Dua sosok melompat ke depan, gerakan mereka cepat bagaikan kilat yang membelah langit. Murong Ning dan Murong Liang, dua tetua klan Murong yang terkenal dengan pengalaman bertempur mereka, langsung menghunus pedang masing-masing. Walaupun tak sekuat Murong Bai namun kedua tetua ini tak bisa diremehkan.Di bawah langit kelabu yang membentang di atas kota Danau Hitam, bilah pedang mereka memancarkan aura dingin yang menakutkan. Masing-masing merupakan Artefak Tingkat Lima—senjata yang sangat langka di Kota Danau Hitam, memancarkan cahaya biru yang berdenyut seperti ombak lautan yang siap memotong mangsanya.Murong Liang menatap lurus ke arah Du Shen, ekspresinya penuh dengan keyakinan."Sekuat apa pun dirimu, menghadapi kerja sama dua ahli di ranah Golden Core adalah sebuah kesalahan besar!" serunya, lalu melesat maju tanpa ragu.Di saat yang sama, Murong Ning bergerak ke samping dengan langkah gesit, bersiap melancarkan serangan dukungan.Saat Murong Liang mengayunkan pedangnya, tiba-
Di kejauhan, Murong Bai berdiri dengan wajah tegang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dua naga petir yang ia ciptakan bukanlah teknik biasa. Itu adalah salah satu teknik pamungkas yang seharusnya mampu menghancurkan lawannya dalam sekali serang. Bahkan seorang ahli satu tingkat di atasnya pun tak luput dari kematian jika berani menghadapi serangan itu secara langsung.Tapi Du Shen menatap ke depan dengan ekspresi tenang, hanya mengulurkan satu tangan ke depan. Dari telapak tangannya, energi Qi hijau pekat mulai mengalir, membentuk pusaran mengerikan yang seketika menciptakan sesosok tengkorak raksasa, matanya bersinar merah darah, dan dari mulutnya yang menganga, gelombang aura kematian menyebar ke segala penjuru.Suasana mendadak berubah. Suhu udara menurun drastis. Mereka yang menyaksikan pertempuran dari kejauhan merasakan tubuh mereka menggigil, bukan karena dingin, tapi karena aura kematian yang merasuk hingga ke tulang."I-ini… teknik macam apa ini?" bisik seseorang di te
Di langit yang tampak kelabu dan penuh dengan pusaran energi liar, Formasi Pembunuh Naga itu bersinar terang, memancarkan cahaya biru yang menggetarkan jiwa.Di dalamnya, inskripsi kuno berputar-putar, membentuk pola kompleks yang seolah memiliki kehidupan sendiri. Suara berderit menggema, seperti derak pintu gerbang neraka yang terbuka perlahan.Dan kemudian sebuah pedang energi raksasa mulai menampakkan diri dari dalam formasi.Awalnya hanya sebentuk cahaya samar, namun dalam hitungan detik, pedang itu mengeras menjadi wujud yang nyata. Panjangnya mencapai puluhan meter, dengan bilah yang berdenyut-denyut memancarkan keganasannya. Aura kehancuran yang mengelilinginya begitu kuat, hingga udara di sekitarnya berdesir tak karuan hingga menjadi pusaran ganas."Lakukan sekarang!" seru Murong Bai dengan suara penuh keyakinan.Dengan satu gerakan serempak dari Murong Bai dan kedua tetua klan Murong, formasi itu bergetar hebat sebelum akhirnya melepaskan pedang energi raksasa ke arah Du She
