Beranda / Fantasi / Legenda Bumi Langit / Siasat Bersandiwara

Share

Siasat Bersandiwara

Penulis: Fariha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-03 23:03:23

"Wahai para kesatria, kalau boleh tahu. Ada apakah gerangan kalian datang ke tempat ku yang kotor ini?" ucap Tanu yang masih mengelus pakaian Jirah para utusan istana. Nada ucapan kakek tua itu seperti seorang pujangga yang dilanda mabuk asmara.

'Tingkah kakek semakin aneh saja!' gerutu Sadarga, nampaknya ia kesal melihat tingkah kakek angkatnya.

Karena mendapat perlakuan aneh dari Tanu, pria sipit nampaknya kegelian sendiri. Ia sekan tak nyaman mendapat perlakuan Tanu yang mirip seorang lelaki sedang merayu wanita."Ka-kami hanya menuruti perintah raja, Kek!" 

"Aduhai senangnya diriku ini, didatangi 2 utusan kerajaan yang begitu murah hati. Tapi ... sepertinya ada maksud lain yang mendorong kalian datang ke tempat ini, jika tak keberatan mohon sedia beritahukan pada kakek tua ini!" tutur Tanu. Sepertinya ia benar-benar sedang merayu.

Jelas saja, tingkah Tanu semakin membuat Sadarga gemas. "Kakek! Apa kamu baik-baik saja?" celetuk Sadarga.

"Hemp!" geram Tanu. Kemudian ia menatap Sadarga.

"Anak kecil. Lebih baik kamu pergi mencari kayu bakar, sepertinya hal itu akan lebih baik dari pada diam di rumah. Hehe!" pinta Tanu sambil terkekeh.

Lagi-lagi Sadarga terkejut mendengar ucapan kakek angkatnya itu."Apa? Mencari kayu bakar!!"

Yang benar saja!

Jangankan mencari kayu bakar. Untuk sekedar berjalan keluar halaman rumah pun, Sadarga perlu kerja keras. Sebelah tulang kakinya lunak, dan hal itu menyebabkannya sulit berjalan.

Menyadari ada ucapannya yang salah, Tanu segera menutup mulut dengan sebelah tangannya."Oh tidak. Bocah ... sepertinya maksudku bukan mencari kayu bakar. Tapi belajarlah menggunakan kayu dengan sabar!" lanjut Tanu. 

Sadarga hanya menganga, rupanya ia tak tahu bahwa Tanu sedang mengalihkan perhatian 2 tamu istana itu. 

Tetua itu seakan mengetahui tujuan lain utusan istana, yang hendak datang ke rumahnya. 

Yang jelas, saat ini Tanu sedang mengambil sebuah tindakan. Ia mencoba melakukan perlawanan dengan cara halus, berharap tamu dari istana itu segera pulang.

***

Di tengah malam.

Sebelum Desa Purbawati di datangi ratusan utusan istana. Tanu hendak mengunjungi kediaman seorang pemuda terkuat bernama Jiro. Sekaligus sebagai sesepuh wilayah Desa Purbawati.

Kehebatan ilmu bela diri lah yang membuat Jiro menyandang gelar sesepuh wilayah!

Tok tok tok ....

Suara pintu berbunyi di saat keadaan desa sunyi sepi. Sepertinya Tanu datang di kala orang lain tengah tertidur pulas.

"Hmmp, siapa itu?" tanya sesepuh wilayah dari dalam rumahnya.

"Ini aku, Tanu!"

Setelah mendengar sebuah nama, sontak saja sesepuh wilayah itu bergegas membuka pintu.

"Guru ... Maafkan aku. Karena tak mengenal betul bahwa itu suaramu!" ucap Jiro panik, ia menundukan kepalanya karena malu.

Tunggu!

Guru?

Mengapa Jiro yang menyandang gelar sebagai sesepuh wilayah. Malah menyebut Tanu sebagai Guru?

Ternyata hal itu bukan dari tak kesengajaan. Melainkan kedudukan seorang guru dan murid yang telah di ikat dengan beberapa penyebab. 

Salah satunya ialah umur sesepuh wilayah di Desa Purbawati itu, jauh lebih muda dari Tanu. Bahkan usia Jiro hampir seusia dengan Ningrum. Kemudian alasan lain Jiro mengakui Tanu sebagai gurunya ialah, semua ilmu Kanuragan milik sesepuh wilayah itu, hanyalah satu per empat dari ilmu Tanu.

