Sementara Tobah meringis kecil, sembilan orang bawahannya melawan tiga orang didepannya mati dengan mudah. Ditekannya ujung balau ketanah, kemudian melayang beberapa saat ke udara sembari melepaskan serangan demi serangan.Ketiga orang itu berniat menebas kakinya, tapi Tobah dengan ilmu meringankan tubuh yang cukup sempurna, bertengger diatas pedang mereka.Salah satu dari ketiga orang itu buru-buru menarik kembali pedangnya, kemudian Tobah diatas angin dengan pedang terhunus ke depan.Namun Tobah sedikit memutar ke kiri, dia pada akhirnya berhasil menancapkan ujung balaunya ditengah dada pria itu.Akkk...suara teriakan pria itu, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir."Kurang ajar kau telah membunuh anggota kami!""Tidak, aku juga akan membunuh kalian semua." Tobah berkata pelan, wajahnya tetap saja datar dengan mata sayu.Sehingga tidak butuh waktu lama, akhirnya pria itu berhasil melepaskan satu serangan balau pada dada kiri orang berambut paling gondrong diantara ketiga la
Sehingga tidak membutuhkan waktu lama, semua orang mengatakan siap menjadi budak, kecuali hanya beberapa orang yang cukup bodoh melarikan diri dari tempat itu. Mereka sekitar dua puluh orang, berlari tunggang langgang menuju hutan di belakang markas.Galuh Tapa hanya menggelengkan kepala, kemudian memberi isyarat kepada Sunting Sirih untuk menghabisi mereka. Gadis itu tidak membantah dia melompat pada sebuah bangunan paling tinggi di markas itu.Dari tempat itu dia bisa melihat dua puluh orang beranjak sekitar dua ratusan meter dari ujung mata panahnya.Begitu cepat hampir tidak bisa dilihat, lalu dua puluh anak panah melesat melaju secara beriringan tepat di bagian otak kecil mereka.Setelah dia melakukan hal itu, Sunting Sirih segera turun dan mengarahkan mata panahnya pada prajurit yang paling ketakutan diantara prajurit yang lain."Lari lah jika kalian mampu, aku ingin lihat apakah kaki kalian lebih cepat dari mata panahku?" ucapnya.Dengan seketika, seratus delapan puluh prajuri
Bagas Sanjaya beserta Rangga rajasa dibantu dengan belasan prajurit yang lain mengumpulkan semua perlengkapan perang. Sangat banyak sekali, ada sekitar sembilan ratus baju perang serta pedang dan tombak."Senjata ini cukup kuat" Bagas Sanjaya memperhatikan Balau emas yang pernah digunakan oleh Tobah serta pedang yang digunakan Mojopali. "Pakailah pedang ini, sayang sekali aku bukan pendekar pedang."Salah satu prajurit yang cukup kuat, menerima pedang itu dengan ragu. Pedang itu sangat tajam dibanding dengan pedang yang tersandang di pinggangnya."Jangan sungkan, ambillah untukmu."Bagas sanjaya tersenyum kecil."Terimakasih, patih""Ah, jangan memanggil aku patih lagi, kita bukan bagian dari Pasmah lebar."Perlengkapan ini akan berguna. Umumnya Suban Darah dan prajurit Jalang Pasmah mengenakan pakaian ala kadarnya.Namun dengan menggunakan perlengkapan alat ini, akan menambah sedikit pertahanan tubuh mereka. Tidak semua orang memiliki tubuh kuat seperti Bagas Sanjaya.Sedangkan semua
Menyadari lokasinya sedang diketahui Galuh Tapa, orang itu keluar dari balik pohon. Dia melompat beberapa kali dan lompatan terakhir sudah tepat berada dihadapan Galuh Tapa. Ilmu meringankan tubuh pria itu tidak terlalu buruk.Dengan kedatangan pria itu, maka muncul pula belasan orang yang berbadan kekar. Mereka menggunakan pakaian yang tampak seperti dari kulit binatang, menggunakan anting dari kuku harimau dan juga gelang dari tulang belulang binatang buas.Sementara dari pemimpin mereka mengenakan ikat kepala dari tumbuhan rambat. Galuh Tapa bisa melihat dari peradaban mereka lebih tertinggal dari perguruan pedang bayangan.Senjata mereka menggunakan sebuah bambu panjang yang berwarna kuning, tapi memancarkan aura yang sedikit aneh. Ada energi yang memancarkan dari tongkat itu."Siapa kalian bertiga dan kenapa kalian memasuki wilayah kami?" Suara pria di depan Galuh Tapa nyaris seperti geraman panglima kumbang. "Apa kalian mata-mata?"Cagar Alam bahkan tidak mengerti dengan bahasa
Setelah beberapa jam diatas punggung panglima kumbang, Galuh Tapa sudah melihat sebuah tangga yang terbuat dari susunan batu pualam. Tampak sekali ada banyak liku tangga itu, bercabang-cabang dimana setiap cabangnya berdiri sebuah bangunan, yang terlihat seperti rumah batu. Dari tempat ini tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kuda, jadi Galuh Tapa menambang kuda-kudanya di pangkal tangga. Pemuda itu masih memperhatikan keadaan disekitarnya, mencari jalan lain yang mungkin bisa dilewati untuk tiba diatas gunung tapi tidak ada. Semuanya adalah tebing terjal, selain tangga ini tidak ada jalan lain untuk tiba kepuncak gunung. Namun jika diperhatikan gunung itu tidak terlalu tinggi, mungkin tidak bisa dikatakan sebuah gunung kecuali di puncaknya mengeluarkan asap tipis yang berasal dari dalam bumi. Tapi permukaannya sama seperti gunung yang lainya, gunung ini juga gersang dan penuh dengan bebatuan. "Apa itu padepokan Buluh Pitam seperti yang kau katakan tadi?" Galuh
Padepokan Buluh PItam sudah berdiri sejak lama, sahabat dekat teknik adalah Jarum yang beracun yang di pelajari oleh Lanang Hitam dan Cagar Alam. Dua teknik ini sebenarnya sedikit sama, menggunakan jarum kecil yang beracun.Perbedaan kedua teknik ini jelas dari penggunaan jarumnya, ada yang dilemparkan dengan tangan dan ada yang menggunakan alat berupa bilah sembilu bambu.Ketika malam harinya, Cagar Alam di undang oleh Sundaraweh ke ruangannya, sementara Galuh Tapa dan Rangga Rajasa ditinggalkan di ruangan lain.Ada lima sesepuh Buluh Pitam telah menunggu di tempat itu, mereka berlima selain Sundaraweh adalah orang tua yang memiliki janggut dan rambut yang putih. Nampaknya terlihat lebih kuat dari Sundareweh itu sendiri."Apakah kau yang bernama Cagar Alam?" Salah satu dari sesepuh bertanya.Wajah-wajah mereka terlihat sangat ramah, tapi aura Sembilu yang mereka pegang lebih pekat dari yang di miliki Sundaraweh."Benar sesepuh, hamba memberi hormat." Cagar Alam membungkukkan seban
Sebenarnya tidak ada yang tahu, membutuhkan waktu berapa lama untuk menguasai sepenuhnya teknik jarum beracun dari surgawi. Mengingat teknik itu ternyata sangat sulit dari teknik Sembilu beracun"Teman! kau boleh tinggal ditempat ini tapi kau harus ingat. Berlatihlah dengan sangat keras demi orang-orang yang akan kita perjuangkan." Galuh Tapa, kemudian meletakkan telapak tangan di dada. "Suban Darah akan menjadi pijakan dan penopang serta akan menjadi atap bagi semua orang yang membutuhkan. Suban Darah akan selalu akan melindungi rakyat dan menegakkan keadilan. Kau harus menanamkan itu di dalam hatimu." Lanjut pemuda itu.Cagar Alam tersenyum kecil, tapi kemantapan hati jelas terpancar diwajahnya.Dia kemudian mengeluarkan sebilah pisau kecil, menggenggam mata pisau itu kemudian menariknya dengan kuat, hingga darah mengalir menodai tanah."Aku berjanji kepada pemimpin Suban Darah dan bersumpah atas nama surga. Aku anggota Suban Darah akan menjadi pijakan, dan menjadi atap bagi semua
Menyadari hal itu, pria itu mencoba menyalurkan tenaga dalamnya, hanya untuk menguji apakah perkataan Galuh Tapa benar, tapi dia langsung pucat pasai mengetahui tidak ada satupun ajian yang bisa digunakan saat ini. Semuanya telah lenyap."Kau adalah tawanan kami." Galuh Tapa meminta prajuritnya untuk membawa orang itu. "Kau akan menjadi kunci kami menaklukan markas cabang."Orang itu tidak berkutik setelah dua orang menyeret tubuhnya dan meletakan didalam kereta yang mengangkut makanan. Padahal tubuh orang itu sangat kekar dan tinggi, berwajah luar biasa hitam dan berkumis lebat, tapi tampang menyeramkannya menjadi ciut seketika. "Kalian tidak akan sanggup menghancurkan markas Periang bahkan kekuatan kalian tidak akan sanggup menghancurkan markas kecil.""Dasar bodah! Apa kau tahu? Kami sudah menghancurkan dua markas kecil dibelakang, rata dengan tanah, dasar bodoh, bodoh! Menurutmu kenapa kami telah sampai di tempat ini, jika bukan karena berhasil menguasai dua markas kecil ?" Tiran