Langit yang kelam dipenuhi kabut hijau pekat yang menyebar dari tubuh Du Shen, meresap ke dalam udara seperti racun yang perlahan melahap kehidupan di sekitarnya.Dengan tatapan datar seolah tak ada yang berarti baginya, Du Shen mengangkat tangannya, lalu dengan satu gerakan ringan, ia menembakkan gumpalan Qi hijau pekat itu ke arah salah satu tetua klan Murong.WUSHH!Energi itu melesat dengan kecepatan mengerikan, menembus udara dengan suara mendesing.Murong Liang, yang sejak tadi waspada, tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang berbahaya mendekat ke arahnya, namun sudah terlambatuntuknya bereaksi."Apa—?!"Belum sempat ia bergerak, gumpalan energi itu telah menghantam tepat di dadanya.Tubuh Murong Liang sedikit terhuyung ke belakang, sementara energi hijau pekat itu menyebar dengan cepat, menyelimuti tubuhnya seperti kabut kematian.Dalam hitungan detik, sesuatu yang mengerikan terjadi. Tubuh Murong Liang mulai menunjukkan perubahan aneh. Semburat hitam menjalar memenuhi sekujur tu
Murong Bai menggertakkan giginya, merasa frustrasi dengan tungku yang menghalanginya itu. Setiap kali ia mencoba menerjang ke arah Du Shen, tungku itu selalu menghadang jalannya, bagaikan benteng tak tertembus yang terus memblokir serangannya.Namun, semuanya sudah terlambat. Du Shen akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pertarungan tersebut. Matanya menyipit tajam, menilai tekad Murong Bai yang begitu besar untuk membunuhnya. Seketika, aura yang lebih mengerikan merembes keluar dari tubuhnya, bergetar liar sebelum memadat menjadi ribuan jarum energi berwarna gelap yang melayang di sekitarnya.Di saat Murong Bai masih sibuk menghadapi tungku raksasa yang terus menghalau jalannya, ia sama sekali tak menyadari ancaman yang akan datang. Dengan satu gerakan tangan, ribuan jarum energi Qi itu melesat bagaikan hujan meteor, menyerbu ke arahnya tanpa memberikan sedikit pun celah untuk menghindar.Dihadapkan dengan tekanan dari tungku yang memaksanya bertahan dan kini serangan mematikan yang
Murong Ning berdiri di barisan terdepan anggota klan Murong, wajahnya muram dan rahangnya terkatup rapat. Matanya memandang Du Shen dengan sorot kebencian yang terpendam. Namun, ia tahu betul bahwa perbedaan kekuatan di antara mereka terlalu timpang sebelah."Kau hanya orang asing yang datang mengacau! Beraninya kau mencoba mengatur hidup kami, klan Murong!" bentak seorang pria dari barisan belakang dengan nada penuh amarah."Benar! Kau membunuh kepala klan hingga para tetua kami! Orang sepertimu yang pantas mati!" seru yang lainnya, suaranya menggelegar seakan ingin membakar api keberanian di hati para anggota klan Murong yang tersisa.Namun, sebelum gema suara mereka sempat lenyap, dua jarum energi Qi melesat bagai kilatan petir. Dalam sekejap, kedua pria itu terjatuh, mata mereka membelalak kosong, darah mengalir dari dahinya. Kematian yang datang begitu cepat membuat tubuh mereka langsung lunglai, tumbang tanpa suara.Kesunyian mencekam menggantung di udara. Para anggota klan Muro
Di lantai tiga bangunan utama Paviliun Alkemis, suasana tegang menyelimuti ruangan yang diterangi cahaya lentera redup. Beberapa pria duduk melingkar di sekitar meja bundar dari kayu eboni, di atasnya terdapat gulungan peta, dokumen-dokumen, serta cangkir teh yang mengepulkan uap hangat.Di antara mereka, Hao Jifeng, kepala Klan Hao, duduk tegap dengan raut wajah serius. Rambutnya yang telah beruban sebagian menandakan usianya yang tak lagi muda, tetapi sorot matanya tetap tajam. Dengan suara penuh wibawa, ia akhirnya membuka percakapan."Dengan sedikit petunjuk yang ada, sesuai permintaan Tuan Muda Shen, orang-orangku menemukan beberapa jejak yang mengarah pada kelompok bandit Kapak Merah." ucapnya.Suasana tampak hening sesaat menyelimuti ruangan. Du Shen, pemimpin baru Paviliun Alkemis, tetap diam dan menatap kosong ke cangkir tehnya. Pantulan cahaya dari permukaan cairan itu menunjukkan bayangan samar wajahnya yang penuh akan luka masa lalu. Jemarinya yang panjang dan kokoh meng
"Hutan Kabut Ilusi... aku akan pergi ke sana dalam waktu dekat." ungkap Du Shen membuat kedua pria paruh baya itu tertegun sejenak. "Ka-kau ingin pergi ke hutan itu!?" seru Hao Jifeng, matanya membelalak penuh keterkejutan. Du Shen hanya mengangguk singkat, ekspresinya tak berubah sedikit pun. "Benar. Bagaimanapun, tujuanku saat ini hanya untuk menemukan para bandit itu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, ke mana pun mereka pergi, bahkan ke ujung dunia sekali pun, aku akan tetap mengejar mereka." Ruangan seketika diliputi keheningan. Ye Long yang mendengar keeputusan itu kini menatap Du Shen dengan sorot mata penuh khawatir. Baginya, Du Shen bukan sekadar pemuda berbakat dalam ilmu alkimia, tetapi juga seorang pemimpin yang membawa harapan bagi banyak orang. Keputusan pemuda itu untuk pergi ke Hutan Kabut Ilusi terasa seperti keputusan yang terlalu berisiko. "Tempat itu terlalu berbahaya, Pemimpin Paviliun," ujar Ye Long, suaranya terdengar penuh kekhawatiran. "Sebaiknya
Namun ia tak begitu peduli pada patung itu dan mengalihkan perhatian ke segala arah di dalam aula yang luas itu. "Hmm?" Du Shen bergumam lirih sambil menatap sekeliling ruangan luas yang terasa sunyi. Pilar-pilar batu yang menjulang tinggi tampak kokoh menopang langit-langit aula, ia memandangi sekitar seolah tengah mencari seseorang. "Pak tua Zhao... Dia tak ada di sini. Apakah dia masih terjebak dalam dimensi ilusi sebelumnya? Atau jangan-jangan ada ruangan lain selain tempat ini?" Pikirannya terus bergulir, mencoba mencari jawaban. Namun tepat saat ia hendak bergerak untuk menyelidiki lebih jauh, seberkas aura yang familiar tiba-tiba muncul dari sisi timur aula. Aura itu samar namun mengandung nuansa yang tak asing baginya. Du Shen menoleh cepat. Matanya menajam, menyapu arah tempat datangnya aura tersebut. Beberapa langkah dari tempatnya berdiri, sesosok gadis perlahan muncul dari balik kerumunan. Ia tidak sendiri—di dekatnya berdiri dua orang asing yang tampak waspada. Satu
Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang mendebarkan. Du Shen, yang sejak berdiri tegak dengan mata tertutup, akhirnya membuka kelopak matanya perlahan. Dari balik pupil hitamnya, semburat cahaya hijau tua berkilat tajam seperti bara yang baru saja menyala dari arang yang tertiup angin kencang. Aura dari tubuhnya seketika merembes.Seketika itu pula, atmosfer di sekitar mereka mendadak menjadi berat. Udara seolah menebal, menekan tubuh seperti selimut raksasa yang mengandung niat pembunuhan. Bahkan suara embusan angin tak terdengar lagi, digantikan oleh keheningan mencekam yang seperti berdiri di hadapan binatang buas purba, yang berdiri kokoh dan tak tergoyahkan bagaikan gunung es abadi.Lu Tian, yang semula berbaring santai sambil bersenandung kecil, tiba-tiba menegang. Matanya membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan. Rasa sesak menyerangnya begitu cepat hingga ia seketika terduduk, lalu berubah jongkok dengan tangan memegangi sisi kepalanya. Keringat dingin mulai merembe
"Kau salah," ujar pemuda itu sambil menarik napas dalam. Suaranya terdengar kesal, namun tak kehilangan semangatnya. "Aku bukan datang ke sini karena kemauanku sendiri. Aku diseret masuk oleh seorang penjahat tua. Dan lihat ini, dia bahkan mengikat kakiku dengan rantai terkutuk ini." lanjutnya sambil menunjuk ke arah kakinya, Du Shen menurunkan pandangannya, memperhatikan dengan seksama. Rantai hitam itu tampak mencengkeram pergelangan kaki pemuda tersebut dengan erat, seperti binatang buas yang tertidur namun siap menerkam kapan saja. Riak aura hitam samar-samar bergelombang dari permukaannya, menebarkan hawa dingin yang menusuk. Du Shen menyipitkan mata. Energi Qi yang mengalir dari rantai itu terasa bengis, seperti mengandung kutukan yang dibentuk dari niat buruk dan dendam yang tak sederhana. "Rantai itu bukan sesuatu yang biasa," gumam Du Shen, lebih kepada dirinya sendiri. Pemuda itu yang sepertinya tak terlalu terganggu dengan situasinya—mengalihkan perhatian pada Du Sh
Beberapa jam berlalu dalam ketegangan. Langit yang semula cerah perlahan mulai tertutup oleh kabut tipis berwarna kelabu yang muncul entah dari mana. Di depan Paviliun Dewa Kekacauan, ratusan kultivator berdiri menunggu dalam diam. Aura mereka terkendali, namun penuh kewaspadaan. Semua menunggu satu momen saat penghalang kuno itu benar-benar lenyap.Dan akhirnya, itu terjadi.Formasi segel yang melindungi bangunan tua itu mulai bergetar pelan, lalu retak seperti permukaan es yang diinjak. Garis-garis halus menyebar cepat, menciptakan pola aneh sebelum pecah dalam kilatan cahaya. Suara gemuruh yang dalam dan berat terdengar, menggema ke seluruh lembah. Penghalang itu hancur—menguap tanpa sisa.Namun bersamaan dengan itu, gelombang tekanan luar biasa memancar keluar. Tidak seperti sebelumnya, tekanan ini bukan hanya kuat, melainkan mengandung energi yang kacau. Sulit dijelaskan. Tapi semua orang dapat merasakan sesak, panas, dingin, dan hampa bercampur menjadi satu. Beberapa kultivat
Beberapa hari kemudian... Di tengah bentangan pegunungan batu cadas yang membentang sejauh mata memandang, berdiri sebuah istana megah nan misterius. Di sekilingnya hanya terdapat hamparan tanah tandus yang luas. Istana kuno tersebut berdiri dengan gagah, dikelilingi oleh pelindung berbentuk kubah transparan yang memantulkan kilau cahaya warna warni ketika cahaya matahari menyentuh permukaannya. Seolah siapapun tak bisa menyentuhnya sembarangan dari luar. Bangunan kuno itu dikenal dengan nama Paviliun Dewa Kekacauan—tempat misterius yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun. Legenda menyebutkan bahwa di dalamnya tersimpan artefak-artefak langka, rahasia kultivasi tingkat tinggi, dan warisan dari zaman leluhur. Aura menekan dan kuat merambat keluar dari dalam pelindung itu, membuat para kultivator yang berkumpul di sekitarnya tak berani mendekat sembarangan. Meski tampak samar karena pengaruh pelindung, pancaran energinya jelas mampu membuat para praktisi muda berkeringat dingi
Di permukaan, apa yang tengah dilakukan oleh Du Shen tampak seperti proses pemurnian biasa—seorang ahli yang duduk bersila di hadapan tungku alkimia, mengendalikan aliran Qi untuk menenangkan energi dalam sebuah inti merah menyala. Namun, kenyataannya jauh dari kata biasa. Dari telapak tangannya, aura gelap nan pekat mengalir ke udara, membentuk simbol-simbol kuno yang berpendar hijau kehitaman. Ukiran inskripsi dari zaman sebelum zaman, yang bahkan tak dikenali oleh alkemis manapun di zaman sekarang, muncul melingkari ruang kecil itu. Di bawah tungku yang ia gunakan, lingkaran sihir berpendar menciptakan beberapa lapisan inskripsi—menyala satu per satu, menunjukkan kerumitan formasi yang ia bangun. Pemurnian ini bukan sekadar proses menghilangkan kotoran dari bahan alam seperti tanaman herbal atau bahan alkimia lainnya. Ini adalah pemurnian inti jiwa manusia—sebuah seni terlarang dan nyaris terlupakan, yang lebih dekat ke necromancy daripada alkimia. Inti jiwa dimurnikan untuk
Tapi tekanan dari manifestasi tangan Qi itu begitu besar hingga bahkan dia sendiri mulai terdorong mundur, tubuhnya terseret di antara udara tipis yang kini nyaris menyusut karena gesekan energi.Sementara itu, Zhao Lao menoleh cepat ke arah seorang gadis muda yang berdiri kaku di balik formasi pelindung yang hampir runtuh."Artefak ini terlalu kuat... aku tak bisa mengendalikannya lebih lama. Tapi jika aku bisa memanfaatkan momen ini…"Dengan segenap kekuatan terakhir, Zhao Lao melepaskan sebagian kendali pada tangan Qi, dan mengalihkan sebagian besar energi spiritualnya untuk menciptakan portal dimensi kecil. Dalam sekejap, dia menerobos badai energi, dan meraih tubuh Han Jue."Gu-Guru!?" Han Jue tergagap, namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, tubuh mereka berdua telah terserap masuk ke dalam celah dimensi.Luo Ming, yang baru sadar akan hilangnya keberadaan Zhao Lao, meraung keras seperti binatang buas."Pengecut! Kau kabur saat aku lengah! Dasar tua bangka pengecut!"Namun,
Langit di atas Wilayah Dewa Leluhur telah berubah menjadi ungu gelap yang pekat, seolah menandakan bahwa malam ini bukanlah malam biasa. Dua bulan kembar menggantung di angkasa, menyinari tanah yang telah lama kehilangan kehangatan mentari. Namun cahaya lembut itu tak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti beberapa sisi wilayah tersebut—tempat di mana dua ahli besar bertarung memperebutkan gelar terkuat dalam rivalitas mereka. Di atas tanah yang hangus dan retak oleh gelombang energi spiritual, Zhao Lao terhuyung sembari menekan dadanya yang terasa seperti diremuk dari dalam. Napasnya berat dan berderak, dan darah merah pekat mengalir dari sudut bibirnya. Meski tubuhnya nyaris tak mampu berdiri, sorot matanya masih memancarkan perlawanan yang dipenuhi tekad. Ia menatap lurus ke depan, ke arah lawannya: Luo Ming, yang juga tampak terluka namun masih berdiri tegak di atas udara, dengan dada naik-turun dalam tarikan napas yang lebih stabil. Tawa Luo Ming meledak di udara ma
"A-aku hanya pesuruh dari kelompok kecil yang disebut Bandit Kapak Hitam," ucap Mu Gui dengan suara gemetar, napasnya tersengal, dan tubuhnya menggigil di bawah tekanan tak kasat mata. Pria berjubah hitam sebelumnya, yang kini telanjang bulat, tampak tak lebih dari seekor kambing malang yang tengah menunggu waktu untuk disembelih. Tubuhnya masih terangkat beberapa jengkal dari tanah, dicekik oleh tekanan Qi milik Du Shen yang begitu dingin dan menakutkan. Du Shen memandangnya dengan tatapan tajam, kilatan kebencian di sorot matanya menunjukkan betapa dalam amarahnya tersimpan. Namun saat mendengar nama "Kapak Hitam," seketika seluruh dunianya di penuhi oleh bara emosi yang meluap-luap. "Bandit Kapak Hitam?" ulang Du Shen dengan suara berat, bibirnya nyaris tak bergerak. "Apa hubungan kalian dengan Bandit Kapak Merah?" Seketika, wajah Mu Gui memucat. Napasnya terhenti sepersekian detik. Nama itu, bukan lah nama yang seharusnya keluar dari mulut sembarang orang. Itu adalah organisa