Namun selama 11 tahun terakhir, Tanu tak pernah menunjukan kehebatannya di muka umum. Kakek tua itu lebih memilih berpenampilan layaknya seorang tetua biasa.

Keadaanlah yang memaksa Tanu harus menunjukan taringnya pada Jiro. Karena sesepuh wilayah itu sangat menyukai Ningrum dan ingin menikahinya. Tapi Tanu tak akan membiarkan itu terjadi, sebelum Jiro mengalahkannya.

Baru saja sesepuh wilayah itu ingin mengajak Tanu masuk ke dalam rumah. Tapi Kakek tua itu segera memberi tahu maksud kedatangannya."Jiro! Lebih baik kita pergi sekarang dan bangunkan semua pendekar di desa ini!" gertak Tanu.

"Hah! Memangnya ada apa, Guru?"

"Esok hari, desa ini akan didatangi rombongan istana kerajaan. Mereka berniat memikat hati semua penduduk untuk mengalahkanmu dan mencari seorang anak kecil, lalu membunuhnya!"

"Maaf guru. Jika boleh tahu apa hubungannya dengan para pendekar?" tanya Jiro.

"Para pendekar akan merasakan hawa jahat dari rombongan istana, lalu mereka akan bertempur satu sama lain. Setelah itu mereka akan mati konyol!"

"Maaf guru. Aku masih belum mengerti," celetuk Jiro.

"Bodoh. Otakmu sama dengan cucu angkatku. Perlu kamu ketahui! Kerajaan kita saat ini sedang di kuasai pihak lain. Mereka ingin mengacaukan kerajaan, memecah belah rakyatnya dan mengadu domba rakyat dengan rajanya."

Mendengar penjelasan Tanu, Jiro hanya mengangguk pelan. Sebenarnya ia belum mengerti maksud Tanu. Tapi melihat raut wajah Gurunya yang serius, ia memilih tak bertanya lagi. Jiro langsung memenuhi keinginan Gurunya.

"Baiklah Guru, mari kita pergi!" pungkas Jiro.

Setelah semua pendekar desa berkumpul di tanah lapang. Tanu memerintahkan Jiro untuk membeberitahukan peristiwa yang akan terjadi esok hari.

Awalnaya, para pendekar itu ragu dengan perkataan Jiro. Dan hal itu membuat Tanu terpaksa membuka siapa dirinya sebenarnya.

Setelah mengetahui bahwa Tanu merupakan seorang petapa sakti. Barulah para pendekar itu mempercayainya.

Tanu memperlihatkan wujud tenaga dalamnya untuk kali pertama di hadapan orang banyak. Kakek tua itu mengeluarkan cahaya pada telapak tangannya. Kemudian dari cahaya itu tiba-tiba muncul bayangan gambar peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari.

Sontak saja para pendekar yang melihat aksi Tanu, mengakui Kakek tua itu sebagai gurunya.

"Guru! Jika memang besok atau lusa rombongan istana itu datang. Lalu apakah yang harus kita lakukan?" tanya  Jiro mewakili semua pendekar.

"Tetaplah bersikap tenang, tapi hal itu akan terasa sulit bagi kalian. Sebab jika mereka datang amarah kalian akan terpancing lalu meluap karena ulah ilmu sihir dan akhirnya melahirkan nafsu untuk membunuh," tutur Tanu sambil melipat tangan di dadanya.

"Mengapa hal itu bisa terjadi?" timpal Jiro.

"Sebab. Hal itu merupakan salah satu tujuan musuh kerejaan kita!"

"Maaf guru. Memangnya apa saja tujuan mereka?" celetuk seorang pendekar lain.

"Menghancurkan negeri ini. Dengan cara mengadukan tentara kerajaan dan rakyatnya. Kemudian tujuan utama mereka ialah mencari seorang anak yang begitu istimewa, bagi mereka!"

"Lalu, bagaimana caranya supaya kita tak terhindar dari pengaruh sihir itu?" tanya Jiro.

"Pertanyaan bagus. Baiklah, aku akan beri tahu cara menghadapi mereka itu. Jika kalian bertemu dengan rombongan dari kerajaan itu, bertindaklah segila mungkin, sekonyol mungkin dan separah mungkin! Intinya, simpanlah kekuatan kalian dengan meninggalkan senjata dan gunakanlah pakaian compang-camping," tutur Tanu.

"Hahahah! Apakah hanya itu cara satu-satunya?"

"Ya, terkadang kegilaan diperlukan untuk mengatasi ketegangan di kerajaan ini. Seperti orang gila yang menghibur orang waras di tepi jalan!" pungkas Tanu. Mengakhiri pertemuannya dengan para pendekar.

Bab terkait

  • Legenda Bumi Langit   Ada Apa Dengan Desa?

    "Baiklah, ku rasa ... pertemuan kita kali ini sudah cukup! Jika esok hari rombongan itu belum datang. Maka kewaspadaan, harus tetap di dipertahankan. Karena, bisa saja kedatangan mereka mendadak di esok lusa," pungkas Tanu, mengakhiri pembicaraannya di malam itu.Setelah melakukan pertemuan dengan beberapa pendekar desa, Tanu langsung kembali ke rumahnya.Ternyata perkiraan Tanu memang terjadi dan semua rombongan dari kerajaan itu, saat ini sudah berada di depan mata.***Buur!Duar!Tiba-tiba terdengar dentuman dari balik bukit Desa Purbawati.Tepat di kaki bukit itu terdapat sebuah wilayah padat penduduk. Sadarga yang mendengarnya sontak saja terkejut, begitupun dengan 2 tamu dari istana. Walaupun mereka hanya saling menatap, tapi hal itu seakan memberi isyarat pada mereka bahea hal tak lajim sedang terjadi."Kakek! Suara apa itu?" tanya Sadarga pada Tanu. Kakek tua itu terlihat masih tenang saja."Hmmp,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • Legenda Bumi Langit   Kehancuran Desa

    "Bagaimana sudah siap, Nak?" tanya Tanu pada Sadarga. Nampak jelas bocah di hadapannya tengah selesai mengemas barang-barang."Ia Kek! Aku rasa ini semua sudah cukup," saut Sadarga."Baiklah, mari kita pergi!" pungkas Tanu.Di saat Kakek tua itu mulai melangkahkan kakinya, Sadarga hanya diam termenung. Entah apa yang dia lakukan? Sepertinya memikirkan sesuatu."Kek! Sebenarnya kita mau kemana? tanya Sadarga.Mengapa baru kali ini bocah itu bertanya? Padahal untuk sekedar berkemas barang saja, ia memerlukan waktu yang cukup lama."Kita akan pergi beberapa waktu dari tempat ini dan akan kembali lagi setelah keadaan mulai membaik," tutur Tanu memberikan penjelasan pada Sadarga."Jika begitu, mengapa tak menunggu Ibu dulu?"Sejak dari awal berkemas, Sadarga hanya memikirkan kepulangan ibunya. Pasalnya, dari pagi buta ia belum bertemu dengan Ningrum."Bagaimana ini? Atau sebaiknya ku katakan saja pada bocah ini, a

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14
  • Legenda Bumi Langit   Tugas Pertama

    "Nak, sepertinya tempat ini lumayan aman," ucap Tanu sembari menurunkan Sadarga yang masih dalam gendongannya. "Ia, Kek!" sahut Sadarga. "Sebaiknya kita istirahat sejenak di tempat ini ... karena perjalanan kita tak akan ada akhirnya!" ucap Tanu dengan nada semakin pelan. Kakek tua itu segera membaringkan tubuh pada tanah yang di pijaknya. "Hah, tak ada akhir?" tanya Sadarga penuh penasaran. Mungkin dari tadi bocah itu menunggu kepastian, kemana tujuan Tanu sebenarnya? "Oh, tidak! Maksudku kita tak tahu arah tujuan kita," celetuk Tanu yang menggaruk kepalanya walau tak gatal. Namun kepekaan Sadarga nampaknya lebih dewasa dari usianya. Bocah itu seakan menyadari bahwa Tanu sedang menyembunyikan sesuatu. "Ayolah Kek! Jangan anggap aku masih kecil. Sebenarnya aku selalu mencurigai ibu dan Kakek. Tapi aku menunggu waktu untuk menanyakan kecurigaan itu pada kalian," cela Sadarga dengan alis mata naik sebelah. Sorot mata Sada

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-20
  • Legenda Bumi Langit   Himpitan Hidup Pertama

    Saat ini Tanu tengah tertidur dengan pulas, Sadarga yang terus berteriak tak kunjung mendapatkan tanggapan."Sial! Kenapa kakek diam saja? Apa dia sudah tidur?" bisik Sadarga pada dirinya.Akhirnya bocah itu bergegas dari tempatnya. Tanpa mengetahui tujuan yang pasti, langkah kakinya terasa sedikit hampa.Namun entah apa yang terjadi pada tubuh Sadarga? Bocah itu seakan berjalan tak kenal lelah. Saat ini ratusan depa telah ia lalui tanpa hambatan apapun. Bahkan dirinya tak sadar, bahwa saat ini tengah berada di hutan belantara.Suara hewan buas mulai terdengar mengganggu telinga Sadarga, hawa dingin berkabut tiba-tiba menyelimuti. Pandangan Sadarga pun seakan terganggu dengan kemunculan kabut putih itu.Kerrr!Aaak! Aaaak! Aaak!"A-apa itu?" gumam Sadarga dalam batinnya. Ia langsung mengedarkan pandangan menyisiri setiap sudut hutan yang masih terjangkau olehnya.Setelah riuh suara hewan bersahutan, tiba-tiba Sadarga melihat baya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Legenda Bumi Langit   Sadarga (Satu Dalam Raga)

    Setelah Sadarga memejamkan mata, tiba-tiba dalam hitam pekat pandangannya berubah menjadi hijau menyala. Dalam benak bocah itu sempat bertanya-tanya, apakah ia sedang bermimpi atau hidup dalam kenyataan. Rasa penasarannya semakin menjadi, setelah ia menyaksikan pemandangan di sekitarnya seolah berubah menjadi taman bunga.Saat ini Sadarga berada di antara pagar bunga yang menyerupai labirin. Mungkin ia perlu ketelitian, supaya bisa mencari jalan keluar. Andai saja bocah itu keluar dari kurungan labirin, entah pemandangan apa yang ada di balik pagar bunga tersebut."Di-dimana ini?" gumam Sadarga. Bocah itu nampak kebingungan. Sadarga mengedarkan pandangan ke sana - ke mari, hendak mencari tahu dimana dirinya berada.Suasana tegang yang dialaminya seakan menjadi sedikit tenang. Bahkan tengah membuatnya lupa diri. Bagaikan seorang yang mabuk dan mengabaikan suasana di sekitarnya."Hai, Nak!" ucap seorang wanita yang berada di balik bunga pagar.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Legenda Bumi Langit   Hembusan Penolong

    Saat ini, jalan keluar dari labirin pagar bunga itu mulai tersingkap. Setiap jalan yang dilalui Sadarga, telah di tandainya dengan membuat simpul tali yang terbuat dari akar dan lerumputan.Tak ada satupun jalan labirin yang terlewatinya, hingga akhirnya hanya tersisa satu jalan saja. Namun sayangnya jalan ini di penuhi oleh rumput yang berduri."Mengapa harus jalan ini yang tersisa?" tanya Sadarga pada Ningrum yang bersemayam dalam jiwanya."Lalui saja dengan penuh keyakinan! Jangan pedulikan duri di sepanjang jalan itu! Nak, maafkan aku ... karena tak bisa menemanimu lebih lama lagi," pungkas Ningrum."Tu-tunggu, maksud ibu?"Sudah beberapa kali Sadarga memanggil ibunya. Namun sang ibu tak kunjung memberikan tanggapan sepatah kata pun. Wanita itu seolah datang tak diundang, pulang tak diantar."Ke-kemana ibu? Ibu! Ibuuuu!" teriak Sadarga.Seiring menghilangnya suara Ningrum, Sadarga terlihat begitu panik. Bocah itu nampa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Legenda Bumi Langit   Pusi (Si Kucing Putih)

