Setelah memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju kuil yang terlihat dalam visi Ling, ketiga sahabat itu bersiap untuk berangkat. Lengkukup, dengan pengalamannya, memimpin jalan melalui hutan yang masih basah akibat hujan semalam. Setiap langkah mereka terasa penuh kehati-hatian, mengingat banyaknya ancaman yang bisa mengintai di balik pepohonan yang rimbun."Kita harus tetap waspada. Hutan ini penuh dengan makhluk gaib yang bisa jadi bersahabat atau mematikan," ujar Lengkukup, memecah keheningan yang menyelimuti mereka.Ling mengangguk. Sejak mendapatkan kekuatan baru dari Kitab Dewa Naga, dia merasa energinya meningkat, namun dia juga tahu bahwa kekuatan itu bukanlah jaminan. Dalam hatinya, dia masih merasakan tekanan dari Manggala yang berusaha mengambil alih kendali."Aku akan tetap fokus," janji Ling, berusaha menepis rasa khawatir yang menyelimuti pikirannya.Mereka melangkah lebih dalam ke dalam hutan, semakin jauh dari tempat yang telah mereka tinggalkan. Hutan yang sebel
Suasana di dalam kuil masih dipenuhi keheningan setelah pertempuran sengit melawan Manggala. Ling berdiri di tengah altar, jantungnya berdegup kencang, merasakan adrenalin masih mengalir dalam darahnya. Lengkukup dan En Jio mendekat, wajah mereka menunjukkan campuran rasa khawatir dan rasa lega."Ling, kau baik-baik saja?" tanya En Jio, matanya penuh perhatian. "Tadi itu... sangat menakutkan."Ling menatap sahabatnya, tersenyum meski rasa lelah melanda. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit... terkejut." Dia mengalihkan perhatian ke altar, di mana Kitab Kekuatan Kegelapan masih terletak. "Tapi kita harus mengambil kitab itu. Mungkin ada informasi yang bisa membantu kita melawan Manggala lebih lanjut."Dengan langkah hati-hati, Ling mendekati kitab tersebut. Saat dia mengulurkan tangan untuk mengambilnya, sebuah cahaya lembut muncul dari halaman-halamannya. Di dalam cahaya itu, Ling melihat gambaran yang berputar, seolah menggambarkan peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Dia terpes
Kehangatan pagi menyelimuti Sekolah Awan Tinggi saat Ling dan sahabat-sahabatnya berkumpul di halaman. Setelah berjam-jam mendiskusikan rencana, mereka merasa siap untuk menghadapi tantangan yang menanti. Aura optimis menghiasi setiap sudut sekolah, dan semangat petarung terbangun kembali di hati setiap siswa yang berkumpul.Ling berdiri di depan kelompok, berusaha menyalurkan ketenangan dan keberanian. "Kita semua tahu bahwa Manggala adalah ancaman yang sangat besar. Namun, kita tidak sendirian. Dengan kekuatan kita bersatu, aku yakin kita bisa mengalahkannya."Satu per satu, para murid dan guru mengangguk, menunjukkan dukungan penuh terhadap kepemimpinan Ling. "Kita harus melatih diri kita secara intensif," kata Lengkukup. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dari kitab yang kita temukan. Kita perlu mempersiapkan diri secara fisik dan mental."En Jio menambahkan, "Aku setuju. Kita harus mengasah kemampuan bertarung kita dan menemukan cara untuk saling mendukung satu sama lai
Kabut tebal menyelimuti hutan di sekitar Sekolah Awan Tinggi ketika pagi tiba. Ling dan teman-temannya baru saja selesai berlatih, tubuh mereka dipenuhi keringat, tetapi semangat mereka tak surut. Latihan demi latihan semakin mematangkan mereka untuk menghadapi ancaman besar yang akan datang.Namun, di balik semua itu, ada satu kekhawatiran yang tak dapat mereka abaikan: pengkhianat yang mungkin ada di antara mereka. Kabar tentang adanya sosok yang diam-diam membantu Manggala menyusup ke lingkaran Sekolah Awan Tinggi telah membuat setiap orang merasa waspada.Di dalam aula utama, Master Jian memanggil Ling dan kelompoknya untuk sebuah pertemuan penting. Aula itu tampak lebih sunyi dari biasanya, seolah atmosfer ketegangan menggantung di udara."Ling, Lengkukup, En Jio," ujar Master Jian dengan nada serius. "Aku telah mendapat informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Kita menghadapi ancaman dari dalam. Ada seseorang di antara kita yang berpihak pada Manggala, seseorang yang memberik
