kakinya tidak menginjak batu tajam.Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Ling merasakan adanya sesuatu yang aneh di udara. Suara g
Perjalanan Ling dan kawan-kawannya semakin mendebarkan. Setelah memperoleh kekuatan baru dari Dewa Naga, rasa percaya diri Ling memuncak. Namun, ada sesuatu yang lebih besar menanti mereka di puncak gunung.Saat mereka melanjutkan perjalanan, kabut mulai menyelimuti jalan, menciptakan suasana mistis yang sekaligus menakutkan. Tiba-tiba, angin kencang bertiup, membawa suara gemuruh yang menggetarkan tanah. Ling dan teman-temannya saling berpandangan, menyadari bahwa sesuatu yang mengerikan sedang mendekat."Kita harus bersiap!" seru Ling. "Ini mungkin Dewa Kegelapan yang datang!"Dengan cepat, mereka mengambil posisi bertarung, mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman yang tidak terduga. Dari kejauhan, sosok besar muncul, dengan bayangan gelap menutupi langit. Itu adalah Dewa Kegelapan, makhluk menakutkan yang selama ini mereka dengar dalam legenda."Ling!" En Jio berteriak, "Apakah kau siap?"Ling mengangguk, merasakan aliran kekuatan baru di dalam dirinya. "Aku sudah siap. Kita ti
Setelah mengalahkan Dewa Kegelapan, Ling dan teman-temannya berdiri di puncak gunung. Angin dingin berhembus lembut, membawa aroma segar dari hutan yang baru saja mereka lewati. Di hadapan mereka, hamparan tanah yang luas terbentang, dengan langit biru yang cerah menghiasi panorama. Namun, rasa lega yang menyelimuti mereka tidak bertahan lama."Ling, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Lengkukup, matanya masih terpaku pada sosok Dewa Kegelapan yang tergeletak di tanah. "Apakah kita harus memusnahkannya?"Ling menggelengkan kepala. "Dia sudah kalah. Mungkin lebih baik kita membiarkannya hidup sebagai peringatan bagi yang lain.""Kau benar," En Jio menyetujui. "Kita tidak bisa membiarkan kekuatan seperti itu kembali bangkit. Tapi kita juga harus memastikan tidak ada ancaman lain yang mengintai."Dengan keputusan yang bulat, mereka meninggalkan Dewa Kegelapan di sana. Ling merasakan energi yang mengalir dalam dirinya, semakin yakin bahwa kekuatan yang dia terima dari Kitab Dewa
Gianjoyo dan Kirana bisa dikatakan orang yang beruntung saat mereka mendapatkan seorang anak laki-laki yang mereka namai Lengkukup. Dia memiliki bakat seorang pendekar sejak kecil, Lengkukup diberkahi kemampuan mempelajari sesuatu dengan cepat.Kemampuannya itu tentu menjadi daya tarik bagi sebagian orang, tetapi beberapa dari orang itu menaruh kebencian terhadapnya, mereka iri atas pencapaian yang dilakukan Lengkukup. Tepat ketika menginjak usia tujuh tahun, sekte Aur Duri mengadakan sayembara untuk anak muda yang berbakat. Banyak yang berpartisipasi disayembara yang diadakan itu dan Lengkukup menjadi salah satu pesertanya. Lengkukup bukannya menjadi sosok yang membanggakan, tetapi dirinya justru menjadi korban cemoohan dan dianggap curang oleh orang tua anak-anaknya karena Lengkukup dapat dengan mudah mengalahkan musuh-musuhnya. Gianjoyo dan Kirana saat itu melihat Lengkukup dihina bahkan dikucilkan tidak terima atas perlakuan mereka.
“Maafkan atas ketidaksopan kami karena tidak memberi tau tuan terlebih dahulu” sepuh tua berkata dengan kaki sedikit gemetar, dirinya berusaha mencairkan keadaan yang sedikit memanas. “Kami hanya pendatang baru ditempat ini, tolong lepaskan anakku!” Gianjoyo sedikit memelas supaya tidak terjadi keributan yang tidak diinginkan. Sebelumnya sepuh tua juga sudah berpesan supaya hati-hati berbicara dengan Kencana Emas karena karekternya yang mudah tersinggung. “Tidak. Dia sudah memata mataiku sejak tadi.” “Maafkan sekali lagi atas kecerobohan anakku, dia memang sering melihat orang berlatih beladiri, dan tertarik dengan hal baru yang baru dilihatnya” Gianjoyo berusaha meyakinkan Kencana Emas, tetapi tampaknya Kencana Emas masih tidak percaya. “Berbaik hatilah Tuan Kencana Emas, kau hanya perlu melepaskannya dan biarkan situa bangka ini yang mengurusnya.” Sepuh itu sedikit menepuk pundak Kencana Emas berusaha meyakinkanny
Sudah beberapa waktu mereka bertarung, Gamya dan adik seperguruan Jiang sedang melihat pertarugan Kencana Emas. Tampak mereka seperti setara dalam pertarungan, tetapi sebenarnya Kencana bisa dengan mudah mengalahkan Jiang hanya dengan beberapa kali tarikan nafas saja. Kencana sedikit terganggu dengan Gamya yang mampu membuatnya jatuh keposisi berlutut kapan saja. Namun saat ini Gamya hanya melihat dan tidak menunjukkan dirinya ingin ikut campur pertarungan muridnya. Melihat posisi yang menguntungkan itu Jiang berusaha semakin memojokkan Kencana sambil tertawa lantang. Namun Kencana Emas bahkan belum berpindah dari tempat dia berdiri Kencana sedikit berkelit ketika golok Jiang hampir mengenai wajahnya dan secara bersamaan Kencana melancarkan serangan tapak kearah dada Jiang yang menyebabkan benturan yang cukup kuat, serangan itu membuat Jiang mundur beberapa langkah lalu memuntahkan dara segar. “Kuaku
Pada akhirnya Gianjoyo harus mati dengan penuh penyesalan karena tidak bisa melindungi keluarganya. Rasa penyesalan itu terlihat dari air mata Gianjoyo yang keluar tanpa bisa dikendalikan, pemandangan terakhir Gianjoyo adalah Kirana yang ditarik rambutnya oleh Xue. Melihat Gianjoyo sudah tidak berdaya Kirana ingin menangis tetapi tidak bisa karena rambutnya sedang ditarik oleh Xue. Kirana menyesal karena selama ini tidak pernah belajar beladiri, kini dia mendapatkan bukti jika dunia persilatan itu sangat kejam. Kirana tidak bisa menahan air mata yang sejak tadi terbendung dikelopak matanya. Butiran air mata membasahi wajah Kirana mengharap belas kasih Xue yang saat ini menjilati bibirnya.“Ampuni kami tuan, setidaknya biarkan anakku pergi dari sini” Ucap Kirana sambil menangis tidak dapat berbuat apa-apa. Genggaman rambut Kirana tiba-tiba dilepaskan, harapannya seolah menjadi kenyataan Kirana lantas berlari me