    Tak terasa waktu berlalu hingga matahari hampir terbenam. Sudah cukup lama Sadarga berada di antara alam ketidak sadaran dan alam sadarnya. Labirin yang terdapat di taman bunga itu, merupakan wujud ilusi dari sebuah jurus yang dimiliki Tanu. Namun suara wanita yang mengaku sebagai Ningrum, merupakan wujud asli wanita itu. Saat ini, Ningrum sedang berada di tempat persembunyian. Ia sedang dalam kejaran para tentara kerajaan. Di sela waktu kesendiriannya, tiba-tiba sukma Ningrum terpanggil untuk keluar dari dalam tubuhnya. Hingga pada akhirnya merasuki tubuh Sadarga dan mereka berdua bisa berjumpa di alam bawah sadar. Sungguh cerdas pemikiran Tanu. Kakek tua itu berhasil mempertemukan ibu dan anak walau hanya dalam alam bawah sadar. Namun ada sesuatu yang belum diketahui Sadarga. Bocah itu tidak tahu bahwa sebenarnya mahluk misterius yang berwujud seperti monyet besar dan telah mengejarnya, merupakan penguasa hutan gerbang kematian. Tapi keberuntu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-23
  • Legenda Bumi Langit   Malam Pertama Di Hutan

    "Pusi, apa kau mau ikut denganku?" ajak Sadarga, bocah itu berniat menjadikan si kucing untuk dijadikan hewan peliharaannya."Meow!" Pusi pun seakan menyahut ajakan Sadarga. Mungkin ia mengatakan bahwa dirinya bersedia. Lalu menjadikan Sadarga sebagai majikan barunya."Grrr!" geram Pusi mendengkur.Tak lama setelah Pusi menggeram, dua singa itu berdiri dan berjalan entah kemana. Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara menggaung. Mungkin suara itu berasal dari dua singa yang tengah berjalan dan hilang di kegelapan malam.Setelah itu sekelompok rusa pun berjalan menuju arah yang sama dengan dua singa tadi."Meow!"Tak lama setelah kepergian singa dan rusa, Pusi langsung berlari."Hei, mau kemana kalian? Sial, apakah kalian mau meninggalkanku?" pungkas Sadarga.Suasana di hutan saat ini sudah gelap. Sadarga mengalami kesulitan untuk melihat di malam itu, mungkin hal tersebut dikarenakan tak adanya alat bantu penerangan. 

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-24

Bab terbaru

  • Legenda Bumi Langit   Raja Bintang

    "Hei, coba lihat! Bukankah dia utusan dari bumi?""Mungkin saja begitu.""Tapi, aku rasa ada yang tak biasa dengan bumi kali ini. Mengapa saat ini bumi mengutus seorang yang terlihat lemah seperti itu.""Ya, benar juga. Jika demikian maka karisma bumi seakan menjadi pudar.""Hahaha."Dari jarak yang lumayan jauh, terdengar percakapan beberapa orang yang sedang menggunjing. Sepertinya Sadarga belum peka terhadap percakapan tersebut. Karena sebenarnya yang sedang menjadi bahan pembicaraan adalah dirinya, sebagai utusan dari bumi."Apa yang harus aku lakukan? Mengapa tiba-tiba tempat ini menjadi ramai?" gumam Sadarga dalam batinnya. Pandangan lelaki itu terus menyisir setiap penjuru yang mampu dijangkaunya.Suasana di dataran lapang ini begitu riuh, kesunyian seakan lenyap dibuatnya. Bagaikan pesisir pantai yang jernih dan tiba-tiba dipenuhi buih yang teramat banyak. Hiruk pikuk para utusan dari berbagai penjuru alam semesta datang

  • Legenda Bumi Langit   Pertemuan Para Utusan

    Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya selesai juga. Sampailah di sebuah permukaan datar penuh debu dan pasir.Jika menengadahkan kepala ke langit, Sadarga bisa melihat puluhan bola berukuran besar. Terkadang Sadarga menyaksikan Kilauan cahaya di bola itu, tapi sisi lainnya berwarna gelap."Paman, jika boleh tahu siapa namamu?" tanya Sadarga sembari mengarahkan pandangan ke atas langit. Lelaki ini memang terbiasa menggunakan sebutan Paman, kepada siapapun yang dianggapnya lebih tua."Hmp, maafkan aku... karena hampir saja lupa memberitahunya. Perkenalkan namaku Brama Rangga Dewata. Tapi terserahmu saja, kau bisa panggil sesukamu," sahut Brama dengan senyuman ramahnya. Simpulan bibir pria itu seperti menyiratkan sifat aslinya."Wah, namamu bagus sekali dan sangat panjang Paman. Mungkin aku akan memanggilmu menggunakan nama depannya saja.""Baiklah nak, terima kasih atas pujiannya. Perlu kamu ketahui kita ini hampir sampai. Jangan s

  • Legenda Bumi Langit   Kehampaan

    Sesuatu yang dilihat oleh Sadarga, sungguh membuatnya ingin muntah.Bagaimana tidak?Sebab saat ini terlihat dua orang lelaki dan tiga wanita yang sudah tak berpakaian. Lima orang itu masih memiliki wajah utuh, tapi dari leher hingga bagian kaki sudah tak nampak lazim.Bukan tanpa alasan keadaan lima orang itu menjadi sedemikian rupa. Hal tersebut ternyata diakibatkan ulah dari orang-orang yang mengerumuninya.Ya, lima orang bernasib buruk itu telah menjadi korban keganasan penyembah Pisaca.Karena tak tahan melihat tingkah orang-orang di sekelilingnya, dengan lantang Sadarga berteriak sekeras mungkin."Aaaaaaa!"Tak lama setelah teriakan menggema di ruang istana, pandangan pun berubah menjadi gelap. Sadarga hanya bisa melihat bintik cahaya bermacam warna, bagaikan pemandangan langit malam saat dilihat di atas gunung.Begitu terkejut Sadarga, setelah ia menyadari bahwa dirinya sudah berpindah tempat cepat sekali. Bu

  • Legenda Bumi Langit   Di Istana Labodia

    "Tunggu! Ibu mau kemana?" teriak Sadarga setelah melihat Ningrum tiba-tiba pergi dengan cepat.Walaupun Sadarga berteriak sekerasnya dan tengah melakukan berulang kali.Sayang sekali!Ningrum terlihat acuh tak memberikan tanggapan.Begitu tergesa-gesa kepergian Ningrum. Entah apa yang membuatnya melakukan itu? Yang jelas saat ini Sadarga hanya seorang diri saja melayang menunggangi batu di lingkungan istana kerajaan.Ingin rasanya mengikuti sang ibu yang telah pergi meninggalkannya, tapi apa daya Sadarga? Batu yang ia tunggangi tak bisa bergerak sesuai keinginannya. Bahkan batu tersebut malah turun dari atas ketinggian, seakan meminta Sadarga tak menginjakan lagi kaki di atas permukaannya."Aaaaa!"Benar saja.Begitu terkejut Sadarga. Pria itu dibuat kaget oleh batu yang ditumpanginya. Tiba-tiba bongkahan batu itu melakukan putaran cepat, seakan memaksa Sadarga turun.Dari kejadian itu, menyebabkan Sada

  • Legenda Bumi Langit   Lepasnya Sukma

    Sampai saat ini, Utar terus melanjutkan perjalanannya hingga mencapai perut goa. Di kedalaman tersebut suara hujan deras sudah tak terdengar lagi.Bebatuan tajam yang bisa dirasakan alas kaki pun, sudah tak ditemui lagi. Entah apa yang bisa dilihat jika sepercik cahaya menerangi kegelapan saat ini."Hei, apa kalian baik-baik saja?"Suara Utar yang terpantul dinding goa, terdengar menggema. Entah berapa orang yang masih bersamanya, hanya suara langkah dan hembusan nafas saja yang didengarnya. Tak ada seorangpun yang berbicara saat ini.Mungkin rasa lelah karena perjalanan, menjadikan diam terasa lebih baik dari pada berbicara atau sekedar menggerakkan anggota tubuh."Baiklah, aku rasa di sini tempatnya cukup aman. Jadi, jika kalian ingin beristirahat silahkan saja,"Lelah. Lelah sekali. Sadarga yang merasakan suasana di dalam goa itu seakan tak berdaya lagi. Begitupun semua orang yang bersamanya.Hanya Utar dan Raka yang masih te

  • Legenda Bumi Langit   Tempat Tersembunyi

    Setelah sampai di mulut goa, Sadarga merasakan keresahan dalam hatinya. Entah apa yang akan menimpanya kali ini. Namun itulah ungkapan dalam benaknya. Padahal sebelumnya Sadargalah orang paling ceria dan selalu menumbuhkan semangat bertahan hidup.Ya, semangat untuk tetap hidup.Karena sepanjang jalan menuju goa, angin kencang terus berhembus menumbangkan pepohonan hujan deras di iringi petir terus mengguyur membasahi tanah.Dari kejauhan terlihat laju tanah berjalan, terbawa arus air yang begitu kuat. Padahal itu hanyalah sebuah lumpur yang terbawa air dari hulu menuju hilir.Ada beberapa orang dari para pemuda desa Lanangjagat yang gugur melepaskan nyawanya akibat tak tahan lagi menahan gejolak amukan alam tersebut. Sungguh mengenaskan nasib mereka diterpa murka alam raya, yang datang secara tiba-tiba."Paman, sebaiknya kita mencari lagi tempat lain untuk berlindung," usul Sadarga pada Utar."Hei, bicara apa kau ini. Bukankah kamu yang men

  • Legenda Bumi Langit   Kembali gelisah

    Tak terasa tiga hari berlalu begitu saja. Semenjak peristiwa pertempuran Sadarga dan manusia berbulu, kini tak ditemukan lagi kekacauan yang mengganggu kehidupan di istana dan di berbagai wilayah lainnya.Suasana amanpun seakan dirasakan semua orang, termasuk para penduduk desa Lanangjagat yang kini berada di tempat pengungsian sementara.Di pagi hari yang sangat cerah, Sadarga terlihat berjalan dan membawa kayu bakar. Entah dari mana ia? Sebab Sadarga tak ditemani siapapun."Tuan, dari mana kayu bakar ini?" ucap Reni menyambut kedatangan Sadarga. Wanita ini merupakan seseorang yang menaruh simpati pada Sadarga.Ya, beberapa hari terakhir prasangka orang disekeliling Sadarga seakan terbagi. Ada yang menaruh simpati, ada juga yang berburuk sangka."Aku baru saja turun gunung, semalam aku tak bisa tidur. Jadi ku putuskan saja untuk mencari angin segar di malam hari."Sadarga terlihat berjalan terus tanpa melihat wajah Reni, pandangannya

  • Legenda Bumi Langit   Kembali

    "Ti-tidak. Aku hanya terkesima saja, melihat seranganmu yang begitu cepat. Sampai mengalahkan mahluk itu dengan mudah," kata Utar. Nampaknya ia tak bisa menyembunyikan isi hatinya. Sehingga segala perkataan batinnya diwujudkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut.Bukan hanya itu, selain Utar masih banyak juga yang tak sanggup menahan isi hatinya. Begitu juga dengan Raka, si pria paling tangguh dari desa Lanangjagat.Kali ini Sadarga mendapatkan berbagai pujian yang mengangkat derajatnya. Berbeda dengan sebelumnya, disaat orang di sekeliling masih bertanya-tanya dan ragu dengan tingkah yang dilakukan Sadarga.Ya, terkadang Sadarga bertingkah diluar prasangka orang lain. Seperti perkataannya yang nyeleneh, tapi akhirnya orang lain dapat memahami maksud dari perkataan itu.Kemudian selama kebersamaannya dengan puluhan penduduk dari desa Lanangjagat, Sadarga sering kali memerintahkan hal yang tak masuk akal. Namun selang beberapa saat dari per

  • Legenda Bumi Langit   Pertempuran Sekejap

    Setelah Sadarga menggenggam pedang milik Utar, ia bingung harus melakukan apa? Sebab seumur hidupnya Sadarga belum pernah menggunakan benda tajam itu.Semua orang yang melihat Sadarga tentu saja keheranan. Dalam benak mereka bertanya, apakah Sadarga tidak bisa menggunakan pedang? Lalu untuk apa ia meminjamnya?Ya, benar sekali. Sadarga memang belum mempelajari jurus dan seni menggunakan pedang. Namun sesekali ia menemukan keterangan dalam kitab Azura. Pada kitab itu terdapat satu bab husus yang membahas tentang berbagai jurus pedang. Tapi apa gunanya? Karena Sadarga hanya membaca ilmu pedang itu, tanpa mencobanya.Menyadari jika dirinya sedang diperhatikan banyak orang, Sadarga langsung memejamkan mata. Pria itu mencoba mengingat semua tulisan pada kitab Azura, yang membahas tentang ilmu dan seni menggunakan pedang."Jurus pedang angin!" bisik Sadarga sembari memasang kuda-kuda menyerang.Sontak saja, Utar terkejut. Sebab ia melihat Sadarga layakny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status