Setelah menangkap Xia Wei, Ling dan teman-temannya memutuskan untuk melakukan interogasi terhadapnya. Meskipun mereka berhasil menggagalkan rencana serangan malam itu, mereka harus mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai jaringan yang dibangun oleh Manggala. Interogasi diadakan di ruang bawah tanah Sekolah Awan Tinggi, tempat yang jauh dari perhatian orang-orang lain.Xia Wei terikat di kursi, wajahnya tampak marah dan bingung. "Kalian tidak bisa melakukan ini padaku!" teriaknya. "Manggala akan datang untuk menyelamatkanku!"Ling, dengan tatapan tajam, mendekat. "Kami tidak akan menyakiti mu, Xia Wei. Kami hanya ingin tahu apa yang direncanakan oleh Manggala. Siapa saja yang terlibat?"Dengan nada dingin, Xia Wei menjawab, "Aku tidak akan mengatakan apapun. Manggala lebih kuat dari yang kalian kira!"Lengkukup mendekat, memancarkan aura menakutkan. "Kalau begitu, kami akan melakukan cara yang lebih keras untuk membuatmu berbicara. Tidak ada gunanya melindungi orang yang mengkhiana
Dengan cepat, Ling dan kelompoknya meluncur ke depan, menyerang prajurit-prajurit itu dengan kecepatan dan kekuatan yang mengejutkan. Ling menggerakkan pedangnya, memancarkan cahaya tajam yang membelah kegelapan malam. Setiap tebasan tidak hanya menghancurkan tubuh lawan, tetapi juga menambah kepercayaan dirinya."Hati-hati, mereka terlatih!" teriak Lengkukup saat dia menghindari serangan balasan. Sebuah pedang meluncur melewati telinganya, dan dia membalas dengan jurus 'Tebasan Tujuh Bintang', melepaskan tujuh potongan angin tajam yang menewaskan dua prajurit sekaligus.En Jio tidak mau kalah. Dia mengaktifkan tekniknya, membentuk bola energi di telapak tangannya. "Ini untuk semua orang yang terjebak dalam kegelapan!" teriaknya sebelum melemparkan bola energi itu ke arah sekelompok prajurit yang sedang berusaha mengelilingi mereka. Ledakan besar mengguncang tanah, dan para prajurit itu terjatuh, kebingungan.Namun, meski prajurit Manggala tampak tak terhentikan, Ling bisa merasakan b
Langkah kaki Ling dan kelompoknya menggema di lorong-lorong sempit markas Manggala. Nafas mereka terengah-engah, sementara suara para prajurit pengejar semakin mendekat di belakang mereka. Di tangan Ling tergenggam erat gulungan catatan berisi petunjuk artefak Dewa Naga yang baru saja mereka curi sebelumnya. Namun, kemenangan itu terasa berat, karena setiap detik yang berlalu, bahaya semakin mendekat terhadap mereka.Hal itu juga membuat salah satu dari mereka berfikir keras untuk menghadapi situasi yang sedang mereka hadapi saat ini. Ya, En Jio adalah orang yang tepat untuk melakukan tugas tersebut, di saat penting seperti ini, dia melakukan tugasnya dengan cukup baik."Kita tidak bisa terus begini!" ujar En Jio, napasnya tersengal. "Mereka akan mengejar kita, dan kita pasti terjebak jika terus berlari tanpa arah."Lengkukup melirik ke arah lorong di depan mereka, matanya menyipit penuh perhitungan. Ya, dia adalah orang yang cukup mahir dalam melihat peluang, namanya yang sama dengan
Perjalanan menuju Kitab Dewa Naga semakin mendekati puncaknya. Setelah mengalahkan siluman penjaga, Ling, En Jio, dan Lengkukup melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati. Hutan Siluman yang sebelumnya sunyi kini dipenuhi oleh energi yang kian berdenyut kuat, seolah-olah mereka semakin dekat dengan pusat kekuatan.Mata Ling terus memandang ke depan, meski tubuhnya masih terasa berat akibat penggunaan kekuatan Manggala. Keringat dingin mengalir di dahinya, namun dia terus menekan kekuatan iblis tersebut dalam dirinya. Dia tahu jika tidak berhati-hati, Manggala bisa kapan saja mengambil alih tubuhnya sepenuhnya."Kita semakin dekat," gumam Lengkukup sambil memperhatikan sekeliling. "Aku bisa merasakan kekuatan dari kitab itu semakin intens."Ling hanya mengangguk. Dia bisa merasakan hal yang sama. Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke takdir yang akan menentukan nasib mereka. Getaran energi yang dihasilkan oleh Kitab Dewa Naga semakin terasa, seolah memanggi
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya