Dua diantara beberapa orang tersebut adalah Damar Tirta dan guru besar dari Ghate Serampil Ki Jangga.Galuh Tapa dapat merasakan kedua orang itu memiliki tingkatan yang berbeda dari Galingga Tirta.Mereka terlihat memiliki tenaga dalam sebesar Level tiga, tapi dalam Kondisi seperti ini Galuh Tapa akan kewalahan menghadapi mereka berdua.''Kedatangan dirimu mencari perkara anak muda? ''Ki Jangga berkata geram.''Kinanti kenapa kau bersama pemuda itu? ''Damar Tirta bertanya dengan heran. Satu-satunya alasan kenapa Damar Tirta belum melancarkan serangan karena gadis itu bersama Galuh Tapa. ''Menjauhlah dari dirinya, usah kau melindungi pemuda itu karena kau juga akan terlibat lebih jauh lagi''''Tidak, kalian salah, aku tidak melindungi dirinya, tapi aku melindungi kalian dari amarahnya...''Kinanti berkata tegas. tampak dari wajahnya.''Tunggu...''Galuh Tapa berjalan mendekati Damar Tirta yang masih menahan amarahnya. ''Bukankah sudah kubilang kepada pemuda itu, kedatanganku kesini untu
Pemuda itu mendekati Gurunya, membuka tutup botol yang terbuat dari batu mulia. ketika tutup botol itu terbuka, aroma rempah-rempah tercium hampir memenuhi seluruh tempat itu.Sehingga Galuh Tapa memberikan gurunya tiga tetes ramuan yang ada dalam ramuan itu, cairannya berbentuk biru laut dan sangat kental. Ketika cairan itu masuk kedalam mulut Ki Santa, tubuh kakek tua itu tiba-tiba memberikan reaksi.Getaran di ujung-ujung jari serta keringat tampak bercucuran dari setiap pori-pori yang ada dipermukaan kulitnya.Pada saat yang sama, Galuh Tapa menyalurkan tenaga dalamnya untuk membantu proses pengobatan gurunya.Hampir selama belasan menit lamanya, pada akhirnya reaksi pada tubuh Ki Santa hilang. Galuh Tapa mengatur napasnya setelah melihat aura tubuh gurunya bercahaya lagi.Bibir yang pucat kini perlahan mulai terlihat segar, tapi Ki Santa belum juga membuka matanya.''Eyang Guru akan sadar setelah dua hari kemudian! ''Galuh Tapa menjelaskan selama itu pula jika luka dalamnya mema
Setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Galuh Tapa. Ki Santa belum menjawab. Dia tidak ingin kalau jawabannya malah menjadikan penyakit hati bagi anak muridnya, hingga akhirnya orang tua itu terkekeh kecil.''Apakah itu sangat penting, Galuh? ''Ki Santa balik bertanya.''Entahlah, aku sedikit terganggu dengan sikapnya, ''ucap Galuh Tapa. ''Dia sesekali memuji Eyang Guru, tapi tak jarang dirinya mencelamu dibelakang sana.''Ki Santa tertawa kecil, dia sudah paham bahwa anak muridnya mempermasalahkan Ki Jangga yang sering menggunjing dirinya.''Tapi Galuh Tapa dengarkan perkataanku. Tidak peduli semua orang tanpa terkecuali yang hidup di dunia ini mencela dirimu, Jangan hiraukan! Karena sifat itu tidak ada dalam hatimu. ''Ki Santa memberi penjelasan.Galuh Tapa tidak berkata lebih lanjut, dia hanya tertunduk sayu mendengarkan perkataan Eyang Gurunya.''Kau harus menanamkan kalimat itu didalam hatimu, dengan demikian dirimu akan menjadi tenang. Sebab gunjingan akan membuat kotorny
Bagas Sanjaya tersenyum tertahan rahang keras dan mata melotot, diapun berbisik kecil. ''Ah kau masih memiliki sifat jahil sama seperti yang dulu? Ini menjengkelkan, kukira kau sudah berubah?''''Hahaha...jangan begitu patih ''Galuh Tapa melepaskan pelukannya kemudian duduk pada kursi yang telah mereka siapkan. ''Kalian semua silakan duduk.Galuh Tapa diam cukup lama, pada saat itu tidak ada yang mencoba bertanya ataupun menegur pemuda itu. tidak ada yang cukup berani. Hingga beberapa menit kemudian dia membuka mulut.''Aku ingin tahu rencana apa yang di lakukan Raja Jagat Satria kedepannya? Tindakan apa yang akan di ambil dalam kondisi saat ini? ''ucap Galuh Tapa.''Sejauh ini tidak ada rencana yang cukup besar kecuali meminta bantuan kepada kerajaan Bumi Besemah. ''Jagat Satria menjawab perkataan pemuda itu.''Bagaimana perkembangannya?''''Semua orang yang dikirim ke pegunungan Lembah Dempo tidak pernah kembali, kau mungkin sudah mengetahui alasannya? ''Sambung Bagas Sanjaya sembar
Setelah itu Galuh Tapa lantas pergi meninggalkan kediaman Raja Jalang Fasma itu. Tempat ini sebenarnya paling tinggi di banding tenda-tenda pengungsi yang lain. Di sepanjang perjalanannya pemuda itu bertemu dengan orang- orang yang telah dia kenal menatapnya dengan heran.Setelah beberapa jam kemudian, tepat matahari berada diatas kepala, Galuh Tapa akhirnya berpamitan dengan Sang Guru untuk memulai perjalannya.''Semoga keberuntungan selalu memihakmu, muridku! ''ucap Ki Santa.''Terima kasih Eyang Guru.''Setelah berpimitan dengan guru, saudarnya, dan teman-temannya. Galuh Tapa menuju tenda perguruan lembah teratai Putih.Dia melayang dengan cepat melintasi beberapa tenda pengungsi dan mendarat tepat diantara tenda lembah Teratai Putih dan Harimau putih.Ki Jangga mengintip dari cela jendela ketika pemuda itu masuk dalam Tenda Satu Jagat dengan curiga.''Apa yang akan dilakukan pemuda itu? ''Sesepuh Angsa Putih dan Harimau Putih berkata setelah mengintip dari cela tenda yang berluba
Dalam catatan itu mengatakan butuh waktu beberapa minggu berjalan dengan kuda untuk tiba dari bumi besemah ke dataran lain ataupun sebaliknya dengan melintasi pegunungan akan bertemu dengan siluman.Galuh Tapa yakin, siluman kera pernah di kalahkan dengan petapa Atung bungsu, jika tidak bagaiman caranya orang itu bisa sampai ke tanah besemah?.Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya mereka tiba pula di dataran tinggi pegunungan itu. Disini, sekarang pemandangan jadi terbatas sebab awan datang terkadang menyelimuti permukaan hutan belantara.Semak belukar yang lebar, serta pohon berdaun lebar menghalangi cahaya matahari menerobos hingga kepermukaan Tanah.Meski diatas pegunungan, tapi suasananya terasa seperti di lembah, saking lebatnya hutan yang rindang.Udaranya lebih dingin lagi, padahal Galuh Tapa tidak menyukai suhu yang seperti itu, karena itu dia sudah mempersiapkan jubah yang sangat tebal berwarna hitam, nyaris sehitam panglima kumbang.Galuh Tapa tampaknya tidak bisa berjalan
Galuh Tapa memandang, memperhatikan gumpalan asap yang keluar dari lubang kawah, gunung itu lebih besar dari gunung yang pernah dia kunjungi di alam lelembut dan terlihat lebih menakutkan, namun tenang, mereka tidak akan melewati puncak gunung. Galuh Tapa membuka selembar kertas yang dibuat oleh cendikiawan kerajaan Jalang fasema. Itu adalah sebuah peta perkiraan yang disusun berdasarkan dari catatan Atung bungsu. Tidak begitu akurat memang, tapi lebih dari cukup untuk pedoman perjalanan mereka. peta itu nampak seperti titik yang bersambung-bersambung, dengan lingkaran besar sebagai pedoman penunjuk arah. Itu adalah peta bintang, di mana arah ditentukan oleh pergerakkan matahari dan bintang-bintang di malam hari. ''Kanda, lihatlah ini! ini seperti jejak para pendekar yang diutus kebumi besemah. ''Kinanti melirik pada bekas jalan yang sedikit menurun disebelah kanannya. Galuh Tapa melihat peta petunjuknya beberapa saat, memandang matahari dan kemudian memandang puncak gunung seca
Setelah itu siluman itu tertawa terbahak-terbahak bersamaan dengan dua puluhan ekor sekawanannya yang maju menyerang Galuh Tapa dan yang lainya.Galuh Tapa segera memilih pemimpinnya sebagai lawan sepadan. Pemuda itu mengeluarkan pedang pusaka Lintang Kuning dan mengayunkannya, tapi siluman itu berhasil menangkisnya dengan cukup mudah.Baru beberapa menit saja, telah terjadi pertukaran serangan puluhan kali antara Galuh Tapa dan siluman itu. Melihat kemampuan manusia yang dihadapinya, mendadak senyum di wajah Cengkedi hilang.Galuh Tapa sangat mudah menghindari ayunan gadah mahluk itu yang terkesan berat.Suuu....!Sementara gerakan Galuh Tapa setiap detiknya semakin lebih cepat dan lebih mematikan.Ting...!Ting...!Hingga setiap benturan yang terjadi antara gadah dan pedang pusaka Lintang Kuning menciptakan gelombang kejut bertekanan kecil, tapi demikian beberapa kali siluman itu terseret kebelakang.Disisi lain, Kinanti memainkan semua benda yang ada disekitarnya dengan arahan tan
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa